BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau bila kurang dari 2º sebagai Klas III skeletal. (Gambar 2.1)(11)
Gambar 2.1. Pola sketelal. a. Klas I: ANB 2-4º, b. Klas II: ANB >6º, c. Klas III: ANB<2º. (11)
2.2. Dimensi Vertikal Perkembangan dimensi vertikal ditandai dengan keseimbangan antara lidah, bibir, pipi dan gigi-geligi pada masa pertumbuhan. Keseimbangan sistem biologis ini lebih ditentukan oleh lamanya tekanan dibandingkan dengan besarnya tekanan. (15) Dimensi vertikal yang bertambah khususnya terlihat pada anterior open bite, sedangkan penurunan dimensi vertikal termanifestasi pada anterior deep overbite. Anterior open bite lebih umum pada orang Afro-Amerika, sedangkan anterior deep bite lebih sering pada orang Eropa-Amerika.(15) Otot-otot pengunyahan menghasilkan tekanan yang berat dan terputus dalam durasi yang pendek sewaktu mengunyah makanan. Tekanan oklusal bekerja untuk
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan keseimbangan dimensi vertikal dari bagian orofasial, walaupun kebiasaan patologis seperti bruksism di waktu malam, atau otot-otot pengunyahan yang hiperaktif berpotensi mengganggu keseimbangan vertikal. Hal ini bisa terjadi pada saat gigi-geligi posterior belum erupsi sempurna dan berkurangnya perkembangan vertikal dari alveolar, mandibula dan maksila bagian posterior yang mengakibatkan anterior overbite bertambah.(15) Kebiasaan tongue thrust dan mengisap ibu jari dalam waktu lama juga dapat mengakibatkan penambahan pada overjet dan openbite. Nasal Obstruction yang menyebabkan pernafasan mulut telah dinyatakan sebagai penyebab over erupsi gigi posterior dan peningkatan dimensi vertikal wajah bagian bawah karena postur mulut terbuka. Bagaimanapun, bukti untuk menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dalam pertumbuhan wajah pada manusia lebih sebagai akibat dari pernafasan mulut dibandingkan dengan gangguan hidung (nasal obstruction) masih belum dapat disimpulkan.(15) Karakteristik skeletal dari gambaran sefalometri yang menunjukkan adanya peningkatan dimensi vertikal dapat dilihat dari tinggi ramus mandibula yang pendek atau tinggi wajah posterior berkurang, tinggi dentoalveolar mandibula atau maksila yang bertambah, sudut dataran mandibula yang curam, dataran palatal posterior yang miring ke arah inferior dan dataran oklusal yang miring ke arah inferior. (15) Karakteristik skeletal dari gambaran sefalometri yang menunjukkan adanya pengurangan dimensi vertikal dapat dilihat dari tinggi ramus mandibula yang bertambah atau tinggi wajah posterior bertambah; tinggi wajah anterior bawah berkurang, tinggi
Universitas Sumatera Utara
dentoalveolar lebih pendek dari normal; sudut dataran mandibula yang datar dan sudut Gonial kecil.(10,15) Analisa sefalometri memberikan pengukuran linear dan angular. Pengukuran ini akan menggambarkan morfologi skeletodental dalam bidang sagital dan vertikal. Cara ini ditemukan oleh Sassouni, ia menggunakan dataran horizontal pada gambaran anatomi dari skeletal kraniofasial. Jika garis-garis ini tidak bertemu pada titik tunggal melainkan paralel, menunjukkan
ada penurunan/pengurangan pada
dimensi vertikal (Gambar
2.2.A). Pada wajah yang proporsional baik secara vertikal, kelima dataran yang dibuat seharusnya bertemu pada titik tunggal
yang terletak pada posterior wajah pada
occipitalis (Gambar 2.2.B). Pertemuan dataran-dataran ini dekat dengan telinga bagian luar/eksternal
di depan occipitalis mengindikasikan penambahan dimensi vertikal
anterior (Gambar 2.2.C).
Gambar 2.2. Tracing sefalogram menurut Sassouni. A. Tracing sefalogram tinggi wajah anterior bawah menurut Sassouni yang pendek. B.Tracing sefalogram tinggi wajah vertikal anterior menurut Sassouni yang normal. C. Tracing sefalogram menurut Sassouni yang menunjukkan adanya indikasi peningkatan dimensi vertikal anterior.(15)
Universitas Sumatera Utara
2.3. Landasan Teori Untuk memperbaiki crowded dan melakukan retraksi gigi anterior diperlukan ruang. Untuk itu diperlukan pencabutan empat gigi premolar pertama. Pada kasus retraksi anterior
biasanya
diperlukan
penjangkaran.
Penjangkaran
dimaksudkan
untuk
mempertahankan posisi gigi-gigi posterior agar tidak terjadi pergeseran ke mesial ke arah ruang bekas pencabutan sehingga dimensi vertikal dapat dipertahankan.(7,20) Tinggi wajah dapat bertambah sebagai hasil dari pertumbuhan. Pengelompokan tipe wajah dengan dimensi diilustrasikan dengan tinggi wajah anterior atas dan tinggi wajah bawah memiliki hubungan dalam masa pertumbuhan. Pada kasus deepbite, tinggi wajah atas bertambah, sedangkan pada kasus openbite tinggi wajah anterior bawah yang bertambah.
(20)
Peningkatan tinggi wajah atas, tinggi wajah bawah dan total tinggi wajah
lebih banyak terjadi pada wajah hiperdivergen
daripada wajah mesiodivergen yang
hanya pada tinggi wajah atas dan total tinggi wajah. (7) Yamaguchi dan Nanda menemukan perubahan lebih besar terjadi pada total tinggi wajah dan tinggi wajah anterior bawah pada kasus dengan pencabutan dibandingkan dengan kelompok pasien yang menggunakan high pull headgear.(21) Staggers membandingkan perubahan vertikal yang
terjadi pada kasus tanpa
pencabutan dan dengan pencabutan empat gigi premolar pertama. Ia menemukan tidak ada perbedaan bermakna pada kedua kelompok. Kedua kelompok menghasilkan sedikit peningkatan dimensi vertikal.(7)
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pengukuran Skeletal Untuk melakukan pengukuran linier tinggi wajah skeletal dapat dibagi atas dua bagian, antara lain : 2.4.1. Anterior Rakosi melakukan pengukuran tinggi wajah skeletal dengan cara menghubungkan titik Nasion (N) dengan titik Menton (Me) untuk menentukan tinggi wajah skeletal anterior(14). Bishara menambahkan pengukuran dari titik N ke ANS’ untuk menentukan tinggi wajah anterior atas.(15) Kim, Hayasaki dan Kocaderelli menambahkan pengukuran titik ANS’ ke titik Me untuk tinggi wajah anterior bawah. (1,5,12) 2.4.2. Posterior Rakosi juga menghubungkan titik Sella (S) dengan titik Gonion (Go) untuk menentukan tinggi wajah skeletal posterior dan pengukuran PNS’-Go untuk tinggi wajah posterior bawah (Gambar 2.3).(14)
Gambar 2.3. Garis-garis pengukuran sefalometri .(14)
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pengukuran Dentoalveolar Kim, Nanda dan Sinha melakukan pengukuran linier dentoalveolar yang digunakan antara lain U6-PPL yaitu jarak perpendikular dari cusp mesial gigi molar pertama maksila ke dataran palatal, L6-MPL yaitu jarak perpendikular dari cusp mesial gigi molar pertama mandibula ke dataran mandibula. U6-A’ yaitu jarak
yang diukur dari
titik
kontak mesial gigi molar pertama maksila ke garis perpendikular dari titik A ke dataran palatal dan L6-B’ yaitu jarak molar
yang diukur dari titik kontak mesial gigi
pertama mandibula ke garis perpendikular dari titik B ke dataran mandibula
(Gambar 2.4). (22)
Gambar 2.4. Pengukuran linier dentoalveolar sefalometri: 1.dataran palatal; 2. dataran mandibula; 3. tinggi vertikal molar pertama maksila; 4. tinggi vertikal molar pertama mandibula; 5. pergeseran mesial molar pertama maksila; 6. pergeseran mesial molar pertama mandibula. (22)
Universitas Sumatera Utara
25 Untuk melakukan pengukuran angular dentoalveolar
yang digunakan antara lain
U6-PPA yaitu sudut yang dibentuk aksis gigi molar pertama maksila (cusp mesial apeks) ke dataran palatal, L6-MPA yaitu sudut yang dibentuk aksis gigi molar pertama mandibula (cusp mesial-apeks) ke dataran mandibula. (Gambar 2.5) (22)
Gambar 2.5. Pengukuran anguler dentoalveolar sefalometri:1, sudut molar pertama maksila; 2, sudut molar pertama mandibula. (22)
Universitas Sumatera Utara
26 2.6. Kerangka Konsep Penelitian RELASI SKELETAL KLAS I
DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR Vertikal
Vertikal
Sebelum
Setelah
KOMPONEN
KOMPONEN
KOMPONEN
DENTOALVEOLAR
SKELETAL
DENTOALVEOLAR
LINIER
ANGULAR
KOMPONEN
LINIER
LINIER
ANGULAR
SKELETAL
LINIER
U6-PPL
U6-PPA
N-Me
U6-PPL
U6-PPA
N-Me
L6-MPL
L6-MPA
ANS’-Me
L6-MPL
L6-MPA
ANS’-Me
U6-A’
S-Go
U6-A’
S-Go
L6-B’
PNS’-Go
L6-B’
PNS’-Go
PERBANDINGAN
PERBANDINGAN
PERBANDINGAN
DENTOSKELETAL
DENTOSKELETAL
SKELETAL
LINIER
ANGULAR
VERTIKAL
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara