BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal. Demam berdarah dengue dikarenakan virus dengue dari famili Flaviviridae dan Genus Flavivirus. Virus ini mempunyai 4 serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotipe ini menimbulkan gejala yang berbeda-beda jika menyerang manusia. Serotipe yang menyebabkan infeksi paling berat di Indonesia yaitu DEN-3. 5) 1. Vektor Vektor yang menularkan penyakit ini terutama ialah Aedes aegypti yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, Oleh karena itu dapat dikatakan seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko kejangkitan demam berdarah.
2)
Dengue merupakan suatu mosquitoborne disease dan yang menularkan ialah spesies yang menggigit disiang hari. Bukti ini menyampingkan cx.quinquefasciatus dan menyongkong Aedes aegypti sebagai vektor bahwa dengue dipindahkan oleh Aedes aegypti merupakan hasil dari banyak pengamatan yang dilakukan diberbagai bagian dunia, terutama di Australia. Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue yaitu Aedes subgenus stegomyia. Snijders dkk (1931) melakukan serangkaian percobaan di Medan dan Amsterdam untuk mengetahui cara penularan dengue endemik di Sumatra. Penyelidikan tersebut dilakukan dengan cara menginfeksi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina dengan virus dengue yang berasal dari penderita demam dengue di Medan, kemudian nyamuk infeksi tersebut diangkut ke Amsterdam (daerah bebas Aedes aegypti dan Aedes albopictus di alam dan tidak terdapat penderita demam dengue) akhirnya para sukarelawan ditulari nyamuk itu, semuanya dengan hasil positif. 10)
5
2. Patogenesis Infeksi pertama dengan virus dengue menimbulkan imunitas spesifik, yang bersifat relatif, sehingga seseorang dapat dihinggapi untuk kedua kali atau lebih dengan virus dengue yang sama. Penyelidikan epidemiologi secara ekstensive membuktikan adanya hubungan demam berdarah dengue dengan respon antibodi sekunder, dengan perkataan lain demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang mendapat infeksi ulangan untuk kedua kali atau lebih dengan tipe virus yang berlainan dalam waktu tertentu yang diperkirakan berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. 2) Mekanisme
sebenarnya
tentang
patogenesis,
patofisiologi,
hemodinamika dan perubahan biokimia pada demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, karena sukarnya mendapatkan model binatang percobaan yang dapat digunakan untuk menimbulkan gejala klinis demam berdarah dengue seperti pada manusia. Akhir-akhir ini berdasarkan beberapa pengalaman klinis baik di Jakarta, Kepulauan Tonga, Manila dan Bangkok, ternyata demam berdarah dengue dapat pula terjadi pada penderita yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kali pada usia lebih dari 1 tahun dan terbukti bahwa infeksi sebelumnya bukan merupakan faktor utama dalam patogenesis sindroma ini, sehingga timbul dugaan bahwa ke empat serotipe mempunyai potensi patogen yang sama dan renjatan terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen, tetapi konsep ini masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut. 8) B. Manifestasi Klinis Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manivestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness) dengue fever, dengue haemoragic fever dan dengue shock syndrome yang terakhir dengan mortalitas tinggi yang disebabkan renjatan dan perdarahan hebat.
6
1. Demam Penyakit ini didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti : anorexi, lemah nyeri pada punggung, tulang, sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis. 2. Manifestasi perdarahan Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. 3. Hepatomegali Hati pada umumnya dapat diraba pada permulaan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan kadang-kadang ditemukan, tetapi biasanya tidak disertai icterus. Hati pada anak berumur lebih dari 4-5 tahun dengan gizi baik, biasanya tidak dapat diraba. Pada anak bergizi kurang, hati selalu dapat diraba dengan konsisten agak kenyal. 4. Shock Sebagian besar penderita demam berdarah dengue memperlihatkan kegagalan peredaran darah, dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung,jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock. Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk. 5. Thrombocytopeni Thrombocytopeni dibawah 100.000 / m3 biasanya ditemukan diantara hari ke-3 sampai ke-7 sakit. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan hitung trombosit secara langsung atau dengan preparat sediaan apus darah tepi (cara tidak langsung) 6. Kenaikan nilai hematokrit (hemokonsentrasi) Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan atau terjadinya shock, sehingga perlu dilakukan berulang secara periodik. 2)
7
C. Epidemiologi Secara epidemiologis, gambaran penyakit demam berdarah dengue dapat digambarkan menurut orang, tempat dan waktu. 1. Distribusi menurut orang Penelitian yang dilaporkan oleh Harun (1989) di beberapa rumah sakit, ditemukan bahwa penderita yang dirawat di wilayah Asia Tenggara adalah kelompok umur 0 – 9 th, umur 1 – 4 th, umur 5 – 9 th, cenderung lebih banyak pada kelompok 1 – 4 th, sedangkan pemantauan Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan PLP pada tahun 1968 – 1984 menunjukkan bahwa 90% kasus demam berdarah dengue terdiri dari anakanak < 15 th. 12) 2. Distribusi menurut waktu Di Indonesia musim penularan demam berdarah dengue pada umumnya terjadi pada musim hujan atau awal dan akhir tahun. 11) 3. Distribusi menurut tempat Pada tahun 1985 seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus demam berdarah dengue kecuali Timor Timur, Kabupaten yang terjangkit cenderung terus meningkat yaitu periode tahun 1968 – 1974 hanya 2 Kabupaten dan periode tahun 1990 – 1995 menjadi 200 Kabupaten. 6) D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah tepi, pembuatan preparat darah tebal dan tipis dilakukan untuk melihat keberadaan parasit dalam darah tepi, seperti : tropozoit yang berbentuk cincin. 9)
8
E. Penatalaksanaan 1. Tidak perlu di rawat, pada fase demam penderita dianjurkan a. Tirah baring selama masih demam b. Obat antiseptik atau kompres hangat diberikan apabila di perlukan, untuk menurunkan suhu, beri parasetamol, asetosal / salisilat tidak dianjurkan karena menyebabkan gastritis, perdarahan. c. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral : jus buah, sirup, susu di samping air putih, dianjurkan paling sedikit 2 hari. d. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit fase konvalesen. 2. Pada penderita demam dengue, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua penderita harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi 2 hari setelah suhu turun, suli membedakan antara demam dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam. 3. Nasehat orang tua atau keluarga penderita bila penderita terasa nyeri hebat, berak hitam, mimisan, pendarahan gusi apalagi disertai berkeringat dan kulit dingin, maka ini merupakan kegawatn harus segera dibawa ke Rumah Sakit. 4) F. Faktor yang Berhubungan Dengan Penyakit DBD 1. Faktor Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah dalam 24 – 36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur. Nyamuk Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari hewan berdarah panas lainnya, sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki 2 periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas yang menggigit sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. Jika masa makannya terganggu, Aedes aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemi. Dengan demikian, bukan hal
9
yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama mengalami penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi nyamuk infeksi yang sama. Aedes aegypti biasanya tidak menggigit di malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang. Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang di temukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitut, benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta di dinding. 2. Faktor nyamuk Aedes albopictus Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Aedes aegypti. Spesies ini tersebar luas di Asia dari negara beriklim tropis sampai yang beriklim subtropis. Selama dua dekade terakhir, spesies ini telah melebarkan sayapnya sampai ke Amerika Selatan dan Utara, Karibia, Afrika, Eropa Utara, dan beberapa kepulauan Pasifik. Aedes albopictus pada dasarnya adalah spesies hutan yang beradaptasi dengan lingkungan manusia di pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan. Nyamuk bertelur dan berkembang di lubang pohon, ruas bambu dan pangkal daun sebagai habitat hutannya, serta penampung buatan di daerah perkotaan. Nyamuk ini merupakan penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (memilih hewan) daripada Aedes aegypti. Jarak terbangnya bisa mencapai 500 meter. Tidak seperti Aedes aegypti, beberapa strain dari spesies ini berhasil beradaptasi dengan cuaca dingin di wilayah Asia Utara dan Amerika, saat telurnya menghabiskan musim dingin dengan beristirahat. Di beberapa wilayah Asia dan di Seychelle, Aedes albopictus terkadang diduga sebagai vektor epidemi demam berdarah dengue, walaupun tidak sepenting Aedes aegypti. Di laboratorium, kedua spesies
10
nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue secara vertikal melalui nyamuk betina ke telur sampai keturunannya, walaupun Aedes albopictus lebih cepat melakukannya. 3. Faktor manusia Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena demam berdarah dengue. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang terinfeksi tersebut pada beberapa epidemi rasio kesakitan yang tampak hampir mencapai 1, akan tetapi beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak manapun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat. 4. Faktor lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar host, baik benda mati, benda hidup atau abstrak seperti suasana yang berbentuk akibat inetraksi semua elemen-elemen tersebut termasuk host yang lain. Lingkungan mencangkup segi atau subfaktor yang sangat luas, di dalamnya tercangkup lingkungan fisik, biologi, dan sosial budaya. a. Lingkungan fisik Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropics Asia Tenggara, dan terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistim persediaan air pedesaan dan perbaikan sistim transportasi. Di wilayah yang agak kering, misal India, Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm pertahun,
11
populasi Aedes aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan daerah pedesaan. 2. Lingkungan biologi Di Asia Tenggara, penggunaan preparat biologis untuk mengendalikan populasi nyamuk vektor penyakit dengue terutama pada tahap larvanya, entah bagaimana, hanya menjadi kegiatan lapangan yang berskala kecil. Ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan Poecilia reticulata) sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan Aedes aegypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air yang besar di negara-negara Asia Tenggara. Kegunaan dan efisiensi alat pengendali ini bergantung pada jenis penampung yang dipakai. 3. Lingkungan sosial budaya Masyarakat dan lembaga pemerintah harus menunjukkan perhatian yang tulus terhadap penderitaan manusia, misal, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit dengue di negara itu, kerugian ekonomi bagi keluarga dan negara, dan bagaimana manfaat program tersebut bisa memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Penggunaan sumber daya harus terus didorong kapanpun koordinator program pengendalian dengue dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang kurang di manfaatkan, misalnya untuk pembuatan peralatan yang dibutuhkan di tingkat lokal, tenaga pemerintah sementara untuk kegiatan perbaikan penyediaan air, atau kelompok masyarakat dan pemuda untuk membuang ban bekas dan wadah tak terpakai lainnya di lingkungan. 17)
12
G. Pencegahan dan Pemberantasan 1. Pemberantasan Cara yang tepat guna dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue adalah melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu : kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara “ 3 M “ yaitu : 1. Menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate ke Tempat Penampungan Air bersih (TPA), 2. Menutup rapat-rapat Tempat Penampungan Air, dan 3. Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang-barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan. a. Fogging fokus Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas kegiatan
fogging
hanya
dilakukan
bila
hasil
maka
penyelidikan
epidemiologi betul-betul memenuhi kriteria. b. Abatisasi Di laksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang di temukan jentik Aedes aegypti di taburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air c. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (Gerakan 3 M) Penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue dilakukan dengan kerja sama sektor yang di koordinasi oleh Kepala wilayah / Daerah setempat melalui wabah Pokjal / Pokja DBD. 13) 2. Pencegahan Obat dan vaksin pencegah penyakit Demam Berdarah Dengue hingga dewasa ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue di titkberatkan pada pemberantasan nyamuk
13
penularnya (Aedes aegypti) dan dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularannya di tempat perindukannya dengan berbagai macam cara antara lain : a. Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) Pembersihan Sarang Nyamuk adalah tindakan yang diharapkan dapat menekan vektor nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue, dan merupakan cara utama yang dilakukan untuk memutus rantai penularan yang terdiri dari virus, Aedes aegypti dan manusia. b. Penggunaan Ikan Pemakan Jentik (biologis) Cara ini dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik pada bak atau tempat penampungan air lainnya, sehingga menjadi predator jentik dan pupa nyamuk c. Pemakaian Insektisida Cara ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan insektisida ke sarang nyamuk seperti got, semak dan ruangan. Selain penyemprotan bias juga dilakukan penaburan insektisida butiran ke tempat jentik atau larva Demam Berdarah Dengue bersarang
7)
H. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Obyek atau sasaran daripada ilmu perilaku sudah jelas, yaitu “perilaku manusia”. Pengertian perilaku itu dapat dibatasi
sebagai
keadaan
jiwa
(berpendapat,
berpikir,
bersikap,dan
sebagainya). Bentuk operasional dari perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis : a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subyek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak
14
perilaku manusia hidup didalamnya, sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yang berupa perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Dari batasan perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek : a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistim atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan. Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaiman seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
15
1. Perilaku hidup sehat Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencangkup antara lain : a. Makan dengan menu seimbang. Menu seimbang disini dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga tidak lebih). b. Olahraga teratur, yang juga mencangkup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. c. Tidak
merokok.
Merokok
adalah
kebiasaan
jelek
yang
mengakibatkan berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok
ini,
khususnya
di
Indonesia
seolah-olah
sudah
membudaya. d. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minuman miras dan mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya) juga cenderung meningkat. e. Istirahat cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan
untuk
penyesuaian
dengan
lingkungan
modern,
mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga kurang waktu istirahat. f. Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang keras. g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan lingkungan, dan sebagainya.
16
2. Perilaku sakit Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya. 3. Perilaku peran sakit Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit. Perilaku ini meliputi : a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan b. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak. c. Mengetahui hak (misalnya hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter / petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya ) Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi 2 yakni : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
17
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, bidaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 “domain” kawasan yakni : a). kognitif, b). afektif,
c).
psikomotor.
Dalam perkembangannya,
teori
Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : 1. Perilaku atau Tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui. Proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat dikatakan perilaku kesehatan. Indikator perilaku kesehatan yang mencangkup hal-hal tersebut diatas, yaitu : a. Tindakan (perilaku) sehubungan dengan penyakit : Tindakan atau perilaku ini mencangkup : a). Pencegahan penyakit, mengimunisasi anaknya, memakai obat nyamuk sebelum tidur, b). Penyembuhan penyakit, misalnya : minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke pelayanan kesehatan yang tepat, dan sebagainya . b. Tindakan (perilaku) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan : Tindakan ini mencangkup antara lain : mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, melakukan olahraga teratur, dan sebagainya . c. Tindakan (perilaku) kesehatan lingkungan : Perilaku ini antara lain mencangkup : membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak, dan sebagainya. 13)
18
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku (menurut teori Green) : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan sistim nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan di perlukan perilaku.14) 2. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia terhadap obyek di luarnya melalui indera-indera yang dimilikinya (pendengaran, penglihatan, penciuman dan sebagainya). Indikator-indikator apa yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :
19
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit : 1) Bagaimana cara penularannya 2) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi 3) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan dan sebagainya. b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat : 1) Pentingnya olahraga bagi kesehatan 2) jenis-jenis makanan yang bergizi 3) Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, narkoba bagi kesehatan. c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan : 1) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat 2) Manfaat air bersih 3) Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan 3. Sikap Sikap adalah Penilaian (bias berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau obyek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Indikator untuk sikap kesehatan sejalan dengan pengetahuan tentang kesehatan, yakni : a. Sikap terhadap sakit dan penyakit : Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan, cara pencegahan penyakit. b. Sikap terhadap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat : Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara cara-cara hidup sehat. c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan : Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
20
I. Kerangka Teori Berdasarkan teori di atas disusun kerangka teori sebagai berikut : Faktor Predisposisi a. Karakteristik penderita dengan kejadian DBD (umur, jenis kelamin) b. Pengetahuan penderita tentang kejadian DBD * c. Kepercayaan penderita tentang kejadian DBD d. Nilai yang dianut penderita berkaitan dengan kejadian DBD e. Persepsi penderita tentang kejadian DBD f. Sikap penderita terhadap kejadian DBD * Faktor Pemungkin a. Ketersediaan obat DBD dan sarana pelayanan pengobatan DBD disekitar penderita b. Kemampuan pengobatan untuk membeli dan mendapatkan obat DBD c. Kemudahan penderita untuk mencapai pelayanan d. Ketersediaan SDM pelayanan e. Adanya kebijakan pemerintah yang mendukung pengobatan DBD Faktor Penguat a. Pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) petugas dengan kejadian DBD dan pengobatan DBD * b. PSP teman sekerja, majikan, tetangga tentang kejadian DBD dan pengobatan DBD c. PSP anggota keluarga (istri, suami, anak, mertua, orangtua) tentang kejadian DBD dan pengobatan DBD d. PSP tokoh masyarakat dan orang yang menjadi panutan penderita
Perilaku penderita a. Memberantas dan mencegah penyakit b. Memberantas sarang nyamuk c. Melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur) d. Mengantisipasi gigitan nyamuk e. Mengantisipasi vektor f. Menjaga kebersihan lingkungan
Kejadian DBD
Faktor Lingkungan a. Lingkungan fisik b. Lingkungan biologi c. Lingkungan sosial budaya
Sumber : Modifikasi teori Green, diambil dari bukunya Soekidjo Notoatmodjo.
21
J. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel bebas
Variabel terikat
Pengetahuan pencegahan DBD Sikap pencegahan DBD
Kejadian DBD
Perilaku pencegahan DBD
K. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan pencegahan dengan kejadian DBD pada anggota keluarga di Kelurahan Srondol Kulon 2. Ada hubungan antara sikap pencegahan dengan kejadian DBD pada anggota keluarga di Kelurahan Srondol Kulon 3. Ada hubungan antara perilaku pencegahan dengan kejadian DBD pada anggota keluarga di Kelurahan Srondol Kulon
22