BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya disebut hipertensi esensial atau sering disebut hipertensi primer. Beberapa para ahli menyebutkan istilah tersebut untuk membedakan hipertensi primer dengan hipertensi lainnya (Sudoyo, 2006). Hipertensi adalah tekanan darah yang persisten dimana tekanan sistoliknya140 mmHg ke atas dan tekanan diastoliknya 90 mmHg ke atas. Pengertian ini akan berbeda pada populasi lansia, dimana didefinisikan sebagai tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Price & Wilson (2006) Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang meningkat sedikitnya 140 mmHg untuk tekanan sistoliknya atau diatas 90 mmHg tekanan diastoliknya.
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) mengklasifikasikan hipertensi pada orang dewasa berusia diatas 18 tahun keatas menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II.
9
10
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah Takanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) 1 2 3 4 Normal <120 Dan < 80 Prahipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi 140-159 Atau 90-99 Derajat I Hipertensi ≥ 160 Atau ≥ 100 Derajat II Sumber: Sudoyo, 2006
2.1.3 Faktor Risiko Hipertensi Menurut Black dan Hawks (2005) ada dua faktor risiko yang memicu terjadinya hipertensi yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Kedua faktor tersebut akan dijelaskan dibawah ini:
A.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1.
Riwayat keluarga Orang yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi akan
mempunyai risiko 4,04 kali menderita hipertensi dibandingkan orang yang tidak mempunyai riwayat hipertensi (Sugiharto, 2007 dalam Rahayu, 2012).
2.
Umur Menurut penelitian yang dilakukan Rahayu (2012), risiko kejadian
hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, semakin bertambah umur seseorang, maka kejadian hipertensi semakin meningkat.
11
Hal ini dianalisis terjadi karena perubahan struktur dan fungsi kardiovaskuler. Seiring bertambahnya umur, dinding ventrikel kiri dan katub jantung akan menebal beserta elastisitas pembuluh darah berkurang. Kondisi ini yang membawa dampak peningkatan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.
3.
Jenis kelamin Hasil penelitian dari Black & Izzo (2000) dalam Rahayu (2012)
menyebutkan bahwa kejadian hipertensi lebih sering menyerang laki-laki dibandingkan perempuan pada usia dibawah 55 tahun dan akan sebanding ketika menginjak usia 55-75 tahun.
4.
Ras Berdasarkan hasil penelitian, orang yang berkulit hitam khususnya
wanita akan berisiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi, hal ini dapat bertambah parah seiring dengan peningkatan berat badan dan kebiasaan olahraga (Lubis, 2011).
B.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1.
Stres Stres dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur
fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifuddin, 2002). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat merangsang
12
system rennin-angiotensin-aldosteron yang berpengaruh kuat terhadap pengaturan tekanan darah (Sudoyo, 2006). Zat lain yang disekresi dalam keadaan stress adalah katekolamin sehingga renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat. Peningkatan sekresi hormone tersebut berdampak pada peningkatan tekanan darah.
2.
Obesitas Hasil peneltian menunjukkan orang yang mengalami obesitas
mempunyai risiko 4,02 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami obesitas (sugiharto, 2007 dalam Rahayu, 2012). Hasil penelitin yang didpatkan oleh rahayu (2012) juga menyebutkan bahwa obesitas signifikan memengaruhi kejadian hipertensi. Hal ini disebatkan oleh keadaan hiperinsulinemia pada keadaan obesitas yang dapat menyebabkan hipertrofi struktural pembuluh darah sehingga tahanan perifer meningkat (Sudoyo, 2006).
3.
Nutrisi Nutrisi adalah faktor yang dapat dimodifiksi dalam mengendalikan
hipertensi. Pola makan yang mengandung tinggi kalori, natrium dan lemak, tetapi rendah protein dapat meningkatkan tekanan darah. Diet tinggi sodium akan menstimulasi pengeluaran hormone natriuretik dan mekanisme vasopresor dalam system saraf pusat, yang akan berkontribusi pada peningkatan tekanan darah (Black & Hawks, 2005). Asupan garam berlebih
juga
dapat
berpengaruh
terhadap
peningkatan
volume
13
intravaskular yang secara langsung dapat menaikkan tekanan darah (Sudoyo, 2006). Penelitian yang dilakukan Sugiharto (2007) dalam Rahayu (2012) menyebutkan bahwa orang yang menkonsumsi makanan tinggi sodium (makanan asin) berisiko menderita hipertensi 3,95 kali dibandingkan orang yang mengkonsumsi makanan tinggi sodium.
4.
Penggunaan zat Merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat-obatan adalah
faktor risiko seseorang mengalami hipertensi. Nikotin yang terkandung dalam rokok dan obat-obatan seperti kokain dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba. Kafein juga mempunyai efek meningkatkan tekanan darah tetapi tidak secara terus menerus.
2.1.4
Mekanisme Fisiologis Pengaturan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Menurut Kowalak (2011), Hipertensi dapat terjadi akibat gangguan pada
salah satu mekanisme intrinsik dibawah ini:
1.
Sistem Renin-angiotensin Sistem renin-angiotensin bekerja untuk meningkatkan tekanan darah
melalui beberapa mekanisme ini: Deplesi natrium, penurunan tekanan darah, dan dehidrasi menstimulasi pelepasan renin
14
Renin bereaksi dengan angiotensin yang merupakan enzim yang dihasilkan hati dan mengubahnya menjadi angiotensin I yang meningkatkan preload serta afterload Angiotensin I berubah menjadi angiotensin II di dalam paru-paru dimana angiotensin II merupakan vasokonstriktor poten yang target kerjanya adalah arteriol. Angiotensin II bekerja untuk meningkatkan preload dan afterload dengan menstimulasi korteks adrenal agar mensekresi aldosteron. Sekresi aldosteron ini meningkatkan volume darah dengan menahan natrium dan air
2.
Autoregulasi Beberapa mekanisme intrinsik bekerja untuk mengubah diameter arteri
untuk memertahankan perfusi jaringan dan organ sekalipun terjadi fluktuasi pada tekanan darah. Mekanisme ini meliputi relaksasi stres dan perpindahan cairan kapiler. Proses tersebut meliputi: Pada relaksasi stress, pembuluh darah secara perlahan berdilatasi untuk mengurangi resistensi perifer ketika terjadi peningkatan tekanan darah Pada perpindahan cairan kapiler, plasma mengalir antara pembuluh darah dan ruangan ekstravaskular untuk mempertahankan volume intravaskular
3.
Sistem Saraf Simpatik Saat terjadi penurunan tekanan darah, baroreseptor dalam arkus aorta dan
sinus karotikus akan mengurangi inhibisinya pada pusat vasomotor dalam
15
medulla oblongata. Peningkatan stimulasi saraf simpatik yang ditimbulkan oleh norepinefrin pada jantung akan meningkatkan curah jantung dengan menambah kekuatan kontraksi jantung sehingga terjadi peningkatan frekuensi jantung dan meningkatkan resistensi perifer karena vasokontriksi. Stres dapat pula menstimulasi system saraf simpatik untuk meningkatkan curah jantung dan resistensi vaskuler perifer.
4.
Hormon Antidiuretik Pelepasan hormon antidiuretik dapat meregulasi hipotensi melalu
peningkatan reabsorpsi air oleh ginjal. Dengan terjadinya reabsorpi, volume plasma darah meningkat maka akan terjadi kenaikan tekanan darah. Selain pengaturan oleh beberapa poin di atas terdapat faktor lain yang dapat mengatur tekanan darah pada pasien dengan hipertensi yaitu:
1. Disfungsi Edotel Sel edotel vaskuler mempunyai peranan penting dalam pengaturan kardiovaskuler dengan membentuk zat vasoaktif lokal yang kuat, termasuk molekul vasodilator oksida nitrogen (nitric oxide) dan peptida vasokinstriktor endotelin (Lumantobing, 2008)
2. Zat Vasoaktif Zat vasoaktif dikeluarkan dalam darah atau di dekat otot polos vaskuler. Zat ini membuat pembuluh darah menjadi vasokonstriksi atau vasodilatasi. Zatzat vasoaktif bisa berupa amino, peptide, protein, dan gas (Boron & Boulpaep, 2005).
16
2.1.5 Penatalaksanaan Hipertensi National Institutes of Health dalam Kowalak (2011) merekomendasikan pendekatan bertahap dalam penatalaksanaan hipertensi primer dibawah ini: Tahap I : Bantu klien untuk mulai mengubah gaya hidup sesuai yang diperlukan, meliputi penurunan berat badan, pengurangan asupan alkohol, latihan fisik secara teratur, pengurangan asupan garam, dan penghentian kebiasaan merokok. Tahap II : Jika tahap I tidak berhsil mencapai tekanan darah yang diinginkan atau belum mengalami kemajuan yang signifikan, lanjutkan modifikasi gaya hidup dan mulai terapi farmakologis. Terapi obat bersifat individu dan diarahkan oleh penyakit yang menyertai. Obat-obat yang sering dipai adalah preparat diuretic, inhibitor ACE, atau beta-bloker. Jika dengan obat-obat tersebut tidak efektif atau tidak bisa diterima, maka dapat digunakan antagonis kalsium, penyekat reseptor-alfa1 atau penyekat alfabeta. Meskipun obat-obat ini terbukti menurunkan tekanan darah namun belum terbukti menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Tahap III: Jika klien tidak berhasil mencapai tekanan darah yang diinginkan atau tidak menunjukkan kemajuan yang berarti, tingkatkan dosis obat atau ganti obat yang sudah diberikan dengan obat pengganti dari golongan yang sama atau dapat ditambahkan obat dari golongan yang berbeda. Tahap IV: Jika klien tidak berhasil mencapai tekanan darah yang diinginkan atau tidak menunjukkan kemajuan yang berarti, tambahkan pengobatan dengan preparat kedua atau ketiga atau dengan preparat diuretic (jika
17
golongan ini belum diberikan). Preparat kedua atau ketiga yang diberikan adalah vasodilator, antagonis-alfa1, antagonis neuron adrenernik yang kerjanya perifer, inhibitor ACE atau penghambat kanal kalsium. Sudoyo
(2006)
mengelompokkan
terapi
hipertensi
terdiri
dari
farmakologis dan non farmokologis. Terapi non farmakologis harus dilakukan oleh semua penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi faktor risiko penyakit penyerta lainnya. Penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis akan di jelaskan dibawah ini:
a. Farmakologis Di bawah ini merupakan obat-obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 (Sudoyo, 2006) 1. Diuretika 2. Beta Blocker 3. Calcium Channel Blocker 4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor 5. Angiotensin II Receptor Blocker Setiap obat antihipertensi mempunyai efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihiertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: faktor sosio-ekonomi, profil faktor risiko kardiovaskular, ada tidaknya kerusakan organ target, ada tidaknya penyakit penyerta, variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi, kemungkinan adanya interaksi obat lain, kemampuan obat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular berdasarkan bukti ilmiah (Sudoyo, 2006)
18
b. Non farmakologis Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua penderita hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah sesuai target dan mengendalikan faktor risiko dan mengatasi penyakit penyerta lainnya (Sudoyo, 2006). Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dengan beberapa langkah dibawah ini:
1.
Teknik Relaksasi Teknik relaksasi dapat menurunkan tekanan darah pada pasien yang
menderita hipertensi (Black & Hawks, 2005). Contoh teknik relaksasi adalah relaksasi benson, yoga, meditasi, relaksasi otot progresif, dan psikoterapi.
2.
Pengurangan Berat Badan Walaupun tidak semua orang gemuk menderita hipertensi, namun
kegemukan dan hipertensi merupkan suatu yang berhubungan erat. Dengan menurunkan berat badan, walaupun belum mencapai berat badan normalnya akan membuat tekanan darah menurun. Untuk menurunkan berat badan, biasanya diberikan asupan kalori sebanyak 1500-1900 kalori perhari (Sunardi, 2001).
3.
Diet Rendah Garam Konsumsi garam di Indonesia pada umumnya cukup tinggi, yaitu
diantara 30-40 gram perhari atau setara dengan 12-16 gram Na. Karena garam Na juga dibutuhkan oleh tubuh dan kebutuhan minimum dianjurkann 0,5 gr/
19
hari maka pada diit rendah garam dianjurkan mengkonsumsi lebih kurang 2 gram Na per hari (Sunardi, 2001).
4.
Mengurangi Asupan Lemak Konsumsi lemak berlebihan dapat meningkatkan kejadian hiertensi,
terutama pada asupan lemak jenuh dan kolesterol. Efek lemak ini menyebabkan peningkatan berat badan dan pembentukan kolesterol di pembuluh darah yang dapat menyebabkan hipertensi. Asupan lemak yang dianjurkan adalah 27% dari total energi dan <6% adalah jenis lemak jenuh (Ramayulis, 2010)
5.
Olahraga Aktivitas aerobik yang teratur akan menjaga fungsi kardiovaskuler yang
baik dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Tekanan darah dapat diturunkan mealui aktivitas fisik selama kurang lebih 30 menit, dua sampai tiga kali dalam seminggu (Bonow et al, 2008 dalam Rahayu, 2012).
6.
Pengurangan Konsumsi Alkohol Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, hampir semua
menjelaskan bahwa kebiasaan minum alcohol dengan takaran tinggi berpengaruh terhadap lonjakan tekanan darah. Sedangkan konsumsi alkohol dengan takaran sedang masih terjadi kontroversi (Kowalski, 2007)
20
7.
Pengurangan Konsumsi Kafein Walaupun konsumsi kafein jangka pendek dapat meningkatkan tekanan
darah, namun konsumsi kafein jangka panjang tidak memperlihatkan efek yang signifikan terhadap peningkatan tekanan darah.
8.
Kurangi Merokok Nikotin dapat meningkatkan denyut jantung dan mengakibatkan
vasokonstriksi perifer, yang akan meningkatkan tekanan darah arteri pada jangka waktu pendek, baik selama maupun setelah merokok (Black & Hawks, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Roslina dalam Rahayu (2012) menyatakan bahwa seorang perokok akan lebih berisiko mengalami hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang bukan perokok.
2.1.6 Cara Pengukuran Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dinding pembuluh darah yang didorong oleh tekanan yang dihasilkan dari jantung. Aliran darah mengalir pada system sirkulasi karena adanya perbedaan tekanan. Darah mengalir dar daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum pada saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik. Pada saat saat ventrikel relaksasi, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum (Potter & Perry, 2005).
21
Guyton & Hall (2008) mendifinisikan tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Jika seseorang bertekanan darah 50 mmHg, hal ini berarti bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong kolom air raksa melawan gravitasi sampai setinggi 50 mm, dan bila tekanan darah 120 mmHg, maka kolom air raksa akan terdorong setinggi 120 milimeter. Terkadang, tekanan dinyatakan dalam sentimeter air (cmH2O). Tekanan 10 cmH2O berarti bahwa tekanan cukup untuk menaikkan satu kolom air melawan gravitasi setinggi 1 sentimeter. Satu millimeter tekanan air raksa sama dengan 1,36 cm tekanan air krena berat jenis air raksa adalah 13,6 kali dari ar dan 1 sentimeter sama dengan 10 kali millimeter. Unit standar yang digunakan untuk pengukuran tekanan darah adalah millimeter air raksa (mmHg). Tekanan darah dicatat dengan pembacaan sistolik sebelum diastolik (misalnya 120/80 mmHg). Perbedaan tekanan sistolik dan diastolik disebut dengan takanan nadi, jika tekanan darah 120/80 mmHg maka tekanan nadinya adalah 40 (Potter & Perry, 2005). 2.2
Konsep Dasar Relaksasi Benson
2.2.1 Definisi Relaksasi Benson Relaksasi adalah suatu bentuk latihan untuk mengurangi respon stress (Hartono, 2007). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pikiran/ tubuh intervensi seperti respon relaksasi dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan pada orang sehat dan melawan efek klinis yang merugikan dari stres dalam kondisi seperti hipertensi, kecemasan, diabetes dan penuaan (Benson,
22
2013). Relaksasi benson adalah suatu teknik untuk mencapai respon relaksasi. Respon relaksasi ini dapat membawa seseorang dalam suatu keadaan mental yang tenang sehingga membuat tekanan darah turun, frekuensi nadi dan pernapasan turun, dan relaksasi otot-otot. Tehnik ini merupakan upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual dan menghilangkan berbagai pikiran yang mengganggu. (Green & Setyawati, 2005). Prinsip dari pencapaian respon relaksasi ini dimulai dari pemilihan kata/ kalimat pendek atau doa yang berakar pada sistem keyakinan, seperti "tenang" atau "Tuhan adalah segalanya." Selanjutnya terapis dapat memberikan terapi di tempat yang tenang dan dalam posisi yang nyaman dan berakhir pada pengenduran otot-otot tubuh beserta pengaturan pernapasan dan pengucapan kata/ kalimat yang sudah dipilih sebelumnya (Benson, 2004).
2.2.2 Manfaat Relaksasi Benson Benson pertama menggambarkan respon relaksasi yaitu proses fisiologis kebalikan dari respon fight-or-flight. Hampir 40 tahun yang lalu, benson dan timnya telah merintis penerapan pikiran/ tubuh teknik untuk berbagai masalah kesehatan. Banyak studi di jurnal telah mendokumentasikan bagaimana respon relaksasi baik meredakan gejala kecemasan dan gangguan lainnya, dan juga mempengaruhi faktor seperti detak jantung, tekanan darah, konsumsi oksigen dan aktivitas otak (Benson, 2013) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rambod M.,et al, (2013) menyebutkan relaksasi benson mampu meningkatkan kualitas tidur pasien dan
23
mengurangi penggunaan obat tidur pada pasien yang menjalani hemodialisa. Hal ini senada dengan (Green & Setyawati, 2005), yang menyebutkan salah satu manfaat terapi relaksasi benson adalah untuk mengatasi insomnia. Manfaat lain dari relaksasi benson adalah mengurangi nyeri. Dalam penelitian yang dilakukan Datak (2013) menghasilkan relaksasi benson yang dikombinasikan dengan terapi analgesik lebih efektif untuk mengurangi nyeri pascabedah. Menurut Benson (2000) teknik respon relaksasi terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperi marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia serta meningkatkan perasaan menjadi lebih tenang. Teknik ini terdiri dari empat komponen utama antara lain : 1) Lingkungan yang tenang 2) Perangkat mental Perangkat mental ini terdiri dari satu kata atau kalimat atau doa secara singkat yang diucapkan berulang-ulang dalam hati atau dengan nada yang lembut atau pandangan yang tetap pada objek. 4) Sikap yang pasif Apabila muncul pikiran-pikiran yang mengacaukan, pikiran tersebut harus diabaiakan dan kembali fokus ke pengulangan kata atau kalimat atau doa sesuai dengan keyakinan. Tidak perlu mengkhawatirkan tentang bagaimana ketika seseorang melakukan teknik ini mengalami gangguan pada pikiran dan kembali ke satu fokus lagi.
24
5) Posisi yang nyaman Posisi tubuh yang nyaman penting agar tidak menyebabkan ketegangan otot. Posisi nyaman yang digunakan biasanya posisi duduk dan berbaring ditempat tidur.
2.2.3
Langkah-langkah Relaksasi Benson Menurut Benson (2004), beberapa cara dibawah ini dapat
membantu
seseorang mencapai respon relaksasi: a. Meditasi: Pilih frase pendek atau doa yang berakar pada sistem keyakinan, seperti contoh "damai" atau "OM" (pda keyakinan Hindu). Klien dianjurkan duduk tenang dalam posisi yang nyaman dan menutup mata. Bimbing pasien untuk mengendurkan otot-ototnya, mulai dari kaki dilanjutkan ke bagian betis, paha, perut, bahu, leher dan kepala. Bernapas perlahan-lahan dan secara alami, dan ketika menghembuskan napas, mengucapkan kata atau frase yang sudah dipilih diam-diam untuk diri sendiri. Jangan khawatir ketika pikiran lain datang ke pikiran. Hanya dirasakan keadaannya dan kembali tenang untuk mengucapkan frase. b. Pengaturan napas: Mulailah dengan menghirup perlahan. Saat Anda mengeluarkan napas, mengatakan jumlah "lima" dalam hati. Napas harus cukup dalam untuk memaksimalkan ekspansi perut. Setelah berhenti sebentar, mengambil napas lambat lain, dan berpikir "rileks" ketika menghembuskan napas. Lanjutkan pada kecepatan napas sesuai individu. Praktek ini dapat dilakukan selama 10 sampai 15 menit di pagi hari atau di malam hari.
25
Pasien tidak selalu harus duduk diam untuk membangkitkan respon relaksasi. Anda bisa melakukannya sambil berjalan, jogging, bermain alat musik atau melakukan kegiatan sederhana sesuai kebiasaan pasien. Green & Setyawati (2005), menyebutkan beberapa langkah untuk mencapai respon relaksasi adalah sebagai berikut: 1. Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan. 2. Duduklah dengan santai. 3. Tutup mata. 4. Kendurkan otot-otot. 5. Bernapaslah secara alamiah. Mulai mengucapkan kalimat spiritual yang dibaca secara berulang-ulang dan khidmat. 6. Bila ada pikiran yang mengganggu, kembalilah fokuskan pikiran. 7. Lakukan 10 sampai 20 menit. 8. Untuk berhenti jangan langsung, duduklah dulu dan beristirahat. Buka pikiran kembali. Barulah berdiri dan melakukan kegiatan kembali.
2.3
Pengaruh Relakasasi Benson Terhadap Tekanan Darah Salah satu anjuran dari WHO agar seseorang dengan hipertensi dapat
mengontrol tekanan darahnya adalah dengan manjemen stress (WHO, 2013). Schneider (2005) dengan judul penelitian A Randomized Controlled Trial of Stress Reduction in African Americans Treated for Hypertension for Over One Year meneliti tentang manajemen stress terhadap penderita hipertensi. Subjek
26
penelitian adalah penduduk dari Afrika-Amerika dengan tekanan darah sistolik 140-179 mmHg dan tekanan diastolic 90-109 mmHg. Hasil yang didapatkan adalah manajemen stress dengan meditasi dan relaksasi dapat menurunkan tekanan darah rata-rata 3,1 mmHg untuk sistolik dan 5,7 mmHg terhadap tekanan diastolik. Selain mengurangi tekanan darah dalam penelitian ini juga didapatkan penurunan terhadap penggunaan obat antihipertensi. Relaksasi benson dapat memembantu sesorang untuk mencapai respon relaksasi yang ditimbulkan oleh tubuh manusia (Dusek, 2009). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Purwati (2012) dimana didapatkan relaksasi benson dapat menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 9,02 mmHg dan tekanan diastolik 2,37 mmHg. Hasil ini dianalisis bahwa terdapat perbedaan tekanan darah yang signifikan sebelum dan susudah diberikan terapi relaksasi benson dengan nilan p-value sebesar 0,0001 dibandingkan dengan taraf signifikansi sebsar 5% atau 0,05 (p-value < 0,05). Serabut saraf simpatis dan parasimpatis mensekresikan salah satu dari bahan transmiter sinaps ini yaitu asetilkolin atau norepinefrin. Sebagian besar ujung
saraf
simpatis
menyekresikan
norepinefrin.
Setelah
norepinefrin
disekresikan oleh ujung – ujung saraf, kemudian akan berpindah ke seluruh jaringan organ dengan cara transpor aktif, difusi, atau dengan bantuan enzim yang berefek pada kerja organ tersebut. Efek dari perangsangan saraf simpatis dan parasimpatis yang berkaitan dengan hipertensi terletak pada organ jantung dan pembuluh darah. Perangsangan saraf simpatis pada jantung akan mengakibatkan naiknya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Sebaliknya perangsangan saraf
27
parasimpatis akan menimbulkan efek yang berlawanan dari saraf simpatis (Guyton & Hall, 2008). Perangsangan saraf simpatis dan parasimpatis juga memberikan efek pada pembuluh darah sistemik dan tekanan arteri. Sebagian besar pembuluh darah sistemik akan berkontriksi bila ada perangsangan saraf simpatis. Tekanan arteri ditentukan oleh faktor daya dorong darah dari jantung (cardiac ouput) dan tahanan terhadap aliran darah yang melewati pembuluh darah perifer. Perangsangan dari saraf simpatis meningkatkan daya dorong oleh jantung dan tahanan aliran darah , yang biasanya menyebabkan peningkatan tekanan arteri (Guyton & Hall, 2008). Banyak peneliti mengemukakan bahwa respon relaksasi erat kaitannya dengan axis Hipothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA). Sesorang dalam keadaan relaksasi, axis HPA ini akan menurunkan kadar kortisol, epineprin dan noreprineprin yang dapat menyebabkan penurunkan tekanan darah dan frekuensi nadi (Dusek, 2009). Kadar kortisol dalam darah berefek dalam vasokontriksi pembuluh darah. Penurunan kadar epineprin dan norepineprin dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Kadar epineprin dan noreprineprin dalam darah bekerja langsung di reseptor andregenik alfa otot polos vaskular, sehingga menyebabkan vasokonstriksi (Guyton & Hall, 2008). Vasodilatasi pembuluh darah yang disebabkan oleh penurunan kadar epineprin dan norepineprin ini dapat menurunkan tahan perifer total yang akan menurunkan tekanan darah. Pada saat menghembuskan nafas secara perlahan, pengucapan berkali-kali kata “tenang“, “sabar”, “rileks” tersebut akan membantu proses relaksasi. Kata
28
yang dipilih berupa frase yang diyakini berguna, penting, dan cocok untuk masing-masing individu. Pada prinsipnya metode relaksasi dapat disesuaikan dengan keyakinan masing-masing individu. Dengan menggunakan keyakinan itu secara teratur, maka akan didapatkan manfaat sepenuhnya dari faktor keyakinan tersebut (Hartono, 2007). Relaksasi benson aman dilakukan untuk manajemen stress pasien, sehingga praktek terapi relaksasi ini dapat digunakan untuk terapi komplementer dalam penatalaksanaan hipertensi atau penyakit lainnya yang berkaitan dengan manajemen stress (Rambod, 2013)