BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Audit Internal Pada saat ini profesi audit internal terus mengalami perkembangan sesuai
dengan tuntutan berkembangnya dunia usaha dan perekonomian yang menuntut suatu perusahaan untuk menjalankan operasinya secara profesional yang berarti pemanfaatan sumber daya secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan perusahaan. Kebutuhan akan fungsi internal audit muncul seiring dengan perkembangan tersebut. Dalam perkembangannya,
audit
internal
merupakan
pengendalian
manajemen serta pendukung utama untuk tercapainya efektivitas operasional perusahaan. Selama melaksanakan kegiatannya, audit internal harus bersikap objektif dan kedudukannya dalam perusahaan harus bersifat independen. 2.1.2
Pengertian Audit Internal Kegiatan Audit internal merupakan suatu fungsi penilaian independen
dalam suatu organisasi, yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan organisasi melalui pemberian saran untuk memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan dan membantu manajemen dalam melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan maksimal dari organisasi tersebut, serta berguna juga dalam memperbaiki kinerja tingkatan manajer. Kegiatan audit internal mengawasi dan menilai efektivitas dan kecukupankecukupan sistem pengendalian internal yang ada di organisasi. Tanpa fungsi dewan direksi atau dewan pimpinan unit tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kerja organisasi. Pelaksanaan audit internal tidaklah mudah, auditor internal harus memiliki kemampuan profesional yang memadai, dimana dia harus bertanggung jawab atas segala tugas dengan mendapat dukungan yang baik dari pihak manajemen.
Sawyer (2003:6) mengemukakan definisi audit internal sebagai berikut: “Audit internal is a systematic, objective appraisal by auditor internal at the operation and control within organization to determine whether: 1) Financial and operating is accurate and reliable, 2) risk to tehe enterprise are identified and minimize, 3) external regulation and cceptable internal policies and procedure are followed, 4) satisfactory operating criteria are met,5) resources are used effectively achieved all the purpose at as sitting members of the organization in the effective discharge of their responsibilities. ” Definisi audit internal menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:5) adalah: “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dn objektif yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal mebantu organisasi untuk mencpai tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance. ” Definisi tersebut tidak hanya merefleksikan perubahan yang telah terjadi dalam profesi, definisi tersebut juga mengarahkan auditor internal menuju peran yang lebih berpengaruh pada masa yang akan datang. Berdasarkan redefinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditing merupakan: 1. Suatu aktivitas independen dan objektif; 2. Aktivits pemberian jaminan dan konsultasi; 3. Dirancang untuk memberikan nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi; 4. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya; 5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan suatu keefektifan manajemen risiko, pengendalian proses pengaturan dan pengelolaan organisasi. Definisi audit internal menurut Moeller (2005:5) menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) dalam Standard for The Professional Practice of Internal Auditing adalah:
“Internal Auditing is an independent appraisal function established within an organizations to examine and evaluate its activities as a service to the organization”. Audit internal adalah fungsi penilaian yang dibuat dalam organisasi yang bersifat independen yang tugasnya memeriksa dan mengevaluasi kegiatankegiatan organisasi sebagai jasa kepada organisasi. 1. Independen berarti bahwa pemeriksaan bebas dari batasan-batasan yang dapat membatasi ruang lingkup dan efektivitas penilaian. 2. Penilaian mengacu kepada kebutuhan pengevaluasian yang merupakan tugas auditor internal dalam memberikan kesimpulan. 3. Dibuat dalam perusahaan berarti bahwa audit internal adalah fungsi yang didirikan secara formal dalam organisasi moderen. 4. Pemeriksaan dan pengevaluasian adalah peran auditor internal yang dinyatakan dengan pencarian bukti-bukti dan pemberian penilaian. 5. Aktivitas-aktivitas organisasi mengacu pada ruang lingkup audit internal yang luas meliputi seluruh aktivitas dari organisasi moderen. 6. Jasa mengungkapkan bahwa bantuan dan bimbingan kepada manajemen dan seluruh anggota organisasi adalah hasil akhir dari tugas audit internal. 7. Kepada organisasi memperkuat bahwa ruang lingkup jasa audit internal meliputi seluruh organisasi yang masuk semua pegawai, dewan direksi dan komite audit, pemegang saham dan para pemilik lainnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, pengertian audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi. Objek dari internal auditing adalah untuk membantu para anggota organisasi dapat menjalankan tanggung jawannya secara efektif. Pada akhirnya, audit internal memberikan hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan erat dengan aktivitas yang dikaji dan menciptakan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar.
Audit internal menurut Mulyadi (2002:211) adalah: “Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi keuangan dan kegiatan lain untuk memberikan jasanya kepada manajemen”. Praktik audit internal dalam tahun-tahun terakhir ini telah mendapat perhatian yang cukup besar. Profesi ini timbul akibat kebutuhan yang semakin besar atas kualitas dari perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan organisasiorganisai nirlaba. Pihak manajemen membutuhkan informasi tentang kegiatan organisasi, terutama pengendalian kegiatan serta efisiensi dan efektivitas kegiatankegiatan tersebut.
2.1.2
Tujuan dan Ruang Lingkup Kegiatan Audit Internal Tujuan diadakan AI adalah untuk memberikan jasa kepada pimpinan,
dengan cara melakukan informasi atau pemeriksaan terhadap kegiatan perusahaan. Audit diarahkan untuk membantu semua anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. Untuk tujuan tersebut para AI akan memberi berbagai analisis, penilaian, rekomendasi nasihat, dan informasi yang berhubungan dengan aktiva yang diperiksa. Tujuan audit melakukan pula pengembangan efektif dengan biaya yang wajar. Dalam anggaran dasar perusahaan harus dijelaskan tentang tujuan Audit Internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa para auditor tidak memiliki
kewenangan
tanggung
jawab
dalam
kegiatan-kegiatan
yang
diperiksanya. Menurut Hiro Tugiman (2008:99), ruang lingkup Audit Internal adalah: “Ruang lingkup pemeriksaan internal menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab diberikan. ”
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang auditor internal, yaitu: 1. Me-review keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi financial dan operasional serta cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasikan, mengukur, mengklasifikasikan, dan melaporkan informasi tersebut. 2. Me-review berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan berbagai kebijakan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan organisasi, serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai kesesuaian dengan halhal tersebut. 3. Me-review berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta dan bila dipandang perlu, memverifiksi harta tersebut, 4. Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber daya. 5. Me-review berbagai operasi atau program untuk menilai apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Ruang lingkup audit menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:13) adalah: “Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses, pemglolaan risiko, pengendalian, dan proses governance, dengan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh. ” Berdasarkan pengertian di atas, ada tiga kegiatan yang dilakukan oleh audit internal, yaitu: 1. Pengelolaan risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko yang signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan pengendalian sistem pengendalian intern. 2. Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi, efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.
a. Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevalusi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Hal ini harus mencakup: a) Efektivitas dan efisiensi kegiatan organisasi; b) keandalan dan integritas informasi; c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; d) pengaman asset organisasi. b. Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan atau operasi organisasi telah ditetapkan dan sejalan dengan ssaran dan tujuan organisasi. c. Auditor internal harus me-review kegiatan atau operasi dan program untuk memastikan sejauh mana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. d. Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai. 3. Proses governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai didalam organisasi. b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas. c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unitunit yang tepat di dalam organisasi. d. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan, dan mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen. Fungsi auditor internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi, dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika. Dengan demikian, ruang lingkup dan tujuan audit internal sangat
tergantung
besar
kecilnya
organiasi
dan
permintaan
manajemen
yang
bersangkutan. 2.1.3
Kriteria Audit Internal yang Efektif Kriteria Audit Internal menurut Amin Widjaja Tunggal (2005: 3) adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Independensi Kompetensi Perencanaan dan program pemeriksaan Laporan hasil pemeriksaan Tindak lanjut.
Kelima buah kriteria audit internal diatas akan dibahas dalam uraian berikut: 1. Independensi Sebagaimana pengertian audit intern yang tercermin dalam definisinya yaitu sebagai fungsi penilaian atas semua aktivitas perusahaan, maka sifat independen dari audit intern dapat mencapai tujuan secara efektif agar seorang pemeriksa efektif dalam melakukan tugasnya, maka ia harus mandiri (independent) atau terbatas dari aktivitas-aktivitas yang diperiksanya. Pengertian independensi menurut Mulyadi (2002: 27) menyatakan bahwa : “Independensi adalah merupakan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain”. Dengan demikian independensi akan memungkinkan audit intern untuk dapat melakukan pekerjaan secara bebas dan objektif dan memungkinkan audit intern membuat pertimbangan penting secara netral dan tidak menyimpang kemudian independensi tersebut dapat dicapai melalui kedudukan organisasi dan objektivitas. Objektivitas menurut Mulyadi (2002: 57) menyatakan bahwa : “Objektivitas adalah merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota, prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain”. Dengan demikian objektivitas yang dimiliki oleh auditor dalam menjalankan tugasnya harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak
memberikan faktor salah saji material yang dilakukan atau mengalihkan pertimbangan kepada pihak lain Kedudukan organisasi adalah fungsi internal auditing dan dukungan yang diberikan oleh pimpinan merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan dalam ruang lingkup dan nilainya. Oleh karena itu, kepala bagian audit intern harus bertanggung jawab kepada seorang pejabat yang wewenangnya memadai/cukup tinggi untuk menjamin ruang lingkup audit yang luas dan juga pertimbangan yang memadai tentang tindakan yang efektif atas hasil serta rekomendasi audit. 2. Kompetensi Untuk meletakan kepercayaan terhadap hasil auditor intern, auditor independen berkepentingan untuk menilai kompetensi. Dalam menetapkan kompetensi auditor intern biasanya mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari pengalaman dalam audit sebelumnya dengan fungsi audit intern. Auditor intern dapat pula menggunakan standar profesional auditing intern sebagai kriteria untuk melakukan penilaian atas kompetensi. Pengertian kompetensi menurut Mulyadi (2002: 58) menyatakan bahwa : “Kompetensi adalah merupakan anggota yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik diperoleh melalui pendidikan dan pengetahuan”. Jadi setiap anggota harus melaksanakan jasa pofesional dengan kehatiankehatian, kompetensi dan ketentuan-ketentuan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan kemampuan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan perkembangan praktek dan teknik yang paling mutakhir. 3. Perencanaan dan Program pemeriksaan Agar pemeriksaan berjalan lancar dan baik maka terlebih dahulu harus membuat perencanaan dan program yang akan dilaksanakan agar pemeriksaan tercapai dengan baik.
Tahap-tahap perencanaan audit merupakan langkah pertama dan sekaligus merupakan tahap yang paling penting dalam proses audit untuk memutuskan : a. Prioritas audit, misalnya bidang apa dalam suatu perusahaan yang harus mendapat tempat pertama dalam audit intern kali ini. b. Arah dan pendekatan audit, yaitu: bagaimana audit tersebut harus dilakukan, direncanakan dan dibuatkan programnya. c. Perencanaan alokasi sumber daya dan waktu audit yang bersangkutan, misalnya berapa biaya dan tenaga audit yang dibutuhkan untuk melaksanakan audit intern tersebut. Ada 3 tahapan dalam perencanaan audit menurut Amin Wijaya Tunggal (2005:28) menyatakan bahwa tahapan perencanaan audit adalah sebagai berikut: a. Tahap Survei Pendahuluan b. Tahap Anggaran Untuk Sumber Daya Audit c. Tahap Perencanaan Kerja Audit Uraian tahapan dalam perencanaan audit adalah sebagai berikut: a. Tahap Survei Pendahuluan Bertujuan mencari informasi yang bersifat umum mengenai latar belakang satuan organisasi dan kegiatan manajemen yang akan diperiksa. b. Tahap Anggaran Untuk Sumber Daya Audit Tujuan anggaran adalah untuk menentukan batasan-batasan sumber daya yang tersedia untuk melakukan audit intern. Sumber daya yang akan dialokasikan meliputi anggaran sumber daya uang, manusia dan waktu yang tersedia. c. Tahap Perencanaan Kerja Audit Perencanaan kerja merupakan tugas yang sulit karena tiap proyek membutuhkan penanganan tersendiri dan tidak ada pendekatan standar, namun demikian auditor harus mengembangkan sebuah rencana yang dapat mencakup minimal bidang-bidang yang utama (bidang-bidang) kunci.
Pengertian Audit Program menurut Amin Widjaja Tunggal (2005: 3) menyatakan bahwa : “Audit program adalah merupakan perencanaan prosedur dan teknik pemeriksaan yang ditulis secara sistematis untuk menacapai tujuan pemeriksaan secara efektif dan efisien”. Pendapat lain menurut Sukrisno Agoes (2004:130) menyatakan bahwa : “Audit program adalah merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis”. Sedangkan menurut Mulyadi (2002: 104) menyatakan bahwa : “Audit program adalah daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu”. Dilihat dari tiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa program pemeriksaan mempunyai peranan penting dalam proses pemeriksaan ketika menyusun program pemeriksaan, pengetahuan dan pertimbangan para karyawan pemeriksaan harus berpengalaman dan dapat menerapkan juga memastikan bahwa semua hal yang terdapat dalam program adalah tepat dan benar. Tujuan yang ingin dicapai dengan program audit menurut Amin Wijaya Tunggal (2005: 34) menyatakan bahwa tujuan program audit adalah sebagai berikut : a. Memberikan bimbingan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan b. Memberikan daftar simak-checlist sementara pemeriksaan berlangsung c. Merevisi program audit sebelumnya akibat adanya perubahanperubahan standar, prosedur yang digunakan oleh perusahaan”. 4. Laporan hasil Pemeriksaan Kegiatan audit intern dan temuan yang diperolehnya selama pemeriksaan pada akhirnya akan dituangkan ke dalam suatu laporan yang dapat digunakan oleh manajemen untuk melakukan koreksi atas sistem yang ada di perusahaan. Pengertian laporan kerja pemeriksaan menurut Mulyadi (2002:101) menyatakan bahwa: “Laporan kerja pemeriksaan adalah merupakan alat utama yang dipakai oleh auditor independen dalam mengkomunikasikan hasil pekerjaannya kepada pemakai jasanya”.
Bentuk laporan audit intern menurut Amin Wijaya Tunggal (2005:97) menyatakan bahwa laporan audit intern adalah sebagai berikut: a. b. c. d.
Lisan Daftar kuesioner Surat Laporan yang berisi sekumpulan komentar
Uraian bentuk laporan audit intern adalah sebagai berikut: a. Lisan Laporan secara lisan biasanya timbul dari suatu kejadian yang serius atau segera, yang tidak memerlukan pencatatan. Komunikasi secara lisan ini merupakan cara yang terbaik untuk memecahkan masalah-masalah kecil (tidak penting) atau mendiskusikan terlebih dahulu masalah-masalah yang akan dilaporkan dalam laporan tertulis. b. Daftar kuesioner Daftar kuesioner diperlukan untuk suatu check list atau berfungsi sebagai pencatat pekerjaan apa saja yang telah dilakukan, tetapi sebagai suatu bentuk laporan daftar kuesioner tersebut kurang memberikan informasi secara efektif c. Surat Laporan berbetuk surat dilakukan apabila masalah yang dibicarakan cukup singkat. Hal ini seringkali juga digunakan sebagai pengantar suatu laporan resmi atau rekomendasi kepada staf yang bertanggung jawab dalam suatu kegiatan perusahaan. d. Laporan yang berisi sekumpulan komentar Laporan yang berisi sekumpulan komentar ini sangat tepat digunakan untuk rincian hasil diskusi, rekomendasi yang cukup banyak atau bila laporan terdiri banyak halaman. Laporan dalam bentuk ini lebih mudah penggunannya. Dilihat dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa laporan-laporan tersebut beragam sifatnya, tetapi seluruh laporan tersebut harus dapat memberikan informasi kepada para pengguna akan tingkat kesesuaian dari informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Biasanya auditor akan memilih
salah satu dari bentuk laporan tersebut diatas sesuai dengan kebutuhan manajemen.
5. Tindak lanjut Audit intern bertanggung jawab untuk mengikuti apakah laporan audit ditindaklanjuti oleh manajemen dalam bentuk tindakan koreksi. Disini auditor bertugas untuk mengidentifikasi dan melaporkannya kepada tingkat manajemen yang seharusnya menerima laporan tersebut. Kegagalan memonitor risiko agar dikoreksi atau setidaknya sampai manajemen menyatakan bahwa bertanggung jawab untuk menangung risiko, hal ini lebih-lebih audit bertujuan untuk terlibat dalam pengendalian setiap fase aktivitas bisnis yang diaudit intern mungkin dapat menyumbangkan sesuatu untuk manajemen. Tindak lanjut harus terus sampai perubahan yang memuaskan diperoleh. Audit intern tidak mencampuri manajemen dan hanya bertugas mengawasi saja dengan memenuhi kriteria sebgai berikut : a. Responsif terhadap cacat yang dilaporkan. b. Lengkap dalam mengkoreksi seluruh aspek material dalam kekurangan. c. Hasil perbaikan dampaknya continue. d. Memonitor untuk memastikan keefektipan dan mencegah terjadinya kembali problema yang sama.
2.1.4
Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal Mengenai wewenang dan tanggung jawab audit internal, Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal (2004:8) menyebutkan bahwa: “Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal dan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. ” Jadi dimaksudkan agar tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis secara formal. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI, 2001:322. 1) menyatakan secara terperinci mengenai tanggung jawab audit internal sebagai berikut: “Audit internal bertanggung jawab untuk menyediakan data analisis dan evaluasi, memberi keyakinan dan rekomendasi, menginformasikan kepada manajemen satuan usaha dan Dewan Komisaris atau pihak lain yang setara dengan wewenang dan tanggung jawab tersebut. Audit internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya. ” Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan wewenang dan tanggung jawab auditor internal adalah sebagai berikut: 1. Memberikan keterangan-keterangan dan saran-saran kepada manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan kode etik yang berlaku; 2. Mengkoordinasi pekerjaan-pekerjaan dengan pihak-pihak lain dan aktivitas lainnya sehingga tercapai sasaran-sasaran audit dan organisasi.
2.1.5
Standar Profesi Audit Internal Hiro Tugiman (2008:12-13) dalam menerapkan standar profesi audit
internal, hal-hal berikut harus diperhatikan: 1. Dewan Direksi akan dianggap bertanggung jawab atas kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern organisasinya serta kualitas pelaksanaannya; 2. Para anggota manajemen mengendalikan pemeriksaan internal (internal auditing) sebagai alat penyaji hasil analisis yang objektif, penilaian-penilaian, rekomendasi-rekomendasi, saran dan informasi dalam mengendalikan serta pelaksanaan kegiatan organisasinya; 3. Para auditor internal (eksternal auditor) akan mempergunakan hasilhasil audit internal untuk melengkapi pekerjaannya bila para auditor internal telah menyediakan bukti-bukti yang tepat dan mencukupi bukti yang telah diperoleh secara mandiri bebas dalam pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan secara profesional. Penerapan standar profesional para auditor diatur dan dipengaruhi oleh lingkungan tempat audit internal melaksanakan kewajiban yang ditugaskan terhadapnya. Kesesuaian dengan konsep-konsep yang telah dinyatakan dalam
standar ini sangatlah penting apabila para profesional auditor ingin memenuhi tanggung jawabnya. Akhirnya dipandang dari berbagai hal, kegunaan standar profesi adalah: 1. Memberikan pengertian tentang peran dan tanggung jawab audit internal kepada seluruh tingkatan Manajemen, Dewan Direksi, Badan-Badan Publik, Auditor Eksternal dan Organisasi-organisasi Profesi yang berkaitan. 2. Menetapkan dasar pedoman dan pengukuran atau penilaian pelaksanaan audit internal 3. Memajukan produk audit internal.
2.2
Pengertian Kredit dan Tujuan Kredit Istilah kredit sebenamya dari bahasa Yunani Credere yang berarti
"kepercayaan" atau dalam bahasa latin Creditum yang berarti "kepercayaan akan kebenaran", Jadi apabila seorang memperoleh kredit, pada dasamya iamemperoleh kepercayaan dari seseorang atau suatu lembaga dan atau lembaga pemberi kredit percaya bahwa penerima kredit di rnasa yang akan datang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Mengapa
seseorang
memerlukan
kredit
?Manusia
adalah
homo
economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia yang beraneka ragam sesuai dengan hasratnya selalu meningkat sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat cita-citanya tersebut Dalam hal ini seseorang harus berusaha, maka untuk meningkatkan usahanya dan untuk meningkatkan daya guna suatu barang, seseorang memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan dan bank dalam bentuk tambahan modal inilah yang sering disebut dengan kredit. Kredit menurut Undang-undang Perbankan No. Tahun 1998 (Pasal 21 ayat 11), yaitu sebagai berikut: ”Kredit adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Pada dasarnya tujuan kredit dalam suatu perbankan adalah untuk mencari keuntungan, yang nantinya akan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional bank. Bank akan meneruskan simpanan dari nasabahnya kepada nasabah lain dalam bentuk kredit, hanya saja bank harus benar-benar yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu memiliki kemampuan untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Menurat Kasmir (2004: 96), tujuan pemberian kredit sebagai berikut: 1. Mencari keuntangan 2. Mambantu usaha nasabah 3. Membantu pemerintah Akan tetapi tujuan pemberian kredit bukan hanya untuk meneari keuntungan, tetapi harus disesuaikan dengan tujuan Negara. Dengan demikian tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank yang akan mengemban tugas sebagai agent of development adalah untuk: 1. Turut
menyukseskan
program
pemerintah
dibidang
ekonomi
dan
pembangunan 2. Meningkatkan aktivitas pemsahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan organisasi 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya
2.2.1
Sistem dan Prosedur Pemberian Kredit Prosedur pemberian kredit adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan
di dalam mengelola permohonan kredit saat permohonan tersebut diterima sampai dengan pencairan dana kredit. Manfaat dan prosedur pemberian kredit antara lain adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota, untuk mengetahui dan menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam permohonan kredit tersebut, dan untuk mengusahakan pemberian kredit dalam waktu singkat. Thomas Suyarno (2005:53-55), menyatakan sistem dan prosedur umum pemberian kredit adalah sebagai berikut:
1. Permohonan Kredit Permohonan fasilitas kredit mencakupi: a. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas kredit b. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan c. Permohonan perpanjangan atau pembaharuan masa kredit yang telah berakhir jangka waktunya d. Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan fasilitas kredit yang sedang berjalan 2. Penyidikan dan Analisis Kredit Yang dimaksud dengan penyidikan kredit adalah pekerjaan yang meliputi: a. Wawancara dengan permohonan kredit (debitur) b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan nasabah c. Pemeriksaan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lain yang diperoleh d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan Sedangkan analisis kredit adalah pekerjaan yang meneliti: a. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dan segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidaknya dipertimbangkan suatu permohonan kredit b. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian dan kesimpulan pertimbangan
serta
penyajian
untuk
alternatif-alternatif
pengambilan
keputusan
sebagai pimpinan
bahan atau
permohonan kredit nasabah 3. Keputusan atas permohonan kredit Dalam hal ini yang dimaksud dengan keputusan adalah setiap tindakan pejabat yang berdasarkan wewenangnya berhak mengambil keputusan berupa menolak, menyetujui dan atau mengusulkan permohonan fasilitas kredit kepada pejabat yang lebih tinggi. Setiap keputusan permohonan kredit harus
memperhatikan penilaian syarat-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analisis kredit. 4. Penolakan permohonan kredit Penolakan permohonan dapat terjadi apabila: a. Penolakan permohonan kredit yang secara nyata dianggap oleh bank secara teknis tidak memenuhi persyaratan b. Adanya keputusan penolakan dan direksi mengenai permohonan kredit 5. Persetujuan permohonan kredit Yang dimaksud dengan persetujuan permohonan kredit adalah keputusan bank untuk menyetujui sebagian atau seluruh pennohonan kredit dari calon debitor. Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, maka biasanya ditegaskan terlebih dahulu syarat-syarat fasilitas kredit dan prosedur yang harus diteinpuh oleh nasabah, langkah-langkah yang harus diambil antara lain: a. Surat penegasan persetujuan permohonan kredit kepada pemohon b. Peningkatan jaminan c. Penandatanganan perjanjian kredit d. Informasi untuk bagian lain e. Pembayaran bea materai kredit f. Asuransi barang jaminan g. Asuransi kredit 6. Pencairan fasilitas kredit Pencairan fasilitas kredit adalah setiap transaksi dengan menggunakan kredit yang tetah disetujui oleh bank. Dalam prakteknya, pencairan kredit ini berupa pembayaran dan atau pemindah bukuan atau beban rekening pinjaman atau fasilitas lainnya. Bank hanya menyetujui pencairan kredit oleh nasabah, bila syarat-syarat yang harus dipenuhi nasabah telah dilaksanakan. Perlu diketahui bahwa peningkatan jaminan dan penandatanganan warkat-warkat kredit (perjanjian kredit) mutlak harus mendahului pencairan kredit
7. Pelunasan fasilitas kredit Pelunasan kredit adalah dipenuhinya semua kewajiban nasabah terhadap bank yang berakibat hapusnya ikatan perjanjian kredit.
2.2.2
Prinsip Pemberian Kredit Dalam sistem pemberian kredit diperlukan adanya pertimbangan serta
kehati-hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam kredit benarbenar terwujud sehingga kredit yang diberikan dapat mengenai sasarannya dan terjaminnya pengembalian kredit tersebut tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian. Maka sudah sewajarnya andaikata pemberian kredit tersebut memerlukan perhitungan-perhitungan yang mendalam yang meliputi berbagi prinsip-prinsip, azas-azas atau persyaratan-persyaratan tertentu. Ada 3 (tiga) macam konsep tentang prinsip pemberian kredit menurut Kasmir (2003: 104) yaitu: 1. Prinsip 5 C a. Character (watak/kepribadian) Character atau watak dari para calon peminjam merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam menentukan pemberian kredit. Kreditur sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah laku baik, dalam arti selalu memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utang-utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. b. Capacity (kemampuan) Capacity
merupakan
kesanggupan
peminjam
untuk
mendapatkan
pendapatannya di masa yang akan datang, bagaimana kemungkinan dan berapa besarnya. Karena hal ini penting dalam menentukan berhasil atau tidak suatu perusahaan di masa yang akan datang. c. Capital (modal) Capital yaitu berapa besar dan bagaimana sifat modal si peminjam. Pihak kreditur harus mengetahui tentang berapa banyak dan bagaimana struktur modal yang dimiliki oleh debitur.
d. Collateral (jaminan atau agunan) Collateral adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai agunan andaikata terjadi ketidakmampuan debitur tersebut untuk menyelesaikan utangnya sesuai dengan perjanjian kredit. e. Condition of economic (kondisi ekonomi) Condition of economic yaitu bagaimana keadaan ekonomi pada waktu itu, apakah keadaan ekonomi negara dalam keadaan sehat dan terarah. Kreditur harus mengetahui keadaan ekonomi pada saat tersebut yang berpengaruh dan berkaitan langsung dengan usaha calon debitur dan bagaimana prospek di masa datang. 2. Prinsip 5 P a. Party (golongan) Yang dimaksud dengan party adalah mencoba menggolongkan calon peminjam ke dalam kelompok tertentu menurut character, capacity, dan capital dengan jalan penilaian atas ke 3 C tersebut. b. Purpose (tujuan) Yang dimaksud dengan purpose adalah tujuan penggunaan kredit yang diajukan, apa tujuan yang sebenarnya (real purpose) dari kredit tersebut, apakah mempunyai aspek-aspek sosial yang positif dan luas atau tidak. c. Payment (sumber pembayaran) Payment adalah perkiraan tentang pendapatan dan keuntungan yang akan dicapai
oleh
perusahaan
yang
mengambil
kredit
yakni
untuk
memperkirakan kemampuan dan kekuatan debitur dalam membayar kembali utangnya. d. Profitability (kemampuan untuk mendapatkan keuntungan) Profitability yaitu kemampuan untuk memperoleh keuntungan yang akan diraih oleh pihak debitur apabila kredit tersebut direalisasikan. e. Protection (perlindungan) Protection dimaksudkan untuk berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, maka kreditur perlu untuk melindungi kredit yang diberikannya antara lain dengan jalan meminta jaminan dari debiturnya.
3. Prinsip 3R a. Return (hasil yang dicapai) Return yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah mendapat kredit, apakah cukup memadai untuk menutupi pinjaman serta sekaligus memungkinkan pola usahanya untuk berkembang terus. b. Repayment (pembayaran kembali) Repayment yaitu penilaian lanjutan setelah return, kemudian diprediksi kemampuan jadwal serta jangka waktu pengembalian kredit. c. Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung risiko) Risk bearing ability yaitu kemampuan untuk menanggung risiko kegagalan apabila terjadi sesuatu hal tidak diharapkan. Dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberian kredit, biasanya suatu permohonan kredit dinilai dan dianalisis secara mendalam, baik kuantitatif dan kualitatif dalam apa yang disebut analisis atau penilaian kredit. Analisis kredit sangat penting artinya untuk memutuskan apakah suatu permohonan kredit itu ditolak atau diterima.
2.3
Pengertian Efektivitas Dalam kondisi usaha yang sedemikian kompetitif dewasa ini, masalah
efisiensi dan efektivitas menjadi hal yang penting. Untuk menghindarkan diri dari akibat-akibat yang membawa kepada kegagalan dalam pemberian, maka dalam aktivitasnya bagian kredit harus mengetahui secara rinci jenis kredit yang bagaimana yang diperlukan oleh nasabahnya, kemungkinan-kemungkinan penyelewengan baik oleh nasabah dalam hal ini menyelewengkan kredit yang diberikan, maupun oleh pihak intern koperasi itu sendiri. Hal ini perlu dilaksanakan untuk menghindari inefisiensi dan inefektivitas dalam pemberian kredit
Menurut Komaruddin (2001:768) pengertian efektivitas adalah sebagai berikut: "Efektivitas adalah suatu keadaan yang mampu menunjukkan tingkatan keberhasilan (atau kegagalan) kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. " Sedangkan menurut Arens dan Loebbecke (2000:768), efektivitas didefinisikan sebagai berikut: "Effectiveness refers to accomplishment of objectives, where as efficiency refers to the resources used to achieve those objectives. " Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa efektivitas cenderung pada pencapaian suatu hasil yang berkaitan dengan derajat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Jadi efektivitas adalah hubungan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan yang ingin dicapai suatu organisasi.
2.3.1
Efektivitas Pemberian Kredit Karena efektivitas sangat berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai,
maka untuk mencapai efektivitas sistem pemberian kredit perlu diketahui tujuan pemberian kredit yang diharapkan. Untuk itu bagian perkreditan perlu menetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk mencapai tujuan pemberian kredit. Dalam hal ini menurut Firdaus (2004: 83) digunakan prinsip-prinsip perkreditan yang lebih dikenal dengan prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition of economic. Apabila prinsip tersebut telah terpenuhi, diharapkan tujuan pemberian kredit akan tercapai. Disamping itu perlu dilaksankannya prosedur pemberian kredit yang meliputi permohonan kredit, analisis kredit, keputusan kredit, perjanjian kredit serta pencairan kredit. Menurut Munawaroh (2011: 77), selain terpenuhinya prinsip dan prosedur pemberian kredit, suatu sistem pemberian kredit dapat dikatakan efektif apabila kredit tersebut dapat kembali sesuai waktu yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan. Prioritas pemberian kredit pun menentukan
keefektifan pemberian kredit, jika kredit yang diberikan betul-betul tepat sasaran dan tepat guna, maka efektivitas sistem pemberian kredit akan tercapai. 2.4
Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektivitas Pemberian Kredit Efektivitas pemberian kredit memerlukan laporan untuk menganalisis
jumlah kredit yang diberikan serta ketepatan jangka waktu pengembaliannya sehingga menguntungkan bagi pihak bank sebagai kreditur. Laporan tersebut juga harus mengungkapkan perkembangan yang tidak diinginkan atau penyimpanganpenyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian audit internal menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:5) adalah: “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dn objektif yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal mebantu organisasi untuk mencpai tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance. ” Selanjutnya, manajemen akan mengandalkan hasil audit internal ini sebagai alat analisis yang obyektif atas pengendalian internal yang sedang dijalankan perusahaan. Kriteria Audit Internal yang efektif menurut Amin Widjaja Tunggal (2005: 3) adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Independensi Kompetensi Perencanaan dan program pemeriksaan Laporan hasil pemeriksaan Tindak lanjut.
Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antar bank yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-masing. Sistem dan prosedur umum pemberian kredit Thomas Suyarno (2005:53-55) adalah sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Permohonan Kredit Penyidikan dan Analisis Kredit Keputusan atas permohonan kredit Penolakan permohonan kredit Persetujuan permohonan kredit Pencairan fasilitas kredit Pelunasan fasilitas kredit
Efektivitas pemberian kredit, menurut Firdaus (2004: 83) dengan diterapkannya prinsip-prinsip perkreditan 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition of economic. Hal lainnya menurut Munawaroh (2011: 77), dilihat dari terpenuhinya prinsip dan prosedur pemberian kredit, yaitu apabila kredit tersebut dapat kembali sesuai waktu yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan. BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah
peranan audit internal dan efektivitas pemberian kredit. Melalui penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui bagaimana peranan audit intenal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit.
3.2
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skirpsi ini adalah
deskriptif analitis, menurut Nasir (2008: 71) adalah : “Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan manusia dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang”. Dalam penelitian ini digambarkan keadaan yang terdapat di perusahaan berdasarkan fakta-fakta nyata pada situasi yang diselidiki.