BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Langkat Kabupaten Langkat yang dikenal sekarang ini mempunyai sejarah yang cukup panjang. Kabupaten Langkat sebelumnya adalah sebuah kerajaan di mana wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia.Adapun kata “Langkat” yang kemudian menjadi nama daerah ini berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu setempat dengan sebutan “pohon langkat”. Dahulu kala pohon langkat banyak tumbuh di sekitar Sungai Langkat tersebut. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan pedalaman daerah Langkat. Pohon ini menyerupai pohon langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan Langkat berada di sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya populer dengan nama Kerajaan Langkat (www.langkatkab.go.id). Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14’ - 4°13’ LU dan 97°52’ - 98°45’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. b.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
c.
Sebelah barat berbatasan dengan Prop. NAD dan Tanah Alas
d. Sebeleh timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai. Luas keseluruhan Kabupaten Langkat adalah 6,263.29 km² atau 626.329 Ha, jumlah penduduk sekitar 1juta jiwa lebih dan kepadatan Penduduk 83.00 per km2 (Badan Pusat Statistik Kabubaten Langkat, 2009). Profil PT. Unggas Jaya Bersinar (UJB) PT. Unggas Jaya Bersinar sebagai perusahaan mitra adalah sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan Intertama Trikencana Bersinar (ITB) berdiri
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2010 di Medan tetapi telah banyak melakukan kemitraan dengan peternak dikota Medan, Kabupaten Langkat, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai. Sebagai perusahaan mitra, PT. Unggas Jaya Bersinar menanamkan investasi kepada peternak ayam broiler pola kemitraan dalam bentuk penyediaan input berupa bibit (DOC), pakan, obat-obatan, vaksin dan vitamin (OVK) dan pemasaran hasil. Perusahaan ini juga menyediakan petugas penyuluh lapangan dan Technical Support (TS) bagi peternak mitra dalam hal peningkatan sekaligus pengawasan manajemen budidaya ayam broiler. Peternak mitra perusahaan PT. Unggas Jaya Bersinar dari Kabupaten Langkat, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai dengan berbagai tingkat populasi mulai dari 1000 ekor sampai dengan 30.000 ekor ayam. Setiap peternak yang bermitra dengan PT. Unggas Jaya Bersinar diwajibkan menyetor uang jaminan usaha sebesar Rp. 3.000,- per ekor populasi ayam yang akan dipeliharanya. Uang jaminan tersebut akan dikembalikan oleh perusahaan kepada peternak ketika perjanjian kontrak kemitraan telah berakhir. Pada saat dilaksanakan penandatanganan surat perjanjian kontrak antara perusahaan dengan peternak, disepakati juga harga-harga sarana produksi yang akan dibebankan kepada peternak, seperti harga pakan starter dan finisher, harga bibit, serta harga jual ayam menurut ukuran bobot pada saat panen. Seluruh harga tersebut bisa berubah sewaktu-waktu menurut perkembangan pasar, akan tetapi harga yang sudah disepakati pada saat perjanjian tidak akan berubah, menunggu perjanjian baru periode kemitraan selanjutnya. Pola kemitraan hanya berlaku untuk satu periode pemeliharaan ayam broiler, sehingga kedua belah pihak berhak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan kemitraan tersebut pada periode berikutnya. Dengan disepakatinya perjanjian kontrak kemitraan antara perusahaan dengan peternak, maka kedua belah pihak akan melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.
Karakteristik Ayam Broiler Ayam adalah salah satu unggas yang cukup populer dan banyak dikenal masyarakat dibandingkan jenis unggas lainnya. Ayam ras pedaging merupakan
Universitas Sumatera Utara
salah satu jenis ayam yang memiliki populasi yang lebih tinggi dibandingkan unggas ayam lainnya seperti ayam petelur dan ayam buras. Taksonomi broiler adalah sebagai berikut, Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Aves, Subkelas: Neornithes, Ordo: Galliformis, Genus: Gallus, Spesies: Gallus domesticus (Hanifah, 2010) Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an, walaupun galur murninya sudah diketahui pada tahun 1960-an ketika peternak mulai memeliharanya. Sebelumnya ayam yang dipotong adalah ayam petelur seperti white leghorn jengger tunggal. Tidak heran bila pada saat itu banyak orang yang antipasi terhadap daging ayam ras sebab ada perbedaan yang sangat mencolok antara daging ayam ras broiler dan ayam ras petelur, terutama pada struktur pelemakan didalam serat-serat dagingnya. Antipati masyarakat yang saat itu sudah terbiasa dengan ayam kampung terus berkembang hingga pemasaran ayam broiler semakin sulit. Pada akhir periode 1980-an itulah pemegang kekuasaan mencanangkan penggalakan konsumsi daging ayam untuk menggantikan konsumsi daging ruminansia yang saat itu semakin sulit keberadaannya. Kondisipun membalik kini banyak peternakan ayam broiler bangkit dan secara perlahan mulai diterima orang (Rasyaf, 1993) Abidin (2002), menyatakan bahwa ayam ras pedaging merupakan hasil perkawinan silang dan sistem yang berkelanjutan sehingga mutu genetiknya bisa dikatakan baik. Mutu genetik yang baik akan muncul secara maksimal sebagai penampilan produksi jika ternak tersebut diberi faktor lingkungan yang mendukung, misalnya pakan yang berkualitas tinggi, sistem perkandangan yang baik, serta perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/ produksi daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Keunggulan ayam ras pedaging antara lain pertumbuhannya yang sangat cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak. Perkembangan yang pesat dari ayam ras pedaging ini juga merupakan upaya penangan untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam. Perkembangan tersebut didukung oleh semakin kuatnya industri hilir seperti perusahaan pembibitan (Bredding Farm), perusahaan pakan ternak (Feed Mill), perusahaan obat hewan dan peralatan peternakan (Saragih, 2000) Adapun populasi ternak unggas berdasarkan jenis dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Populasi Ternak Unggas Menurut Jenis Tahun 2012 Jenis Unggas Tahun Petelur Pedaging Ayam Kampung 2004 13.826.970 38.045.260 23.128.148 2005 6.190.175 35.568.236 21.280.380 2006 7.065.566 34.030.041 20.153.175 2007 8.224.445 43.847.471 16.342.700 2008 7.698.504 42.891.621 11.349.742 2009 8.168.685 43.878.127 11.554.037 2010 8.839.750 39.376.258 11.671.883
Itik 2.277.806 1.994.803 2.204.287 3.537.444 1.825.663 1.953.647 2.569.664
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara
Ayam broiler atau yang lebih dikenal dengan ayam potong menempati posisi teratas sebagai ayam yang kesediaannya cukup banyak, disusul ayam kampung, kemudian petelur afkir. Namun, karena permintaan daging ayam yang cukup tinggi, terutama pada saat terutama pada saat tertentu yaitu menjelang puasa, menjelang lebaran, serta tahun baru, menyebabkan pasokan daging dari ketiga jenis ayam penghasil daging tersebut tidak terpenuhi (Nurosono, 2009). Ada tiga unsur dalam beternak ayam, yaitu unsur produksi, unsur manajamen, unsur pasar dan pemasaran. Rasyaf menyatakan bahwa satu masa produksi adalah satu kurun waktu dimana dilakukan produksi atau pembesaran anak ayam broiler mulai umur satu hari hingga siap dijual pada umur 5-6 minggu dengan bobot jual 1,4-1,7 kg/ekor sesuai permintaan konsumen. Akhir dari masa pemeliharaan ayam broiler akan bermuara pada pemasaran, sehingga tahap pemasaran ini tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan suatu usaha. Akan sia-sia kerja yang baik apabila
Universitas Sumatera Utara
penanganan pemasaran ayam broilernya dilakukan kurang rapi dan terencana karena dapat mengurangi perolehan peternak. Peranan ayam broiler sangat penting dalam ikut memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sebagai bahan pangan yang bergizi, hal ini mengingat populasi ayam tersebut yang cukup besar dan pembeli hampir berada di seluruh pelosok tanah air. Pemenuhan kebutuhan protein hewani yang tinggi dan kesadaran masyarakat dalam pemenuhan gizi, ternyata telah meningkatkan permintaan akan daging. Ada beberapa alternatif daging yang dapat memenuhi kebutuhan akan protein hewani. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi daging masyarakat Sumatera Utara perkapita sebagai berikut: Tabel 2. Konsumsi Daging Perkapita Sumatera Utara Tahun 2007-2011 (Kg/KPT/Tahun) No Sumber Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 1 Sapi Potong 0,58 0,58 0,58 0,81 0,82 2 Kerbau 0,59 0,60 0,56 0,56 0,57 3 Kuda 0,00 0,00 0,06 0,10 0,01 4 Kambing 0,21 0,21 0,17 0,23 0,19 5 Domba 0,06 0,06 0,06 0,06 0,09 6 Babi 1,56 1,60 2,31 2,05 2,20 7 Ayam Buras 2,10 2,11 2,15 1,97 1,78 8 Ayam Peterlur 0,72 0,71 0,69 0,30 0,21 9 Ayam Pedaging 3,06 3,11 3,11 0,45 3,17 10 Itik 0,10 0,10 0,10 0,08 0,07 Jumlah 8,97 9,06 10,39 9,52 9,11 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2010)
Tabel 2. menunjukkan bahwa daging ayam broiler, ayam buras dan babi merupakan jenis daging dengan jumlah konsumsi perkapita terbesar. Secara umum konsumsi untuk semua jenis daging di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya meningkat. Peningkatan permintaan ini ternyata juga dapat diikuti oleh peningkatan jumlah produksi daging dari setiap jenis daging. Sehingga secara umum Sumatera Utara tidak pernah kekurangan daging. Dalam upaya pemenuhan protein hewani dan peningkatan pendapatan peternak, maka pemerintah dan peternak telah berupaya mendaya gunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar sumber komoditi ternak yang dikembangkan, diantaranya adalah ayam pedaging (broiler) (Salam, 2009) Industri perunggasan di Indonesia hingga saat ini berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal,
namun upaya pembangunan
industri
perunggasan tersebut masih menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan daya saing produk, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan yang merupakan 60-70 % dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat
tergantung
dari
impor
(Departemen
Pertanian, 2008). Seperti halnya yang dikemukan oleh Urip Santoso (2008) bahwa efisiensi usaha peternakan unggas adalah hal yang sangat penting agar kualitas produk unggas bisa bersaing di pasar bebas, dan upaya yang harus dilakukan antara lain adalah substitusi bahan pakan, peningkatan mutu produk, peningkatan
produktivitas
ternak,
pembinaan
sumber daya manusia dan
membentuk koperasi mandiri. Salah satu komoditi perunggasan yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan adalah peternakan ayam ras pedaging karena didukung oleh karakteristik produknya yang dapat diterima oleh semua masyarakat Indonesia. Laju pertumbuhan cepat dialami oleh ternak ayam broiler dan ayam ras petelur. Cepatnya laju pertumbuhan populasi ayam ras (pedaging dan petelur) antara lain disebabkan oleh makin terfokusnya perhatian pemerintah pada pengembangan kedua jenis unggas tersebut. Pertimbangannya antara lain adalah bahwa protein hewani dari unggas jauh lebih murah dibandingkan dengan kelompok lain dan secara operasional pengembangan ternak unggas lebih mudah dibandingkan dengan pengembangan ternak besar, ternak kecil dan perikanan (Hermanto, 1992). Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan bahwa antara umur satu sampai dua minggu, ayam ras pedaging memerlukan suhu lingkungan mendekati 320C. pada umur 2-3 minggu, suhu lingkungan yang diperlukan antara 30 – 320C dan setelah umur 3 minggu menjadi 28-300C. kelembaban yang baik adalah sekitar 60%, bila terlalu tinggi (diatas 70%), kondisi tersebut akan menganggu pernapasan. Selain itu, kelembaban yang tinggi akan menyebabkan serasah (litter) penutup lantai kandang basah.
Universitas Sumatera Utara
Pemasaran yang baik adalah yang tepat waktu, memakan waktu yang sesingkatsingkatnya dan dengan harga jual yang relatif tinggi. Akan tetapi harga jual disini tentu saja mengikuti pasaran yang berlaku. Oleh sebab itu, faktor ketepatan waktu dan lamanya proses pengangkutan ayam dari kandang sangat penting diperhatikan. Pemasaran yang terlambat, walau hanya satu – dua hari, akan memperbesar biaya produksi terutama untuk pakan. Sedangkan proses pengangkutan ayam dari kandang yang berlarut-larut akan menimbulkan stress pada ayam sehingga akhirnya akan meningkatkan angka kematian, yang tentu saja menjadi beban kerugian peternak. Pemasaran hasil di pola kemitraan itu peternak tidak perlu memasarkan hasil panennya karena para pembeli yang telah disetujui oleh perusahaan inti akan menangkap ayam broiler. Sedangkan peternak mandiri itu memasarkan hasil panennya sendiri kepasar.
Usaha Ternak Ayam Broiler Peternakan adalah suatu kegiatan dalam rangka memanfaatkan kekayaan alam biotik berupa ternak dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan memperhatikan keseimbang anekologis dan kelestarian alam (Atmadilaga, 2008). Pada usaha ternak di Indonesia, dilihat dari pola pemeliharaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan tadisional, tujuan utamanya adalah dijual dan dikonsumsi keluarga sedangkan kotorannya dipakai sebagai pupuk, (2) Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan semi komersial dengan tujuan untuk menambah pendapat keluarga dan konsumsi sendiri; dan (3) Peternakan komersial, yaitu peternakan yang tujuan utamanya adalah untuk mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menekan biaya produksi seminimal mungkin (Atmadilaga, 2008) Peranan usaha ternak ayam ras pedaging di Indonesia mulai menonjol hingga saat ini. Usaha tersebut tetap mempunyai prospek baik dan cukup cerah, karena tingkat konsumsi masyarakat akan kebutuhan protein hewani, khususnya ayam terus meningkat. Untuk memulai suatu usaha peternakan ayam ras pedaging tidak semudah yang dibayangkan. Peternak harus memahami prinsip-prinsip ekonomi sekalipun dari nonformal atau berdasarkan pengalaman orang lain. Salah
Universitas Sumatera Utara
satu aspek teknis yang harus dipertimbangkan adalah merawat ayam ras pedaging secara baik. Peternak harus memiliki pengatahuan dan keterampilan beternak, sehingga ayam tetap hidup dan mampu mengeluarkan kemampuan genetisnya (Rasyaf, 2008). Resiko beternak broiler cukup besar mengingat bisnis ayam broiler adalah “bisnis mahluk hidup”. Artinya bisnis ini sangat dipengaruhi kondisi ayam broiler. Semakin bagus performa broiler, peluang memperoleh keuntungan yang besar semakin tinggi. Sebaliknya, semakin buruk performa broiler, kerugian akan semakin besar karena produksi daging tidak sebanding dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan. Selain terkenal memiliki pertumbuhan yang cepat, broiler juga dikenal sebagai ayam “manja”. Hal itu karena ayam ini memerlukan perlakuan istimewa untuk mendukung pertumbuhannya serta sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kondisi yang tidak nyaman akan mengakibatkan ayam stress sehingga daya tahan tubuhnya menurun sehingga mudah terserang penyakit. Adanya penyakit akan membuat efisiensi pakan memburuk, pertumbuhan terhambat, serta mengakibatkan kematian. Dengan demikan, biaya yang telah dikeluarkan akan menjadi sia-sia. Resiko tidak dapat dihindari, tetapi harus dihadapi dan diatasi. Salah satunya upaya untuk mengatasinya adalah perencanaan yang matang. Perencanaan akan menentukan berhasil tidaknya usaha yang akan dijalankan. Selain itu, diperlukan keseriusan dalam menjalankan usaha ini, bukan hanya sebagai sambilan. Biasanya, setiap usaha yang dijalankan dengan “setengah hati” pasti tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Untuk memulai usaha broiler, terutama pemula, disarankan memperhatikan beberapa hal berikut: 1. Tren harga Sebelum memulai usaha peternakan ayam broiler, sebaiknya melihat atau mempelajari dahulu tren harga ayam hidup saat panen. Oleh karena itu, sebagai peternak harus menyiasati agar ayam yang dipanen bisa dijual dengan harga jual tinggi. Misalnya pada hari raya Idul Fitri atau bulan-bulan saat banyak hajatan, sebaliknya jangan “menanam” DOC jika diperkirakan harga saat panen rendah. Misalnya saat persiapan masuk sekolah. Hal lain yang dapat dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
adalah mengurangi populasi DOC dalam kandang. Hal tersebut penting, terutama bagi pemula untuk antisipasinya bila hasilnya kurang bagus. 2. Kondisi musim dan cuaca Musim dan cuaca turut mempengaruhi hasil yang akan dicapai. Usahakan memasukkan DOC pada musim dan cuaca yang bagus. Informasi ini dapat diperoleh dengan melihat waktu para peternak broiler berpengalaman ketika memasukkan DOC. Dengan memilih waktu yang tepat, diharapkan hasil yang dicapai bisa optimal untuk menjaga motivasi dan kepercayaan diri. 3. Populasi awal Populasi awal untuk memulai usaha peternakan broiler sebaiknya jangan terlalu banyak, tetapi disesuaikan dengan kemampuan. Sebagai langkah awal, populasi bisa dimulai dari angka 1.000 – 3.000 ekor dengan catatan sudah memiliki pasar yang jelas. Usahakan modal operasional yang ada cukup untuk 3-4 kali periode pemeliharaan sebagai cadangan. Bila periode pertama mengalami kegagalan, masih ada modal untuk periode berikutnya. Aspek modal dan pengadaan sarana produksi ternak (sapronak) dapat menjadi kendala bagi peternak kecil. Guna mendorong pengembangan usaha peternakan, khususnya ayam broiler, pemerintah telah menciptakan beberapa kemudahan melalui pemanfaatan modal, diantaranya adalah sistem kemitraan. Beberapa jenis pola kemitraan inti plasma yang dijalankan, antara lain pola kemitraan dimana peternak plasma menyediakan kandang, sekam, gas/minyak tanah dan mengelola pemeliharaan ayam ras. Sedangkan perusahaan inti menyediakan daily old chicken (DOC), pakan, vitamin, obat-obatan dan menetapkan harga sesuai kontrak termasuk harga jual ayam. Inti juga dapat memberikan piutang berupa sapronak kepada plasma dalam menjalankan usahanya. Pembayaran dipotong langsung setelah perhitungan hasil panen. Hal yang berbeda dari sistem kemitraan diatas berupa penetapan harga beli (DOC), pakan, obat, vitamin dibelakang, yaitu perhitungan dilakukan setelah diketahui hasil panen dan adanya perbedaan umur panen ayam ras pedaging. Misalnya, ayam dipanen ketika umur 31-33 hari dan umur 37-41 hari. Kedua sistem tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun
Universitas Sumatera Utara
bilamana usaha peternakan ayam ras dijalankan secara professional dan baik, maka akan menghasilkan keuntungan bagi peternak plasma.
Peternak Pola Mandiri Peternak mandiri adalah peternak yang mampu menyelenggarakan usaha ternak dengan modal sendiri dan bebas menjual outputnya kepasar. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan
dan
risiko
ditanggung
sepenuhnya
oleh
peternak
(Supriyatna dkk, 2006). Pendapatan peternak ayam ras pedaging baik mandiri maupun kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu bibit ayam (DOC), pakan, obat-obatan, vitamin, dan vaksin, tenaga kerja, biaya listrik, bahan bakar, serta investasi kandang dan peralatan (Rita, 2009). Ada
beberapa faktor yang menyebabkan usaha peternakan ayam ras
pedaging tetap dikelola secara mandiri oleh sebagian besar peternak yaitu: 1). Pemeliharaannya cukup mudah; 2). Waktu pemeliharaan relatif
singkat (±4 minggu)
karena
sistim
pemasarannya dalam bentuk ekoran; dan 3). Tingkat pengembalian modal relatif cepat. Namun selain itu ada beberapa hal yang menjadi kendala yaitu: 1). Sarana produksi kurang; 2). Manajemen pemeliharaan/keterampilan peternak yang belum memadai; 3). Modal relatif terbatas; 4). Resiko pemasaran/penjualan cukup besar. 5). Usahanya tergantung situasi dan cenderung spekulatif, dimana besar kemungkinan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, tetapi besar pula kemungkinan untuk menderita kerugian. Sistem mandiri merupakan sistem beternak broiler yang semua modal, proses produksi, dan pemasaran dilaksanakan secara mandiri oleh peternak. Modal dibagi sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
a. Modal investasi, yaitu penyediaan sarana usaha yang bersifat fisik, seperti sewa tanah, pembuatan kandang dan perizinan. b. Modal kerja, yaitu modal yang digunakan untuk membiayai semua kegiatan usaha, seperti pembelian DOC, pakan, obat dan vaksin.
Peternak Pola Kemitraan Pola kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging yang dilaksanakan dengan pola inti plasma, yaitu kemitraan antara peternak mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma, sedangkan perusahaan mitra sebagai inti. Pada pola inti plasma kemitraan ayam ras yang berjalan selama ini, perusahaan
mitra menyediakan sarana
produksi peternakan (sapronak) berupa:
DOC, pakan. obat-obatan/vitamin, bimbingan teknis dan memasarkan hasil, sedangkan plasma menyediakan kandang dan tenaga kerja dan berkewajiban melakukan pembinaan selama proses pemeliharaan berlangsung. Faktor pendorong peternak ikut pola kemitraan adalah: 1. Tersedianya sarana produksi peternakan; 2. Tersedia tenaga ahli; 3. Modal kerja dari inti; 4. Pemasaran terjamin. Namun ada beberapa hal yang juga menjadi kendala bagi peternak pola kemitraan yaitu: 1. Rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti; 2. Terkadang masih kurang transparan dalam penentuan harga input maupun output (ditentukan secara sepihak oleh inti). Ketidakberdayaan plasma dalam mengontrol kualitas sapronak yang dibelinya menyebabkan kerugian bagi plasma. Basuki (2004) menyimpulkan bahwa tingkat pelaksanaan kemitraan pola inti plasma berhubungan positif dengan tingkat pendapatan peternak, namun hasil penelitian Sumartini (2004) menemukan bahwa rendahnya pendapatan peternak program kemitraan cenderung sebagai akibat kurang transparan dalam penentuan harga kontrak baik harga input (harga bibit ayam (DOC),
Universitas Sumatera Utara
harga pakan,
harga sapronak lainnya) maupun harga output (ayam ras
pedaging). Pada kemitraan ayam ras pedaging ketidakadilan biasanya terjadi karena adanya perbedaan kekuatan posisi tawar (bargaining position) antara kelompok mitra (peternak) sebagai plasma dengan perusahaan mitra sebagai inti, sehingga pihak yang kuat mengeksploitasi pihak yang lemah. Walaupun dalam pedoman pelaksanaan kemitraan telah diatur sedemikian rupa, tapi kenyataan menunjukkan bahwa kemitraan belum dapat memberikan pendapatan yang sesuai dengan harapan, khususnya bagi peternak. Kemitraan yang seharusnya bersifat win-win solution (saling menguntungkan) belum tercapai, sehingga dalam upaya mengembangkan kemitraan yang tangguh dan modern diperlukan strategi untuk memperbaiki
pondasi
perkembangan
kemitraan
yang
lebih
mendasar
(Rusastra, et.al dalam Sumartini, 2004). Aturan main dari sistem kemitraan adalah harga DOC, sapronak, dan ayam hidup sudah ditetapkan dan disebut dengan “harga garansi”. Namun, ada suatu pengecualian, misalnya kondisi sakit ada potongan antara Rp. 200,00 – Rp. 500,00 dari harga garansi. Pihak mitra tidak boleh membeli sapronak dari luar dan menjual hasil panen sendiri tanpa persetujuan kedua belah pihak. Pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan bisa dikenakan sanksi sesuai perjanjian. Apabila terjadi kerugian, maka yang menanggung risiko adalah perusahaan sebatas biaya DOC, pakan dan obat-obatan. Plasma akan memperoleh bonus, apabila Feed Conversi Ratio (FCR) lebih rendah dari yang ditetapkan oleh inti, sedangkan bagi peternak non mitra, seluruh biaya operasi dan investasi serta pemasaran diusahakan sendiri. (www.library.gunadarma.ac.id, 2008) Sebelumnya perjanjian kerja sama dimulai, pihak inti akan melakukan kajian kelayakan kandang serta meminta jaminan kepada pihak mitra berupa surat tanah (sertifikat), uang, atau BPKB kenderaan yang nilainya telah ditetapkan pihak inti. Selanjutnya, kedua belah pihak menandatangani surat perjanjian diatas materai termasuk persetujuan harga garansi. Kerugian akibat proses budi daya dibebankan sepenuhnya kepada pihak mitra dan dianggap sebagai hutang dan dapat dicicil pembayarannya pada setiap akhir periode produksi. Namun, bila kerugian diakibatkan
Universitas Sumatera Utara
oleh kecurangan mitra, pembayaran hutang harus sekaligus dan kerja sama akan dihentikan. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan. Pola kemitraan ayam pedaging tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan industry ayam pedaging di Indonesia. Bahkan pola kemitraan tersebut dilahirkan dari sejarah industri ayam pedaging. Tabel. 3Perbedaan Sistem Usaha Broiler Sistem Usaha Karakteristik
Mandiri
Kemitraan
Modal
Penuh sendiri
Sebagian kecil sendiri
Jaminan
Tidak perlu
Harus ada
Waktu Panen
Kapan saja
Ada persetujuan pihak kedua
Harga
Disesuaikan dengan harga pasar
Disesuaikan dengan harga garansi
Pasar
Mencari sendiri
Sudah terjamin
Fluktuasi harga
Sangat berpengaruh
Tidak terpengaruh
Keuntungan
Standar
Kerugian
Bisa maksimal jika harga bagus Besar jika harga jatuh
Risiko Kerugian
Ditanggung peternak
Tidak ada
Kecermatan
Sangat membutuhkan kecermatan prediksi harga
Prediksi harga hanya untuk mengejar bonus selisih harga
Sumber kerugian
Bisa berasal dari performa yang jelek dan harga jatuh
Hanya dari performa yang jelek
Bimbingan teknis
Tidak ada (belajar sendiri)
Ada (dari petugas)
Tidak terpengaruh
Sumber: Ferry Tamalluddin“Ayam Broiler 22 Hari Panen Lebih Untung”
Universitas Sumatera Utara
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut. Kegagalan kemitraan pada umumnya disebabkan oleh pondasi dari kemitraan yang kurang kuat dan hanya didasari oleh belas kasihan semata atau dasar paksaan pihak lain, bukan atas kebutuhan untuk maju dan berkembang bersama dari pihak-pihak yang bermitra. Kalau bermitra tidak didasari oleh etika bisnis (nilai, moral, sikap dan perilaku) yang baik, maka dapat menyebabkan kemitraan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik (www.infoukm.wordpress.com, 2008). Sebaiknya, bagi pemula yang baru terjun kebisnis broiler disarankan menggunakan sistem kemitraan. Hal ini karena pada sistem kemitraan, peternak akan didampingi oleh petugas yang akan memberikan bimbingan teknis. Dengan demikian, peternak juga dituntut aktif mencari informasi kepada petugas. Berikut adalah aspekaspek yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sistem usaha. 1. Modal yang dimiliki 2. Pengetahuan tentang pasar (market share) 3. Pengetahuan dan keterampilan peternak 4. Ketersediaan sapronak (sarana produksi peternakan) dan DOC Apabila memilih sistem kemitraan (inti-plasma), perlu mencari inti yang bisa saling menguntungkan kedua belah pihak, baik plasma maupun inti. Pilih inti yang menggunakan sapronak berkualitas. Bagi peternak pemula, hal tersebut bisa dikonsultasikan kepada konsultan peternakan maupun peternak yang sudah lama mengikuti kemitraan. Hal yang harus dipastikan adalah penjualan ayam harus lebih besar dari pada biaya produksi BEP (Break Even Point).
Universitas Sumatera Utara
Modal adalah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut. Dalam perkembangan kemudian ternyata pengertian modal mulai bersifat “non physical oriented”, dimana pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal (Riyanto, 1989)
Tingkat Pendapatan Ayam Broiler Pendapatan adalah hasil produksi total yang diperoleh dalam satu kali musim tanam dikalikan dengan angka persatuan produk pada saat panen. Sektor produksi membeli hasil produksi dengan harga yang berlaku pada pasar faktor produksi. Harga juga ditentukan oleh tarik menarik antara permintaan dan penawaran. Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefenisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain (Samuel dan Nordheus, 1995). Nilai total pendapatan adalah merupakan jumlah uang yang diterima dari penjualan suatu produk yaitu perkalian anatara jumlah harga (P) dan jumlah barang (Q) atau dapat dirumuskan sebagai TR= P x Q, dimana TR adalah total revenue (total pendapatan), P adalah harga jual produk dan Q adalah jumlah barang (Sukoco, 2011). Tingkat pendapatan usaha peternakan ayam ras pedaging ditentukan oleh besarnya dari hasil penjualan daging dan besarnya biaya produksi. Pendapatan usaha peternakan ayam pedaging selain dipengaruhi oleh faktor harga, juga sangat tergantung pada tingkat produksi, biaya pakan, DOC, tenaga kerja serta kandang dan peralatan (Rani, Hastuti, 2002) Dalam hal ini pendapatan juga diartikan sebagai pendapatan bersih seseorang baik berupa uang. Secara umum pendapatan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Gaji dan upah Suatu imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintahan. 2. Pendapatan dari kekayaan Pendapatan dari usaha sendiri merupakan nilai total produksi dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan baik dalam bentuk uang atau lainnya, tenaga kerja keluarga dan nilai sewa capital untuk sendiri tidak diperhitungkan. 3. Pendapatan dari sumber lain Dalam hal ini pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja antara lain penerimaan dari pemerintah, asuransi pengangguran, menyewa asset, bunga bank serta sumbangan dalam bentuk lain. Tingkat pendapatan (income level) adalah tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seorang individu atau keluarga yang didasarkan atau penghasilan mereka atau sumber-sumber pendapat lain (Samuelson dan Nordheus, 1995). Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang adalah sama dengan harga barang dari barang tersebut (Sukirno, 1996)
Kinerja Peternak Pendapatan peternak secara mandiri maupun bermitra sangat menentukan dalam analisis usaha ternak. Analisis usaha ternak sering digunakan untuk optimalisasi produksi sehingga dapat dilihat efisiensi penggunaan factor-faktor yang mempengaruhi kinerja peternak. Faktor kinerja peternak secara mandiri maupun bermitra lebih berhubungan dengan tingkat pendapatan. Selain itu juga ada faktor-faktor konversi ransum, mortalitas, bobot hidup, umur panen dan Indeks prestasi yang menunjang produksi. Semua faktor produksi akan
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh pada pendapatan usaha petani ternak. Produksi yang terus meningkat ditentukan oleh tersedianya teknologi maju yang lebih baik, penyediaan sarana dan prasarana, perbaikan sistem pemasaran dan harga serta keuntungan usaha yang lebih menarik. Industri perunggasan di Indonesia hingga saat ini berkembang sesuai dengan kemajuan
perunggasan
global
yang
mengarah
kepada
sasaran
mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, namun upaya pembangunan industri
perunggasan tersebut masih menghadapi tantangan global yang
mencakup kesiapan daya saing produk, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja peternak. Ada beberapa faktor yang yang secara bersama-sama sangat berpengaruh kepada kinerja peternak ayam broiler yaitu:
1. Mortalitas Ayam Broiler Mortalitas atau kematian adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha pengembangan peternakan ayam. Tingkat kematian yang tinggi pada ayam broiler sering terjadi pada periode awal atau starter dan semakin rendah pada periode akhir atau finisher. Angka mortalitas diperoleh dari perbandingan jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam yang dipelihara (Lacy dan Vest, 2000). Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa fakor,
diantaranya
bobot
badan, bangsa,
tipe
ayam,
iklim,
kebersihan
lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit (North dan Bell, 1990). Kematian pada suhu yang tinggi dapat mencapai 30% dari total populasi (Tarmudji, 2004). Fairchild dan Lacy (2006) menyatakan fungsi dari sistem ventilasi pada pemeliharaan ayam broiler adalah untuk mengurangi jumlah amoniak yang dapat mengganggu
produksi.
Faktor
penyakit
sangat
dominan
sebagai
penyebab kematian utama ayam broiler. Retno (1998) melaporkan bahwa penyakit CRD ini dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi Escheria coli, Infectius Bronchitis (IB), dan Newcastle Desease (ND). Menurut Lacy dan Vest (2000), mortalitas ayam pedaging adalah sekitar 5%. Pemberian vaksin dan
Universitas Sumatera Utara
obat-obatan serta sanitasi sekitar kandang perlu dilakukan untuk menekan tingkat kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990) bahwa tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa fakor, diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit.
2. Konversi Ransum (FCR) Ayam Broiler Nilai konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, tipe pakan
yang digunakan,
feed additive
yang digunakan dalam
ransum, manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James, 2004). Jumlah ransum yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi ransum atau Feed Conversi Ratio (FCR). FCR merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Angka konversi ransum yang kecil berarti jumlah ransum yang menghasilkan
satu
kilogram
daging
semakin
digunakan
sedikit
untuk
(Edjeng dan
Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi konversi ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al., 2007). Ayam yang semakin besar akan makan lebih banyak untuk menjaga ukuran berat badan. Sebesar 80% protein digunakan untuk menjaga berat badan dan 20% untuk pertumbuhan sehingga efisiensi pakan menjadi berkurang. Bila nilai konversi pakan
sudah
jauh
di
atas
angka
dua,
maka
pemeliharaannya sudah kurang menguntungkan lagi. Oleh karena itu, ayam broiler biasanya dipasarkan maksimal pada umur enam minggu.
3. Bobot Hidup Beternak ayam ras pedaging lebih cepat mendatangkan hasil dari pada beternak ayam buras. Pada umumnya pemeliharaan selama 5-8 minggu saja ayam sudah mempunyai bobot badan antara 1,5-1,8 kg/ekor dan bisa segera dijual. Bobot Hidup adalah Jumlah berat keseluruhan ternak ayam pedaging yang dijual dibagi dengan jumlah ternak (ekor) dan dinyatakan dalam satuan Kilogram (Kg) per ekor.
Universitas Sumatera Utara
4. Indeks Prestasi Ayam Broiler Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pemeliharaan adalah dengan menghitung indeks prestasi. Indeks Prestasi (IP) adalah suatu formula yang umum digunakan untuk mengetahui performa ayam broiler. Semakin besar nilai IP yang diperoleh, semakin baik prestasi ayam dansemakin efisien penggunaan pakan (Fadilah, 2007). Nilai indeks prestasi dihitung berdasarkan bobot badan siap potong, konversi pakan, umur panen,
dan jumlah
(Kamara,
2009).
persentase
ayam yang
hidup
selama
pemeliharaan
Nilai yang diperoleh dibandingkan terhadap standar. Nilai
indeks prestasi dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut: Indeks Pr estasi =
% Ayam Hidup x Bobot Hidup ( Kg ) x 100 Umur Panen x Konversi Ransum
Tabel 4. Kriteria Indeks Prestasi Indeks Performa (IP) < 300 301 – 325 326- 350 351–400 >400
Nilai Kurang Cukup Baik Sangat Baik Istimewa
Sumber: Santoso dan Sudaryani (2009)
Total Pendapatan Usaha Ternak Pendapatan usaha tani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau dengan kata lain pendapatan yang meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim, 2008) Pendapatan usaha ternak merupakan selisish antara penerimaan dan semua biaya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995): Pd = TR – TC dimana: Pd = Pendapatan usaha ternak TR = Total penerimaan
Universitas Sumatera Utara
TC = Total biaya Nilai total pendapatan adalah jumlah uang yang diterima dari penjualan suatu produk yaitu perkalian antara jumlah harga (P) dan jumlah barang (Q) atau dapat dirumuskan sebagai TR = P x Q, dimana TR adalah total revenue (total pendapatan), P adalah harga jual produk dan Q adalah jumlah barang (Sukoco, 2011). Penerimaan dalam suatu peternakan terdiri dari: 1. Hasil produksi utama berupa penjualan ayam ras pedaging, baik itu berat hidup atau berat karkas. 2. Hasil menjual feses atau alas litter yang laku dijual kepada petani sayur-mayur (Rasyaf, 1995). Menurut Boediono (2002), penerimaan (Revenue) adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output. Ada dua konsep penerimaan yang penting hasil penjualan outputnya. (1) Total Revenue (TR) yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya. TR adalah output kali harga jual output; (2) Marginal Revenue (MR), yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan tambahan penjualan satu unit output. Kadarsan (1995) menyatakan penerimaan adalah nilai hasil dan output karena perusahaan telah menjual atau menyerahkan sejumlah barang atau jasa kepada pihak pembeli. Selanjutnya dikatakan penerimaan perusahaan bersumber dari penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternakan. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk konsumsi keluarga harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun pada akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Tujuan pencatatan penerimaan ini adalah memperlihatkan sejelas mungkin berapa besar penerimaan dan penjualan hasil operasional dan penerimaan lain-lain. Tingkat pendapatan usaha peternakan ayam ras pedaging ditentukan oleh besarnya dari hasil penjualan daging dan besarnya biaya produksi. Pendapatan usaha peternakan ayam ras pedaging selain dipengaruhi oleh faktor harga, juga sangat tergantung pada tingkat produksi, biaya pakan, DOC, tenaga kerja serta biaya kandang dan peralatan (Rani Hastuti, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Revenue of Cost R/C adalah singkatan dari revenue of cost ratio yaitu perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio perbandingan antara penerimaan dan biaya total, yang menurut (Soekartawi, 2002) persamaannya dapat ditulis: a = R/C dimana: R = Py. Y C = FC + VC a = {(Py.Y) / (FC+VC)} R = Penerimaan C = Biaya Py = Harga output Y = output FC = Biaya tetap (fixed cost) VC = Biaya variable (variable cost) R/C ratio dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Bila R/C > 1, maka artinya usaha ternak mendapatkan keuntungan b. Bila R/C < 1, maka usaha ternak mengalami kerugian c. Bila R/C = 1, maka usaha ternak impas (tidak untuk/ tidak rugi) Menurut Kadarsan (1995), R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha ternak. Analisis ini dapat digunakan untuk mngukur tingkat keuntungan relative kegiatan usaha ternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui, apakah suatu usaha ternak menguntungkan atau tidak. Nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Semakin besar nilai R/C, maka semakin baik usaha ternak
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Usaha ternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu. Rumus yang digunakan adalah: R / C Rasio =
Total Penerimaan Total Biaya
Dengan kriteria: R/C rasio > 1 = usaha untung R/C rasio = 1 = usaha impas atau tidak untung dan tidak rugi R/C rasio < 1 = usaha rugi.
Universitas Sumatera Utara