BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bank Syariah dan Tujuan Syariah Bank syariah adalah lembaga keuangan yang menjadikan Al-Quran dan
Hadits sebagai rujukan filosofis dan operasional. Bank syariah harus mampu menerjemahkan pernyataan-pernyataan moral di dalam Al-Quran dan Hadits serta sumber-sumber hukum Islam lain dalam operasionalnya (Dimyati, Ahmad. 2008:6). Sebagai suatu sistem keuangan yang berdasarkan syariat Islam, arah dan tujuan didirikannya keuangan Islam haruslah untuk mewujudkan tujuan syariah (maqasid syariah) (Hidayat, Sutan Emir 2008:8). Awal berdirinya bank syariah ditujukan untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan umat secara luas dunia dan akhirat. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah maqashid syariah menjadi sandaran utama dalam setiap pergerakan bisnisnya seperti pengembangan operasional dan produk-produk serta sebagai acuan untuk melaksanakan fungsi sosial pada institusi berbasis islam. Yusof et.al (2009:12) menjelaskan bahwa tujuan perusahaan adalah falah yang merupakan pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat atau material dan kesejahteraan rohani. Pencapaian falah atau kesejahteraan sesuai dengan syariah merupakan fokus utama dari kegiatan manusia di dunia. Sehingga produsen dan konsumen, akan mencoba untuk memaksimalkan kesejahteraan di dunia maupun
13
14
di akhirat. Perusahaan-perusahaan yang berjalan dengan etika Islam seharusnya tidak hanya menciptakan kemakmuran materi tetapi juga menciptakan kesejahteraan mental dan kesejahteraan rohani (Tanjung, Hendri & Abrista Devi 2013:8). Sistem perbankan islam, seperti halnya aspek-aspek lain dari pandangan hidup islam, merupakan sarana pendukung untuk mewujudkan tujuan dari sistem sosial dan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Chapra M Umer (2000:180) bahwa bank syariah sebagai lembaga keuangan tidak hanya memberikan layanan keuangan yang halal, sebagai sebuah sistem keuangan dan perbankan syariah diharapkan juga memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan sosio-ekonomi Islam. Beberapa tujuan dan fungsi penting yang diharapkan dari sistem perbankan Islam menurut Chapra M Umer (2000:182) antara lain: a. Kemakmuran ekonomi yang meluas dengan tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum. b. Keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata. c. Stabilitas nilai uang untuk memungkinkan alat tukar tersebut menjadi
suatu
unit
perhitungan
yang
terpercaya,
pembayaran yang adil dan nilai simpan yang stabil.
standar
15
d. Mobilisasi dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan cara-cara tertentu yang menjamin bahwa pihak-pihak yang berkepentingan mendapatkan bagian pengembalian yang adil. e. Pelayanan yang efektif atas semua jasa-jasa yang biasanya diharapkan dari sistem perbankan. Tujuan syariah menurut Adelabu, Abdulwaheed (2011:84) dikategorikan kepada : 1. Pendidikan (tahdib al-fard), 2. Keadilan (iqamah al-‘adl), dan 3. Kesejahteraan umat (jalb al-maslahah). Peranan institusi keuangan Islam, seperti bank syariah dalam mewujudkan ketiga tujuan tersebut sangatlah penting. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, bank syariah perlu terlibat aktif dalam sosialiasi dan edukasi tentang keuangan dan perbankan syariah kepada masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan institusi pendidikan, institusi pelatihan, dan media masa. Tujuan menegakkan keadilan dapat diwujudkan bank syariah dengan bersikap transparan dalam laporan keuangan, adil dalam pembagian keuntungan dengan nasabah, dan adil dalam pembebanan setiap biaya jasa. Sedangkan kesejahteraan umat juga dapat diwujudkan bank syariah melalui alokasi pembiayaan (financing) kepada sektor-sektor yang membawa manfaat bagi masyarakat luas. Tujuan syariah tersebut dapat terpenuhi dengan terpenuhinya lima kebutuhan dasar manusia yang digagas oleh Imam Ghazali
16
yaitu agama, jiwa, akal pikiran, harta dan keturunan. Kelima kebutuhan dasar tersebut harus tercermin pada produk-produk dan operasional bank syariah.
2.2
Harapan Stakeholders Bank Syariah Stakeholders menurut Gregory T Fraker (2006:123) merupakan individu
atau kelompok yang bisa mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh lembaga atau institusi sebagai dampak dari aktivitas-aktivitasnya. Damodar N Gujarati & Porter (2012:21) stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Ekspektasi stakeholder terhadap bank syariah tentu berbeda dengan bank konvensional. Hal ini didasari oleh kesadaran bahwasanya bank syariah dikembangkan sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha sejalan dengan prinsip – prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Dalam struktur tata kelola perbankan syariah akan melibatkan lebih banyak pihak dari pada perbankan konvensional, karena perbankan syariah memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki perbankan konvensional (Setiawan Azis Budi, 2009:109).
17
Beragamnya stakeholder bank syariah merupakan karakter khas dari bank syariah itu sendiri. Hal ini menuntut pengaturan yang jelas tentang batasan hak, kewenangan, dan kewajiban dari setiap unsur tersebut untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan serta menjamin keadilan untuk masing-masing pihak. Islam sangat menekankan perlindungan semua stakeholder dengan adil. Dalam konsep Islam sangat memprioritaskan pada realisasi keadilan dan kewajaran. Dengan ini diharapkan seluruh kepentingan stakeholder dapat terakomodasi dengan adil dan wajar (Setiawan Azis Budi, 2009:111). Adapun kepentingan dan harapan dari seluruh stakeholder bank syariah dapat diidentifikasi sebagai berikut.
No
Tabel 2.1 Kepentingan dan Harapan Stakeholder Bank Syariah Stakeholder Kepentingan dan Harapan
1
Manajemen
- Profitabilitas, likuiditas, dan kualitas aset yang baik - Gaji, tunjangan, dan fasilitas yang baik.
2
Pegawai
-
3
Pemegang Saham
4
Pemegang Investasi Mudharabah
Gaji dan tunjangan yang baik Fasilitas peningkatan kompetensi SDI - Penghargaan atas inovasi dan kreatifitas - Profitabilitas, likuiditas, dan kualitas aset yang baik - Dividen yang baik dan peningkatan harga saham - Bagi hasil (profit sharing) yang tinggi - Investasi yang aman
5
Pemegang Giro Wadiah
-
6
Pemerintah
7
Masyarakat
-
Fasilitas jasa bank yang baik - Bonus yang memadai - Kontribusi pada pembangunan ekonomi nasional - Kontribusi pembayaran pajak - Kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk zakat perusahaan, pembiayaan qardh, dan peran edukasi publik - Kontribusi dalam pembangunan ekonomi
18
berupa dorongan pertumbuhan dunia usaha dan realisasi investasi - Kontribusi dalam redistribusi pembangunan ekonomi. Sumber: Dikembangkan oleh Setiawan Azis Budi (2009) dari Chapra & Ahmad (2002)
2.3
Kinerja Sosial dalam Perspektif Islam Menurut
Shahid
Saleem
(2007),
Islam
mempunyai
prinsip
pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, seperti antara jiwa dan raga, individu dan sosial, aktivitas bisnis dan aktivitas sosial. Dalam Islam, aktivitas bisnis tidak hanya untuk mencapai kepuasan materi dan memenuhi keinginan saja, akan tetapi poin pentingnya adalah bagaimana agar setiap aktivitas yang dilakukan memenuhi perintah agama dan mencapai tujuan non-materi yaitu memenuhi kebutuhan sosial). Tanggung jawab sosial merujuk kepada kewajiban organisasi untuk melindungi dan berkontribusi kepada masyarakat (Rafik Issa Beekun , 1997:30). Tanggung jawab sosial dalam Islam berasal dari konsep persaudaraan dan keadilan sosial (Syed Nawab Haider Naqvi, 1981:22). Tanggung jawab sosial merupakan salah satu tugas manusia yang merupakan amanah dari Allah, satu sisi merupakan wujud ketaatan kepada Allah dan di sisi lain berfungsi sebagai tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi (Muhammad Yasir Yusuf dan Zakaria Bin Bahari, 2008:652). Sebagai khalifah seorang usahawan tidak bebas dari tanggung jawab dan akuntabilitas kepada Allah. Amanah yang diberikan harus dijaga dengan baik melalui pengaturan harta dan kemampuan agar dapat menciptakan nilai tambah
19
maksimum dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dengan menciptakan manfaat bagi masyarakat (Barjoyai Badai, 2002:30). Hal ini merupakan pesan dari sebuah hadits “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain” (HR. Ahmad, Thabrani). Pembahasan mengenai tanggung jawab sosial sering disebutkan dalam AlQuran. Al-Quran selalu menghubungkan kesuksesan dalam bisnis dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh etika pengusaha dalam bisnis. Dalam QS. An-Najm ayat 31 dan 39-40 serta QS. Al-Araf ayat 56, sesungguhnya menggambarkan bahwa apa yang dilakukan seseorang akan kembali kepada diri seseorang tersebut. Dalam QS. An-Najm ayat 31 dikatakan bahwa Allah akan memberi balasan bagi orang-orang yang berbuat baik, dalam ayat 39-40 dikatakan bahwa manusia akan memperoleh apa yang telah diusahakannya. Sedangkan dalam QS. Al-Araf ayat 56 tertulis “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. Menurut Muhammad Yasir Yusuf Zakaria Bin (2008:198), beberapa prinsip Islam dalam menjalankan bisnis yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial adalah : 1. Menjaga lingkungan dan melestarikannya (QS. Al-Maidah: 32, QS. AlBaqarah: 205) 2. Upaya untuk kesejahteraan masyarakat (Surat Al-Hasyr: 7, QS. AtTaghabun: 16, QS Al-Baqarah: 245)
20
3. Mendahulukan sesuatu yang bermoral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, walaupun mendatangkan keuntungan yang lebih besar (QS. Al- Maidah: 103) 4. Jujur dan amanah (QS. Al-Anfal: 27) Dengan adanya tanggung jawab sosial, disinilah konsep dari komunitas bahwa masyarakat mempunyai hak dan bagian dari hak orang lain. Dalam islam, organisasi bisnis dipertimbangkan sebagai institusi manusia yang merupakan bagian dari komunitas. Artinya operasional bank syariah juga harus memberikan kontribusi kepada masyarakat. Dengan demikian konsep tanggung jawab sosial adalah komitmen alami lembaga islam khususnya bank syariah yang tujuannya diarahkan agar membentuk persaudaraan (brotherhood), kesetaraan sosial dan pemerataan (Diana Yumanita & Ascarya, 2005:221), sejalan dengan pendapat Menurut Muhammad Yasir Yusuf Zakaria Bin (2008:119) bahwa keberadaan bank syariah adalah untuk memenuhi tanggung jawab sosial.
2.4
Kinerja Sosial Bank Syariah Berdasarkan tujuan syariah yang hendak dicapai melalui bank syariah,
maka bank syariah memiliki dua fungsi penting yaitu fungsi bisnis dan fungsi sosial. Kedua fungsi ini pun tercantum dalam UU No. 21 Tahun 2008 bahwa selain berkewajiban menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
21
menyalurkannya pada organisasi pengelola zakat. Selain itu Bank Umum Syariah dan UUS juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Namun, dalam UU dikatakan bahwa fungsi sosial hanya terbatas pada zakat, infak, sedekah, hibah dan dana sosial lainnya. Padahal maqashid syariah mengarahkan bank syariah untuk melakukan seluruh aktivitasnya secara lebih luas dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal senada juga disampaikan oleh Antonio MB Handrie (2009:15) yang menyatakan bahwa bank syariah selain memiliki fungsi sebagai pengelola investasi dan penyedia jasa-jasa keuangan juga memiliki jasa sosial. Dalam pandangannya,
konsep
perbankan
Islam
mengharuskan
bank
syariah
melaksanakan jasa sosial, bisa melalui dana pinjaman (qard), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jauh lagi menurutnya, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank Islam memainkan peran dalam pengembangan sumber daya insani (SDI) dan menyumbang dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan hidup. Menurut Aziz Budi Setiawan (2010:119), oleh karena karakter bank syariah yang memiliki fungsi sosial, maka alat ukur dikembangkan secara berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kekhususan model operasi bank syariah tersebut. Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa kesadaran akan perbedaan bank syariah dengan bank konvensional karena perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam didirikan juga untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi Islam seperti mewujudkan keadilan distribusi, dan seterusnya. Hal
22
lain adalah bahwa karakter khas bank syariah yang memiliki fungsi sosial dimana fungsi tersebut dapat tercermin dari aktivitas pembiayaan, maka menjadi dasar dalam menghasilkan alat ukur kinerja bank syariah yang khas dan lebih komprehensif yaitu kinerja sosial pada bank syariah yang dapat direpresentasikan melalui aktivitas pembiayaan. Adanya pengukuran kinerja sosial yang direpresentasikan melalui pembiayaan ini sejalan dengan pendapat Muhammad Umer Chapra (1985:22) dalam bukunya berjudul Toward a Just Monetary System mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank.
2.4.1
Karakteristik Mudharabah-Musyarakah Pembiayaan bagi hasil terdiri dari pembiayaan dengan akad mudharabah
dan musyarakah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana (PSAK No. 59, 2002). Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya
23
mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank (PSAK No. 59, 2002). Sebagian besar ulama dan pakar sependapat bahwa bank syariah merupakan bank yang berprinsip utama bagi hasil, sehingga pembiayaan bagi hasil seharusnya lebih diutamakan dan dominan dibandingkan dengan pembiayaan non-bagi hasil. Selain itu pola pembiayaan bagi hasil, selain merupakan esensi pembiayaan syariah, juga lebih cocok untuk menggiatkan sektor riil, karena meningkatkan hubungan langsung dan pembagian risiko antara investor dengan pengusaha. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah memiliki manfaat sosial yang lebih banyak dan memiliki dampak ekonomi yang lebih kuat untuk meningkatkan kualitas perekonomian Indonesia (Ismal, 2013:26). Hal senada juga disampaikan oleh Ibrahim Warde (2011:15) bahwa pembiayaan bagi hasil adalah ciri yang paling otentik yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi yang paling tinggi di antara jenis pembiayaan yang lain. Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat dua benefit sekaligus yang melekat pada pembiayaan berbasis investasi ini. Dimensi ekonomis dapat dilihat dari kontribusi pembiayaan ini terhadap upaya pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Dampak pembiayaan bagi hasil menurut Iran Syauqi Beik (2006:64) adalah dapat menggerakkan sektor riil yaitu investasi meningkat, peningkatan kesempatan kerja, penurunan tingkat pengangguran pendapatan masyarakat bertambah. Shahid Saleem (2007:241) merekomendasikan mudharabah dan musyarakah karena memiliki efek dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat pengangguran. Selain
24
itu, musyarakah memiliki efek yang potensial dalam mengendalikan inflasi melalui mekanisme “joint venture”, sedangkan mudharabah memiliki efek potensial dalam mengendalikan inflasi melalui mekanisme “interest free”. Adanya bantuan dana investasi dari bank syariah akan menyebabkan peningkatan investasi yang disertai pembukaan usaha baru atau perluasan usaha yang sudah ada, sehingga akan menyerap banyak tenaga kerja atau Sumber Daya Insani (SDI) dan meningkatkan output kegiatan operasional. Sumber Daya Insani ini dapat melibatkan banyak pihak seperti supplier, kontraktor, tenaga ahli, pegawai, pekerja kasar dan halus, pemasar, penilai dll. Penyerapan tenaga kerja akan mengurangi pengangguran, sedangkan dari peningkatan output kegiatan ekonomi akan menghasilkan income bagi usaha yang selanjutnya berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Walaupun adanya kenaikan harga pada faktor produksi (inflasi), namun jika di barengi dengan kenaikan output produksi akan tetap meningkatkan pendapatan masyarakat. Dimensi sosial pada pembiayaan bagi hasil merupakan manfaat sosial dari penyaluran pembiayaan ini dalam rangka pembangunan komunitas. Shahid Saleem (2007:245) merekomendasikan penggunaan akad bagi hasil sebagai alat untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Ia mengatakan bahwa pembiayaan musyarakah dapat mendorong kemampuan manajemen bisnis sehingga mampu meningkatkan kualitas dan jumlah pekerja. Peningkatan taraf ekonomi masyarakat melalui peningkatan pendapatan akan meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini akan berdampak pada pengurangan jumlah kemiskinan. Adanya penurunan ini, akan menurunkan mustahik (penerima
25
zakat) yang berarti pemberi zakat bertambah (muzakki). Maka dapat dikatakan bahwa peran bank syariah juga untuk membantu meningkatkan muzakki. Pada akhirnya perubahan yang terjadi ini akan menurunkan disparitas income (kesenjangan antara si kaya dan si miskin). Konsep pemerataan atau menurunkan kesenjangan sosial ini sejalan dengan pendapat Wahbah Az-zuhayli dalam kitab al-fiqhu al islami wa adillatuhu bahwa “Qiyasan dari pembiayaan bagi hasil ibarat menyirami kebutuhan manusia karena di antara manusia itu ada yang kaya dan miskin. Satu sisi ada orang kaya tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengolah kekayaan itu atau untuk menjadikan modal usaha, di sisi lain ada orang yang tidak mempunyai harta namun diberi kemampuan untuk mengolah harta. Oleh karena itu, dalam berlakunya perjanjian ini sebenarnya memenuhi dua kebutuhan. Allah Swt tidak memberlakukan berbagai macam akad melainkan untuk kemaslahatan hamba-Nya dan memenuhi berbagai macam kebutuhannya.” Kondisi ideal yang diharapkan adalah terjadinya kesejahteraan sosial karena indikator hal ini akan tercapai ketika kesetaraan dapat tercapai (Yusof et al., 2009). Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan gambaran dimensi sosial dan ekonomi pada pembiayaan bagi hasil yang penulis kembangkan berdasarkan uraian di atas. Peningkatan proyek rill yg mendukung kegiatan ekonomi Bank Syariah
Usaha/ proyek
Menambah Output perekonomian
Mengurangi infalsi
Manfaat Ekonomis
Penyerapan SDI (Mengurangi pengangguran)
Peningkatan pendapatan (income perkapita dll.)
26
Manfaat Sosial
Nasabah (mudharib) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
Mengurangi jumlah kemiskinan
Meningkatkan muzakki
Mengurangi disparitas income
Gambar 2.1 Dimensi Sosial dan Ekonomi pada Pembiayaan Bagi Hasil Sumber : Hasil olahan penulis, dari berbagai sumber.
Berdasarkan gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa efek yang timbul akibat penyaluran pembiayaan menghasilkan multiplier effect yang dapat ditinjau pada dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi ekonomi dan sosial. Adanya dimensi sosial merupakan cerminan dari prinsip tolong-menolong atau ta’awun seperti yang diperintahkan Allah Swt. “Tolong-menolonglah dalam kebaikan dan taqwa” (QS. Al-Maidah:2) Dengan demikian, social and economic benefit dari pembiayaan bagi hasil secara keseluruhan merupakan suatu framework dalam mewujudkan kesejahteraan sosial (social welfare) yang merupakan tujuan syariah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sutan Emir Hidayat (2008:15), sebagai sistem keuangan yang sesuai syariat islam, maka menurutnya, arah dan tujuan didirikannya keuangan Islam mestilah untuk mewujudkan tujuan syariah (maqasid al-syariah). Menurut M Yasir Yusuf dan Zakaria Bin Bahari (2008:12), Profit and Loss Sharing merupakan salah satu item pada kriteria Guarantee of Welfare (Jaminan Kesejahteraan) dalam Islamic Corporate Social Responsibility yang dapat dilaksanakan oleh stakeholder (shareholder, customer and community) karena Islam sangat peduli dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi
27
manusia terutama bagi orang-orang yang terlibat dalam suatu pekerjaan. Hubungan antara pekerja dengan pengusaha, staf dengan manajer harus memiliki regulasi dengan norma-norma sebagai pedoman khusus agar keadilan, persaudaraan (brotherhood) dan kesejahteraan dapat terwujud. Rasio intensitas pembiayaan profit sharing atau mudharabah-musyarakah ratio (MMR) digunakan untuk mengukur besarnya fungsi intermediasi bank syariah melalui penyaluran dana dengan akad profit sharing (Azis Budi Setiawan, 2009:30). Nilai rasio ini dihitung dengan membagi jumlah pembiayan mudharabah dan musyarakah dengan total pembiayaan (Abdus Samad& M Kabir Hasan (2000:28), Hameed, et. Al (2004), Azis Budi Setiawan (2009:32)). MMR = Jumlah pembiayaan Mudharabah + Musyarakah Total Pembiayaan Menurut Hameed, et. al. (2004:21) karena sasaran utama dari bank syariah adalah profit sharing, maka sangat penting untuk mengidentifikasi sejauh mana bank syariah telah mencapai sasaran ini. Semakin tinggi rasio pembiayaan ini menunjukkan komitmen kepada pembangunan komunitas yang lebih tinggi. Dengan demikian secara umum semakin besar hasil rasio ini maka kontribusi bank syariah untuk pengembangan sektor usaha dan pembangunan ekonomi umat semakin besar.
2.4.2 Karakteristik Qardh sebagai Kinerja Sosial Bank Syariah Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
28
peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan namun tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian (PSAK No.59, 2002). Qardh dijelaskan pula dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 245:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Ketika seseorang memberikan suatu pinjaman qardh al hasan kepada seseorang yang menbutuhkan tanpa mengharapkan imbalan diatas jumlah pokoknya yang peminjam diwajibkan untuk membayarnya, Allah menjanjikan suatu imbalan yang berlipat dari jumlah tersebut. Allah menambahkan bahwa orang yang memberi pinjaman akan menerima ”Ajr-un Kareem” suatu kompensasi yang sangat baik melebihi apa yang dibayangkan. Maka, tidak ada indikasi dari ayat-ayat tersebut diatas bahwa imbalan/reward yang diberikan oleh Allah hanya sebatas pada hari akhir saja. Prinsip keadilan dalam Islam dapat dijabarkan melalui pemberantasan eksploitasi pada masyarakat dan menghindari akumulasi kekayaan pada segelintir
29
orang. Maka, menurut Ben Arab Mounira dan Anas (2009:15), tujuan utama dari pinjaman qardh adalah : a. Untuk menghapus diskriminasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat melalui pembentukan hubungan yang lebih baik antara miskin dan kaya. b. Pemerataan kekayaan diantara masyarakat. c. Memfasilitasi masyarakat yang membutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Selain akan mempengaruhi kesejahteraan sosial, tindakan pinjaman kebaikan juga dapat membawa manfaat ganda bagi individu dan perusahaan. Pertama, pinjaman kebaikan dapat menciptakan citra positif bagi individu dan perusahaan. Kedua, mendapatkan formasi jaringan bisnis baru yang akan meningkatkan keuntungan (Yusuf dan Bahari, 2008:98). Menurut Muhammad Yasir Yusuf dan Zakaria Bin Bahari (2008:122), Qardh merupakan salah satu item pada kriteria charity for preservation of virtue (amal dan pelestarian kebajikan) dalam penilaian Islamic Criteria of CSR, yang dapat dilaksanakan oleh bank syariah dengan melibatkan stakeholder (worker and community) untuk mewujudkan persaudaraan (brotherhood) dan maslahah. Akad qardh dalam bank syariah adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus maupun cicilan. Menurut Syafi’i Antonio (2012:51), qardh adalah pemberian harta kepada
30
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Landasan syariah akad qardh adalah fatwa DSN MUI No.19/DSN-MUI/IV/2000. Fitur dan mekanisme akad qardh adalah sebagai berikut: 1. Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (qardh) kepada nasabah berdasarkan kesepakatan. 2. Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai akad. 3. Bank dilarang untuk membebankan biaya apapun atas penyaluran pembiayaan atas qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran. 4. Pengembalian jumlah pembiayaan atas qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati. 5. Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal (Adiwarman Karim, 2011:31), yaitu : 1. Sebagai pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji. 2. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank
31
melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan. 3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil. 4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, di mana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya. Rasio pembiayaan qardh atau qardh ratio (QR) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi pembiayaan qardh bank syariah tersebut. QR dihitung dengan membandingkan pembiayaan qardh dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah (Setiawan, 2009:34). Qardh Ratio = Jumlah Pembiayaan Qardh Total Pembiayaan Dengan demikian, Semakin tinggi komponen ini mengindikasikan kepedulian bank syariah yang tinggi kepada pihak yang mengalami kesulitan (Azis Budi Setiawan, 2009:34).
2.5 Kinerja Keuangan Evaluasi kinerja adalah suatu metode untuk mengukur pencapaian perusahaan berbasis pada target – target yang disusun diawal. Dalam Islam, keberadaan evaluasi kinerja sangat dianjurkan. Konsep muhasabah merupakan representasi yang mendasar dari evaluasi kinerja, yang bisa diterapkan untuk individu atau perusahaan (Hameed, 2004:27).
32
Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Suatu kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mutaminah, 2009: 22). Dalam hal ini, kinerja bank syariah dipengaruhi oleh tujuan syariah (maqashid syariah) yaitu untuk mencapai falah. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.
2.5.1 Pengukuran Kinerja dengan Metode MSI (Maqashid Shariah Index) Secara bahasa maqashid sharia terdiri dari dua suku kata yaitu maqashid dan syar’i. Maqashid adalah bentuk jamak dari maqshud yang berarti tujuan, sedangkan syar’i berarti jalan menuju sumber (Ahmad Dimyati, 2008:43). Secara sederhana maqashid sharia berarti tujuan dari disyariatkan hukum dalam Islam. Dr. Mohammad al-Yubu mendefinisikan maqashid sharia adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang telah ditetapkan Allah dalam syariat baik yang khusus atau umum yang bertujuan merealisasikan kemaslahatan hamba. Aji Dedi Mulawarman (2007:41) menyatakan maqashid sharia atau tujuan syariah adalah untuk menciptakan public interest dan menghindari keburukan identik sesuai dengan pendapat Al Mubarak (2010:21) mengenai maqashid sharia yang meliputi tiga aspek penting yaitu educating individual, establishing justice dan public interest. Maqashid sharia index berdasarkan metode Sekaran menurut Al Mubarak (2010:73) adalah karakteristik perilaku-perilaku yang akan diukur diturunkan ke
33
dalam suatu konsep, yang dinotasikan sebagai (C). Konsep akan diturunkan lagi ke dalam beberapa dimensi yang akan lebih mudah diamati dan terukur, yang dinotasikan dengan (D). Dimensi akan diturunkan kembali dalam beberapa unsur yang lebih jelas pengukurannya, yang dinotasikan dengan (E). Contoh metode Sekaran digambarkan dengan perilaku haus yang dialami seseorang. Perilaku haus adalah konsep (C) dalam metode ini. Agar dapat diukur, perilaku haus harus dapat diamati melalui seberapa sering orang meminum cairan, yang dalam hal ini disebut dimensi (D). Dimensi agar lebih jelas pengukurannya, maka diturunkan lagi pada unsur-unsur yang lebih terukur, misalnya seberapa gelas yang cairan yang telah dihabiskan oleh orang tersebut untuk menghilangkan hausnya. Inilah yang dimaksud dengan pengukuran perilaku berdasarkan karakteristik atau kriteria tertentu dalam metode Sekaran. Metode Sekaran dapat diilustrasikan melalui gambar di bawah ini. dimana D untuk dimensi dan E untuk elemen (unsur).
D
D D
D
E
E
E
E
Gambar 2.2 Definisi Operasional dari Tujuan-Tujuan Perbankan Syariah Berdasarkan Maqashid Sharia Index Sumber : Hasil olahan penulis, dari berbagai sumber.
34
Dengan menggunakan metode Sekaran, maka tujuan-tujuan perbankan menurut kerangka maqashid sharia yang telah dijelaskan sebelum pada bagian kedua yang meliputi : pendidikan bagi individu, establishing justice dan mewujudkan public interest dapat dijelaskan secara operasional. Masing-masing tujuan diterjemahkan sebagai konsep (C), kemudian dengan karakterisktik tertentu diturunkan kedalam dimensi yang terukur (D). Dimensi secara jelas dapat diturunkan lagi ke dalam unsur-unsur tertentu yang dapat dengan mudah diukur (E). Rasio-rasio yang digunakan adalah: R1. Education grant/total income R2. Research expense/total expenses R3. Training expense/total expense R4. Publicity expense/total expense R5. Profit/total income R6.Financing/total investment R8. Net profit/total asset R9. Zakah/net income R10. Invesment deposit/total deposit Al Mubarak (2010:101) mengemukakan bahwa rasio-rasio tersebut dipilih karena mendekati dengan tujuan-tujuan perbankan yang lebih mendekati nilainilai Islam (syariah) dapat diwakilkan melalui rasio-rasio ini. Dimensi dan unsur dapat dengan mudah diidentifikasi melalui tujuan-tujuan tersebut .
35
Rasio-rasio yang dipaparkan di atas adalah rasio yang memenuhi kriteria maqashid sharia. Adapun penggambaran rasio-rasio tersebut serta hubungannya dalam kerangka maqashid sharia adalah: 1) Educating Individual a. Advancement Knowledge (R1 & R2) Bank
syariah
dituntut
untuk
ikut
berperan
serta
dalam
mengembangkan pengetahuan tidak hanya pegawainya tetapi juga masyarakat umum. Peran ini dapat diukur melalui elemen seberapa besar bank syariah memberikan beasiswa pendidikan (education grant) dan melakukan penelitian pengembangan (research). Semakin besar dana beasiswa dan biaya penelitian yang dikeluarkan bank syariah, menunjukkan bahwa bank syariah semakin perhatian terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat.
b. Interesting New Skill and Improvement (R3) Dalam meningkatkan keahlian dan pengetahuan pegawainya bank syariah juga harus berperan besar. Rasio pengukurannya dapat diukur melalui seberapa besar biaya pelatihan teradap total biayanya (training expenses/total expenses). Semakin besar rasio biaya training yang dikeluarkan oleh pihak bank syariah, menunjukkan bahwa perhatian bank terhadap keahlian dan pendidikan pegawainya cukup besar.
36
c. Creating awareness of Islamic Banking (R4) Peran bank syariah dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya tentang perbankan syariah adalah dengan melakukan sosialisasi dan publikasi perbankan syariah dalam bentuk informasi produk bank syariah, operasional dan sistem ekonomi syariah. Semakin besar promosi dan publikasi yang dilakukan perbankan syariah, akan berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perbankan syariah.
2) Establishing Justice a.
Fair Return (R5) Bank syariah dituntut untuk dapat melakukan transaksi secara adil yang tidak merugikan nasabahnya. Salah satunya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan hasil yang adil dan setara (fair return) melalui persentase laba yang diperoleh dari total pendapatan. Semakin banyak laba yang diperoleh perusahaan akan berdampak pada peningkatan bagi hasil kepada nasabah.
b.
Functional Distribution (R6) Pengukuran dilakukan dengan menghitung rasio kinerja melalui pembiayaan bagi hasil / total investment modes yaitu menghitung seberapa besar pembiayaan dengan skema bagi hasil melalui akad mudharabah dan musyarakah yang dilakukan oleh bank syariah. Semakin tinggi model pembiayaan dengan akan mudharabah dan
37
musyarakah menunjukkan bank syariah meningkatkan fungsinya untuk mewujudkan keadilan sosial melalui skema bagi hasil. c. Elementation of Injustices (R7) Riba (suku bunga) merupakan salah satu instrumen yang dilarang dalam sistem perbankan dan keuangan syariah. Hal ini disebabkan riba memberikan dampak buruk terhadap perekonomian dan menyebabkan
ketidakadilan
dalam
transaksi
ekonomi.
Riba
memberikan kesempatan yang luas kepada golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Bank syariah dituntut untuk menjalankan aktivitas perbankan khususnya investasi dilakukan terbebas dari riba. Semakin tinggi rasio investasi terhadap total investasinya, akan berdampak positif terhadap berkurangnya kesenjangan
pendapatan
dan
kekayaan
dalam
kehidupan
bermasyarakat. Hal ini dapat diukur melalui rasio interest free income terhadap total income. 3) Public interest a. Profitability of Bank (R8) Semakin besar keuntungan yang diperoleh bank syariah maka akan berdampak pada peningkatan public interest tidak hanya pemilik dan pegawai bank syariah tetapi juga berdampak pada semua stakeholder perbankan syariah. Hal ini dapat terlihat dari rasio profitabilitas bank syariah yang dapat diukur melalui seberapa besar net terhadap total asset bank syariah.
38
b. Redistribution of Inacome & Wealth (R9) Salah satu peran penting keberadaan bank syariah adalah untuk mendistribusikan kekayaan pada kesemua golongan. Peran ini dapat dilakukan bank syariah melaui pendistribusian dana zakat yang dikeluarkan oleh bank syariah. Peran ini dapat diukur melalui seberapa besar rasio zakat yang dibayar bank syariah terhadap total pendapatan bank syariah tersebut. c. Investment in Real Sector (R10) Keberadaan
bank
syariah
diharapkan
mampu
mendorong
pertumbuhan sektor rill yang selama ini tidak seimbang dengan sektor keuangan. Prinsip dan akad-akad bank syariah dinilai lebih sesuai dalam pengembangan sektor riil, sehingga tingkat pembiayaan bank syariah diharapkan lebih banyak pada sektor riil tersebut sebagai sektor, pertanian, pertambangan, konstruksi, manufaktur dan usaha mikro. Salah satu cara pengukuran yang dilakukan untuk melihat seberapa besar pembiayaan bank syariah terdapat sektorsektor riil dibandingkan dengan total pembiayaan bank tersebut (Investment deposit/total deposit). Semakin tinggi pembiayaan yang disalurkan ke sektor riil yang dilakukan bank syariah akan mendorong terjadinya pengembangan ekonomi sektor riil yang akan memberikan kemaslahatan kepada seluruh lapisan masyarakat.
39
Tabel 2.2 Rasio Kinerja (Performance Ratio) Maqashid Sharia Index Konsep (Tujuan)
Dimensi
D1.
1.
Educating Individual
Elemen (Unsur)
E1. Hibah Pendidikan R1. Hibah Pendidikan/ Total Pendapatan
Meningkatkan Pengetahuan
Menambah dan D2. Meningkatkan kemampuan baru Menciptakan Kesadaran D3. Masyarakat akan Keberadaan Bank Syariah
Establishing Justice
3. Public Interest
Laporan Tahunan
E2. Penelitian
R2. Biaya Penelitian/ Total Biaya
E3. Pelatihan
R3. Biaya Pelatihan/ Total Biaya
Laporan Tahunan
E4. Publisitas
R4. Biaya Publisitas/ Total Biaya
Laporan Tahunan
D5
Produk & Layanan Terjangkau Penghapusan D6 Ketidakadilan
Pengambilan yang R5. Adil Biaya yang E6. R6. terjangkau Produk Bank E7. R7. Non Bunga
D7 Profitabilitas
E8. Rasio Laba
D4 Kontrak yang Adil 2.
Sumber Data
Rasio Kinerja
E5.
D8
Pendistribusian Kekayaan & Laba
D9
Investasi pada E10.Rasio Investasi Sektor Rill yang Vital
E9.
Pendapatan Personal
Laporan Tahunan Laporan Tahunan Laporan Tahunan Laporan Tahunan Laporan Tahunan
Laba/ Total Pendapatan Total Pembiayaan Bagi Hasil/ Total Investasi Pendapatan Non Bunga/ Total Pendapatan
R8. Laba Bersih/ Total Aktiva R9. Zakat/ Laba Bersih R10.
Penyaluran untuk investasi/ Total Penyaluran
Laporan Tahunan
Sumber: Dikembangkan oleh Syafi’i (2012:92)
Tabel 2.3 Rata- Rata Pembobotan Unsur Maqashid Sharia Index Tujuan
Rata-rata pembobotan (skala 100%)
Unsur-unsur E1.
1.
2.
Pendidikan
Keadilan
3. Kesejahteraan
30
41
29
Hibah Pendidikan
Rata-rata Pembobotan (skala 100%) 24
E2. Penelitian
27
E3. Pelatihan E4. Publisitas
26 23
TOTAL
100
E5. Pengambilan yang Adil E6. Biaya yang terjangkau
30 32
E7. Produk Bank Non Bunga
38
TOTAL E8. Rasio Laba E9. Pendapatan Personal E10.Rasio Investasi TOTAL
100 33 30 37 100
Sumber: Dikembangkan oleh Imam Al-Syahthibiy (2013:59)
40
2.6
Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kinerja bank syariah lebih
banyak berfokus pada kinerja keuangan atau bisnis maka beberapa pakar perbankan syariah internasional telah mencoba melihat kinerja bank syariah lebih kaffah (menyeluruh) dimana beberapa pakar tersebut melihat pembiayaan yang memiliki dimensi sosial sebagai kinerja sosial bank syariah. Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam didirikan untuk mencapai tujuan sosialekonomi Islam seperti mewujudkan keadilan distribusi, dan seterusnya. Kesadaran akan sasaran ini, kemudian menghasilkan alat ukur kinerja bagi bank syariah yang khas dan lebih komprehensif. Penelitian Abdus Samad dan M Kabir Hasan (2000:94) selain menggunakan beberapa rasio keuangan yang umum digunakan seperti rasio profitability, liquidity, risk and solvency juga mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadap pembangunan ekonomi dan masyarakat muslim (commitment to domestic and Muslim community). Untuk mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadap pembangunan ekonomi digunakan analisis: 1. Long Term Loan Ratio (LTA) 2. Government Bond Investment Ratio (GBD) 3. Mudaraba-Musharaka Ratio (MM/L).
Upaya lebih serius untuk merumuskan sekaligus menggunakan alat evaluasi kinerja yang khas bagi perbankan syariah dilakukan oleh Hameed, et. al. (2004). Dalam penelitian dengan judul Alternative Disclosure dan Performance
41
for Islamic Bank’s, mereka merumuskan apa yang disebut “Islamicity Performance Index”. Dalam metode pengukuran kinerja bagi bank syariah tersebut rasio keuangan yang digunakan antara lain:
1. Profit Sharing Ratio (Mudaraba+Musyarakah/Total Financing) dan Qardh Ratio 2. Zakat Performance Ratio (Zakat/Net Asset) 3. Equitable Distribution Ratio 4. Directors-Employees
Welfare
Ratio
(Average
directors’
remuneration/Average employees’ welfare) 5. Islamic Investment vs Non-Islamic Investment Ratio 6. Islamic Income vs Non-Islamic Income Ratio.
Muhammad Yasir Yusuf dan Zakaria bin Bahari mengembangkan itemitem untuk mengukur Islamic Corporate Social Responsibility yang meliputi lima kriteria. Dua kriteria diantaranya adalah guarantee of welfare dan charity for preservation of virtue. Guarantee of welfare (Jaminan Kesejahteraan Sosial) memiliki salah satu item yaitu profit and loss sharing ratio. Sedangkan charity for preservation for virtue mengandung item qardh ratio. Sedangkan pada penelitian Azis Budi Setiawan (2009:88), untuk melihat kinerja sosial bank syariah menggunakan komponen-komponen kinerja sosial yang merupakan pengembangan rasio-rasio yang berdimensi sosial. Adapun komponen yang akan diteliti dalam kinerja sosial bank syariah ini mencakup: Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE), Kontribusi Kepada Masyarakat
42
(KKM), Kontribusi Untuk Stakeholder (KUS), Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR) serta Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE). 1. Kontribusi pembangunan ekonomi : a. Mengukur besarnya fungsi intermediasi bank syariah dengan akad profit sharing. b. Mengukur besarnya fungsi agency bank syariah. 2. Kontribusi kepada masyarakat : a. Mengukur besarnya kontribusi pembiayaan qardh bank syariah. b. Mengukur besarnya kontribusi zakat perusahaan bank syariah. c. Mengukur besarnya pelaksanaan fungsi sosial bank syariah. d. Mengukur besar fungsi corporate social responsibility (CSR) terhadap proses pembelajaran masyarakat. 3. Kontribusi untuk stakeholder : a. Mengukur besarnya keuntungan bank syariah yang dinikmati oleh pemegang saham. b. Mengukur besarnya proporsi alokasi pendapatan operasional bank syariah yang dinikmati oleh manajemen dan pegawai dalam bentuk gaji dan tunjangan lainnya. c. Mengukur besarnya keuntungan bank syariah yang dinikmati oleh pemilik rekening dan deposito mudharabah. d. Mengukur besarnya keuntungan bank syariah yang dinikmati oleh pemilik rekening giro dan tabungan wadiah. e. Mengukur besarnya kontribusi pembayaran pajak bank syariah yang diterima oleh Pemerintah. 4. Peningkatan kapasitas SDI dan riset : a.
Mengukur besarnya alokasi dana untuk program pendidikan dan pelatihan pegawai.
b.
Mengukur
besarnya
alokasi
pengembangan institusinya. 5. Distribusi pembangunan ekonomi :
dana
untuk
program
riset
dan
43
a.
Mengukur proporsi aset bank syariah yang berada diluar Jawa dibandingkan dengan aset nasionalnya.
b.
Mengukur proporsi investasi nasabah bank syariah yang berasal dari luar Jawa dibandingkan dengan total investasi nasabah nasionalnya.
c.
Mengukur proporsi pendapatan bank syariah baik dari aktivitas pembiayaan maupun jasa yang berasal dari luar Jawa dibandingkan dengan pendapatan nasionalnya.
Mughess (2008) dengan penelitiannya yang berjudul The Recent Financial Growth of Islamic Banks and Their Fulfillment of Maqashid al –shari’ah and Gap Analysis menganalisis mengenai pertumbuhan dan kinerja tiga bank syariah seperti Meezan Bank Pakistan, Bank Islam Malaysia dan Emirates Bank Uni Emirat Arab dengan variabel maqashid sharia index. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil penelitian secara keseluruhan bank dengan Grind Matrix menghasilkan peringkat C. Ini berarti adanya pertumbuhan yang cepat dalam aspek keuangan, tetapi ada kekurangan dalam pencapaian pada prinsip maqashid shariah. Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini dari penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas dirangkum pada Tabel 2.4 sebagai berikut. Tabel 2.4 Penelitian Mengenai Kinerja Bank Syariah Ditinjau Dari Kinerja Sosial Sumber: Jurnal ilmiah, data diolah Variabel kinerja sosial No Judul Penelitian Peneliti Tahun yang digunakan 1.
The Performance of
Abdus
2000
Long Term Loan Ratio
44
Malaysian Islamic Bank During 1984- 1997
Samad dan M. Kabir Hasan
Government Investment Bond Mudharaba-Musharaka Ratio
2.
3.
AlternativecDisclos ure & Performance Measures For Islamic Banks
Kesehatan Finansial dan Kinerja Sosial Bank Umum Syariah
Shahul Hameed Bin Mohammed Ibrahim, Ade Wirman, Bakhtiar Alrazi, Mohd Nazli Bin Mohamed Nor dan Sigit Pramono
Aziz Budi Setiawan
Profit sharing ratio = (Mudharaba+Musyaraka h)/ Total Financing 2004 Zakat performance ratio= Zakat/Net Asset
2009
Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE) : MMR, AR, Rasio Pendalaman fungsi agency Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM) : Qardh Ratio (QR), Zakat Ratio (ZR), RFS, Fungsi Edukasi Kontribusi Untuk Stakeholder (KUS) : Kontribusi kesejahteraan shahibul maal, Mudharib, investor, pemegang wadiah, pajak untuk pemerintah Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR): peningkatan kapasitas SDI dan riset Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE): pemerataan distribusi asset nasional dll.
45
4.
Measurement of Islamic Banks Performance Using a Shariah Conformity and Profitability Model
Mudiarasan Kuppusamy, Ali Salman Saleh and Ananda Samudhram
2010
Profit sharing ratio = (Mudharaba+Musyaraka h)/ Total Financing
Tabel 2.5 Penelitian Mengenai Hubungan Kinerja Keuangan dan Kinerja Sosial Sumber: Jurnal ilmiah, data diolah Objek Metode No Judul Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian
1.
Profit-Loss Sharing and Economic Value Added in Islamic Banking Model. (2010)
2.
Pengaruh Pembiayaan Qardh, Pelaksanaan Fungsi Edukasi CSR dan Peningkatan Kapasistas Sumber Daya Insani Terhadap Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah. (2010)
3.
Analisis Penilaian Kinerja Bank Syariah Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA) (2011)
Ruhaini Binti Muda, Abdul Ghafar Ismail, dan Shahida Shahimi
Insyiroh
Hilman Fatoni
Islamic local and foreign banks in Malaysia ( 18 banks )
Analisi Kuantitatif dengan metode regresi panel data, EVA digunakan sebagai alat ukur untuk menghitung value creation
Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia
Analisis Kuantitatif dengan metode regresi panel data
Bank Syariah Mega
Analisis Kuantitatif dengan metode EVA dan analisis deskriptif
46
4.
5.
6.
2.7
Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Kinerja Sosial Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2006-2010. (2012) Testing the PMMS (Performance Measured Based On Maqashid Syariah ) Model on 24 Selected Islamic and Conventional Banks (2013) An Analysis of Islamic Banking Performance; Maqashid Syariah Implementation in Indonesia and Jordania. Konsep maqashid shariah index (2012)
Sinta Yuliani
Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan Bank Muamalat Indonesia
Muhammed dan Taib
24 Selected Islamic PMMS/ and Maqashid Conventional Sharia Banks
Bank Syariah Mandiri, Bank Syafi’i Muamalat Antonio, Indonesia, dan 2 Sanrego dan bank berasal Taufiq Jordania IUABJ dan JIB
Analisis Kuantitatif dengan metode regresi panel data
Konsep maqashid shariah index dikembangkan dengan metode SAW (Simple Additive Weighting)
Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana
pengaruh kinerja sosial yang ditinjau berdasarkan akad pembiayaan bagi hasil dan qardh terhadap kinerja yang dihasilkan bank syariah untuk menuju tujuan bermuamalah. Aktivitas utama lain dari bank adalah menyalurkan dana atau modal yang berhasil dihimpun untuk kegiatan operasional bank maupun untuk aktivitas pembiayaan yang dialokasikan kepada masyarakat.
47
Penyaluran pembiayaan kepada masyarakat merupakan salah satu cara untuk melihat kontribusi bank syariah kepada masyarakat. Modal sendiri digunakan untuk kebutuhan operasional bank sedangkan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank syariah dialokasikan untuk pembiayaan sepeti pembiayaan dengan akad jual beli (murabahah, salam, istishna), pembiayaan sewa menyewa (al-ijarah atau ijarah muntahiya bit tamlik), pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah). Pada praktiknya, penggunaan pinjaman qardh untuk membantu keuangan masyarakat dalam jangka waktu yang pendek, sumber dananya dapat berasal dari modal bank, baik dari modal sendiri maupun bersumber dari dana pihak ketiga atau gabungan dari keduanya. Diantara jenis pembiayaan yang disalurkan bank syariah, terdapat komponen kinerja sosial yang ditinjau dari akad pembiayaan mudharabah dan musyarakah serta pembiayaan qardh. Pembiayaan-pembiayaan ini memiliki manfaat sosial yang tinggi yang dapat dilihat pada karakteristik masing-masing akad pembiayaan. Secara singkat, pembiayaan bagi hasil merupakan ciri khas yang paling otentik yang memiliki manfaat sosial dan ekonomi yang paling tinggi dibandingkan pembiayaan yang lainnya (Ibrahim Warde, 2011:101). Manfaat sosial yang dihasilkan merupakan multiplier effect dari penyaluran pembiayaan ini seperti adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, peningkatan pendapatan yang mengakibatkan bertambahnya kesejahteraan yang selanjutnya dapat meningkatkan muzakki. Pada akhirnya, kondisi yang diharapkan adalah terwujudnya kesejahteraan sosial dimana terjadi pemerataan atau pengurangan disparitas income. Sementara pembiayaan dengan akad qardh biasa digunakan
48
untuk menyediakan dana talangan kepada nasabah dan untuk menyumbang sektor usaha kecil/mikro atau membantu sektor sosial (Ascarya, 2007). Selain itu, qardh dapat membantu keuangan nasabah. Efek penyaluran qardh kepada masyarakat menurut Muhammad Yasir Yusuf dan Zakaria Bin Bahari (2010) selain mendukung kesejahteraan sosial, juga memiliki manfaat ganda bagi perusahaan yaitu citra positif dan efek positif bagi finansial berupa peningkatan nilai atau keuntungan perusahaan. Kedua akad tersebut memiliki prinsip dasar tolong menolong atau ta’awun. Sebagai aktivitas pembiayaan yang khas dan memiliki manfaat sosial tinggi dalam bank syariah oleh maka itu peneliti melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh kedua pembiayaan bagi hasil dan qardh terhadap kinerja bank syariah yang berlandaskan maqashid sharia. Dalam penilaian kinerja perbankan syariah menggunakan maqashid sharia index sebagai konsep utama dalam pencapaian tujuan bermuamalah, Aziz Budi Setiawan (2010:121) mengungkapkan
hal yang dilakukan pertama adalah
menentukan persentase rasio dari masing-masing rasio. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kebijakan perusahaan berkaitan dengan rasio dalam maqashid sharia index. Langkah kedua setelah mengetahui besarnya persentase, maka dilakukan pembobotan masing-masing rasio tersebut dan menjumlahkan dalam tiga indikator kinerja yaitu educating individual, establishing justice dan public interest.
49
Indikator pertama dalam pendekatan maqashid sharia index adalah educating individual. Indikator kinerja ini mementukan seberapa besar peran bank syariah dalam mewujudkan peningkatan pendidikan tidak hanya kepada pegawai bank syariah namun juga masyarakat umum. Dalam menilai indikator kinerja pertama, educating individual ini dapat dilihat dari alokasi dana yang digunakan dalam kegiatan penyaluran dana beasiswa, biaya penelitiaan, biaya pelatihan dan biaya training pegawai dan publikasi. Empat rasio tersebut mencerminkan seberapa besar peran bank syariah dalam mewujudkan perannya dalam dunia pendidikan dan pencerdasan bangsa. Indikator kedua dalam pendekatan maqashid sharia index adalah establishing justice. Pencapaian keadilan yang dilakukan perbankan syariah dikatakan baik jika tiga rasio establishing justice terpenuhi. Ketiga rasio tersebut adalah pengembalian yang adil, fungsi distribusi yang baik dan pendapatan bebas riba. Pengembalian yang adil antara bank syarah dan nasabah dapat dilihat dari laba dibagi total pendapatan, sementara fungsi distribusi dapat dinilai dengan banyaknya pembiayaan bagi hasil melalui mudharabah dan musyarakah yang dilakukan bank syariah. Pendapatan bebas bunga menjadi salah satu rasio establishing justice karena harapannya bank syariah sudah tidak lagi tercampur dana yang digunakan dengan dana riba yang diperoleh. Indikator kinerja ketiga maqashid sharia adalah public interest, indikator ini mencerminkan tingkat kesejahteraan baik pihak bank syariah maupun nasabah atau masyarakat umum. Indkator kinerja public interest dapat diukur melalui tiga rasio yaitu profitabilitas, pemerataan pendapatan dan investasi sektor riil. Ketiga
50
rasio tersebut akan mencerminkan seberapa besar public interest yang baik. Ketiga indikator kinerja, yaitu educating individual, establishing justice dan mencapai public interest merupakan pencerminan seberapa baik bank syariah dalam mencapai tujuan-tujuan syariah sesuai dengan prinsip Islam. Semakin baik nilai ketiga indikator kinerja tersebut, berarti semakin baik perbakan syariah dalam mewujudkan maqashid sharia atau tujuan-tujuan syariahnya. Pengukuran kinerja tersebut dinamakan maqashid sharia index. Mudharabah Musyarakah Ratio (MMR)
Qardh Ratio (QR)
Kinerja Bank Syariah (Maqashid Sharia Index)
X2
Y
X1
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran 2.8 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut : H1 : Mudharabah Musyarakah Ratio (MMR) berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bank Syariah yang diukur dengan MSI (Maqashid Sharia Index) . H2 : Qardh Ratio (QR) berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bank Syariah yang diukur dengan MSI (Maqashid Sharia Index). H3 : Terdapat pengaruh secara simultan Mudharabah Musyarakah Ratio (MMR) dan Qardh Ratio (QR) kinerja Bank Syariah yang diukur dengan MSI (Maqashid Sharia Index).