BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Basis Teori
2.1.1 E-learning The
American
Society
for
Training
and
Development
(ASTD)
mendefinisikan e-learning sebagai: a broad set of applications and processes which include web-based learning, computer-based learning, virtual classrooms, and digital. Much of this is delivered via the Internet, intranets, audio- and videotape, satellite broadcast, interactive TV, and CD-ROM. Selanjutnya Soekartawi et.al (2002) mendefinisikan e-learning sebagai berikut: “E-learning is a generic term for all technologically supported learning using on array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions and the more recognized web based training or computer aided instruction also commonly reffered to as online courses” Definisi lain menurut Clark dan Meyer (2008), e-learning didefinisikan sebagai berikut: E-learning adalah salah satu dari model training yang berisi content (informasi) dan metode instruksi (teknik) yang disampaikan melalui komputer (termasuk didalamnya CD-ROM, Internet ataupun Intranet) dalam bentuk teks, gambar, animasi, atau video, yang didesain untuk membantu pembelajar mencapai tujuan pembelajaran pribadi atau performa kerja yang sejalan dengan tujuan suatu organisasi. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka e-learning juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jaringan elektronik seperti telepon, audio, video tape, transmisi satelit atau komputer. Walaupun didefinisikan dengan berbagai versi yang mungkin satu sama lain berbeda, namun satu hal yang sama tentang e-learning atau electronic learning adalah pembelajaran melalui saluran “e” atau elektronik.
7
2.1.2 Learning Management System (LMS) Ada dua bagian utama e-learning, yaitu learning management system dan e-learning content atau materi pelajaran e-learning yang akan dipelajari oleh pemakai. Learning management system (LMS) adalah sistem yang membantu administrasi dan berfungsi sebagai platform e-learning content (Effendy & Zhuang, 2005). Sejalan dengan Effendy & Zhuang (2005), Mason & Rennie (2009) menyatakan LMS adalah perangkat lunak yang menyediakan sarana untuk administrasi e-learning dengan menyediakan sistem akses serta sistem pelacakan bagi kemajuan siswa. Beberapa fungsi dasar LMS (Effendy & Zhuang, 2005) adalah: a) katalog, b) registrasi dan persetujuan, c) menjalankan dan memonitor e-learning, d) evaluasi, e) komunikasi, f) laporan, g) rencana pelatihan, dan h) integrasi. LMS ada yang bersifat proprietary (komersial), ada yang open source. Contoh LMS proprietary adalah Saba Software, Apex Learning, Blackboard Inc., ANGEL Learning, dan Desire2Learn. LMS yang open source misalnya Tutor, Claroline, Dokeos, ILIAS, LON-CAPA, Moodle, dan Online Learning And Training (OLAT), dan Sakai Project. Pemilihan LMS disesuaikan dengan kebutuhan dan proses bisnis yang ada di institusi masing-masing. Graf dan List (2005) dibiayai oleh European Social Fund (ESF) meneliti tentang evaluasi dan komparasi LMS berbasis open source. Graf menggunakan satu metode evaluasi produk software bernama Qualitative Weight and Sum (QWS). QWS menghitung bobot (weight) menggunakan enam simbol kualitatif berdasarkan tingkat kepentingannya (importance level). Simbol-simbol dimaksud diurutkan dari yang paling penting ialah: E (essential), * (extremely valuable), # (very valuable), + (valuable), | (marginally valuable), 0 (not valuable). QWS memungkinkan penetapan maximum value sendiri, jadi tidak harus “E (essential)” yang paling tinggi, bisa juga “# (very valuable)” misalnya. Sistem pengukuran kualitas software seperti Graf ini adalah berdasarkan “product” dan bukan “process“. Ada delapan kategori yang dievaluasi oleh Graf yaitu: communication tools, learning objects, management of user data, usability, adaptation, technical aspect, administration, dan course management. Masing-masing kategori
8
memiliki subkategori, misalnya di communication tools akan dilihat fitur forum, chat,
mail/message,
announcements,
conferences,
collaboration,
dan
synchronous/asynchronous tools. Subkategori lain bisa dilihat pada gambar 1 di bawah. Communication tools
Learning objects
Management of
Usability
Adaptation
Subcategories
Technical
Adminis-
Course
aspects
tration
management
Forum Chat Mail/Messages Announcements Conferences Collaboration Synchronous & asynch. Tools Tests Learning Material Exercises Other creatable Los Importable Los Tracking Statistics Identification of online users Personal user profile User -friendliness Support Documentation Assistance Adaptability Personalization Extensibility Adaptivity Standards System requirement Security Scalability User management Authorization management Installation of the problem Administration of courses Assessment of tests Organization of course object
user data
Maximum values
*
*
|
+
+
+
*
*
*
#
+
*
*
+
+
#
#
#
+
+
*
#
*
*
#
+
*
+
#
*
|
+
#
#
Atutor
|
#
|
|
0
0
*
|
*
0
+
*
*
+
|
|
+
|
+
+
|
#
#
|
+
+
0
0
0
|
|
|
|
#
Dokeos
+
*
0
|
+
0
*
*
*
0
+
*
+
|
0
|
+
#
+
+
|
0
*
+
+
+
0
0
#
0
|
|
|
#
dotLRN
#
0
|
+
0
0
0
|
0
0
+
|
0
0
+
|
|
|
+
0
+
+
*
0
+
+
*
+
|
#
0
+
0
+
ILIAS
+
*
|
0
0
0
*
*
|
0
+
*
|
|
+
+
|
|
+
0
+
#
*
0
#
+
*
0
#
*
|
+
+
+
LON-CAPA
+
*
|
|
0
0
*
+
|
|
|
*
|
|
0
+
0
#
0
+
+
#
#
|
0
+
+
0
+
+
0
|
#
#
Moodle
*
*
0
+
0
0
*
*
*
#
+
*
*
|
+
+
#
#
+
+
#
+
*
*
#
+
+
+
|
|
|
|
|
|
OpenUSS
#
*
0
+
0
|
*
0
|
0
+
#
0
0
+
+
+
+
|
+
#
#
#
0
0
+
|
+
0
0
0
0
|
#
Sakai
#
*
0
|
0
0
*
0
*
#
|
*
*
0
|
|
#
|
|
0
0
0
*
0
0
+
+
+
0
+
|
+
0
0
Spaghettilearning
|
*
|
|
0
0
*
+
0
0
|
*
*
+
+
|
+
+
|
+
+
#
+
0
0
+
+
0
|
0
|
|
|
0
Gambar 1 Hasil penelitian Graf & List (2005) Hasil dari penelitian ini yaitu secara umum Moodle dapat dikatakan merajai kompetisi ini, unggul terutama di kategori communication tools, learning objects, management of user data, usability, dan adaptation. ILIAS dan Dokeos di urutan kedua dan ketiga, sedangkan urutan keempat adalah Atutor, LON-CAPA, Spaghettilearning dan Open USS. Sakai dan dotLRN ada di posisi terakhir.
2.1.3 Learning Technology System Architecture (LTSA) Dalam dokumen draft standar (IEEE, 2002) Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11, 2002-11-28) disebutkan bahwa LTSA adalah suatu standar internasional sistem pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan IEEE 1484.1 Learning Technology Standards Committee (LTSC). LTSA adalah sebuah arsitektur yang berbasis pada komponen abstrak. Tingkat abstraksi yang lebih tinggi dapat “diterapkan” pada tingkat yang lebih rendah: baik sebagai abstraksi tingkat yang lebih rendah, atau sebagai implementasi aktual. Sistem teknologi pembelajaran (implementasinya) dapat dipetakan dari/ke LTSA. Batas-
9
batas, fungsi, dan dekomposisi aktual atau sistem teknologi pembelajaran abstrak mungkin tidak memiliki struktur yang sama dengan LTSA, artinya pemetaan untuk LTSA tidak mungkin “satu-ke-satu”. Tidak semua sistem teknologi pembelajaran akan memiliki semua komponen LTSA atau dengan kata lain pemetaan untuk LTSA tidak mungkin persis sama.
LTSA dimaksudkan untuk memiliki penerapan yang luas atas
sistem teknologi pembelajaran. Tidak ada teknologi suatu generasi tertentu tersirat dengan LTSA, jadi mungkin LTSA berlaku pada masa lalu (misalnya pada kurun waktu 10, 30 dan 100 tahun yang lalu), masa kini (misalnya pada sistem yang sudah ada), dan masa depan (misalnya pada sistem 10 tahun dari sekarang). Standar ini menetapkan arsitektur level tinggi untuk pembelajaran yang didukung
teknologi
informasi,
pendidikan,
dan
sistem
pelatihan
yang
menggambarkan desain sistem tingkat tinggi beserta komponen-komponennya. Standar ini mencakup berbagai sistem secara luas, umumnya dikenal sebagai teknologi pembelajaran, teknologi pendidikan dan pelatihan, pelatihan berbasis komputer, instruksi berbantuan komputer, dan intelligent tutoring. Standar ini bersifat netral terhadap aspek pedagogis, konten, budaya, implementasi, dan platform. Standar ini (IEEE, 2002): (1) menyediakan kerangka bagi pemahaman sistem yang sudah ada dan yang akan dibangun, (2) mempromosikan interoperabilitas dan mudah dibawa (portable) dengan mengidentifikasi abstrak dan antarmuka sistem tingkat tinggi, serta (3) menggabungkan berbagai teknis (penerapan) minimal 5-10 tahun sambil tetap mudah beradaptasi dengan teknologi baru dan sistem teknologi pembelajaran. Standar ini akan memfasilitasi pengembangan pedoman konfigurasi (misalnya profil) untuk sistem teknologi pembelajaran umum. Standar ini tidak bersifat preskriptif maupun eksklusif. Selanjutnya, dalam standar tersebut juga dikatakan bahwa secara umum, tujuan pengembangan arsitektur sistem adalah untuk menciptakan kerangka kerja tingkat tinggi untuk memahami jenis sistem tertentu, subsistemnya, dan interaksi mereka dengan sistem yang terkait, atau dengan kata lain dimungkinkan untuk lebih dari satu arsitektur (IEEE, 2002). Suatu arsitektur bukanlah suatu cetak biru untuk merancang sebuah sistem tunggal, tetapi suatu kerangka kerja untuk merancang berbagai sistem dari waktu ke waktu, dan untuk analisis dan
10
perbandingan sistem-sistem, atau dapat dikatakan arsitektur digunakan untuk analisis dan komunikasi. Dengan mengungkapkan komponen bersama atas sistem yang berbeda pada tingkat yang tepat secara umum, arsitektur mempromosikan desain dan implementasi komponen dan subsistem yang dapat digunakan kembali, dengan biaya yang efektif dan mudah beradaptasi, atau dengan kata lain bersifat abstrak, antarmuka interoperabilitas tingkat tinggi dan layanan yang dapat diidentifikasi. Kerangka arsitektur yang dikembangkan dalam standar ini tidak dimaksudkan memberikan rincian implementasi spesifik yang diperlukan untuk membuat komponen sistem teknologi pembelajaran. 2.1.3.1 Learning Technology System Architecture (LTSA) Layer LTSA menspesifikasikan lima lapisan (layer), tetapi hanya layer 3 yang bersifat normatif sedangkan layer lainnya bersifat informatif. Normatif adalah istilah yang digunakan dalam LTSA sebagai petunjuk pada spesifikasi sistem secara teknis pada implementasi yang akan dilakukan. Informatif adalah istilah pada LTSA yang cukup membantu dalam perancangan arsitekturnya, namun bukan merupakan hal yang diperlukan untuk mengerti isi dari standar LTSA. Hal ini tidak termasuk spesifikasi teknis dan bukan berasal dari bagian terintegrasi dari standar LTSA (IEEE, 2002). Setiap layer menggambarkan sebuah sistem pada level yang berbeda. Layer yang lebih tinggi memiliki prioritas yang lebih besar dan berpengaruh dalam analisis dan perancangan sistem. Berikut ini adalah lima layer yang dispesifikasikan LTSA (IEEE, 2002): (1)
Layer 1: Learner and Environment Interaction Layer ini berfokus kepada akuisisi learner, transfer, pertukaran, formulasi dan penemuan pengetahuan dan atau informasi melalui interaksi dengan lingkungan.
(2)
Layer 2: Learner-Related Design Features Layer ini berfokus kepada pengaruh yang dimiliki learner pada perancangan sistem teknologi pembelajaran.
(3)
Layer 3: System Components Layer ini mendeskripsikan arsitektur berbasis komponen yang diidentifikasi pada layer 2.
11
(4)
Layer 4: Stakeholder Perspective and Priorities Layer ini mendeskripsikan sistem teknologi pembelajaran dari berbagai perspektif dengan mengacu pada layer 3. Setiap stakeholder memiliki perspektif yang berbeda terhadap sistem pembelajaran. Analisis terhadap perspektif dapat menghasilkan: a. Verifikasi dan validasi komponen LTSA pada sistem. b. Penentuan komponen LTSA yang tidak perlu dan perlu ditekankan pada sistem. c. Indikasi berbagai prioritas perancangan level tinggi dan level rendah.
(5)
Layer 5: Operational Components and Interoperability (codings, APIs, protocols) Layer ini mendeskripsikan komponen dan antar muka yang bersifat generik dari arsitektur pembelajaran berbasis teknologi informasi seperti yang diidentifikasi pada layer 4. Kelima spesifikasi layer arsitektur dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Lima layer LTSA (IEEE, 2002) Keterangan notasi pada gambar: LE C D E LR R M IC
: Learner Entity : Coach : Delivery : Evaluation : Learning Resources : Learner Records : Multimedia : Interaction Context
B LP A LI L LC CI Q
: Behavior : Learning Parameters : Assessment : Learner Info : Locator : Learning Content : Catalog Info : Query
Lima layer abstrak ini mengidentifikasi prioritas desain, atau urutan desain dari yang paling penting sampai ke paling tidak penting. Pengembang akan mengerti bahwa, misalnya, fitur manusia pada sistem teknologi pembelajaran
12
(layer 2) memiliki efek yang lebih luas pada desain sistem daripada, misalnya, format multimedia (layer 5). Format multimedia mempunyai lingkup kecil. Lima layer mewakili lima bidang independen analisis teknis. Sebagai contoh, adalah mungkin untuk mendiskusikan sebuah abstraksi (misalnya, komponen sistem LTSA atau layer 3), terlepas dari implementasi (misalnya, coding, API, dan protocols yang merupakan implementasi aktual/layer 5). Dengan kata lain, meskipun layer 3 berisi komponen seperti “evaluasi” dan “pelatih”, komponen-komponen ini adalah “konseptual” dalam arti tidak ada keharusan bagi komponen-komponen tersebut disebut sebagai “evaluasi” dan “pelatih” dalam implementasi aktual. Lima layer LTSA membantu memisahkan “gambar besar” dari “rincian”. Penggunaan beberapa layer membantu pembaca memahami struktur “langkah demi langkah”. Layer 3 (komponen sistem) dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan interoperabilitas antar subsistem utama dalam sistem teknologi pembelajaran. Berikut penjelasan lebih rinci mengenai layer pada LTSA (IEEE, 2002): (1)
Layer 1 learner-environment interaction (Interaksi antara learner dengan lingkungannya) Layer 1 atau layer atas LTSA adalah layer arsitektur yang sangat umum yang disebut “learner-environment interaction”. Internet/Web Mentor Books
Lab
Teacher Television
Employer Library Other Employees*
Parent Coach
Collaboration* School
Computers Other Learners* Multimedia Newspaper *Collaboration is Internal to Learner
Gambar 3 Cara pandang learner terhadap lingkungan belajar (IEEE, 2002)
Layer ini berfokus pada fungsi tingkat tertinggi (yang paling umum) dari perspektif teknologi informasi: learner memiliki pengetahuan baru atau berbeda setelah mendapatkan pengalaman belajar. Dalam teknologi
13
informasi, ini adalah diagram salah satu subsistem (lingkungan) yang mentransfer informasi ke subsistem (learner), yang disebut suatu interaksi. Diagram learner-environment interaction tidak dimaksudkan untuk mewakili teori belajar yang ada atau proses pembelajaran. Ini merupakan isu yang ada dalam teknologi informasi pada sistem teknologi pembelajaran dan berguna untuk analisis dan teknik desain rekayasa perangkat lunak secara umum dan mudah dipahami. Untuk keperluan standar ini, fokus utama adalah teknologi informasi. Sebagai catatan, pada layer ini seringkali ditemukan kebingungan atau salah tafsir. Tujuan dari layer ini adalah untuk melihat sistem dari perspektif teknologi informasi (terutama dalam hal aliran informasinya). Banyak yang salah mengartikan layer ini sehingga memahaminya sebagai deskripsi beberapa teori belajar. Perlu ditegaskan bahwa deskripsi ini bukanlah sebuah diagram dari teori belajar apapun. Tujuan dari deskripsi teknologi pembelajaran pada layer ini adalah untuk menghubungkannya dengan metodologi rekayasa perangkat lunak sehingga dapat menciptakan abstraksi pada layer yang lebih rendah.
Learner Entity
Environment
Learning Interactions
Learner
Learner Collaboration Learner
Gambar 4 Cara pandang sistem dari learner-environment interaction (IEEE, 2002) Diagram interaksi learner-environment interaction (Gambar 4) hanya mewakili learner entity dan lingkungan mereka dari perspektif rekayasa sistem teknologi informasi, artinya diagram ini tidak menggambarkan penelitian terkini tentang teori belajar. Diagram ini sama dengan diagram pada Gambar 3. Kolaborasi antara learner bersifat internal bagi learner entity kolektif.
14
Alasan
untuk
menggunakan
teknik
diagram
adalah
untuk
menyederhanakan suatu aspek rekayasa desain teknologi: fokusnya adalah pada cara pandang keseluruhan terhadap arus informasi dan sistem tersebut digambarkan sebagai panah satu arah (aliran) interaksi dari lingkungan bagi learner entity. Implementasi konsep (abstraksi tingkat yang lebih rendah atau sistem itu sendiri) dapat berfokus pada isu-isu pedagogis atau masalah teknis lainnya. Notasi LTSA pada kolaborasi learner adalah untuk menyederhanakan fitur LTSA sehingga dalam hal ini kolaborasi learner bersifat internal pada learner entity dan bukan merupakan komponen yang terpisah. Learner entity (proses) mewakili abstraksi learner, yang dapat berupa seorang individu, beberapa learner yang bekerjasama, atau para anggota sebuah tim yang mempunyai tugas yang berbeda-beda. Analoginya dapat dilihat pada sistem database yang terbagi yaitu beberapa database berkolaborasi untuk menampilkan sebuah database. Environment (proses) mewakili lingkungan dimana learner entity berinteraksi.
Learning interactions atau interaksi pembelajaran yang
merupakan aliran data dapat dikolaborasikan menjadi pengalaman belajar. (2)
Layer 2 Learner-related design features (Desain yang berfokus pada learner) Layer ini memfokuskan pada pengaruh learner terhadap desain sistem teknologi pembelajaran.
Desain yang lebih rendah dari layer arsitektur
dipengaruhi oleh kebutuhan learner, khususnya, sifat manusia (yang berbeda dengan mesin) dalam belajar. Rincian dari pengaruh learner pada desain sistem berada di luar lingkup standar ini. (3)
Layer 3 System Components (Komponen Sistem) dibahas tersendiri pada sub-bab 2.1.3.2
(4)
Layer 4 Stakeholder perspective/priorities (perspektif/priotitas stakeholder) Layer perspektif/prioritas stakeholder dianggap sebagai perbaikan layer yang terpisah karena layer ini membahas granularitas desain isu tertentu dimana perspektif, cara pandang, atau subsetnya relevan dengan desain tingkat yang lebih rendah.
15
(5)
Layer 5 Operational components and interoperability (Komponen operasional dan interoperabilitas) Bidang
utama
komponen
operasional
dan
interoperabilitas
diidentifikasi melalui beberapa notasi, tetapi secara umum dijelaskan sebagai coding, API, dan protokol. Mengetahui standar interoperabilitas (coding, API, dan protokol) yang sedang digunakan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang sistem dan membantu untuk mengetahui tentang potensi
interoperabilitas,
tetapi
sistem
harus
diintegrasikan
dan
dikonfigurasi dengan benar untuk mencapai interoperabilitas yang tepat di antara mereka sendiri. Standar teknis dapat dikaitkan dengan LTSA dan proses pembangunan yang menciptakan dan menyelaraskan pekerjaan teknis. Spesifikasi pengkodean, API, protokol yang aktual, berada di luar lingkup LTSA. 2.1.3.2 Komponen Sistem LTSA (Layer 3) Komponen LTSA dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu: proses, penyimpanan data, dan aliran data. (1)
Proses (Process) Proses dideskripsikan dengan batasan, input, fungsionalitas dan output. Proses terdiri dari entitas siswa (learner entity), evaluasi (evaluation), instruktur (coach) dan pengiriman (delivery). Proses digambarkan dengan simbol elips.
(2)
Penyimpanan Data (Store) Penyimpanan data dideskripsikan dengan tipe dari informasi yang disimpan dan dicari kembali dengan metode search, retrieval dan update. Penyimpanan data terdiri dari data siswa (learner records) dan sumber belajar (learner resources). Penyimpanan data digambarkan dengan simbol empat persegi panjang.
(3)
Aliran Data (Flow) Aliran data dideskripsikan dengan konektivitas dan tipe dari informasi yang dialirkan. Aliran data terdiri atas perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), query, info katalog (catalog info), locator, materi pembelajaran (learning content), multimedia,
16
konteks interaksi (interaction context), dan parameter pembelajaran (learning parameters) (Gambar 5).
Gambar 5 Komponen-komponen sistem LTSA (IEEE, 2002) Layer ini menerapkan perbaikan layer diatasnya sebagai kumpulan dari komponen sistem. LTSA mengidentifikasi empat proses, yaitu learner entity,
evaluation, coach dan delivery; dua tempat penyimpanan, yaitu
learner records dan learning resources, dan tiga belas informasi mengalir di antara komponen ini, yaitu behavior, assessment, learner information (tiga kali), query, catalog info, locator (dua kali), learning content, multimedia, interaction context, dan learning parameters.
2.1.4 Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengelolaan Perpustakaan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan adalah salah satu Diklat Tenaga Teknis Perpustakaan. Beberapa Diklat Tenaga Teknis Perpustakaan yang lain adalah Diklat Pengolahan Bahan Perpustakaan, Diklat Penulisan Karya Ilmiah, Diklat Pengembangan Koleksi Bahan Perpustakaan Digital, Diklat Pelestarian Bahan Perpustakaan, dan Diklat Layanan. Diklat Tenaga Teknis Perpustakaan adalah diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis kepustakawanan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas pengelola perpustakaan. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Tenaga Teknis Perpustakaan berfungsi mengembangkan potensi pegawai melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menjalankan tugas teknis perpustakaan secara profesional.
17
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 132/KEP/M.PAN/12/2002 Perpustakaan Nasional RI adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam pembinaan jabatan fungsional pustakawan. Salah satu bentuk pembinaan adalah melalui penyelenggaraan Diklat Teknis Kepustakawanan. Dalam rangka penyelenggaraan diklat tersebut, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Pasal 26 ayat (1) dan (2) Perpustakaan Nasional RI mempunyai tugas menyusun berbagai pedoman diklat sebagai acuan pelaksanaan diklat untuk menjaga dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara diklat. Tujuan dari diadakannya Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan adalah membekali peserta dengan kemampuan dalam mengelola perpustakaan, sehingga lulusan dapat menyelenggarakan tata kerja rutin perpustakaan, mulai dari pengadaan, pengolahan, perawatan koleksi, dan pelayanan perpustakaan.
2.1.5 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Buku Rencana Strategis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI Tahun 2010 s.d. 2014 menyatakan bahwa Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI. Pusdiklat mempunyai visi: “Menjadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Terdepan di bidang Diklat Tenaga Perpustakaan.”
Selanjutnya, misi Pusdiklat yaitu
(Perpusnas, 2009): a. Melaksanakan kajian kebutuhan diklat di bidang perpustakaan; b. Menyusun dan mengembangkan kurikulum diklat tenaga perpustakaan; c. Menyusun dan mengembangkan bahan ajar diklat tenaga perpustakaan; d. Menyelenggarakan diklat tenaga perpustakaan; e. Mengelola dan mengembangkan sarana diklat; f. Mengevaluasi dan memantau pelaksanaan diklat dan pasca-diklat tenaga perpustakaan; g. Membina dan mengembangkan penyelenggaraan diklat tenaga perpustakaan; h. Mengembangkan sistem informasi diklat tenaga perpustakaan;
18
i. Melaksanakan akreditasi dan sertifikasi lembaga penyelenggara diklat tenaga perpustakaan. Berdasarkan Pasal 96 Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2001, Pusat Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melaksanakan pengembangan kurikulum, program, penyelenggaraan dan pengelolaan sarana, serta evaluasi program pendidikan dan pelatihan perpustakaan. Selanjutnya dalam melaksanakan tugas tersebut Pusdiklat menyelenggarakan fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan dan pengembangan kurikulum program pendidikan dan pelatihan perpustakaan; b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan perpustakaan; c. Pelaksanaan pengelolaan sarana pendidikan dan pelatihan; d. Evaluasi program pendidikan dan pelatihan perpustakaan.
2.2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan berkaitan dengan e-learning menggunakan Standar Learning Technology System Architecture adalah penelitian yang dilakukan oleh Fadjriya (2001) dalam tesisnya yang berjudul Perancangan E-Training Berbasis Web Menggunakan Standard Learning Technology System Architecture Studi Kasus: PT. Harrisma Service Centre. Tujuan dari penelitian tersebut adalah membuat rancangan e-training yang bisa diakses oleh para peserta pelatihan dari semua tempat dan setiap waktu. Ruang lingkupnya membahas perancangan sistem untuk pembuatan e-training di PT. Harrisma Service Centre dengan menggunakan standar LTSA. Penelitian ini tidak mencakup penulisan pengkodean, user interface dan struktur basis data untuk sistem e-training tersebut. Metode penelitian pada tesis ini mengikuti standar yang ada pada LTSA yang
merupakan
standar
IEEE
untuk
learning
technology.
Dalam
pembahasannya, perancangan dibahas layer demi layer mulai dari layer tertinggi yang merupakan level abstraksi ke layer yang lebih rendah yang sifatnya semakin teknis. Penelitian lain, dilakukan oleh Utami et.al. pada Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) dengan judul Web Aplikasi Educourse
19
(Distance Learning) Mengadopsi Standar
Learning Technology System
Architecture (IEEE P1484.1/D11). Maksud dari diadakannya penelitian ini adalah untuk merancang dan membangun aplikasi distance learning berdasarkan standar sistem arsitektur LTSA. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian tersebut adalah: 1). untuk membangun aplikasi sebagai sarana belajar bagi para pelaku kegiatan belajar mengajar yang berbasis pada web; dan 2). untuk membangun aplikasi yang dapat menggantikan peran pengajar dengan sebuah sistem yang dapat diakses oleh para pelajar, sehingga kegiatan belajar mengajar tetap dapat berjalan walaupun mereka tidak berada pada tempat dan saat yang sama. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah studi kepustakaan, identifikasi kebutuhan sistem, perancangan, pembuatan program, dan uji coba pada skala lab. Dalam pembahasannya dilakukan perancangan hingga implementasi dan pengujian aplikasi distance learning tersebut.