BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecipir Kecipir (Psophocarpus tetregonolobus) adalah tanaman setahun yang
berbentuk perdu. Tanaman ini membentuk umbi serta bersifat membelit ke kiri. Di Jawa Barat, kecipir dikenal dengan nama jaat dan di luar negeri disebut wing bean. Kecipir biasanya dapat berumbi besar dan enak dimakan, daunnya tidak berbau langu. Buahnya berwarna hijau, panjang bisa mencapai 20 cm, berbentuk segiempat, serta setiap seginya berusuk dan bersayap. Rasanya enak serta lunak. Bijinya bulat, berwarna kuning pada saat muda dan berwarna coklat pada saat tua dengan rasa yang langu. (Sunarjono, 2009). Kecipir termasuk dalam ordo Leguminales yang mempunyai cirri khas yaitu terdapat buah yang disebut polong, yaitu buah yang berasal dari satu daun dengan atau tanpa sekat semu. Bila masak dan kering buah akan pecah, sehingga biji terlontar keluar atau buah terputus-putus menjadi beberapa bagian menurut sekat-sekat semunya. Diantara anggota yang lain, kecipir banyak mengandung zat gizi yang tinggi karena kandungan gizi seperti protein, lemak, dan vitamin dalam bijinya. Tanaman kecipir diperkirakan berasal dari Madagaskar atau benua Afrika tropis. Di Indonesia, kecipir dikenal dengan beberapa nama, yaitu kacang botol atau kacang belimbing (Sumatera), jaat (bahasa Sunda), kelongkang (bahasa Bali), dan biraro (Ternate). Di beberapa Negara, kecipir dikenal dengan nama wing bean, goa bean, four angled bean (Inggris), dambala (Sri Lanka), kacang botol
Universitas Sumatera Utara
(Malaysia), sigarillas (Filipina), sirahu avarai (bahasa Tamil), dan tua phoo (Thailand). Dibandingkan dengan hasil produksi kacang tanah, produksi kecipir cukup menjanjikan. Dalam Nababan (2012), NAS (1981) melaporkan bahwa produksi tertinggi polong muda kecipir berkisar dari 34700 kh/Ha hingga 35500 kg/Ha. Di Indonesia biji kecipir sering digunakan untuk membuat minyak goreng, tepung biji kecipir, susu, tempe, tahu, kecap, kopi bubuk. Kecipir yang dibudayakan di Indonesia terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu kecipir berbunga ungu yang polongnya berukuran pendek (15-20 cm) dan kecipir berbunga putih dengan ukuran polong yang panjang (30-40 cm) dan biji yang relatif kecil. Yang paling banyak ditanam di Indonesia adalah yang berpolong pendek dengan jumlah buah yang banyak (Susanto, 2003).
Gambar 2.1 Tanaman Kecipir Keistimewaan kecipir dibanding tanaman sayuran lainnya adalah semua bagian dapat dikonsumsi dan dimanfaatkan, sehingga kecipir disebut tanaman multifungsi. Akar kecipir tumbuh sedalam 30 cm dan menyebar kesemua arah. Akar kecipir mampu membentuk bintil atau nodula akar, yang merupakan hasil simbiosis dengan bakteri Rhizopus sp. Hal ini menyebabkan akar kecipir dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Batang tanaman kecipir merambat dengan membelit ke kiri, beruas-ruas serta berbulu, berwarna hijau atau hijau kemerah-merahan
Universitas Sumatera Utara
sampai kecoklat-coklatan. Apabila ujung batang dipotong, maka akan tumbuh tunas dan cabang yang baru. Daun kecipir berbentuk runcing seperti ujung tombak. Daun kecipir mengandung vitamin A yang tinggi, khususnya yang berwarna hijau gelap kaya akan provitamin A. Bunga kecipir berwarna putih atau biru, berbentuk seperti kupu-kupu dan bermekaran setiap pagi. Kelopak bunga biasanya berwarna biru pucat, kelopak ini bisa digunakan sebagai pewarna makanan. Selain bisa dikonsumsi mentah sebagai salad atau lalapan, kelopak bunga juga dapat direbus ataupun digoreng dan memiliki rasa seperti jamur. Bunga ini dapat diolah menjadi bumbu, rempah-rempah, permen, dan bahan pewarna alami.
Gambar 2.2 Bunga Kecipir Buah kecipir berbentuk polong persegi panjang empat dengan panjang 15 cm. Buah kecipir terletak menggantung di tangkainya. Buah muda berwarna hijau dan setelah matang dipohon menjadi berwarna coklat hingga kehitaman. Buah kecipir membentuk empat sayap membujur, diantaranya terdapat biji-biji yang menempel, tiap polong mengandung 5 hingga 10 butir biji.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Buah Kecipir Muda
Gambar 2.4 Buah dan Biji Kecipir Tua Dari keseluruhan bagian kecipir, biji kecipir memiliki kandungan gizi yang paling tinggi. Biji kecipir mengandung protein tinggi, lemak tak jenuh, karbohidrat, dan fosfor. Akan tetapi, kandungan fosfor yang tinggi dalam biji kecipir tidak bisa dimanfaatkan sebagai sumber mineral, karena sebagian besar terikat dengan asam fitat. Ikatan asam fitat ini membentuk garam yang sulit dicerna dan diserap usus. Kandungan gizi dalam setiap bagian kecipir dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Bahan Segar Kecipir Kandungan Gizi No Kandungan Gizi Biji Polong Muda Daun 1 Kalori (kkal) 405,0 35,0 35,0 2 Protein (gr) 32,8 2,9 5,0 3 Lemak (gr) 17,0 0.2 0,5 4 Karbohidrat (gr) 36,5 5,8 8,5 5 Kalsium (mg) 80,0 63,0 134,0 6 Fosfor (mg) 200,0 37,0 81,0 7 Zat Besi (mg) 2,0 0.3 6,2 8 Vitamin A (SI) 0,0 595,0 5.240,0 9 Vitamin B1 (mg) 0,03 0,24 0,28 10 Vitamin C (mg) 0,0 19,0 29,0 11 Air (gr) 9,7 90,4 85,0 12 Bagian yang dapat dimakan (%) 100,0 96,0 70,0 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) Berdasarkan tabel 2.1 di atas diketahui bahwa biji kecipir mengandung protein yang baik yang menyerupai protein kedelai. Perbandingan nilai gizi biji kecipir dan kacang kedelai dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Perbandingan Nilai Gizi Biji Kecipir dan Kacang Kedelai Zat Gizi Biji Kecipir Kacang Kedelai Protein (gr) 29,4 – 37,4 35,1 Energi (kkal) 375,0 – 410,0 400,0 Karbohidrat (gr) 25,2 – 38,4 32,0 Lemak (gr) 15,0 – 18,3 17,7 Serat (gr) 3,7 – 9,4 4,2 Abu (gr) 3,3 – 4,3 5,0 Air (gr) 8,7 – 24 4,0 Sumber : Haryoto (1996) Protein biji kecipir mengandung asam amino essensial yang hampir sejajar dengan kacang kedelai, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein nabati. Salah satu contohnya, asam amino lisin pada kecipir jauh lebih tinggi dari kedelai yaitu sebanyak 488 mg/g N dibandingkan 256 mg/g N pada kedelai. Lisin sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan. Konsumsi sumber makanan yang mengandung lisin, dapat menutupi kekurangan lisin pada makanan pokok seperti nasi. Seperti diketahui bahwa, dua protein yang memiliki keterbatasan asam
Universitas Sumatera Utara
amino, bila dikonsumsi secara bersamaan dapat melengkapi asam amino yang hilang. Seperti nasi yang rendah lisin, namun kecipir tinggi akan lisin. Kandungan asam amino pada biji kecipir dan kedelai dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Kandungan Asam Amino pada Biji Kecipir dan Kedelai Komponen Asam Amino Biji kecipir (mg/g N) Kedelai (mg/g N) Alanin 298 273 Arginin 283 442 Glisin 268 265 Histidin 176 144 Prolin 449 276 Serin 360 332 Triptopan 104 72 Tirosin 281 202 Isoleusin 263 269 Leusin 506 484 Lisin 488 256 Methionin 58 69 Fenil Alanin 321 309 Treonin 294 258 Valin 265 298 Sistein 54 54 Sumber : Haryoto (1996) Dilihat dari baiknya kandungan gizi yang ada pada biji kecipir, pemanfaatan biji kecipir harus dapat ditingkatkan. Akan tetapi, biji kecipir menghasilkan bau langu sehingga masyarakat kurang memanfaatkannya. Bau langu disebabkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase yang secara alami terdapat kacang-kacangan. Perendaman biji selama minimal 17 jam diikuti dengan perebusan pada suhu 100C selama 30 menit dapat menginaktifkan lipoksigenase dan mengurangi bau lagu. Perendaman dan perebusan juga membuat biji kecipir menjadi lembut sehingga memudahkan pengolahannya. Biji kecipir memiliki sifat yang mirip kedelai, sehingga pengolahan biji kecipir banyak menggunakan teknik pengolahan kedelai. Biji kecipir dapat diolah
Universitas Sumatera Utara
menjadi minyak, kecap, tahu, tempe, dan tauco. Tak hanya itu, biji kecipir bisa juga dapat diolah menjadi tepung. Tepung biji kecipir dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan aneka kue. Seperti diketahui, pada umumnya bahan baku yang digunakan adalah tepung terigu. Sehingga, konsumsi terigu semakin hari semakin meningkat. Beberapa nilai gizi pada tepung biji kecipir, lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Perbandingan nilai gizi tepung biji kecipir dan tepung terigu dapat dilihat dalam tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Perbandingan Nilai Gizi Tepung Biji Kecipir dan Tepung Terigu Kandungan Gizi Tepung Biji Tepung Terigu (dalam 100 gr tepung) Kecipir Energi (kkal) 405,00 365,00 Protein (gr) 32,80 8,90 Karbohidrat (gr) 36,50 77,30 Lemak (gr) 17,00 1,30 Kalsium (mg) 80,00 16,00 Fosfor (mg) 200,00 106,00 ZatBesi (mg) 2,00 1,00 Vitamin B (mg) 0,03 0,12 Vitamin C (mg) 0,00 0,00 Air (mg) 9,70 12,00 2.2
Brownies Brownies adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari
masyarakat. Bentuknya yang unik dan rasanya yang enak membuat brownies banyak dicari oleh masyarakat. Brownies juga merupakan makanan yang banyak mengandung gizi, karena biasanya brownies dibuat dengan bahan-bahan yang mengandung banyak mineral (Sufi, 2009). Brownies memiliki tekstur seperti cake tapi tidak begitu mengembang. Umumnya brownies berwarna coklat dan berbentuk persegi panjang. Brownies memiliki testur yang padat, tidak begitu berongga, dan tidak begitu empuk, karena brownies tidak begitu mengembang seperti cake lain pada umumnya. Brownies
Universitas Sumatera Utara
umumnya dibuat dengan cara dipanggang. Namun, brownies juga dapat diolah dengan cara di kukus. Menurut Liem (2014), brownies muncul pertama kali pada tahun 1893 di Chicago, Amerika. Pada saat itu, Illinois menggelar acara pameran yang bertajuk “Colombian Exposition”. Saat pameran berlangsung, seorang koki dari hotel Palmer House diminta membuat suatu inovasi kue oleh sang pemilik hotel, Bertha Palmer. Beliau memintanya menghidangkan makanan penutup untuknya dan untuk para wanita yang turut hadir pada pameran yang lain. Koki tersebut memutuskan untuk memotong kue yang dibuatnya menjadi kecil-kecil dan diberi taburan serta hiasan pada permukaan kue agar kue tersebut berbeda dari yang lain dan menjadi mudah dimakan. Pada hari pameran tiba, Bertha Palmer dan semua orang yang hadir menyukai kue buatan koki ini. Sejak saat itu, kue ini mulai menyebar ke seluruh Amerika, Eropa dan seluruh dunia hingga menjadi terkenal seperti sekarang. Resep awal brownies berupa tepung terigu, margarin, gula, telur, coklat yang telah dilelehkan, serta kacang almond. Resep dasar brownies tidak pernah berubah sejak ratusan tahun lalu. Pada saat ini, brownies telah mengalami banyak modifikasi dengan beraneka rasa tambahan, seperti brownies keju, brownies pisang, brownies singkong, brownies tempe, dan banyak varian lainnya. Begitu juga dengan proses pengolahannya yang tidak hanya dipanggang, namun dapat diolah dengan cara dikukus atau yang dikenal dengan nama brownies kukus. Brownies tidak hanya cemilan yang dinikmati tanpa memiliki manfaat. Brownies memiliki manfaat sebagai penambah energi dan dapat meningkatkan stamina tubuh. Hal ini dikarenakan didalam brownies terkandung protein, lemak,
Universitas Sumatera Utara
karbohidrat, dan glukosa. Dalam brownies terkandung banyak zat gizi yang terkandung dalam telur, margarin, gula, dan tepung terigu. Penggunaan bahan-bahan dalam pembuatan brownies memiliki fungsi tersendiri. Tepung terigu berfungsi sebagai bagian dasar atau kerangka akibat adanya gelembung-gelembung udara hasil pengocokan telur. Sedangkan telur berfungsi sebagai emulsifier, dimana telur akan mengikat minyak yang ada di dalam brownies. Gula selain memberikan rasa, juga berfungsi memberikan tekstur pada brownies. Brownies tidak memiliki radikal bebas yang membahayakan bagi tubuh. Brownies yang pengolahannya dipanggang bisa menambah coklat, karena coklat dapat menangkap radikal bebas dan coklat juga berfungsi sebagai antioksidan. Coklat juga mampu menyegarkan dan menenangkan pikiran. Selain itu, brownies mengandung gula yang mampu memberikan energi dan memulihkan tenaga dengan cepat. Namun, konsumsi gula secara berlebihan mampu menimbulkan berbagai penyakit yang bisa mengganggu kesehatan tubuh terutama diabetes. Brownies merupakan panganan yang mengenyangkan karena brownies mengandung karbohidrat dari tepung dan sumber energi dari manisnya gula. Bahan baku untuk membuat brownies yaitu tepung terigu, gula, telur, margarin, dan coklat. Dari bahan baku tersebut, brownies mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan zat gizi pada brownies dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut : Tabel 2.5. Komposisi Zat Gizi Brownies dalam 100 gram bahan Zat Gizi
Kadar
Satuan
Energi
434,0
Kkal
Protein
4,0
Gram
Universitas Sumatera Utara
Lemak
14,00
Gram
Karbohidrat
76,6
Gram
Kalsium
19,0
Gram
Fosfor
82,0
Mg
Zat Besi
1,00
Mg
0,0067
Mg
0,3
Mg
Vitamin B6 Vitamin C
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (1996) Berdasarkan kanduungan gizi tepung biji kecipir, penggunaan tepung biji kecipir sebagai substitusi penggunaan tepung terigu dapat menambah kandungan gizi pada brownies. 2.3
Daya Terima Makanan Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang dalam menghabiskan
makanan yang disajikan (Rudatin, 1997). Daya terima makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Tingkat kesukaan ini berbeda setiap individu. Sehingga berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989). Munurut Wirakusumah (1990) yang dikutip dalam Nababan (2012), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur, dan tingkat ekonomi seseorang membuat penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu penampilan dan cita rasa, nilai gizi, dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.
Penampilan dan Cita Rasa Makanan Cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan
sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya agar mendapat makanan yang memuaskan. Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihatan, penciuman, dan pengecap. Meskipun begitu, faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan tersebut. Oleh sebab itu, penting dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya terima konsumen. Menurut Winarno (1997), rasa suatu makanan merupakan faktor yang menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi komponen rasa. Warna pada makanan berperan dalam menentukan penampilan makanan karena warna merupakan rangsangan pertama yang ditanggap oleh indera penglihatan. Warna pada makanan harus menarik dan tampak alamiah agar meningkatkan cita rasa. Oleh karenanya, dalam penyelenggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk teknik memasak maupun dalam penanganan makanan. 2.
Konsistensi atau Tekstur Makanan Konsistensi makanan merupakan faktor yang ikut menentukan cita rasa
makanan karena sensitifitas indera dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, maka seluruh upaya yang telah dilakukan untuk menampilkan cita rasa tinggi pada makanan
Universitas Sumatera Utara
tidak akan tercapai. Penampilan makanan dapat merangsang indera terata penglihatan, sehingga membuat konsumern tertarik untuk mencicipinya. 3.
Rasa dan Aroma Makanan Rasa pada makanan merupakan faktor selanjutnya yang menentukan cita
rasa makanan. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan, maka akan merangsang indera penciuman dan perasa menentukan rasa makanan tersebut. Aroma yang disebabkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap yang didapat karena adanya reaksi enzim maupun tanpa reaksi enzim. 2.4
Uji Organoleptik Uji organoleptik disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik yang
merupakan suatu cara penilaian yang primitif yang sudah lama dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan dalam menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pangan lainnya. Dalam suatu waktu, penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Karena dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian dengan alat yang sensitif (Susiwi, 2009). Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penilaian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data (Rahayu, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pengecap, peraba, dan pendengaran. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik sutu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat. Orang yang menjadi panel disebut panelis. Tidak ada keharusan menggunakan panelis terlatih untuk mengevaluasi daya terima suatu sampel, sebab masalahi daya terima bersifat subjektif. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan
atau
sebaliknya
ketidaksukaan,
disamping
itu
mereka
juga
mengemukakan tingkat kesukaan / ketidakkesukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat tidak suka (Rahayu, 1998). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuatu yang diinginkan peneliti. 2.5
Panelis Manurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh
macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.
Universitas Sumatera Utara
1.
Panel Perseorangan Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dengan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. 2.
Panel terbatas Panel terbatas terdiri dari 3 – 5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi,
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktorfaktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. 3.
Panel Terlatih Panel terlatih terdiri dari 15 – 25 orang yang mempunyai kepekaan cukup
baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihanlatihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan. 4.
Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15 – 25 orang yang sebelumnya dilatih
untuk mengetahui sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. 5.
Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan. Panel tidak terlatih ini hanya diperbolehkan menilai sifat organoleptik yang sederhana seperti
Universitas Sumatera Utara
sifat kesukaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita. 6.
Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu. 7.
Panel Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3 – 10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis untuk menilai produkproduk pangan yang disukai anak-anak,seperti permen, es krim, dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang akan dinilai dengan alat bantu gambar. 2.6
Kerangka Konsep Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pengguanaan tepung biji kecipir sebagai
substitusi tepung terigu terhadap daya terimanya, disajikan dalam kerangka konsep dibawah ini :
Tepung Biji Kecipir
Brownies
Kandungan Gizi Lebih Baik
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Pembuatan brownies biji kecipir dilakukan dengan menggunakan tepung biji kecipir sebagai pengganti tepung terigu sebanyak 100 %. Penilaian
Universitas Sumatera Utara
organoleptik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur.
Universitas Sumatera Utara