BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sengon ( Paraserianthes falcataria ) 2.1.1
Morfologi Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen [ Syn. Albizia falcataria (L.)
forberg ] termasuk dalam famili Mimosaceae (pete-petean), mempunyai nama daerah bermacam-macam. Di Pulau Jawa misalnya dikenal dengan nama albasia, jeunjing (Jawa Barat), sengon laut atau mbesiah (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Timur dan Jawa Tengah), jing laut (Madura). Di Sulawesi dengan nama tedehu pete, sedangkan di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku merah, seka, sika, sika bot, sikahm atau tawasela dan di Irian Jaya dikenal dengan nama bae, bai, wahogon, wai atau wikie. (Atmosuseno, 1998). Menurut Alrasyid (1973), Paraserianthes falcataria memiliki batang yang tidak berbanir, kulit berwarna kelabu muda, licin, batang lurus, tajuk berbentuk perisai, agak jarang, dan selalu hijau. Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30 - 45 m, dan diameter batang sekitar 70 – 80 cm pada umur 25 tahun. Pada dasarnya sengon dapat tumbuh pada sembarang tempat, baik ditanah tegalan atau pekarangan maupun tanah-tanah hutan yang baru dibuka bahkan ditanah tandus pun sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, alluvial, dan latosol. Tanah-tanah tersebut berstektur lempung berpasir atau lempung berdebu dan nilai kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Santoso, 1992). 2.1.2 Deskripsi botani Pohon sengon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa dapat mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, terdiri dari 8 – 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 – 25 helai daun. (Hidayat, 2000)
Benih sengon mempunyai kulit yang keras, sehingga tanpa adanya perawatan sebelumnya, benih hanya berkecambah 20% dalam waktu 20 hari. Oleh karena itu dianjurkan agar benih sebelum ditabur terlebih dahulu disiram dengan air mendidih, kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam.
Gambar 1. Penampilan sengon (1) Bentuk pohon. (2) Ranting berbunga dengan bagian daun (3) Bunga (4) Polong (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002) 2.1.3 Penyebaran dan habitat Sebaran alami di Maluku, Papua Nugini, kepulauan Solomon dan Bismark. Banyak ditanam di daerah tropis. Merupakan species pionir, terutama terdapat di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan pegunungan rendah. Tumbuh mulai pantai sampai 1600 mdpl, optimum 0-800 mdpl. Dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/th dengan bulan kering sampai 4 bulan. Dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk. Tidak tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek. Termasuk spesies yang memerlukan cahaya. Merupakan salah satu species paling cepat tumbuh di dunia, mampu tumbuh 8 m/tahun dalam tahun pertama penanaman. Species ini tumbuh mulai dari ketinggian 10 meter sampai dengan 1500 meter dari permukaan laut dan tumbuh di daerah-daerah dengan musim kemarau yang tidak terlalu kering, yaitu pada tipe iklim A, B, dan C dari Schmidt dan Ferguson, dan paling sedikit 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering.
Sengon termasuk jenis tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18-27 0 C. Pada dasarnya tanaman sengon ini dapat tumbuh dimanamana, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yakni 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah. Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50% - 75%. (Departemen Kehutanan 1999) 2.1.4 Manfaat Menurut Santoso (1992) manfaat sengon yaitu : 1. Penghijauan dan Reboisasi 2. Pelindung dan Penyubur tanah 3. Bahan baku kayu bakar 4. Bahan baku bangunan dan perabotan 5. Bahan baku industri kertas 2.2 Silvikultur 2.2.1 Persyaratan lokasi tempat tumbuh Sengon ini dapat tumbuh mulai dari pantai sampai ketinggian 1500 mdpl. Elevasi yang optimal pada umumnya berkisar antara 0 – 800 mdpl dengan suhu rata-rata 220 – 290C. Tumbuh baik di tempat-tempat yang mempunyai iklim basah sampai agak kering, di Philipina tumbuh terbaik pada curah hujan tahunan 4500 mm tanpa bulan kering. Tumbuhan tropik ini dapat tumbuh di tanah-tanah yang kering maupun yang lembab, dengan tekstur tanah dari yang ringan hingga berat dan pH tanah asam sampai netral. Disamping itu juga memerlukan tipe tanah dengan sistem drainase yang baik. 2.2.2 Pengadaan benih Musim berbunga P. falcataria adalah sekitar bulan Maret – Juni dan Oktober – Desember, sedangkan pembuahan berlangsung sepanjang tahun
terutama dalam bulan Juli – September (Departemen Kehutanan, 1999). Pengumpulan biji dilakukan dengan memetik buah yang masak kemudian dibelah untuk mengeluarkan bijinya. Untuk meningkatkan daya perkecambahannya, pra perlakuan yang dapat diberikan terlebih dahulu yaitu : benih disiram dengan air mendidih sebanyak 4 kali volume benih kemudian dibiarkan selama 24 jam sampai air rendaman dingin. 2.2.3 Penaburan dan perkecambahan Benih ditabur pada bedeng tabur 5 x 1 m2 sebanyak 200 gram, sedikit ditekan, ditutup dengan pasir halus setebal 1,5 cm. Setelah 2 – 4 hari benih akan berkecambah. Penyapihan dilakukan setelah batangnya berkayu dan kulit terlepas, yaitu pada umur 1 – 1½ bulan setelah tumbuh. Bibit langsung dipindahkan ke dalam kantong plastik. Setelah 2½ - 3 bulan setelah disapih bibit dapat ditanam di lapangan (Hidayat, 2000). Menurut Atmosuseno (1998) menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam penyemaian benih sengon antara lain: a. Baki kecambah yang bagian bawahnya dilubangi agar drainase lancar. b. Bedeng tabur yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. c. Media semai berupa pasir yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. d. Knapsack Sprayer Solo untuk menyiram persemaian e. Perlengkapan penggorengan media semai Penyemaian benih sengon dilakukan pada bak kecambah yang diletakkan di atas meja dalam bedeng tabur. Benih ditabur dalam larikan dengan jarak tabur 2x1 cm di atas media semai yang telah dimasukkan ke dalam baki kecambah. Untuk memudahkan penaburan sebaiknya dibuat terlebih dahulu lubang tanam dengan cara menusuk-nusuk media semai dalam baki. Alat penusuk yang digunakan terbuat dari kayu atau ranting dengan ukuran sebesar setengah dari jari kelingking orang dewasa. Penusukan dibuat sesuai dengan jarak tabur. Setelah benih ditabur bagian atasnya ditutup dengan lapisan pasir tipis untuk menjaga suhu agar tetap sesuai dengan kebutuhan perkecambahannya (favourable temperature). Media semai sebaiknya disterilisasi dengan cara menggorengnya sampai panas dan benar-benar kering agar terbebas dari penyakit di perkecambahan.
Setelah penaburan benih dilakukan, kemudian media ditutup dengan lapisan pasir tipis di bagian atasnya. Hal ini selain untuk menstabilkan suhu optimal benih, juga berkaitan dengan sirkulasi oksigen yang diperlukan bagi proses perkecambahan. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 20% O2 dan 0.03 CO2, sehingga frekuensi dan kadar penyiraman mempengaruhi suhu dan kadar oksigen tanah. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan hatihati agar tidak terlalu basah dan tidak terjadi pembusukan yang disebabkan oleh penyakit lodoh (dumping off). Dengan sistem penyemaian benih dalam bak tabur maka pada hari ke 7-8 semai sudah dapat disapih dan dipindahkan ke dalam polibag. Media semai yang sudah tidak berisi semaian masih dapat dipergunakan lagi sampai tiga kali rotasi penyemaian, dan setiap rotasinya dilakukan sterilisasi ulang dengan cara penggorengan media. (Atmosuseno, 1998) Menurut Backer et al. (1979) tahapan fisiologis dalam perkecambahan antara lain: a. Penyerapan air secara imbibisi b. Perbesaran sel dan pembelahan sel dimulai c. Pengaktifan enzim α dan β-amilase d. Karbohidrat, pati, lemak dan protein yang tidak larut dihidrolisis menjadi substansi yang lebih sederhana, larut dalam air untuk diangkut dari endosperma ke titik tumbuh (embrio) e. Kecepatan respirasi bertambah cepat dan energi yang dibebaskan digunakan untuk pertumbuhan f. Pertambahan terjadi dalam perbesaran sel dan pembelahan sel g. Kehilangan berat terjadi dengan cepat h. Diferensiasi sel menjadi beragam jaringan kemudian terjadi organ semai. (Baker et al. 1979)
Apabila benih tidak berkecambah dengan cepat pada lingkungan yang memadai, maka benih tersebut mungkin mengalami dormansi benih. Faktor yang mempengaruhi dormansi benih yaitu : a. Secara fisiologis embrio belum masak b. Kulit biji yang tidak permeabel terhadap air atau oksigen atau keduanya c. Kulit biji terlalu kuat untuk dipecahkan d. Biji jatuh di pohon sebelum embrio masak Dormansi merupakan karakteristik umum pada tumbuhan berkayu sebagai proses untuk memperbaiki ketahanan hidup pada periode waktu yang panjang sehingga biji berkecambah dalam kondisi alami. Dormansi dapat terjadi karena suhu yang dingin dengan kondisi kelembaban dan suhu yang fluktuatif. Perubahan kondisi didukung pula dengan adanya kegiatan bakteri dan jamur dalam tanah, sehingga melunakan kulit benih yang keras (Baker et al. 1979). Menurut Backer et al. (1979) menyatakan beberapa faktor-faktor luar yang mempengaruhi proses perkecambahan diantaranya air, oksigen, karbondioksida, suhu dan cahaya. 2.2.4
Pengadaan bibit Benih
disemai
bulan
Juli/Agustus
untuk
penanaman
bulan
Oktober/Nopember. Benih yang telah diberi perlakuan ditabur dalam bedeng penaburan. Penyiraman dengan air dilakukan secara hati-hati dua kali sehari, pagi dan sore. Penyapihan bibit dilakukan setelah batang mengandung kayu dan kulit benih sudah terlepas, yaitu pada umur 1 – 11/2 bulan setelah tumbuh. Penyapihan bibit ke dalam kantong plastik dilakukan secara hati-hati bersama gumpalan tanahnya. 2.2.5
Hama dan penyakit Hama yang sering menyerang pohon P. falcataria yaitu Xystrocera festiva
(hama boktor) yang menyerang batang dan apabila berlangsung terus menerus dapat mematikan tanaman. Pemberantasan hama ini dapat dilakukan secara kimiawi, biologis, mekanis dan pencegahan secara silvikultur. Selain itu pula dikenal pula jenis-jenis penggerek sekunder yaitu antara lain Xystrocera globosa
oliv, Platypus spp, Xyleborus spp. Jenis penggerek yang umumnya menyerang akar adalah Heterodora maripni dan juga hama uret (Departemen Kehutanan, 1999). 2.3 Media Tanam 2.3.1 Tanah Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman dan penyedia unsur hara. Tanah lapisan atas mengandung bahan organik yang mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi. Tanah yang beraerasi baik, persentase pembentukan akar pada tanaman lebih tinggi dan kualitasnya lebih baik (Hartmann dan Kester 1983). Penggunaan media tanah dalam jumlah yang cukup besar pada persemaian akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain pengikisan tanah yang cukup luas, hilangnya lapisan yang subur dan sebagainya. Selain itu, penggunaan tanah sebagai media tumbuh semai mempunyai beberapa kelemahan antara lain bobotnya berat, tanah mudah pecah pada saat pengangkutan sehingga kurang kompak dalam menunjang sistem perakaran dan kemungkinan kerusakan semai dalam pengangkutan ke persemaian dan ke lapangan (Kurniawati 1997). Menurut Hartmann dan Kester (1983) kriteria media yang baik adalah : (1) Harus cukup kuat dan kompak sebagai pemegang benih selama perkecambahan atau pertumbuhan. (2) Harus mampu mempertahankan kelembaban . (3) Memiliki aerasi dan drainase yang baik (4) Bebas dari benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagai organisme penyakit. (5) Tidak memiliki salinitas yang tinggi (6) Dapat disterilkan dengan menggunakan panas tanpa menimbulkan efek penghilangan terhadap unsur-unsur penting bagi pertumbuhan.
2.3.2 Media untuk sengon yang sudah dilakukan Penggunaan media tanam untuk tanaman sengon yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan tumbuh akar pada semai sengon memberikan kepastian terhadap keberhasilan penggunaan media tersebut. Tabel 1 Studi penggunaan media untuk sengon yang sudah dilakukan Tahun 1997
Peneliti Kurniawati R.
Judul
Media
Pengaruh pemberian air laut
- Tanah latosol
terhadap pertumbuhan semai
- Pasir
sengon ( Paraserianthes falcataria (L) Nielsen ) 1997
Hutomo S.
Pemanfaatan air limbah pabrik - Top soil kertas untuk peningkatan pertumbuhan semai sengon
latosol - Pasir
dan balsa 1999
Budisetiawan I.
Pengaruh pemberian ekstrak
- Tanah latosol
kulit jagung ( Zea mays L.)
- Serasah kulit
dan Trichoderma viride pada
jagung
berbagai media terhadap pertumbuhan semai sengon 2004
Laila D.
Dampak pemberian air laut
- Tanah
terhadap pertumbuhan sengon
gambut jenis
pada media tanah gambut
hemik
tanpa bakar dan terbakar
- Tanah gambut jenis saprik
2004
Wardhani GP.
Kajian pemanfaatan kompos
- Kompos
lumpur industri farmasi
- Tanah gembur
sebagai media tanam sengon, lamtoro dan tomat
2.4 Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) dapat diartikan sebagai senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah sedikit mendukung, menghambat maupun merubah berbagai proses fisiologis tanaman. ZPT adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel. Pengaturan pertumbuhan ini dilaksanakan dengan cara pembentukan hormon-hormon, mempengaruhi sistem hormon, perusakan translokasi atau dengan perubahan tempat pembentukan hormon (Hartmann dan Kester 1983). ZPT di dalam tanaman terdiri dari 5 kelompok Auksin, Gibberalin, Sitokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin 1984). Hormon yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon sedangkan yang sintetis disebut ZPT (Wattimena 1988). 2.4.1
Dendrocalamus asper (schult-f) Backer ex Heyne (bambu betung) Bambu adalah sekelompok tumbuhan yang dicirikan oleh buluh yang
berkayu mempunyai ruas-ruas dan buku-buku. Termasuk dalam suku rumputrumputan (Graminae) anak suku Bambusideae (Farelly 1984 diacu dalam Elida 2002). Benton (1970) diacu dalam Elida (2002) berpendapat bahwa, bagian dalam batang bambu tersusun dari senyawa silika yang amorf yang mempunyai sifatsifat sebagai katalis dalam reaksi kimia tertentu. Bambu betung dalam bahasa Inggris disebut juga Giant bamboo, awi betung (Sunda), buluh batung (Batak), juga dikenal dengan nama daerah Batuang Gadang. Tersebar di Sumatera, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Seram dan Papua. Di Jawa, bambu betung dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 2000m diatas permukaan laut. Bambu dapat tumbuh pada banyak jenis tanah, namun akan lebih baik pada tanah berat dengan drainase yang baik. Menurut Heyne (1987) diacu dalam Ruhiyat (1998) bambu betung mempunyai rumpun yang agak rimbun, tinggi buluhnya mencapai 30 m, diameter 8,5 – 20 cm. Buku-bukunya membengkak, dengan panjang 40-60 cm dan tebal dinding antara 1-1,5 cm. Bambu ini banyak digunakan untuk kontruksi bangunan,
tempat air dan bumbung untuk menampung nira. Tunas muda atau rebung mempunyai rasa manis, dan banyak dibuat untuk sayur. 2.4.2.1 Batang, pelepah batang dan daun Type simpodial, merumpun yang terdiri dari beberapa batang saja, batang tegak dengan ujung melengkung. Tinggi 20-30 m, diameter 8-20 cm, tebal 11-36 mm. Panjang ruas 10-20 cm (bagian bawah) sampai 30-50 cm (bagian atas). Buku-bukunya menggelembung, buku dekat pangkal batang mempunyai akar udara. Batang muda berbulu warna coklat keemasan. Ukuran 20-40 cm X 20-25 cm, bagian bawah sangat kecil, tertutup bulu cokelat tua sampai cokelat muda, pelepah melancip keujung (lanceolate), lidah pelepah batang (ligule) panjang 10 cm. Helaian daun ukuran 30 cm X 2,5 cm, bagian dasar pendek, membesar diatas, berbulu, lidah daun pendek, tidak mempunyai telinga daun (auricle). Bambu betung memiliki potensi ekonomi dan kegunaan yang banyak di masyarakat Indonesia. Batang bambu betung baik untuk furniture dan industri chopstick. Batang bambu betung sangat tebal dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan bangunan atau jembatan. Ruas dari buku bagian atas yang panjang dipakai sebagai tempat nira juga tempat menanak nasi atau daging seperti didaerah Sarawak. Di Thailand Dendrocalamus asper dikenal dengan sebutan “sweet bamboo” rebung mudanya sangat manis dan tebal, dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan acar (Dransfield dan Widjaja, 1995). 2.4.2.2 Rebung Rebung adalah nama umum bagi terubus bambu yang baru tumbuh dan berasal dari batang bawah. Rebung yang baru keluar berbentuk lonjong, kokoh, dan terbungkus dalam kelopak daun yang rapat dan bermiang (duri-duri halus) banyak. Selama musim hujan, rebung bambu tumbuh dengan pesatnya, dalam beberapa minggu saja tunas tersebut sudah sudah tinggi. Dalam waktu 9-10 bulan rebung telah mencapai tinggi maksimal 25-30cm. Beberapa jenis rebung terbentuk pada permulaan musim hujan, selain itu ada yang terbentuk pada akhir musim hujan. Musim panen rebung biasanya jatuh sekitar bulan desember hingga februari atau maret.
Pada tahap awal rebung terlihat pendek, terbungkus dalam pelepah batang yang rapat dan bermiang dengan warna miang coklat sampai kehitaman. Rebung tumbuh cepat menjadi batang bambu muda selama musim hujan. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, seludang buluh membuka dan diikuti dengan tumbuhnya primordial tunas lateral sebagai bakal cabang. Percabangan tumbuh mulai dari 1/3 buku bagian atas diikuti percabangan dibagian tengah buluh terus ke bagian bawah, percabangan bambu betung termasuk kelompok banyak cabang (bud multiple branching), (McClure 1967 diacu dalam Ruhiyat 1998) yang dapat mencapai 10-20 anak cabang dalam satu buku. Mata cabang dalam buluh terdiri dari mata cabang yang besar di bagian tengah (central bud) dan kelompok mata cabang yang lebih kecil di kiri kanannya. Rebung bambu merupakan makanan khas dari Asia Bagian Timur. Rebung Bambu muda memiliki bentuk seperti taring badak. Beberapa rebung diantaranya dapat dikonsumsi manusia, namun ada juga yang tidak bisa dikonsumsi manusia karena memiliki rasa pahit seperti rebung dari bambu apus. Menurut Winarno (1992) diacu dalam Salahudin (2004) jenis rebung bambu apus dapat menyebabkan orang menjadi mabuk karena mengandung kadar asam sianida yang tinggi. Beberapa jenis rebung juga mengandung senyawa toksik sianida dalam bentuk glukosida. Bila senyawa ini bereaksi dengan air maka akan terbentuk asam sianida. Asam sianida dapat dikeluarkan dari rebung mentah dengan merusak jaringan rebung melalui proses pemasakan (Yaguchi dan Wu 1971 diacu dalam Salahudin 2004). Kadar asam sianida dalam rebung dapat mencapai 800 mg setiap 100 gram (Wogan 1976 diacu dalam Salahudin 2004). Rasa pahit mungkin berhubungan dengan kandungan glukosida tersebut. 2.4.2.3 Komposisi kimia rebung bambu betung Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 2. Sebagian besar dari bagian yang dapat diamakan terdiri dari air yaitu 91 gram, selain itu rebung juga mengandung protein 2,6 gram, karbohidrat 5,20 gram, lemak 0,90 gram, serat kasar 1,00 gram, vitamin A 20 SI, kalium 533 mg, fosfor 53 mg, abu 0,90 mg serta unsur-unsur mineral lain seperti
riboflavin, niasin, thiamin, kalsium, dan besi dalam jumlah kecil (Watt dan Merill 1975 diacu dalam Salahudin 2004). Tabel 2 Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan Komposisi
Jumlah
Protein (gram)
2,60
Kalori (cal)
27,00
Lemak (gram)
0,30
Karbohidrat (gram)
5,20
Serat (gram)
1,00
Air (gram)
91,00
Fosfor (mg)
59,00
Kalsium (mg)
13,00
Besi (mg)
0,50
Abu (gram)
0,90
Kalium (mg)
533,00
Vitamin A (SI)
20,00
Thiamin (mg)
0,15
Riboflavin (mg)
0,70
Niasin (mg)
0,60
Vitamin B1 (mg)
0,15
Vitamin C (mg)
4,00
Sumber : Watt dan Merill (1975)
Pada rebung, kandungan serat berbeda pada setiap bagiannya. Bagian atas kandungan seratnya lebih kecil dibandingkan pada bagian bawah. Tetapi kandungan kimia seperti protein, lemak dan mineral pada bagian atas lebih tinggi dari pada bagian bawah (Tabel 3).
Tabel 3 Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah dan bawah yang dapat dimakan. Bagian Air Protein Lemak Serat Karbohidrat Abu Atas
89,7
2,72
0,28
0,42
5,50
1,39
Tengah
91,26
1,71
0,22
0,89
4,78
1,12
Bawah
90,26
1,38
0,17
1,25
5,65
0,93
Sumber : Kurosawa, 1969
Menurut Winarno (1992) bagian tengah, atas dan bawah memiliki histologis yang berbeda. Bagian ujung atas mengandung lemak 800 mg/100gram rebung segar. Asam lemak utama adalah palmitat, linolenat dan linoleat. Asam organik dalam rebung bambu dari jenis Dendrocalamus asper adalah asam oksalat yaitu 462 mg/100mg pada bagian dasarnya. Asam sitrat lebih banyak di bagian atas sedangkan bagian bawah banyak mengandung asam malat.