BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Retardasi Mental 1. Pengertian Retardasi mental adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata (IQ di bawah 70) yang disertai dengan keterbatasan yang penting dalam area fungsi adaptif, seperti keterampilan interpersonal atau sosial, penggunaan sumber masyarakat, penunjukkan diri, keterampilan akademis, pekerjaan, waktu senggang, dan kesehatan serta keamanan (King, 2000 dalam Videback, 2008). Retardasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis maupun sosial. Kelainan ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh ganggugan yang bermakna dalam intelegensia terukur dan perilaku penyesuaian diri (adaptif). Retardasi mental juga mencakup status sosial, hal ini dapat lebih menyebabkan kecacatan daripada cacat khusus itu sendiri. Karena batas-batas antara normalitas dan retardasi seringkali sulit digambarkan, identifikasi pediatri, evaluasi, dan perawatan anak dengan kesulitan kognitif serta keluarganya memerlukan tingkat kecanggihan teknis maupun sensitivitas interpersonal yang besar (Behrman, 2000). 2. Etiologi Kemungkinan meneumkan etiologi retardasi mental bergantung pada beratnya retardasi mental. Hanya kira-kira 50% kasus retardasi mental ringan yang etiologinya tidak diketahui. Kelainan kromoson adalah penyebab yang paling sering teridentifikasi, dengan penyebab utama adalah sindrom down dan sinar X fragil. Penyebab retardasi mental lain adalah cidera perinatal, sindrom genetikal lain, cedera postnatal, sindrom
8
9
alkohol fetus, infeksi intrauterin, dan kelainan metabolisme bawaan (Batshaw, 1993 dalam Schwartz, 2005). 3. Patofisologi Faktor Genetik
Kelainan jumlah dan bentuk kromosom
Faktor Prenatal
Faktor Perinatal
Faktor Pascanatal
Gizi Mekanis Toksin Endokrin Radiasi Infeksi Stres Imunitas Anoksia embrio
Proses kelahiran yang lama Posisi janin yang abnormal Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal
Akibat infeksi Trauma kapitis dan tumor otak Kelainan tulang tengkorak Kelainan endokrin dan metabolik, keracunan pada otak
Kerusakan pada fungsi otak: Hernisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus Hernisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, sosial dan kognitif
Penurunan fungsi intelektual secara umum Gangguan perilaku adaptif sosial
Keluarga
1. 2. 3.
Kecemasan keluarga Kurang pengetahuan Koping keluarga tak efektif
Hubungan sosial
1.
2. 3. 4.
Gangguan komunikasi verbal Gangguan bermain Isolasi sosial Kerusakan interaksi sosial
Perkembangan
Fungsi intelektual
1. Risiko ketergantungan 2. Risiko cedera
Bagan 2.1 Patofisiologi Retardasi Mental (Mutaqqin, 2008)
10
4. Tingkatan Tingkatan
retardasi
mental
menurut
kesepakatan
Asosiasi
Keterbelakangan Mental Amerika Serikat (American Association of Mental Retardation) seperti dikemukakan oleh Sarwono Sarlito Wirawan (1999, dalam Sunaryo, 2004) sebagai berikut: a. Retardasi mental lambat belajar (slow learner, IQ= 85-90) b. Retardasi mental taraf perbatasan (borderliner, IQ= 70-84) c. Retardasi mental ringan (debil atau moron) (mild, IQ= 55-69) d. Retardasi mental sedang (moderate, IQ= 36-54) e. Retardasi mental berat/ imbecile (sever, IQ= 20-35) f. Retardasi mental sangat berat atau idiot (profound, IQ= 0-19) 5. Tanda-tanda Retardasi mental Tabel 2.1.
Tanda-tanda Fisik Atipik yang Dapat Dihubungkan dengan Bertambahnya Insiden Retardasi Mental Tanda-Tanda Fisik
Rambut Keriting ganda Halus, mudah putus, cepat abu-abu atau putih menyeluruh Jarang atau tanpa rambut
Tangan Metakarpal ke-4 atau ke-5 pendek Jari-jari tangan pendek, gemuk Jari-jari tangan panjang, tipis, meruncing Ibu jari tangan lebar Klinodaktili Kelainan dermatoglifik (misalnya triradius distal) Garis kult telapak tangan melintang Kelainan kuku
Mata Mikroftelmia Hipertelorisme Hipotelorisme Miring ke atas dan ke luar atau ke bawah dan ke luar Lipatan epikantus sebelah dalam dan sebelah luar Koloboma iris atau retina Binti-bintik Brushfield Pupil terletak eksentris
Kaki Metatarsal ke-4 atau ke-5 pendek Jari kaki tumpang tindih Jari kaki pendek, gemuk Ibu jari kaki besar dan lebar Garis kulit yang mengarah dari sudut jari kaki pertama dan kedua, terlihat dalam Kelainan dermatoglifik
11
Tanda-Tanda Fisik Nistagmus Telinga Genetalia Pinna letak rendah Genetalia yang tidak jelas Pembentukan heliks sederhana atau Mikropenis abnormal Testis besar Hidung Jembatan hidung rata Ukuran kecil Lubang hidung menghadap ke atas
Kulit Bintik-bintik cafe-au-lait Nevus depigmentasi
Wajah Panjang filtrum bertambah Hipoplasia maksila atau mandibula
Gigi Bukti adanya kelainan pembetukan email (enamelogenesis) Kelainan odontogenesis
Mulut Bentuk bibir atas V terbalik Lengkungan palatum lebar atau tinggi Kepala Mikrokranium Makrokranium
(Behrman, 2009)
6. Pendidikan Retardasi Mental Dahulu ketika pemahaman orang terhadap kondisi keterbelakangan mental masih terbatas, anak atau individu yang mengalami kondisi ini seringkali dijauhkan atau diasingkan dari pergaulan sosial. Mereka seringkali dijauhkan atau diasingkan dari lingkungan sosial. Mereka seringkali tidak mendapatkan perlakukan yang pantas karena dianggap gila dan tidak memperoleh pendidikan yang layak karena keterbatasan kemampuan intelektualnya. Namun, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai keterbelakangan mental, semakin berkembang pula institusi atau pendidikan yang disesuaikan dengan mereka. Salah satunya adalah SLB C yang dikhususkan untuk anak dengan keterbelakangan mental (Gunarsa, 2004).
12
7. Dampak Retardasi Mental pada Keluarga Orang yang paling banyak menanggung beban akibat retardasi mental adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Individu dengan retardasi mental memiliki keterbatasan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Mereka membutuhkan waktu lama untuk bekerja dan rentang waktu yang mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas lebih lama dari pada orang lain pada umumnya. Biasanya penderita retardasi mental mempunyai keterbatasan intelegensi dan membutuhkan bantuan orang lain guna beradaptasi dengan lingkungan dengan meningkatkan perilaku yang kurang dan mengurangi perilaku yang berlebihan. Ketidaksesuian harapan orang tua dengan potensi yang dimiliki anak cenderung menimbulkan masalah di kemudian hari dalam proses perkembangan anak. Orang tua mencemaskan masa depan anak sebagai salah satu proyeksi kecemasan dirinya dituangkan pada anak. Akibatnya kecemasan orang tua mempengaruhi kecenderungan untuk melindungi anak secara berlebihan (Zahra, 2007). Keluarga
yang mempunyai anak dengan retardasi mental akan
memberikan perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin bertambahnya umur anak retardasi mental maka para orang tua harus mengadakan penyesuaian terutama dalam pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari (Mutaqqin, 2008).
13
B. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan, merupakan masalah
penting
dalam
perkembangan
kepribadian.
Kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang normal maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu. Keduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan, dari pertahananan terhadap kecemasan itu (Gunarsa, 2008). Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang
mengalami
kecemasan
pada
waktu-waktu
tertentu
dalam
kehidupannya. Biasanya, kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan dan karena itu berlangsung sebentar saja (Ramaiah, 2003). Kecemasan adalah suatu keadaan tidak tentram dimana pasien merasakan adanya bahaya yang akan datang. Ini adalah respons dasar terhadap segala macam stress. Kecemasan dan ketakutan adalah reaksi umum terhadap stress penyakit. Perasaan hilang kendali, bersalah dan frustasi juga turut berperan dalam reaksi emosional pasien. Penyakit membuat pasien merasa tidak berdaya. Menyadari akan terjadinya kematian tubuh membuat pasien merasa cemas sekali (Swartz, 2005). 2. Tingkat Kecemasan Tingkat kecemasan menurut Stuart & Sundeen (2007) sebagai berikut: a. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
14
b. Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c. Kecemasan berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. d. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang
dan
kehilangan
pemikiran
yang
rasional.
Jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. 3. Keluhan Gangguan Kecemasan Hawari (2007) menyatakan bahwa pada gejala cemas, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan psikik (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan somatik (fisik). Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut : a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
15
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
Selain keluhan-keluhan cemas secara umum di atas, ada lagi kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobik dan gangguan obsesif-kompulsif. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Suliswati (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu sebagai berikut: a. Faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam selama kehidupan tersebut dapat berupa: 1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan rasa ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehinggga akan menimbulkan kecemasan. 4) Frustasi
akan
menimbulkan
rasa
ketidakberdayaan
mengambil keputusan yang dampak terhadap ego.
untuk
16
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami karena pola mekanis koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7) Riwayat
gangguan
kecemasan
dalam
keluarga
akan
mempengaruhui respon individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzopin dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. b. Faktor presipitasi Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan
timbulnya
kecemasan.
Faktor
presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian: 1) Ancaman terhadap integritas fisik ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil) b) Sumber ekternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, kekurangan nutrisi tidak adekuatnya tempat tinggal.
17
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a) Sumber internal: kesulitan dalam hubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b) Sumber ekternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya. Thallis
(2005)
menjelaskan
terdapat
dua
ciri
penting
yaitu
ketidakmampuan mengendalikan pikiran buruk yang berulang-ulang dan kecenderungan berpikir bahwa keadaan akan menjadi semakin buruk.. Faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu frustasi, konflik, ancaman, harga diri, dukungan sosial, dan lingkungan. yang diuraikan sebagai berikut : a. Frustasi Frustasi (tekanan perasaan), rintangan terhadap aktivitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. b. Konflik Adanya dua kebutuhan atau lebih yang berlawanan dan harus dipenuhi dalam waktu yang sama. Konflik adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama.
18
c. Ancaman Adanya bahaya yang harus diperhatikan. Ancaman merupakan peringatan yang harus diperhatikan dan diatasi agar tidak terlaksana. Keadaan
lingkungan
yang
mengancam
atau
membahayakan
keberadaan, kesejahteraan dan kenyamanan diri seseorang serta kurangnya stimulus pada suatu masyarakat akan menimbulkan perasaan kesepian, kesendirian, dan kecemasan. d. Harga Diri Suatu penilaian yang dibuat oleh individu tentang dirinya sendiri dan dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungannya. Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh individu-individu yang kurang mempunyai harga diri akan menganggap bahwa dirinya tidak cakap atau cenderung kurang percaya pada kemampuan dirinya dalam menghadapi lingkungan secara efektif dan akhirnya akan mengalami berbagai kegagalan. e. Dukungan Sosial Dukungan sosial yang positif berhubungan dengan hilangnya kecemasan, depresi, rasa jengkel, dan gejala-gejala jasmaniah pada orang-orang yang sedang stres. Dukungan sosial dapat diperoleh dari keluarga, sehingga dikatakan sebagai dukungan keluarga. f. Lingkungan Faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan adalah lingkungan di sekitar individu. Adanya dukungan dari lingkungan dapat membuat individu berkurang kecemasannya.
19
5. Respon individu terhadap kecemasan Respon fisiologis kecemasan menurut Stuart & Sundeen (2007) yaitu: a. Respons fisiologis terhadap cemas Tabel 2.2 Respons Fisiologis Terhadap Kecemasan Sistem tubuh
Respons
Kardiovaskular
Palpitasi, jantung “berdebar”, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan*, pingsan*, tekanan darah menurun*, denyut nadi menurun*
Pernapasan
Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah Refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedipkedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondarmandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai melemah, gerakan yang janggal
Neuromuskular
Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen*, mual*, nyeri ulu hati*, diare*
Saluran perkemihan
Tidak dapat menahan kencing*, sering berkemih*
Kulit
Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh,
* Respons parasimpatis
20
b. Respons perilaku, kognitif, dan afektif terhadap kecemasan Tabel 2.3 Respons Perilaku, Kecemasan
Kognitif
dan
Afektif
Terhadap
Sistem tubuh Perilaku
Respons Gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada
Kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberkan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk
Afektif
Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu
6. Sumber dan mekanisme koping Seseorang
dapat
menanggulangi
stress
dan
kecemasan
dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif. (Suliswati, 2005).
21
C. Persepsi 1. Pengertian Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera namun proses itu tidak berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito, 2002). 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Ali (2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi faktor-faktor yaitu : a. Ciri khas objek stimulus yang memberikan nilai bagi orang yang mempersiapkannya
dan
seberapa
jauh
objek
tertentu
dapat
menyenangkan bagi seseorang b. Faktor-faktor pribadi termasuk di dalamnya ciri khas individu, seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan lain sebagainya. c. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain di lingkungannya dapat memberikan arah kesuatu tingkah laku d. Faktor perbedaan latar belakang tingkah laku kultural (kebiasaan)
3. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor, perlu dikemukakan antara objek dan stimulus itu menjadi satu misalnya dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit sehingga akan terasa tekanan tersebut. Proses stimulus mengenai alat indera ditreuskan oleh syaraf sensoris ke otak proses ini disebut sebagai proses psiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat dan apa yang didengar atau apa yang diraba. Proses yang terjadi di otak atau dalam pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Dengan demikian dapat
22
dikemukakan terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya : apa yang dilihat, apa yang didengar dan apa yang diraba yaitu stimulus yang ditrima oleh alat indera, proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk (Walgito, 2002).
D. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Dukungan keluarga adalah dukungan yang terdiri dari atas informasi atau nasihat verbal dan non verbal bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial dan didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottieb, 1983, dikutip Smet, 1994, dalam Nursalam & Kurniawati, 2007). Dukungan merupakan faktor penting yang dibutuhkan seseorang ketika menghadapi masalah (kesehatan). Salah satunya kelebihan masyarakat di Indonesia adalah kekerabatannya yang kuat, dapat dilihat dari ketika ada anggota keluarga yang sakit dan menjalani rawat inap di rumah sakit, semua keluarga dan tetangga memberikan dukungan dengan menunggu/ tidur di rumah sakit secara bergantian (Ratna, 2010). 2. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Keluarga Menurut Ratna (2010) faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan keluarga sebagai berikut : a. Pemberian dukungan sosial, lebih efektif dari orang-orang terdekat yang mempunyai arti dalam hidup individu. Orang terdekat antara lain orang tua bagi anak, istri untuk suami, teman dekat, saudara, tergantung tingkat kedekatan antara keduanya.
23
b. Jenis dukungan sosial: akan memiliki arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang ada c. Penerima dukungan sosial, perlu diperhatikan juga karakteristik orang yang menerima bantuan, kepribadian dan peran sosial penerima dukungan. d. Jenis dukungan yang diberikan, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. e. Waktu pemberi dukungan, situasi yang tepat, hampir sama dengan jenis dukungan, pemberi dukungan harus mempelajari waktu yang tepat. f. Lamanya pemberian dukungan, tergantung dari masalah yang dihadapi, kadang bila kasusnya kronis, maka diperlukan kesabaran dari pemberi dukungan, karena membutuhkan waktu yang cukup lama, membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaika masalah atau keluar dari masalah. 3. Bentuk Dukungan Keluarga Menurut Taylor et.al (1997) dalam Ratna (2010) bentuk dukungan keluarga yaitu : a. Perhatian secara emosi Diekspresikan melalui kasih sayang, cinta atau empati yang bersifat memberikan dukungan. Kadang dengan hanya menunjukkan ekspresi saja sudah dapat memberikan rasa tentram. Bentuk dukungan berupa perhatian secara emosi adalah memberikan semangat untuk tetap sabar dalam mengasuh anak dengan retardasi mental, tetap melibatkan pada acara atau kegiatan keluarga dan tidak mengucilkan dari pergaulan keluarga.
24
b. Bantuan instrumental Barang-barang atau jasa yang diperlukan ketika sedang mengalami masa-masa stress. Bentuk dukungan instrumental seperti memberikan bantuan dana untuk merawat anak, mengantar mencari dokter untuk perkembangan anak yang mengalami retardasi mental dan membantu secara ekonomi. c. Pemberian informasi Informasi sekecil apapun merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi pasien. Bentuk dukungan keluarga dalam pemberian informasi seperti mencarikan informasi tentang sekolah untuk retardasi mental dan cara mengasuh anak dengan retardasi mental. d. Penilaian Dukungan berupa saran dari teman, keluarga terhadap keputusan yang diambil sudah tepat/ sesuai atau belum. Bentuk dukungan penilaian adalah memberikan saran untuk menyekolahkan anak di sekolah khusus. 4. Sumber Dukungan Sosial a. Suami atau istri, secara fungsional otomatis adalah orang yang paling dekat dan paling berkewajiban memberikan dukungan ketika salah satunya mengalami kesulitan b. Keluarga dan lingkungan, termasuk tenaga kesehatan/ perawatan ketika dia sedang mendapat perawatan baik di rumah sakit maupun komunitas. c. Teman sebaya, atau sekelompok adalah tempat anggota kelompok berinteraksi secara inten setiap saat. Solidaritas diantara mereka juga tumbuh dengan kuat (Ratna, 2010)
25
5. Pengaruh Dukungan Keluarga dengan Kesehatan Menurut Ratna (2010) pengaruh dukungan sosial dengan kesehatan antara lain : a. Jaringan sosial terkecil adalah keluarga, sehingga dukungan dari keluarga adalah hal yang penting,
bahkan dapat
membantu
mempercepat proses penyembuhan, tetapi sebaliknya klien dengan keadaan keluarga yang kurang mendukung akan mempersulit proses penyembuhan b. Pada dasarnya secara alami setiap manusia mempunyai kemampuan beradaptasi dan mengelola maupun menyelesaikan masalahnya c. Dukungan yang diberikan tidak membuat seseorang menjadi tergantung terhadap bantuan, tetapi harusnya menjadikan seseorang menjadi lebih cepat mandiri karena yain akan kemampuannya, dan mengerti akan keberadaannya d. Teman asosiasi kerja, tetangga, jaringan kerja komunitas (kelompok komunitas, pengajian), jaringan kerja profesioal, saudara, kelompok sosial tertentu,
merupakan pemberi dukungan
kemampuannya. e. Semakin banyak teman, semakin sehat f. Silaturahmi, memperpanjang umur
sesuai dengan
26
E. Harga Diri Keluarga 1. Pengertian Harga diri (self esteem) adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya (Sunaryo, 2004). Menurut Mubarak & Chayatin (2007) menjelaskan bahwa harga diri tinggi adalah perasaan yang berakar pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Walaupun orang tersebut melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian dan akan meningkat sesuai meningkatnya usia. 2. Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Menurut Kozier dan Erb (2007) ada empat elemen pengalaman yang berhubungan dengan perkembangan harga diri, yaitu : a. Orang-orang yang berarti atau penting Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan tertentu.Yang termasuk orang yang berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan sebagainya. Pada berbagai tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti. Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang bagaimana perasaan dan label orang yang berarti tersebut, individu akan mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai dirinya. b. Harapan akan peran sosial Pada berbagai tahap perkembangan, individu sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran spesifiknya.
27
Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial. Harapanharapan peran sosial berbeda menurut usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi karir. c. Krisis setiap perkembangan psikososial Di sepanjang kehidupan, setiap individu menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya. Jika individu tersebut gagal menyelesaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga dirinya. Menurut d. Gaya penanggulangan masalah Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang mengakibatkan stress merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun.
3. Karakteristik Harga Diri Frey dan Carlock (2005) mengungkapkan ciri-ciri individu dengan harga diri tinggi, yaitu: a. Menghargai dirinya sendiri b. Menganggap dirinya berharga c. Melihat dirinya sama dengan orang lain, d. Tidak berpura-pura menjadi sempurna e. Mengenali keterbatasannya f. Berharap untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi
28
Sedangkan ciri-ciri individu dengan harga diri rendah, yaitu: a. Secara umum mengalami perasaan ditolak b. Memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri c. Memiliki perasaan hina atau jijik terhadap diri sendiri d. Memiliki perasaan remeh terhadap diri sendiri Coopersmith (2002) mengemukakan ciri-ciri individu berdasarkan tingkat harga dirinya, yaitu: a. Harga diri tinggi 1) Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain. 2) Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik dengan baik. 3) Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu berjalan di luar rencana. 4) Berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpresikan dirinya dengan baik. 5) Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya. 6) Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. 7) Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan
b. Harga diri rendah 1) Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini sering kali menyebabkan individu yang memiliki harga diri yang rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya.
29
2) Sulit mengontrol tindakan dan perilakunya tehadap dunia luar dirinya dan kurang dapat menerima saran dan kritikan dari orang lain. 3) Tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya. 4) Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik. 5) Menganggap diri kurang sempurna dan segala sesuatu yang dikerjakannya akan selalu mendapat hasil yang buruk, walaupun dia telah berusaha keras, serta kurang dapat menerima segala perubahan dalam dirinya. 6) Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang realisitis. 7) Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan.
4. Proses Pembentukan Harga Diri Salah satu fungsi dari konsep diri adalah mengevaluasi diri, hasil dari evaluasi diri ini disebut harga diri. Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak kecil, tetapi faktor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman individu. Harga diri diperoleh melalui proses pengalaman yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang. Harga diri terbentuk secara sosial. Keluarga menjadi struktur sosial yang penting, karena interaksi antar anggota keluarga terjadi disini. Perilaku seseorang di dalam keluarga dapat mempengaruhi perilaku anggota keluarga yang lain (Frey & Carlock, 2005).
30
5. Faktor Predisposisi Gangguan Harga Diri Faktor predisposisi gangguan harga diri meliputi penolakan dari orang lain, kurang penghargaan, pola asuh yang salah (terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten), persaingan antara saudara, kesalahan dan kegagalan yang berulang, dan tidak mampu mencapai standar yang ditentukan. Sedangkan perilaku yang muncul berhubungan dengan harga diri rendah antara lain: mengkritik diri sendiri, merasa bersalah dan khawatir, merasa tidak mampu, menunda keputusan, gangguan berhubungan, menarik diri dari realita, merusak diri, membesarbesarkan diri sebagai orang penting, perasaan negatif terhadap tubuh, ketegangan
peran,
pesimis
menghadapi
hidup,
keluhan
fisik,
penyalahgunaan zat (Suliswati, 2005). Retardasi mental merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya gangguan harga diri. Orang tua yang mempunyai anak retardasi mental merasakan dirinya mengalami kegagalan dan tidak mampu mencapai standar yang telah ditentukan oleh dirinya. Aliran Kognitif (Bandura, Rotter) yang berfokus pada peran dari proses kognitif atau kognisi dan dari belajar melalui pengamatan (modeling) dalam perilaku manusia, contoh : konsep atau cara pandang orang tua yang salah akan kehadiran anak retardasi mental yang terkadang tidak diakui atau tidak adanya rasa penerimaan diri sehingga dari sini timbul proses belajar dan kerangka berpikir yang salah, tentang keberadaan anak retardasi mental yang berdampak pada sisi psikologis sehingga anak akan merasa tertekan, harga diri rendah di dalam lingkungan keluarganya.
31
F. Kerangka Teori Anak Retardasi Mental
Keterbatasan kemampuan melakukan aktivitas seharihari
Masalah bagi keluarga: 1. Membutuhkan bantuan keluarga 2. Ketidaksesuaian harapan orang tua/ keluarga
Kecemasan Keluarga
Faktor mempengaruhi kecemasan 1. Frustasi 2. Konflik 3. Ancaman 4. Lingkungan 5. Harga diri
Kecemasan tentang : 1. Masa depan anak 2. Pendidikan anak 3. Kehidupan anak 4. Kemandirian anak 5. Penghasilan anak
6. Persepsi Dukungan keluarga
Bagan 2.2 Kerangka Teori Penelitian Sumber : Zahra (2007), Thalis (2005), Ratna (2010)
32
G. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian dijabarkan pada bagan berikut : Variabel bebas Persepsi Dukungan keluarga
Variabel Terikat
Kecemasan keluarga
Harga diri
Bagan 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
H. Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu 1. Variabel bebas, yaitu persepsi dukungan keluarga dan harga diri 2. Variabel terikat, yaitu kecemasan keluarga
I. Hipotesa Hipotesa penelitian ini terdiri dari : 1. Ada hubungan persepsi dukungan keluarga dengan kecemasan orang tua dengan anak retardasi mental di SLB Negeri Wiradesa Kabupaten Pekalongan. 2. Ada hubungan harga diri dengan kecemasan orang tua dengan anak retardasi mental di SLB Negeri Wiradesa Kabupaten Pekalongan.