BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Piutang Penerapan sistem penjualan secara kredit yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu upaya perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualan. Penjualan kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, tetapi menimbulkan apa yang disebut dengan piutang, sehingga dengan kata lain piutang timbul karena perusahaan menerapkan sistem penjualan secara kredit. Dalam berbagai referensi piutang sering juga diartikan sebagai bentuk klaim yang ditujukan kepada pihak lain sebagai hasil dari transaksi untuk tujuan akuntansi sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Simon (1973) yang dikutip oleh Manulang (2005, 34) sebagai berikut : “The term receivable is applicable to all claims against other, wheter are claims for money, for goods, or for serving, for accounting purpose, however the term is employed is narrower sense to designate claims that are expected to be settled by the receipt of money”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa piutang antara lain merupakan semua tuntutan terhadap langganan baik berbentuk perkiraan uang, barang maupun jasa dan segala bentuk perkiraan seperti transaksi. Penjualan secara kredit menimbulkan hak bagi perusahaan yang melakukan penagihan pada langganannya, di mana hal itu ditentukan oleh persyaratan yang telah disepakati bersama pada saat melakukan transaksi. Oleh Soemarso (2002, 338) piutang mengandung arti: “piutang adalah hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain, menuntut pembayaran dalam
bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak dengan siapa ia berpiutang”. Piutang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan.Selain itu, Munir (2005, 15) lebih mengkhususkan definisi piutang pada piutang dagang: ”piutang dagang adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditur bukannya debitur ? atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagang secara kredit”. Jadi, piutang dapat diartikan bahwa perusahaan memiliki hak penagihan terhadap pihak lain yang menjadi langganannya dan mengharap pembayaran dari mereka agar memenuhi kewajiban terhadap perusahaan. Sementara itu Soemarso (2002, 338) juga mengelompokkan piutang menjadi dua yaitu: 1) Piutang dagang, merupakan piutang yang berasal dari penjualan barang dan jasa yang merupakan kegiatan usaha normal perusahaan atau disebut juga piutang usaha (trade receivable); 2) Piutang lain-lain (bukan dagang), merupakan piutang yang tidak berasal dari bidang usaha utama seperti: piutang pegawai, piutang dari perusahaan afilias, piutang bunga, piutang deviden, piutang pemegang saham dan lain-lain.
II.2. Piutang Tak Tertagih II.2.1.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang Tak Tertagih Piutang adalah salah satu unsur aktiva lancar dalam neraca yang memiliki
perputaran yang cepat (kurang dari 1 tahun). Sebagai salah satu bentuk investasi
yang tak berbeda dengan investasi kas, persediaan dan lain-lain, maka dengan adanya piutang , perusahaan harus menyediakan dana untuk diinvestasikan ke dalam piutang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dana yang diinvestasikan dalam piutang, menurut Riyanto (2001, 85-87)
sebagai
berikut : a. Volume Penjualan Kredit Semakin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan demikian, makin besar volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti makin besar resiko tidak tertagihnya piutang, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitabilitasnya. b. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan profitabilitasnya. Syarat pembayaran lebih ketat misalnya dalam bentuk batas waktu pembayaran yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat. c. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal kredit yang diberikan kepada para langganannya. Makin tinggi batas maksimal kredit yang ditetapkan bagi masing-masing langganan, berarti makin besar pula
dana yang diinvestasikan dalam piutang. Demikian pula ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. Makin selektif para langganan yang dapat diberi kredit,akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang. Ketentuan dapat bersifat kuantitatif
berupa batas maksimum kredit, dan dapat juga bersifat kualitatif
berupa ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. d. Kebijaksanaan dalam Pengumpulan Piutang Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang melakukan kebijaksanaan secara aktif, maka perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan cara ini, maka piutang yang ada akan cepat tertagih sehingga akan lebih memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan kebijaksanaan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan lebih lama, sehingga jumlah piutang perusahaan akan lebih besar. e. Kebiasaan Membayar dari Para Langganan Langganan yang memiliki kebiasaan membayar dengan memanfaatkan cash discount bisa mengakibatkan semakin kecilnya investasi dalam piutang dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkannya. Hal ini tergantung cara mereka menilai kedua alternatif tersebut.Lebih lanjut Adisaputra (2001, 43) mengemukakan konsekuensi dari adanya investasi dalam piutang tersebut yaitu: menyerap sejumlah dana modal kerja, mempunyai usia tertentu sesuai waktu keterkaitannya, mempengaruhi tingkat risiko perusahaan secara keseluruhan, perlu dimonitor tingkat efisiensi pengelolaannya dari waktu ke waktu.
II.2.2.
Kebijakan Kredit
II.2.2.1. Manfaat Penjualan Kredit Menurut Adisaputra (2003, 37) investasi pada piutang akan memberikan manfaat bagi perusahaan antara lain kenaikan omzet penjualan, kenaikan laba bersih,dan bertambahnya market share yang mana memberikan dampak positif bagi persaingan bisnis. Adisaputra (2003, 62) mengemukakan manfaat penjualan kredit antara lain: upaya untuk meningkatkan omzet penjualan, meningkatkan keuntungan, meningkatkan hubungan dagang antara perusahaan dengan pelanggannya, manfaat keuntungan berupa selisih bunga modal pinjaman yang harus dibayarkan kepada bank sebagai sumber dana pembelanjaan piutang. Demikian juga menurut Indriyo (2005, hal 43) keuntungan dari penjualan kredit yaitu: kenaikan hasil penjualan, kenaikan laba, persaingan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa manfaat-manfaat penjualan kredit antara lain: dapat meningkatkan omzet penjualan, meningkatkan keuntungan perusahaan serta dapat meningkatkan hubungan dagang antara pelanggan dengan perusahaan.
II.2.2.2. Persyaratan Kredit Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan penjualan kredit memerlukan pedoman dalam menentukan kepada siapa akan memberikan kredit dan berapa jumlah kredit tersebut. Oleh karena itu, perusahaan tidak hanya mementingkan
penentuan standar kredit yang diberikan, tetapi juga penetapan standar kredit tersebut dalam membuat keputusan-keputusan kredit.Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perusahaan perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : a. Standar kredit Menurut Syamsuddin (2002, 256) standar kredit dari suatu perusahaan dapat didefinisikan sebagai kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh seorang pelanggan sebelum dapat diberikan kredit. Hal-hal seperti nama baik pelanggan sehubungan dengan kredit, atau pembayaran utang-utang dagangnya, baik kepada perusahaan sendiri maupun kepada perusahaan-perusahaan lain, referensireferensi kredit, rata-rata jangka waktu pembayaran utang dagang dan beberapa rasio keuangan tertentu dari perusahaan pelanggan akan dapat memberikan suatu dasar penilaian bagi perusahaan sebelum memberikan atau melakukan penjualan kredit. Adapun faktor-faktor utama yang harus dipertimbangkan apabila perusahaan bermaksud untuk mengubah standar kredit yang diterapkan menurut Syamsuddin (2002, 257) adalah : 1. Biaya administrasi, bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang diterapkan, berarti banyak kredit yang diberikan dan tugas-tugas yang tidak dapat dipisahkan dengan adanya pertambahan penjualan kredit tersebut juga akan semakin bertambah besar. Sebaliknya, apabila standar kredit diperketat, maka jumlah penjualan kredit yang diberikan semakin kecil dan tugas-tugas untuk itupun semakin sedikit. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa
perlunakan standar kredit yang lebih ketat akan mengurangi biaya administrasi. 2. Investasi dalam piutang, semakin besar piutang semakin besar pula biayabiayanya. Perlunakan standar kredit diharapkan untuk meningkatkan volume penjualan, sedangkan standar kredit yang semakin ketat akan menurunkan volume penjualan. 3. Kerugian piutang
(bad debt expenses), akan semakin meningkat dengan
diperlunaknya standar kredit, dan akan menurun bilamana standar kredit diperketat. 4. Volume penjualan, bilamana standar kredit diperlunak maka diharapkan akan dapat meningkatkan volume penjualan, dan
sebaliknya jika perusahaan
memperketat standar kredit yang diterapkan maka dapat diperkirakan bahwa volume penjualan akan menurun.
b. Syarat Kredit (Credit Term) Syarat
kredit adalah ketentuan yang ditetapkan perusahaan terhadap
pelanggan untuk membayar utangnya. Syarat kredit dapat bersifat lunak atau ketat. Bersifat ketat, berarti perusahaan mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan laba. Bersifat lunak, berarti perusahaan melakukan strategi dalam meningkatkan volume penjualan. Persyaratan kredit atau credit term meliputi tiga hal, yaitu : 1. Potongan tunai, memungkinkan pelanggan tertarik untuk membayar pinjaman lebih awal. Hal ini membuat penagihan periode rata-rata (average collection
period) akan lebih pendek dan penjualan kotor pun meningkat. Besarnya potongan tunai yang diberikan dapat ditentukan oleh titik di mana biaya yang dikeluarkan sama dengan manfaat yang akan diterima oleh perusahaan. Bilamana perusahaan memberikan atau memperbesar potongan tunai dalam penjualan kredit yang dilakukan maka dapat diperkirakan akan terjadi perubahan-perubahan seperti berikut ini :14
Volume penjualan
akan meningkat karena adanya potongan tunai
untuk pembayaran yang dilakukan dalam waktu 10 hari, maka harga dari produk yang dibeli oleh perusahaan pembeli akan lebih murah. Bilamana permintaan terhadap produk perusahaan cukup elastis, maka penurunan harga tersebut akan diikuti oleh meningkatnya permintaan dan volume penjualan. Rata-rata pengumpulan piutang juga akan menurun karena pelanggan yang tadinya tidak mendapatkan potongan tunai, sekarang dapat mengambil potongan tunai tersebut. Hal ini tentu saja berarti suatu pembayaran yang lebih
awal dan dengan demikian jangka waktu rata-rata pengumpulan piutangpun akan berkurang. Demikian pula halnya dengan kerugian piutang, karena banyaknya pelanggan yang mengambil potongan tunai yang ditawarkan maka probabilitas dari kerugian piutang atau bad debt expenses akan semakin meningkatkan keuntungan perusahaan. Aspek negatif dari adanya potongan tunai adalah menurunnya potongan per unit dari produk yang dijual bilamana semakin banyak pelanggan yang mengambil potongan tunai yang ditawarkan tersebut berarti menurunnya produk yang dijual. 2. Periode kredit, perubahan dalam priode kredit (misalnya dari net 30 hari menjadi 60 hari) juga akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Pengaruh-pengaruh berikut ini diperkirakan akan terjadi bilamana perusahaan memperpanjang priode kredit yang diberikan.Perpanjangan periode kredit akan meningkatkan volume penjualan tetapi baik rata-rata pengumpulan piutang maupun kerugian piutang juga akan meningkat. Dengan demikian peningkata volume penjualan akan mempunyai pengaruh yang positif atas keuntungan perusahaan, sedangkan rata-rata pengumpulan piutang dan kerugian piutang akan berpengaruh negatif bagikeuntungan perusahaan. Kebalikan dari hal ini, perpendekan dari periode kredit, akan mempunyai pengaruh-pengaruh yang sebaliknya.
II.2.2.3. Evaluasi Terhadap Pelanggan
Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh pelanggan, perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap pelanggan. Ini dilakukan untuk mencegah resiko kredit yaitu resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan. Riyanto (2003, 87-88) mengatakan bahwa “dalam menilai resiko kredit, seorang manajer kredit dapat melaksanakan penilaian 5C dari calon pelangganan, yaitu : a. Character Character menggambarkan keinginan atau kemauan para pelanggan untuk secara jujur memenuhi kewajiban-kewajibannya. Faktor-faktor ini sangat penting karena setiap transaksi kredit mengandung kesanggupan untuk membayar. b. Capacity Capacity merupakan pendapat
subjektif mengenai kemampuan dari
pelanggan, dengan menunjukkan bahwa perusahaannya beroperasi sukses. c. Capital Capital berhubungan dengan penilaian sumber-sumber financial dari perusahaan pelanggan, terutama ditunjukkan oleh neraca. d. Collateral Collateral berhubungan dengan pencerminan aktiva pelanggan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan kepada pelanggan tersebut.
e. Condition
Condition menunjukkan impact (pengaruh langsung) dari trend ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan atau perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi tertentu yang mungkin mempunyai efek terhadap kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya.
II.2.3.1. Pengaruh Penjualan Kredit Penjualan tunai berdasarkan dengan arus kas masuk akan terjadi bersamaan dengan terjadinya transaksi penjualan. Adisaputro (2003,69) mengemukakan bahwa yang menyebabkan arus kas masuk dari penjualan kredit akan sangat tergantung pada: jangka waktu kredit, kerajinan dari petugas penagih piutang, mutu atau bonafiditas debitur, situasi pada umumnya.
II.3. Biaya Atas Piutang Dalam proses penjualan kredit, perusahaan tidak akan terlepas dari resiko biaya atas kegiatan tersebut. Biaya-biaya tersebut menurut Adisaputro (2003,63) antara lain : a. Beban biaya modal Piutang sebagai salah satu bentuk investasi akan menyerap sebagian dari modal perusahaan yang tersedia. Bila perusahaan menggunakan modal sendiri seluruhnya, maka dengan piutang modal yang tersedia untuk investasi bentuk lain (persediaan, aktiva tetap, dan lain-lain) akan berkurang. Dengan demikian, biaya modal besarnya sama dengan besarnya biaya modal sendiri. Bilamana modal sendiri tidak mencukupi sehingga perusahaan terpaksa menggunakan pinjaman
bank, maka timbul biaya yang eksplisit dalam bentuk bunga
modal pinjaman.
Oleh karena itu, piutang sebagai investasi dibelanjai dengan modal sendiri atau modal luar yang selalu menambah beban tetap yang berwujud biaya modal. Dengan adanya piutang, kebutuhan modal kerja akan meningkat. b. Biaya administrasi piutang 1. Biaya organisasi atau unit kerja yang diserahi tugas mengelola piutang, yaitu gaji dan jaminan sosial lain bagi petugas penagihan dan pengadministrasian piutang. 2. Biaya penagihan misalnya biaya telepon, surat penagihan, biaya perjalanan bagi penagih piutang. c. Adanya piutang tak tertagih Mungkin tidak semua piutang dapat tertagih, hal ini bisa saja disebabkan debitur lari atau bankrut. Dapat saja timbul piutang macet atau tak tertagih sama sekali, sehingga mengakibatkan adanya piutang tak tertagih (bad debts) sehingga perlu dibentuk cadangan piutang ragu-ragu yang dibentuk lewat penyisihan sebagian keuntungan penjualan. Pembentukan cadangan inilah merupakan salah satu bentuk biaya piutang. Jumlah biaya-biaya ini ada bersifat fixed seperti gaji personil
penagih
utang,
ada
yang
bersifat
variable
seperti
biaya
perjalanan/penagihan piutang. Jumlah ini berubah dari waktu ke waktu, karena : 1. Perbedaan jumlah nasabah yang harus dilayani 2. Perbedaan nilai piutang keseluruhan yang harus dikelola.
3. Perbedaan fungsi piutang atau penjualan dengan kredit dari waktu ke waktu berhubungan dengan adanya perbedaan antara kondisi persaingan dan situasi ekonomi secara umum. 4. Perbedaan jangka waktu kredit yang diberikan.
II.4. Administrasi Piutang Manajemen piutang dapat dikatakan efektif apabila administrasi piutang dan sistem pengendaliannya disusun secara teratur dan terarah. Hal ini mengakibatkan seluruh piutang dapat diketahui dan dikontrol dengan baik, sehingga penyelewengan atau kebocoran dana khususnya dalam hal ini dana piutang dapat dihindari atau diminimalkan. Selain itu, juga dapat mempercepat dan mempermudah pelayanan kepada pelanggan khususnya pelanggan kredit sehingga menjadi daya tarik sendiri yang dimiliki perusahaan.
II.4.1. Tujuan Administrasi Piutang Tujuan administrasi piutang adalah : a. Memberikan informasi penagihan untuk tepat waktu. b. Meyakinkan jumlah piutang itu memang ada, dan bukan fiktif. c. Menentukan tingkat kecairan, untuk pengelompokkan ke aktiva lancar atau aktiva lain-lain. d. Untuk mendapat dasar dalam membuat cadangan dan pengapsahan piutang.
e. Untuk mengontrol apakah maksimum kredit masing-masing langganan terlampaui atau tidak. f. Sebagai sumber penelitian kondisi debitur. g. Sebagai kontrol terhadap saldo buku besar piutang.
II.4.2. Fungsi Bagian Piutang Agar tujuan
administrasi dapat dicapai maka selayaknya setiap
perusahaan, dalam hal ini perusahaan dagang memiliki bagian khusus yang menangani hal-hal yang berhubungan dengan piutang, di mana bagian piutang memiliki fungsi seperti yang dikemukakan oleh Baridwan (2000,193) sebagai berikut : a. Membuat cadangan piutang yang dapat menunjukkan jumlah kredit-kredit kepada tiap-tiap langkah. Hal ini dapat memudahkan kita untuk mengetahui sejarah kreditnya, jumlah maksimum kredit dan keterangan lainnya yang diperlukan oleh bagian kredit. b. Menyiapkan dan mengirimkan surat pernyataan piutang. c. Membuat daftar analisa umur piutang tiap periode. Daftar ini digunakan untuk menilai keberhasilan kebijakan kredit yang dijalankan juga sebagai memo untuk mencatat kerugian piutang.
II.4.3. Prosedur Administrasi Piutang Prosedur administrasi piutang yang umum dikenal menurut Samsul (2004,106) : a. File dokumen b. Kartu piutang c. Buku piutang Untuk setiap metode di atas, langganan dapat dikelompokkan menurut : a. Nama dan alamat pelanggan b. Tanggal jatuh tempo pembayaran c. Kombinasi keduanya
II.4.4. Surat Pernyataan Piutang Surat
pernyataan
piutang
merupakan
salah
satu
formulir
yang
menunjukkan piutang pada langganan untuk tanggal tertentu, dan dalam bentuk surat pernyataan piutang tertentu disertai perincian pendukungnya. Bentuk-bentuk surat pernyataan piutang menurut Narko (2004,110) yaitu : a. Surat pernyataan saldo akhir bulan (balance of moment statement) Dalam surat pernyataan ini, yang diinformasikan kepada pelanggan hanya saldo akhir suatu bulan tertentu saja. Dengan demikian informasinya cukup ringkas. Surat pernyataan dibuat dengan mengutip saldo akhir yang ada pada rekening pembantu piutang pada pelanggan tertentu.
b. Surat pernyataan elemen-elemen terbuka (open item statement) Berisi daftar faktur penjualan yang belum dilunasi, beserta tanggal dan jumlahnya. Digunakan bila pelanggan melunasi faktur. c. Surat pernyataan tunggal (unit statement) Dikerjakan dengan kartu piutang memakai karbon untuk mendapatkan tembusan selama satu periode (biasanya bulanan). Lembar pertama untuk surat pernyaataan dan lembar kedua merupakan kartu piutang. Setiap bulan digunakan lembar baru, di mana lembar pertama dikirimkan kepada langganan dan lembar kedua disimpan sebagai buku pembantu piutang. d. Surat pernyataan saldo berjalan dengan rekening konvensional (running balance statement with conventional account) Berisi
keterangan
yang
sama
dengan
pernyataan
tunggal,
cara
mengerjakan juga sama. Perbedaannya adalah tembusan yang merupakan buku pembantu piutang tidak diganti tiap bulan tetapi buku pembantu piutang tersebut terus dipakai sampai penuh. Laporan yang sering dibuat dalam administrasi piutang, menurut Samsul (2004, 355-358) yaitu : a. Rekening koran piutang dagang per langganan 1. Rekening koran tipe saldo akhir bulanan 2. Rekening koran tipe saldo akhir unit terbuka 3. Rekening koran tipe transaksi berjalan
b. Daftar umur piutang Dibuat tiap akhir bulan atau sewaktu-waktu diperlukan pinjaman. Dipakai untuk menilai langganan yang menunggak pembayarannya. c. Umur piutang Piutang suatu pelanggan telah berlalu daftar piutang, biasanya dikelompokkan menurut umur. Umur piutang adalah jangka waktu sejak dicatatnya transaksi penjualan sampai dengan saat dibuatnya daftar piutang. Biasanya umur piutang dikelompokkan menurut jumlah hari tertentu. Misalnya piutang yang berumur 1-30 hari ; 31-60 hari; dan seterusnya. Saldo piutang untuk suatu pelanggan mungkin termasuk dalam satu atau lebih umur waktu piutang. Adakalanya, uang dari penagihan piutang tidak diterima menurut jumlah yang tertera dalam faktur. Bisa jadi, jumlah uang yang diterima, pada suatu saat tertentu, lebih kecil dari jumlah yang tercantum dalam faktur. Saat berikutnya, jumlah itu lebih besar, begitu seterusnya. Dalam hal demikian maka umur piutang dihitung dengan menelusuri debit (penjualan kredit) dan kredit (penagihan) dalam kartu piutang dan menentukan penagihan-penagihan mana yang digunakan untuk mengurangi piutang tertentu. Aturan yang dapat digunakan adalah bahwa penjualan yang lebih awal akan dilunasi lebih dahulu. d. Daftar piutang yang dihapuskan.
II.5. Piutang dalam rumah sakit Dalam konteks manajemen rumah sakit menurut Breman (1982), piutang adalah nilai rupiah yang harus dibayar oleh pasien atau keluarganya atau yang menanggungnya atas pelayanan yang diberikan rumah sakit kepadanya. Menurut Budiharjo (1989) piutang adalah tenggat waktu dalam pelunasan pembiayaan, kepada pihak rumah sakit. Piutang tersebut terdiri dari piutang tertagih dan piutang tak tertagih (bad debt) Dalam suatu rumah sakit sumber pendapatan adalah berasal dari jasa pelayanan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan. Namun tidak semua pembayaran diterima oleh dalam bentuk tunai / cash, sebagian dalam bentuk piutang pasien yang dijamin oleh pihak ketiga. Menurut Direktorat Pelayanan Medik Departement Kesehatan RI (2002), piutang adalah hak yang mucul dari penyerahan pelayanan jasa, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara rumah sakit dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain tersebut melunasi pembayaran atas jasa yang telah diterimanya.
II.5.1. Klasifikasi Piutang Pada pengertian standart akuntansi Keuangan Rumah sakit, piutang digolongkan ke dalam 2 kategori berdasarkan menurut terjadinya antara lain : 1. Piutang pelayanan, yaitu piutang yang timbul karena penyerahan jasa tindakan medik dalam rangka kegiatan rumah sakit pemerintah, seperti piutang kepada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan.
2. Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan tersebut, digolongkan sebagai piutang lain-lain.
II.5.2. Klasifikasi Debitur Rumah Sakit Pasien dalam rumah sakit, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, (Gaffar,1994) : 1. Kelompok pasien yang membayar sendiri 2. Kelompok pasien charity dan gratis Kelompok ini adalah pasien yang tidak dijamin oleh pihak ketiga dan diidentifikai sebagai pasien tidak mampu yang mendapat pelayanan charity atau gratis. Penentuan klasifikasi atas kelompok pasien ini, harus tepat untuk mencegah peningkatan piutang tak tertagih. 3. Kelompok pasien yang dijamin oleh pihak ketiga Pihak ketiga yang dimaksud adalah perusahaan asuransi kesehatan dan perusahaan – perusahaan yang menjaminkan karyawannya dalam penggunaan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam kelompok ini diperlukan identifikasi dan antisipasi biaya-biaya yang tidak dijamin dan menjadi tanggungan pasien, sehingga dapat mengurangi siklus piutang dan mengantisipasi kemungkinan penghapusan piutang
II.5.3. Perilaku piutang Menurut sabarguna (2007) ada enam hal yang termasuk dalam informasi piutang yaitu jumlah, usia, pelanggan, piutang tak tertagih, rasio, forcasting.
Sedangkan perilaku piutang terdiri dari tujuh kegiatan, yaitu kebijakan piutang, perencanaan piutang, siklus piutang, pengumpulan piutang, penagihan piutang, penjualan piutang, dan penilaian piutang (Sabarguna,2007)
Tabel 2.2 Perilaku piutang No. 1.
Kelompok Kebijakan piutang
2.
Perencanaan Piutang
3.
Siklus piutang
Uraian Uang muka Kualitas pelanggan Potongan Sistem pembayaran Patokan piutang tertagih. Tenor pelunasan Besarnya Waktu menjadi uang tunai Negosiasi dengan pelanggan
Pendaftaran Pembebasan Penagihan Proses pembayaran Menerima pembayaran Menutup piutang 4. Pengumpulan Piutang Oleh siapa Berapa lama Sampai jumlah berapa Kapan dikumpulkan 5. Penagihan piutang Masih dirawat Setelah pulang Petugasnya siapa Cara penagihan 6. Penjualan piutang / Jaminan Kredit Apakah mungkin Apa untung dan ruginya Bagaimana hubungannya dengan cash flow 7. Penilaian piutang Piutang tak tertagih Penghapusan piutang Varian dari perencanaan Sumber : Boy S. Sabarguna. Manajemen Keuangan Rumah Sakit. Yogyakarta : Konsorsium Rumah sakit Islam Jateng – DIY, 2007
II.5.4. Perputaran Piutang Kelancaran penerimaan piutang dan pengukuran baik tidaknya investasi dalam piutang dapat diketahui dari tingkat perputarannya. Perputaran piutang adalah masa-masa penerimaan piutang dari suatu perusahaan selama periode tertentu. Perputaran piutang akan menunjukkan berapa kali piutang yang timbul sampai piutang tersebut dapat tertagih kembali kedalam kas perusahaan. Definisi perputaran piutang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini : Menurut S.Munawir (2002:75) memberikan keterangan bahwa posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitug tingkat perputaran piutang tersebut (turn over receivable), yaitu dengan membagi total penjualan kredit (netto) dengan piutang rata-rata. Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2001:90) menyatakan bahwa tingkat perputaran piutang (receivable turn over) dapat diketahui dengan membagi jumlah kredit sales selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata piutang (average receivable) . Pendapat mengenai perputaran piutang menurut Drs. Munawir (2004:75) mengatakan bahwa: “Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang turn over receivable yaitu, dengan membagi total penjualan kredit neto dengan piutang rata-rata”. Menurut Warren Reeve (2005:407) perputaran piutang adalah “Usaha (account receivable turn over) untuk mengukur seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun”.
Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang terdiri dari dua variable yaitu total penjualan kredit dan ratarata piutang.Periode perputaran pihutang tergantung dari panjang pendeknya ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam syarat pembayaran kredit Perputaran piutang (receivable turnover) dipengaruhi oleh syarat pembayaran dan kecenderungan debitur untuk menepati janji pembayarannya. Berapa kali piutang harus berputar dalam satu tahun, dikemukakan oleh beberapa ahli : Menurut Alfonus Sirait (2002;337) perputaran piutang merupakan sebuah ukuran seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun dimana dengan ketentuan kredit, piutang usaha harus berputar sedikitnya diatas 12 kali pertahun. Menurut Tim Koperasi BKN hal.58 perputaran piutang bisa dikatakan efisien bila tingkat perputarannya 10-14 kali. Menurut Brigham Ehrhardt (2009;103) menetapkan standart pengumpulan piutang adalah tidak lebih dari 36 hari dan berputar sebanyak 10-15 kali per tahun. Menurut Standart ratio dari LPPK Muhammadiyah, hari pelunasan piutang adalah 50-70 hari. Menurut Standart rasio dari RSI Cempaka Putih jakarta, hari pelunasan piutang dengan jaminan adalah <55 hari (Asri,2010) sedangkan menurut meijani wibowo (2010) piutang yang bermasalah adalah piutang yang pelunasannya > 45 hari.
II.5.5. Piutang tak tertagih Pengelolan piutang yang tidak baik akan meningkatkan resiko terjadinya piutang tak tertagih (bad debt). Menurut Neumann (1988), piutang tak tertagih adalah piutang yang ditagih dan tidak dapat diterima dalam jumlah seutuhnya setelah lewat tenggang waktu satu tahun. Piutang tak tertagih tersebut akan diberlakukan sebagai kerugian piutang dan masuk sebagai elemen biaya operasi dalam laporan laba-rugi. Pada analisis kebijakan kredit, taksiran piutang tak tertagih harus diperhitungkan sebagai pengorbanan (sutrisno,2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat piutang tak tertagih : 1. Besarnya piutang dan jangka waktu. Semakin besar jumlah piutang dan semakin lam jangka waktunya maka semakin besar resiko untuk menjadi piutang tak tertagih. 2. Efisiensi penagihan. Setiap kasus yang jatuh tempo harus segera dilakukan penagihan dengan pemberitahuan atau peringatan dan setelah beberapa kali dilakukan penagihan tanpa hasil, harus dilakukan upaya khusus. Jika upaya yang dilakukan tidak efektif, maka resiko menjadi piutang tak tertagih semakin besar. 3. Mutu persetujuan piutang yang dinyatakan dengan penyelidikan seksama sebelumnya tentang kesanggupan membayar oleh calon debitur, jika persetujuan tidak jelas maka resiko menjadi piutang tak tertagih semakin besar.
II.5.6. Manajemen Piutang 1. Tahap Pre-admission Suatu prosedur yang efisien yang perlu dibuat untuk mendapatkan informasi selangkap-lengkapnya mengenai kemampuan keuangan pasien. Tujuannya untuk mengetahui sedini mungkin calon pasienyang tidak mampu membayar, cara pemebayaran yang akan digunakan oleh pasien, penanggung jawab atas rekening calon pasien, dan memberikan saran kepada calon pasien dalam merencanakan pembayaran dikemudian hari. 2. Tahap Admission Tujuannya untuk mendapatkan data keuangan pasien selengkaplengkapnya dan setepat-tepatnya dalam waktu yang singkat. (Mehta dan Maher,1977) 3. Tahap Perawatan (Mehta dan Maher,1977) Pengelolaan piutang selain membutuhkan pembayaran yang cepat juga harus dipastikan tagihan itu akurat. Pada tahap ini terjadi pembebanan biaya atas pelayanan yang telah diberikan pada pasien. 4. Tahap Penataan Rekening (billing process) Suatu proses yang menghasilkan rekening pasien mulai dari penerimaan sampai penagihan. Pada saat bagian keuangan medapatkan informasi bahwa pasien akan lepas rawat atau meninggal, maka pembuatan rekening segera dimulai. Lebih cepat pasien mengetahui
jumlah yang harus dibayar, lebih besar kemungkinan kas yang di dapat. 5. Tahap Penagihan Upaya yang dilakukan untuk mengubah layanan yang diberikan menjadi pembayaran (mehta dan Maher,1977) Beberapa langkah dalam proses penagihan (Clarkson,1974)
Identifikasi sumber pembayaran Mengidentifikasi status pembayaran oleh pasien (bayar sendiri atau ditanggung oleh pihak ketiga)
Mengirim tagihan awal Pemberitahuan pertama yang berisi jumlah rtagihan yang harus dibayar pasien dan dikirim segera setelah pelayanan diberikan atau setelah pasien lepas rawat.
Merancang prosedur penagihan lanjutan Prosedur yang dilakukan jika penagihan pertama tidak berhasil, atau berhasil sebagian. Bentuk penagihan ini dapat berupa lisan, surat ataupun kunjungan.
Penutupan perkiraan Dilakukan jika sudah terjadi pelunasan atau upaya penagihan lanjutan
dihentikan.
penagihan lanjutan.
Tujuannya
untuk
menghindari
biaya
II.5.7. Cara Pengumpulan Piutang Cara pengumpulan piutang menurut Lukman Syamsuddin (2002, 273-274) adalah a. Melalui surat. Bilamana waktu pembayaran utang dari langganan sudah lewat beberapa hari, tetapi belum juga dilakukan pembayaran maka perusahaan dapat mengirimkan surat dengan nada “mengingatkan” (menegur) langganan yang belum membayar tersebut bahwa utangnya sudah jatuh tempo. Apabila utang tersebut belum juga dibayar setelah beberapa hari surat dikirimkan maka dapat dikirimkan surat yang kedua yang nadanya lebih keras. b. Melalui telepon. Jika setelah dikirim surat teguran ternyata utang-utang tersebut belum juga dibayar, maka bagian kredit dapat menelpon langganan dan secara pribadi meminta untuk segera melakukan pembayaran. Kalau dari hasil pembicaraan tersebut ternyata langganan mempunyai alasan yang dapat diterima, maka mungkin perusahaan dapat memberikan perpanjangan sampai suatu jangka waktu tertentu. c. Kunjungan personal. Teknik pengumpulan piutang dengan jalan melakukan kunjungan secara personal atau pribadi ke tempat langganan seringkali digunakan karena dirasakan sangat efektif dalam usaha-usaha pengumpulan piutang. d. Tindakan yuridis. Bilamana ternyata langganan tidak mau membayar utangnya, maka perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum dengan mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan.
Ada dua metode penyisihan piutang yaitu : 1. Metode penghapusan langsung Dalam metode ini kerugian piutang yang tidak bisa ditagih, dicatat langsung pada periode saat terjadinya penghapusan piutang dengan perkiraan debet “beban penghapusan piutang” dan kredit perkiraan ”piutang dagang”. 2. Metode Penyisihan/cadangan. Ada metode ini, setiap akhir periode dilakukan penaksiran terhadap piutang yang dimiliki perusahaan, sehingga diperoleh taksiran dari piutang yang disangsikan dapat diterima pembayarannya. Taksiran ini dicatat pada perkiraan debet “beban piutang“ dan kredit pada perkiraan “penyisihan piutang“. Jumlah taksiran kerugian piutang dapat ditetapkan atas dasar a. Atas dasar jumlah penjualan Piutang terjadi karana akibat dari penjualan kredit maka taksiran menhunakan jumlah penjualan selama periode bersangkutan. Yaitu dengan membandingkan kerugian piutang yang sebenarnya terjadi dengan total pejualan kemudian dilakukan perubahan-perubahan atas kemungkinan yang akan datang. Biasanya dalam bentuk persentase. b. Atas dasar saldo piutang Jumlah ini dihitung dengan cara mengalikan suatu persentase tertentu dengan saldo piutang pada akhir periode. Dengan demikian yang dijadikan dasar adalah jumlah piutang dagang yang dimiliki perusahaan pada akhir periode.
c. Atas dasar analisis usia piutang Penerapan metode ini pada dasrnya sama dengan penentuan taksiran kerugian piutang atas dasar saldo piutang, metode ini dikelompokan menjadi kelompok piutang yang belum jatuh tempo, dan kelompok yang telah jatuh tempo. Sedangkan kelompok yang telah jatuh tempo dikelompokkan atas dasar lamanya jatuh tempo.
II.6. Rasio Keuangan Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Menurut Munawir (2004,79) berdasarkan sumber analisis rasio keuangan dapat dibedakan atas : 1. Perbandingan Internal (internal comparison), yaitu membandingkan rasio pada saat ini dengan rasio pada masa lalu dan masa akan datang dalam perusahaan yang sama. 2. Perbandingan eksternal
(external comparison) dan sumber-sumber rasio
industri, yang membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaanperusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri pada saat yang sama.Menurut Munawir (2004,95) berdasarkan sumber datanya maka angka rasio dapat dibedakan atas: a. Rasio neraca (balance sheet ratios), yang tergolong dalam kategori ini adalah semua rasio yang semua data diambil atau bersumber pada neraca.
b. Rasio-rasio laporan laba/rugi (income statement ratios) yaitu angka-angka rasio yang dalam penyusunan semua data diambil dari laporan laba/rugi. c. Rasio-rasio antar laporan (interstatement ratios), yaitu semua angka yang penyusunan data berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi.
II.7. Rasio Yang Berhubungan dengan Piutang Dagang II.7.1. Tingkat Perputaran Piutang ( Receivable Turn Over) Menurut Sutrisno (2003,64) bahwa account receivable turn over dimaksudkan untuk mengukur likuiditas dan efisiensi piutang. Tingkat perputaran piutang tergantung dari syarat pembayaran yang diberikan oleh perusahaan. Makin lama syarat pembayaran semaki lama dana atau modal terikat dalam piutang, yang berarti semakin rendah tingkat perputaran piutang. Tingkat perputaran piutang atau receivable turn over dapat diketahui dengan cara membagi penjualan kredit dengan jumlah rata-rata piutang Perhitungannya adalah sebagai berikut : Tingkat Perputaran Piutang =
II.7.2. Average Collection Period (ACP) Menurut Sutrisno (2003,64)
Average Collection Periode (ACP) yaitu
perbandingan antara piutang usaha dan rata-rata penjualan per hari. ACP mengukur rata-rata waktu penagihan atas penjualan. Semakin pendek ACP, semakin baik kinerja perusahaan tersebut karena modal kerja yang tertanam dalam
bentuk piutang kecil sekaligus mencerminkan sistem penagihan piutang berjalan dengan baik. Jika ACP terlalu panjang, kemungkinan yang terjadi adalah : a. Perusahaan memberikan terms of payment yang terlalu panjang kepada konsumen atau distributor. b. Piutang perusahaan banyak yang macet. Perhitungannya adalah sebagai berikut : ACP =
II.7.3. Rasio Tunggakan Menurut Keown (2008,77) rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa besar jumlah piutang yang telah jatuh tempo dan belum tertagih dari sejumlah penjualan kredit yang dilakukan. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Rasio Tunggakan =
II.7.4. Rasio Penagihan Menurut Keown (2008,77) rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana aktivitas penagihan yang dilakukan atau berapa besar piutang yang tertagih dari total piutang yang dimiliki perusahaan. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Rasio Penagihan =
Semakin besar nilai piutang yang tertagih berarti semakin besar nilai persentase dari rasio penagihan, sebaliknya semakin kecil nilai piutang yang
tertagih berarti semakin kecil pula nilai persentase dari rasio penagihan tersebut. Atau besar kecilnya nilai persentase dari rasio penagihan berbanding lurus dengan total piutang yang tertagih.
II.8. Manajemen Kas Salah satu unsur pengelolaan modal kerja yang
penting dalam suatu
perusahaan yaitu manajemen kas, karena kas merupakan alat tukar untuk memungkinkan manajemen menjalankan berbagai kegiatan uasahanya. Bahkan tidak
jarang
mempertahankan
dalam
kenyataannya,
kelangsungan
keberhasilan
usahanya
tergantung
perusahaan pada
untuk
kemampuan
menyediakan kas untuk memenuhi kewajiban finansial tepat pada waktunya. Menurut Eugene F Brigham (2001:164) menyatakan bahwa : ” Manajemen Kas yang efektif menekankan pengelolaan yang tepat atas arus kas masuk dan arus kas keluar, yang berarti perlu (1) mensinkronkan Arus Kas, (2) menggunakan Float, (3) Mempercepat penagihan, (4) menyampaikan dana-dana yang tersedia pada pos-pos yang membutuhkan, dan (5) mengendalikan pengeluaran ” Sedangkan menurut Wolfel (1984:48) mengatakan bahwa : ” The management of cash is of major importance to meet organization. Cash management involves two problems : (1) The determination of the most desirable balance for the cash account and (2) the safeguarding of cost“ Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis berpendapat bahwa manajemen kas pada intinya mengatur perimbangan baik mengenai kuantitas maupun timing antara cash inflow dengan cash outflow. Kelebihan dari aliran kas masuk terhadap aliran kas keluar, merupakan saldo kas yang akan tertahan dalam perusahaan. Aliran kas dalam perusahaan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.3 Aliran Kas Dalam Perusahaan
Aliran kas dalam perusahaan
Penjualan Kredit BARANG JADI
PIUTANG
UPAH BIAYA ADMINISTRASI + PENJUALAN
Biaya administrasi Penjualan
Pengumpulan kredit
Pembelian AT
BAHAN MENTAH
AKTIVA TETAP (Neto)
depresiasi
BARANG DALAM PROSES
Pembelian
Penjualan AT Pinjaman
HUTANG
Investasi PEMILIK
KAS
Pembayaran Hutang
Pengambilan kembali
Sumber : Bambang Riyanto (2001 : 95)
Aliran kas dalam perusahaan terdiri dari aliran kas masuk dan aliran kas keluar, perimbangan antara aliran kas masuk dengan aliran kas keluar akan terciptanya kas yang tertanam dalam perusahaan. Aliran kas masuk (Cash Inflow) terdiri dari : a. Hasil penjualan produk/jasa perusahaan secara tunai;
b. Penagihan piutang dari penjualan kredit; c. Penjualan aktiva tetap yang ada; d. Penanaman investasi dari pemilik atau pemilik saham bila perseroan e. terbatas; dan f. Pinjaman hutang dari pihak lain. Sedangkan aliran kas keluar (Cash Outflow) terdiri dari : a. Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain (overhead); b. Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan; c. Untuk pembelian aktiva tetap; d. Pembayaran kembali hutang – hutang perusahaan; dan e. Pengambilan kembali oleh pemilik atas investasi yang ditamankannya.
II.8.1. Penetapan persediaan kas minimal Untuk menentukan berapa jumlah kas yang sebaiknya harus dipertahankan oleh suatu perusahaan, belum ada standard ratio yang bersifat umum. Meskipun demikian ada beberapa standar tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman didalam menentukan jumlah kas yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Sofyan Syafri Harahap (1999, 302) membandingkan antara jumlah kas dengan aktiva lancar yang disebut rasio kas atas aktiva lancar dengan rumus sebagai berikut : Rasio Kas Atas Aktiva Lancar =
Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas dibandingkan dengan total aktiva lancar. Rasio kas yang membandingkan kas dengan aktiva lancar diatas, sejalan dengan Bambang Riyanto (2001:95) yang mengutip pendapat H.G Guthman bahwa Jumlah Kas yang ada didalam perusahaan yang ’well Finance’ hendaknya tidak kurang dari 5% sampai 10% dari jumlah aktiva lancar. Kaspun seperti halnya pada inventory dan piutang, terdapat ”persediaan besi” atau ”persediaan minimal” ialah apa yang disebut ”safety cash balance” atau ”Persediaan besi Kas ”. Persediaan besi kas ialah jumlah minimal dari kas yang harus dipertahankan oleh perusahaan agar dapat memenuhi kewajiban finansialnya sewaktu – waktu. Persediaan besi kas ini merupakan unsur atau inti permanen dari kas, sedangkan besarnya persediaan kas minimal berbeda – beda antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan besi kas suatu perusahaan adalah terutama : 1. Perimbangan antara kas masuk dengan aliran kas keluar Adanya perimbangan yang baik mengenai kuantitas maupun waktu antara cash inflow dengan cash outflow dalam suatu perusahaan yang berarti bahwa pengeluaran kas baik dalam jumlah maupun waktunya akan dipenuhi oleh penerimaan kasnya sehingga perusahaan tidak perlu memiliki persediaan kas yang besar. 2. Penyimpangan terhadap aliran kas yang diperkirakan
Untuk menjaga likuiditas perusahaan dibuat estimasi mengenai aliran kas dalam perusahaan. Apabila aliran kasnya selalu sesuai dengan estimasinya maka perusahaan tersebut tidak akan menghadapi kesulitan likuiditas sehingga perusahaan tidak perlu mempertahankan persediaan kas yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan sering mengalami penyimpangan dalam aliran kas yang diperkirakan, perusahaan perlu mempertahankan persediaan kas. 3. Adanya hubungan yang baik dengan bank - bank Apabila pimpinan perusahaan telah berhasil membina hubungan yang baik dengan pihak bank, akan mempermudah unt uk mendapatkan kredit dalam menghadapi kesulitan keuangan, sehingga tidak perlu menyediakan persediaan besi kas yang besar.
II.8.2. Motivasi Memegang Kas Ada tiga motif perusahaan perlu memegang uang kas yaitu untuk keperluan transaksi dalam operasional perusahaan, untuk berjaga-jaga adanya pengeluaran tidak terduga, juga untuk kebutuhan investasi yang menguntungkan atau untuk spekulasi yang menguntungkan. Suad Husnan ( 2004:105) mensitir pendapat John Maynard Keynes menyatakan bahwa ada tiga motif untuk memiliki kas, yaitu : (1) Motif transaksi Motif transaksi berarti perusahaan menyediakan kas untuk membayar berbagai transaksi bisnisnya. Baik transaksi yang reguler maupun yang tidak reguler. (2) Motif berjaga-jaga
Motif berjaga-jaga dimaksudkan untuk mempertahankan saldo kas guna memenuhi permintaan kas yang sifatnya tidak terduga. Seandainya semua pengeluaran dan pemasukan kas bisa diprediksi dengan sangat akurat, maka saldo kas untuk maksud berjaga – jaga akan sangat rendah. Selain akurasi prediksi kas, apabila perusahaan mempunyai akses kuat ke sumber dana eksternal, saldo kas ini juga akan rendah. Motif berjaga – jaga ini nampak dalam kebijakan penentuan saldo kas minimal dalam penyusunan anggaran kas. (3) Motif spekulasi. Motif spekulasi dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan dari memiliki atau menginvestasikan kas
dalam bentuk investasi yang sangat likuid.
Biasanya jenis investasi yang dipilih adalah investasi pada sekuritas. Apabila tingkat bunga diperkirakan turun, maka perusahaan akan merubah kas yang dimiliki menjadi saham, dengan harapan harga saham akan naik. Apabila memenag semua pemodal berpendapat bahwa suku bunga akan turun.
II.8.3. Budget kas Budget kas adalah estimasi terhadap posisi kas untuk suatu periode tertentu yang akan datang. Penyusunan budget kas bagi suatu
perusahaan
sangatlah penting artinya bagi penjagaan likuiditas perusahaan. Dengan menyusun budget kas akan dapat diketahui kapan perusahaan akan dalam keadaan defisit kas ataupun surplus.
Menurut Lawrence J Gitman (2003, 111) dalam mempersiapkan budget kas terdapat
komponen yang perlu dibahas , yaitu
penerimaan kas (cash
receipts), pembayaran / pengeluaran kas (cash disbursements), net cash flow, ending cash, financing and excess cash. -
Penerimaan kas (cash receipts) Komponen yang termasuk dalam penerimaan kas (cash receipts) adalah penjualan kas (cash sales) pengumpulan piutang (collections of accounts receivable) dan penerimaan kas lainnya (other cash receipts).
-
Pembayaran / pengeluaran kas (cash disbursement) Komponen yang termasuk dalam pembayaran / pengeluaran kas adalah cash purchases, payments of accounts payable, rent (and lease) payments, wages and salaries, tax payment, fixed – assets outlays, interest payments, cash divident payments, cash dividend payments, principal payments (loans), repurchases.
Jadi Pada dasarnya Budget kas terdiri dari dua bagian estimasi, yaitu : 1. Estimasi penerimaan-penerimaan kas yang berasal dari:hasil penjualan tunai; piutang yang terkumpul; penerimaan bunga;dividen;hasil penjualan aktiva tetap; dan penerimaan-penerimaan lainnya. 2. Estimasi pengeluaran kas yang digunakan untuk: pembelian bahan mentah; pembayaran utang-utang; pembayara upah buruh;
pengeluaran untuk biaya
penjualan; biaya administrasi dan umum; pembayaran bunga, dividen, pajak, premi asuransi; pembelian aktiva tetap dan pengeluaran pengeluaran lain.
Dari dua bagian estimasi tersebut diatas yaitu estimasi penerimaan dan pengeluaran selama periode tertentu, maka berbagai perusahaan menyusun budget kas dalam bentuk yang berbeda-beda. Meskipun bentuknya berbeda-beda tetapi sebenarnya maksudnya adalah sama, yaitu bahwa budget kas disusun agar supaya pimpinan perusahaan dapat mengetahui : 1. Kemungkinan posisi kas sebagai hasil rencana operasinya perusahaan; 2. Kemungkinan adanya surplus atu defisit karena rencana operasinya perusahaan; 3. Besarnya dana beserta saat-saat kapan dana itu dibutuhkan untuk menutup defisit kas; 4. Saat-saat kapan kredit itu dibayar kembali. Dalam penyusunan budget kas biasanya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Menyusun estimasi penerimaan dan pengeluaran menurut rencana operasional perusahaan. Transaksi-transaksi disini merupakan transaksi operasi (operating transactions). Pada tahap ini dapat diketahui adanya defisit atau surplus karena rencananya operasi perusahaan. 2. Menyusun perkiraan atau estimasi kebutuhan dana atau kredit dari bank atau sumber sumber dana lainnya yang diperlukan untuk menutup defisit kas karena rencana operasinya perusahaan. Juga disusun estimasi pembayaran bunga kredit tersebut beserta waktu pembayarannya kembali. Transaksitransaksi disini merupakan transaksi finansial.
3. Menyusun kembali estimasi keseluruhan penerimaan dan pengeluaran setelah adanya transaksi finansial, dan budget kas yang final ini merupakan gabungan dari transaksi operasional dan transaksi fnansial yang menggambarkan estimasi penerimaan dan pengeluaran kas keseluruhan.
II.8.4. Sumber-sumber dan penggunaan kas Aliran kas terdiri dari sumber-sumber penerimaan kas dan penggunaan kas. Sumber penerimaan kas suatu perusahaan pada dasarnya dapat berasal : 1. Hasil
Penjualan aktiva jangka panjang, aktiva tetap baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud atau adanya penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan penambahan kas. 2. Penjualan atau adanya emisi saham maupun adanya penambahan modal oleh pemilik perusahaan dalam bentuk tunai. 3. Pengeluaran surat tanda bukti hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang, hutang hipotik atau hutang jangka panjang
lainnya serta
bertambahnya hutang yang diimbangi dengan penerimaan kas. 4. Adanya penurunan atau berkurangnya aktiva lancar selain kas yang diimbangi dengan adanya penerimaan kas misalnya adanya penurunan piutang karena adanya penerimaan pembayaran, berkurangnya persediaan barang karena adanya penjualan secara tunai, adanya penurunan surat berharga (efek) karena adanya penjualan dan sebagainya.
5. Adanya penerimaan kas karena sewa, bunga atau dividend dari investasinya, sumbangan atau hadiah maupun adanya pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada periode-periode sebelumnya. 6. Adanya penerimaan kas yang berasal dari royalti, komisi dan fee yang dibayar oleh perusahaan lain karena telah memakai jasa maupun merek dagang perusahaan. Sedangkan penggunaan atau pengeluaran kas dapat disebabkan transaksi – transaksi sebagai berikut: 1. Pembelian saham atau obligasi sebagai investasi jangka pendek maupun jangka panjang serta adanya pembelian aktiva tetap lainnya. 2. Penaksiran kembali saham yang beredar maupun adanya pengembalian kas oleh pemilik perusahaan. 3. Pelunasan atau pembayaran angsuran hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. 4. Pembelian barang secara tunai, adanya
pembayaran biaya-biaya operasi
perusahaan. 5. Pengeluaran kas untuk pembayaran dividen ( bentuk pembagian laba lainnya secara tunai) pembayaran pajak, denda-denda dll.
II.9. Indikator Kinerja Keuangan Aspek keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan meliputi (tujuh) indikator dengan total skor 100 (Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis
dan Anggaran Badan Layanan Umum Rumah Sakit Kementerian Kesehatan RI 2010) (Depkes RI, 2010). Tabel 2.3 Indikator Kinerja Keuangan Berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum Rumah Sakit No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Bobot Imbalan Investasi ( ROI ) 15 Rasio Kas (Cash Ratio) 15 Rasio Lancar (Current Ratio) 15 Collection Periods (CP ) 15 Perputaran Persediaan (PP) 10 Perputaran Total Aset (TATO) 10 Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aktiva 20 Jumlah 100 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Persamaan yang digunakan untuk menghitung indikator adalah sebagai berikut : 1. Imbalan Investasi ( ROI ) Rumus : ROI =
Definisi: a.
EBIT adalah laba sebelum bunga dan pajak dikurangi laba dari hasil penjualan dari akiva tetap, aktiva lain-lain dan aktiva non produktif.
b.
Penyusutan adalah depresiasi dan amortisasi dalam satu tahun.
c.
Capital Employed adalah posisi pada akhir tahun buku. Total aktiva dikurangi aktiva tetap dalam pelaksanaan.
Tabel 2.4 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Return On Investment ROI % Bobot 18 < ROI 15.0 15 < ROI ≤ 18 13.5 13 < ROI ≤ 15 12.0 12 < ROI ≤ 13 10.5 10.5 < ROI ≤ 12 9.0 9 < ROI ≤ 10.5 7.5 7 < ROI ≤ 9 6.0 5 < ROI ≤ 7 5.0 3 < ROI ≤ 5 4.0 1 < ROI ≤ 3 3.0 0 < ROI ≤ 1 2.0 ROI < 0 1.0 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Contoh perhitungan : Rumah Sakit “A” memiliki ROI 14%, maka sesuai tabel skor untuk indikator ROI adalah 12.0.
2. Rasio Kas (Cash Ratio) Rumus : Cash Ratio =
Definisi : a.
Kas, Bank, dan Surat Berharga Jangka Pendek adalah posisi masingmasing pada akhir tahun buku.
b.
Current Liabilities adalah posisi seluruh kewajiban lancar pada akhir tahun buku.
Tabel 2.5 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Cash Ratio Cash Ratio
Bobot Cash Ratio ≥ 35 15.0 25 < Cash Ratio ≤ 35 12.0 15 < Cash Ratio ≤ 25 9.0 10 < Cash Ratio ≤ 15 6.0 5 < Cash Ratio ≤ 10 3.0 0 < Cash Ratio ≤ 5 0 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Contoh perhitungan : Rumah Sakit “A” memiliki cash ratio 32%, maka sesuai tabel skor untuk indikator cash ratio adalah 12.0.
3. Rasio Lancar (Current Ratio) Rumus : Current Ratio =
Definisi : a.
Current Asset adalah posisi total aktiva lancar pada akhir tahun buku.
b.
Current Liabilities adalah posisi seluruh kewajiban lancar pada akhir tahun buku.
Tabel 2.6 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Current Ratio Current Ratio = X % Bobot 125 < X 15.0 110 < X ≤ 125 12.0 100 < X ≤ 110 9.0 95 < X ≤ 100 6.0 90 < X ≤ 95 3.0 X ≤ 90 0 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Contoh perhitungan : Rumah Sakit “A” memiliki current ratio 115%, maka sesuai tabel skor untuk indikator current ratio adalah 12.0.
4. Collection Periods (CP) Rumus : Collection Ratio =
Definisi : a. Total Piutang Usaha adalah posisi piutang usaha setelah dikurangi cadangan penyisihan piutang pada akhir tahun buku. b. Total PendapatanUsaha adalah jumlah pendapatan usaha selama tahun buku.
Tabel 2.7 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Collection Periods CP = X (hari) Perbaikan = X (hari) Bobot X ≤ 60 X > 35 15.0 60 < X ≤ 90 30 < X ≤ 35 13.5 90 < X ≤ 120 25 < X ≤ 30 12.0 120 < X ≤ 150 20 < X ≤ 25 10.5 150 < X ≤ 180 15 < X ≤ 20 9.0 180 < X ≤ 210 10 < X ≤ 15 7.2 210 < X ≤ 240 6 < X ≤ 10 5.4 240 < X ≤ 270 3< X≤6 3.6 270 < X ≤ 300 1< X≤3 1.6 300 < X 0< X≤1 0 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Skor yang digunakan dipilih yang terbaik dari kedua skor menurut tabel di atas. Contoh perhitungan : Contoh 1 : Rumah Sakit “A” pada tahun 2002 memiliki collection periods 120 hari dan pada tahun 2001 sebesar 127 hari. Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 2002 menurut : Tingkat collection periods
: 12.0
Perbaikan collection periods (7 hari)
: 5.4
Dalam hal ini dipilih skor`yang lebih besar yaitu 12.0 Contoh 2 :
Rumah Sakit “A” pada tahun 2002 memiliki collection periods 240 hari dan pada tahun 2001 sebesar 272 hari. Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 2002 menurut : Tingkat collection periods
: 5.4
Perbaikan collection periods (32 hari)
: 13.5
Dalam hal ini dipilih skor`yang lebih besar yaitu 13.5
5. Perputaran Persediaan (PP) Rumus : Perputaran Persediaan: Total Persediaan Definisi : a.
Total Persediaan adalah seluruh persediaan yang digunakan untuk proses produksi pada akhir tahun buku yang terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi dan persediaan barang jadi ditambah persediaan peralatan dan suku cadang.
b.
Total Pendapatan Usaha adalah jumlah pendapatan usaha selama tahun buku. Tabel 2.8 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Perputaran Persediaan PP = X (hari) X ≤ 60 60 < X ≤ 90 90 < X ≤ 120 120 < X ≤ 150 150 < X ≤ 180 180 < X ≤ 210
Perbaikan = X (hari) X > 35 30 < X ≤ 35 25 < X ≤ 30 20 < X ≤ 25 15 < X ≤ 20 10 < X ≤ 15
Bobot 10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 4.6
210 < X ≤ 240 6 < X ≤ 10 3.6 240 < X ≤ 270 3< X≤6 2.4 270 < X ≤ 300 1< X≤3 1.2 300 < X 0< X≤1 0 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Skor yang digunakan dipilih yang terbaik dari kedua skor menurut tabel diatas. Contoh perhitungan : Contoh 1 : Rumah Sakit “A” pada tahun 2002 memiliki perputaran persediaan 180 hari dan pada tahun 2001 sebesar 195 hari. Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 2002 menurut : Tingkat perputaran persediaan
: 6.0
Perbaikan perputaran persendiaan (15 hari)
: 4.6
Dalam hal ini dipilih skor`yang lebih besar yaitu 6.0 Contoh 2 : Rumah Sakit “A” pada tahun 2002 memiliki perputaran persediaan 240 hari dan pada tahun 2001 sebesar 272 hari. Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 2002 menurut : Tingkat perputaran persediaan
: 3.6
Perbaikan perputaran persediaan (32 hari)
: 9.0
Dalam hal ini dipilih skor`yang lebih besar 9.0
6. Perputaran Total Aset / Total Asset Turn Over (TATO) Rumus :
Perputaran Total Aset =
Definisi : a.
Total Pendapatan adalah total pendapatan usaha dan non usaha tidak termasuk pendapatan hasil penjualan Aktiva Tetap.
b.
Total Asset adalah total aset dikurangi dengan dana-dana yang belum ditetapkan tatusnya pada posisi akhir tahun buku yang bersangkutan Tabel 2.9 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Perputaran Total Aset TATO = X (%) 120 < X 105 < X ≤ 120 90 < X ≤ 105 75 < X ≤ 90 60 < X ≤ 75 40 < X ≤ 60 20 < X ≤ 40
Perbaikan = X (%) 20 < X 15 < X ≤ 20 10 < X ≤ 15 5 < X ≤ 10 0 < X≤5 < X≤0 <X≤0
X ≤ 20
<X≤0
Bobot 10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0
Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010 Skor yang digunakan dipilih yang terbaik dari kedua skor menurut tabel diatas. Contoh perhitungan : Contoh 1 : Rumah Sakit “A” pada tahun 2002 memiliki perputaran total aset 70% dan pada tahun 2001 sebesar 60%. Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 2002 menurut :
Tingkat perputaran Total Aset
: 6.0
Perbaikan perputaran Total Aset (10%)
: 7.0
Dalam hal ini dipilih skor`yang lebih besar yaitu 7.0 Contoh 2 : Rumah Sakit “A” pada tahun 2002 memiliki perputaran total aset 108% dan pada tahun 2001 sebesar 98% Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 2002 menurut : Tingkat perputaran Total Aset
: 9.0
Perbaikan perputaran Total Aset (10%)
: 7.0
Dalam hal ini dipilih skor`yang lebih besar 9.0
7. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset (TMS terhadap TA) Rumus: TMS terhadap TA =
Definisi : a.
Total Modal Sendiri adalah seluruh komponen Modal Sendiri pada akhir tahun buku di luar dana-dana yang belum ditetapkan statusnya.
b.
Total Aset adalah total aset dikurangi dengan dana-dana yang belum ditetapkan statusnya pada posisi akhir tahun buku yang bersangkutan.
Tabel 2.10 Daftar Skor Indikator Kinerja Keuangan Rasio Modal Sendiri terhadap
Total Aktiva TMS terhadap TA (%) = X Bobot X<0 0.0 0 ≤ X < 10 8.0 10 ≤ X < 20 12.0 20 ≤ X < 30 14.5 30 ≤ X < 40 20.0 40 ≤ X < 50 18.0 50 ≤ X < 60 17.0 60 ≤ X < 70 16.0 70 ≤ X < 80 15.0 80 ≤ X < 90 14.0 90 ≤ X < 100 13.0 Sumber : Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU Rumah Sakit Kepmenkes RI, 2010
Contoh perhitungan : Rumah Sakit “A” memiliki rasio modal sendiri terhadap total aset 35%, maka sesuai tabel skor untuk indikator rasio modal sendiri terhadap total aset adalah 20.
Penilaian Tingkat Kinerja Kesehatan Keuangan Rumah Sakit Tingkat kinerja kesehatan keuangan rumah sakit digambarkan dari hasil penjumlahan nilai riil masing-masing rasio keuangan tersebut di atas : 1. SEHAT, yang terdiri dari :
2.
AAA apabila total skor (TS) > 95
AA
apabila 80 < TS ≤ 95
A
apabila 65 < TS ≤ 80
KURANG SEHAT, yang terdiri dari :
BBB apabila 50 < TS ≤ 65
BB
apabila 40 < TS ≤ 50
B
apabila 30 < TS ≤ 40
3. TIDAK SEHAT, yang terdiri dari :
CCC apabila 20 < TS ≤ 30
CC
apabila 10 < TS ≤ 20
C
apabila 0 < TS ≤ 10
II.10. Kerangka Teori
Transaksi dan kejadian
Laporan Keuangan : Neraca Laporan laba Rugi Laporan Piutang Pelayanan
Analisis Laporan Keuangan
Kinerja Keuangan : 1. Tingkat kesehatan Rumah sakit 2. Piutang Pelayanan Rumah Sakit 3. Penetapan Saldo Kas Minimal
II.11. Kerangka Konsep KINERJA KEUANGAN RUMAH SAKIT
Tingkat Kesehatan Rumah Sakit :
ROI Rasio kas Rasio Lancar Collection Period Perputaran Persediaan Perputaran Total aset Rasio Aktivitas Bersih terhadap Total Aktiva
Piutang Pelayanan
Alur Piutang Perputaran Piutang Average Collection Period Penagihan Piutang Piutang Tertunggak Pasien Umum Pasien Relasi Pasien Jamkesmas Pasien Askes Pasien Jamkesos
Penetapan Saldo Kas Minimal
Kinerja Keuangan Rumah sakit meliputi : 1. Tingkat Kesehatan Rumah Sakit. Penilaian yang digunakan adalah ROI, Rasio Kas, Rasio Lancar, Collection Period, Perputaran Persediaan< Perputaran Total Aset, Rasio Aktiitas terhadap Total Aktiva 2. Piutang Pelayanan Penilaian yang digunakan
alur piutang, perputaran piutang pelayanan,
Average Collection Period, Penagihan Piutang, Ration Piutang Tertunggak, Piutang Psien Umum, Relasi, Jamkesmas, Askes, Jamkesos 3. Penetapan Saldo Kas minimal Rumus yang digunakan adalah kas dibagi aktiva lancar.