BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kubis Ungu Umumnya tanaman kubis merupakan tanaman semusim (annual) yang berbentuk perdu. Dengan susunan organ tubuh utama batang daun, bunga, buah, biji dan akar, sistem perakaran tanaman ini relatif dalam yang dapat menembus permukaan tanah yang kedalamannya antara 20-30 cm (Rukmana,1994). Pada umumnya tanaman tampak, yang ditutupi daun-daun yang disekelilingi batang hingga titik tumbuh, dan terdapat helaian daun yang bertangkai pendek (Rukmana,1994). Kubis memiliki batang yang pendek dan banyak mengandung air (herbaeceous). Daun tanaman kubis berbentuk bulat telur, sampai lonjong dan lebar-lebar. Daun bagian luar ditutupi lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun bagian bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm, daun-daun berikutnya mulai membengkok menutupi daun muda yang ada diatasnya. Pada frase pertumbuhan daun ini akan terbentuk krop (Pracaya,2001). Kadang karena besarnya tekanan-tekanan daun-daun muda yang terbentuk dibagian dalam tanpa diimbangi mengembangnya daun tersebut mengakibatkan kepala krop pecah. Keadaan ini bisa terjadi ketika tanaman akan berbunga. Bunga dari tanaman ini merupakan kumpulan masa bunga yang berjumlah 500 kuntum. Pertumbuhan awal ditandai dengan pembentukan daun secara normal.Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung ke atas hingga akhirnya tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop dengan daundaun di bawahnya supaya warna krop makin pucat. Apabila ukuran krop telah mencukupi maka siap kubis siap dipanen. Dalam budidaya, kubis adalah komoditi semusim. Apabila tidak mendapat suhu dingin, tumbuhan ini akan terus tumbuh tanpa berbunga. Setelah berbunga, tumbuhan mati.
4
5
Gambar 1. Kubis ungu (Brassica Oleraceae) Kubis ungu atau nama ilmiahnya adalah Brassica Oleraceae merupakan tumbuhan yang sejenis dengan kol, kubis terdiri dari berbagai macam warna seperti warna hijau, merah dan salah satunya adalah ungu. Kubis ungu ini sering ditanam ditempat-tempat yang bersuhu dingin contohnya seperti di puncak, karena puncak sangat cocok sekali untuk berkebun dan suhunya pun sangat cocok, ketinggian yang cocok berkisar 1000-3000 m dpl. Kubis ungu mengandung setidaknya tiga puluh enam dari 300 macam antosianin yang berperan dalam berbagai warna merah dan biru pada tanaman. Molekul pigmen ini disimpan dalam sel-sel daun kubis ungu. Ketika terkena panas selama memasak, sel-sel
yang mengandung antosianin
terbuka,
menyebabkan pigmen warna yang larut ke cairan sekitarnya. Hal ini menjelaskan perubahan warna langsung dalam air rebusan kubis ungu yang menghasilkan cairan berwarna disebut ekstrak kubis. Kubis ini memiliki banyak manfaat karena memiliki banyak kandungan antara lain: vitamin A, B, C, dan E. Vitamin E berguna sebagai antioksidan. Antioksidan ini berguna untuk merawat kelembaban kulit agar tidak kering dan kusam. Zat-zat kimia yang terkandung dari kubis ungu adalah mineral, kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi, serta mengandung zat antosianin yang mampu mengubah
warna
kubis
menjadi
ungu.
Sesuai
namanya,
pigmen
ini
memberikan warna pada bunga, buah, dan daun tumbuhan hijau, dan telah banyak digunakan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya.
6
Tabel 1. Komposisi bagian kubis ungu yang dimakan per 100 gram Kandungan
Komposisi
Karbohidrat
5,3 gr
Serat
2 gr
Kalsium
46 mg
Magnesium
14 mg
Kalium
216 mg
Energi
24 kkal
Protein
1,4 gr
Lemak
0,2 gr
Fosfor
31 mg
Zat besi
1 mg
Vitamin A
993 IU
Vitamin B1
0,06 mg
Vitamin C
50 mg
Polifenol
196,5 mg
Antosianin
113 mg
Sumber : www.organisasi.org
2.1.1 Klasifikasi Kubis Ungu Divisi
:
Spermatophyta
Sub Divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledonae
Family
:
Cruciferae
Genus
:
Brasicca
Spesies
:
Brasicca oleraceae
Kelas
:
Dicotyledonae
2.1.2 Kandungan Kimia Kubis Ungu Kubis ungu mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E, tiamin, riboflavin, nicotinadine), kalsium, dan beta karoten. Selain itu, juga mengandung senyawa sianohidrok-
7
sibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan glutation, yakni suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat-zat beracun yang beredar di dalam tubuh. Tingginya kandungan vitamin C dalam kubis dapat mencegah timbulnya skorbut (scurvy) alias sariawan. Kandungan zat aktif pada kubis berupa sulforafan dan histidine. Kedua zat aktif ini dapat menghambat pertumbuhan tumor, mencegah kanker kolon dan rektum, detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel, dan tembaga yang berlebihan di dalam tubuh, serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker. Kandungan asam amino dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan kadar kolestrol yang tinggi, penenang saraf, dan membangkitkan semangat (Harmanto, 2005). 2.1.3 Manfaat Kubis Ungu Kubis ini memiliki banyak manfaat karena memiliki banyak kandungan antara lain: vitamin A, B, C, dan E. Vitamin E berguna sebagai antioksidan. Antioksidan ini berguna untuk merawat kelembaban kulit agar tidak kering dan kusam. Zat-zat kimia yang terkandung dari kubis ungu adalah mineral, kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi, serta mengandung zat antosianin yang mampu mengubah
warna
kubis
menjadi
ungu.
Sesuai
namanya,
pigmen
ini
memberikan warna pada bunga, buah, dan daun tumbuhan hijau, dan telah banyak digunakan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya. 2.2 Zat Warna Zat warna merupakan gabungan zat warna organik tidak jenuh, kromofor, dan ausokrom. Zat organik tidak jenuh adalah molekul zat warna yang berbentuk senyawa aromatik yang terdiri dari hidrokarbon aromatik, fenol, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Kromofor adalah pembawa warna, sedangkan ausokrom adalah pengikat antara warna dengan serat. Zat warna telah dikenal manusia sejak 2500 tahun sebelum masehi, zat warna pada masa itu digunakan oleh masyarakat China, India dan Mesir. Mereka membuat zat warna alam dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, binatang, dan
8
mineral untuk mewarnai serat, benang dan kain. Peningkatan mutu sumber daya manusia dan teknologi saat ini menjadikan zat warna semakin berkembang dengan pesat. Keterbatasan zat warna alam membuat industri tekstil mengggunakan zat warna buatan (sintetik) sebagai pewarna bahan tekstil, karena zat warna sintetik lebih banyak memiliki warna, tahan luntur dan mudah cara pemakaiannya dibandingkan zat warna alam yang kian sulit diperoleh. 2.2.1 Klasifikasi Zat Warna Zat warna memiliki bermacam-macam klasifikasi seperti klasifikasi zat warna berdasarkan sumber diperolehnya, bentuk kimia dan cara pemakaiannya. Klasifikasi zat warna berdasarkan sumber diperolehnya terdiri dari : 1. Zat warna alam adalah zat warna yang dibuat dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan mineral 2. Zat warna buatan (sintetik) adalah zat warna yang dibuat dari hasil penyulingan residu dan minyak bumi. Klasifikasi zat warna berdasarkan bentuk kimia adalah zat warna yang memperhatikan bentuk, gugusan, ikatan atau inti pada zat warna tersebut, misalnya zat warna nitroso, nitro, azo, lakton, dan lain-lain. Klasifikasi zat warna berdasarkan cara pemakaiannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu zat warna yang larut dalam air dan zat warna yang tidak larut dalam air. Zat warna yang larut dalam air diantaranya sebagai berikut : 1. Zat warna asam, yaitu garam natrium dari asam organik atau asam mineral seperti asam sulfonat atau asam karboksilat. Zat warna asam yang dipergunakan dalam suasana asam dan memiliki daya serap langsung terhadap serat protein atau poliamida. 2. Zat warna basa disebut juga zat warna kation karena bagian yang berwarna dari zat warna basa mempunyai muatan positif. Zat warna basa memiliki daya serap terhadap serat protein. 3. Zat warna direk, yaitu garam asam organik yang dipergunakan untuk mencelup serat-serat selulosa seperti kapas dan rayon viskosa.
9
4. Zat warna mordan dan kompleks logam, yaitu zat warna yang dipergunakan untuk mewarnai serat wol atau poliamida. Zat warna ini mempunyai daya serap yang tinggi terhadap serat-serat tekstil dan memiliki ketahanan luntur yang baik. 5. Zat warna belerang, yaitu zat warna yang merupakan zat warna senyawa organik yang mengandung belerang pada sistem kromofromnya. Zat warna belerang dipergunakan untuk mencelup serat selulosa. 6. Zat warna reaktif, yaitu zat warna yang dapat bereaksi dengan selulosa dan protein. Zat warna ini memiliki ketahanan luntur yang baik khususnya pada serat selulosa dan rayon viskosa. 7. Zat warna bejana, yaitu zat warna yang telah diubah struktur molekulnya menjadi garam natrium dan ester asam sulfat. Zat warna ini dipergunakan untuk mencelup serat-serat selulosa. Sedangkan, zat warna yang tidak larut dalam air diantaranya adalah : 1. Zat warna pigmen, yaitu zat warna yang tidak memiliki daya serap terhadap serat tekstil sehingga dalam penggunaannya zat warna pigmen harus dicampur dengan resin. Zat warna pigmen dipergunakan sebagai pewarna bahan pelapis, kulit dan produk-produk kosmetika. 2. Zat warna dispersi, yaitu zat warna organik yang dibuat secara sintetik. Zat warna dispersi dipergunakan untuk mencelup serat tekstil yang bersifat termoplastik dan hidrofob (serat yang tidak suka air) seperti serta poliamida, poliakrilat, dan poliester. Menurut Husodo (1999) terdapat kurang lebih 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah di identifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Jenis pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya : warna merah dari Caesalpina sp., warna biru dari Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa olleracea dan warna kuning dari Mimosa pudica. Masyarakat Papua secara turun-temurun telah menggunakan pewarna alami sebelum dikenal bahan pewarna sintesis untuk mewarnai perlengkapan dalam kerajinan tradisional.
10
2.2.2 Jenis-jenis Pewarna Alami Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami, antara lain (Hidayat, N., & Saati, E.a., 2006) : 1. Klorofil Pigmen ini menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Jenis pigmen ini banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan, seperti daun suji, pandan, katuk dan lain-lain. 2. Karoten Pigmen ini menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat diperoleh dari wortel, pepaya dan lain-lain. Karoten digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. 3. Biksin Pigmen ini menghasilkan warna kuning, dapat diperoleh dari biji pohon Bixa Orellana. Biksin sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing. 4. Karamel Pigmen ini menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis karbohidrat, gula pasir, laktosa dan lain-lain. 5. Antosianin Pigmen ini menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning yang banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan, seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah, dan lain-lain. 6. Tanin Pigmen ini menghasilkan warna coklat yang terdapat dalam getah. 7. Kurkumin Pigmen ini menghasilkan warna kuning yang berasal dari kunyit. Biasanya sering digunakan sebagai salah satu bumbu dapur, sekaligus pemberi warna kuning pada masakan yang kita buat.
11
Kegunaan Zat Warna, yaitu : 1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. 2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan. 3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenernya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat warna yang berbahaya. 4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur
yang ekstrim
akibat
proses pengolahan dan
selama
penyimpanan. 5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan. 2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pewarna Alami Zat pewarna alami yang dihasilkan memiliki kelebihan diantaranya : a. Tidak adanya efek samping bagi kesehatan b. Dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor atau menambah rasa pada makanan, zat antimikrobia, dan antioksidan. c. Aman dikonsumsi. d. Warna lebih menarik. e. Terdapat zat gizi. f. Mudah didapat dari alam. Selain memiliki kelebihan, zat pewarna alami juga memiliki kekurangan diantaranya : a.
Pewarnaannya yang lemah.
b.
Kurang stabil dalam berbagai kondisi.
c.
Aplikasi kurang luas.
d.
Cenderung lebih mahal.
e.
Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan.
f.
Tidak stabil pada saat proses pemasakan.
g.
Konsentrasi pigmen rendah.
12
h.
Stabilitas pigmen rendah.
i.
Keseragaman warna kurang baik.
j.
Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.
k.
Susah dalam penggunaannya.
l.
Pilihan warna sedikit atau terbatas.
m. Kurang tahan lama. 2.2.4 Zat Pewarna Sintetis Zat warna yang dibuat menurut reaksi-reaksi kimia tertentu. Jenis zat warna sintesis untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa diantaranya yang dapat digunakan sebagai pewarna batik. Hal ini dikarenakan dalam proses pewarnaan batik suhu pencelupan harus pada suhu kamar. Oleh karena banyaknya zat warna sintesis ini maka untuk pewarnaan batik harus dipilih zat warna yang : a. Pemakaiannya dalam keadaan dingin atau jika memerlukan panas suhu proses tidak sampai melelehkan lilin b. Obat bantunya tidak merusak lilin dan tidak menyebabkan kesukaran pada proses selanjutnya. Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu, zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber-sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman disekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya jenis-
13
jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar. Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman-tanaman yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan kepermukaan putih meninggalkan bekas atau goresan berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat dilakukan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana. Beberapa jenis pewarna alami yang sering digunakan sebagai pewarna alami diantaranya adalah karotenoid, anthosianin dan betalain. Pigmen-pigmen tersebut tersebar mulai dari jaringan buah, bunga, daun, batang, maupun akar dari kelompok tanaman buah, sayuran maupun bunga (Tanaka, 2008). Sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut sruktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen-pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air. Setelah dilakukan proses ekstraksi, maka dilakukan pula proses pencelupan bahan yang telah disiapkan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka dilakukan proses fiksasi yaitu dengan mencelupkan kain tadi ke larutan bahan kimia yaitu FeSO4 atau CaCO3 (Lemmens, 1999).
14
Tabel 2. Perbandingan antara Pewarna Alami dengan Pewarna Sintetis Pewarna Alami Lebih aman dikonsumsi Warna yang dihasilkan kurang stabil, mudah berubah oleh pengaruh tingkat keasaman tertentu.
Pewarna Sintetis Kadang-kadang memiliki efek negatif tertentu Dapat mengembalikan warna asli, kestabilan warna lebih tinggi, tahan lama, dan dapat melindungi vitamin atau zat-zat makanan lain yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan Praktis dan ekonomis
Untuk mendapatkan warna yang bagus diperlukan bahan pewarna dalam jumlah banyak Keanekaragaman warnanya terbatas Warna yang dihasilkan lebih beraneka ragam. Tingkat keseragaman warna kurang Keseragaman warna lebih baik baik Kadang-kadang memberi rasa dan Biasanya tidak menghasilkan rasa aroma yang agak mengganggu dan aroma yang mengganggu Sumber : www.wikipedia.org/pewarnaalami
2.3 Antosianin
Gambar 2. Rumus Struktur Antosianin Antosianin merupakan pigmen pembawa warna merah keunguan pada buahbuahan, sayuran, dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa flavonois yang dapat melindungi sel dari ultraviolet. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi (Prayogo, 2010).
15
Antosianin tidak mantap dalam larutan netral atau basa, maka dari itu harus diekstraksi dengan pelarut dalam suasana asam dan larutannya harus disimpan di tempat gelap dan sebaiknya didinginkan. 2.3.1 Sumber Antosianin Antosianin mudah ditemukan pada sayuran dan buah-buahan berwarna merah keunguan. Contoh pangan kaya antosianin adalah blackberry, blueberry, cranberry, black raspberry, red raspberry, strawberry, buah terong belanda, plum, murbei, anggur, kismis, kubis merah, lobak merah, bawang merah, terong dan lain-lain. Antosianin dalam jumlah sangat sedikit juga ditemukan pada buah pisang, asparagus, kacang polong, buah pir dan kentang. (Anonym,2010) 2.3.2 Manfaat Antosianin Salah satu fungsi antosianin adalah sebagai antioksidan di dalam tubuh, yaitu dengan cara memperlambat atau mencegah proses oksidasi, sehingga dapat mencegah terjadinya ateroklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah. Selain itu, antosianin juga merelaksasi pembuluh darah untuk mencegah penyakit asteoklerosis dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Berbagai manfaat positif dari antosianin untuk kesehatan manusia adalah melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai senyawa anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan. Selain itu, dapat menangkal radikal bebas. 2.3.3 Stabilitas Antosianin Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan bewarna merah dan suasana basa bewarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis maupun netral. Zat ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi
16
terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hydrogen peroksida yabng mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan warna (Luthana,2010). 2.4 Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun bahan cair dengan bantuan pelarut. Proses ekstraksi bermula dari pengumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan karuta diluar bahan. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989). Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut: a. Ekstraksi Cara Dingin Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasan. 1) Maserasi yaitu ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. 2) Perkolasi yaitu pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya pada suhu ruang. b. Ekstraksi Cara Panas Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin.
17
1) Reflux yaitu ekstraksi pelarut pada temperatur didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 2) Soxhlet yaitu ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3) Digesi yaitu maserasi kinetik pada temperatur tinggi dari temperatur kamar sekitar 40-50ºC. 4) Distilasi uap yaitu ekstraksi zat kandugan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. 5) Infuse yaitu ekstraksi pelarut air pada temperatur penangas air 9698ºC selama 15-20 menit. Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini sampel disimpan dalam alat soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam wadah yang dipanaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya. Pelarut terdingin dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang selanjutnya mengekstraksi sampel. Suhu yang digunakan dalam ekstraksi ini berkisar pada suhu 70º-80ºC. 2.5 Pelarut Syarat utama penggunaan pelarut untuk ekstraksi senyawa organik, yaitu non toksik dan tidak mudah terbakar (non flammable), walaupun persyaratan ini sangat sulit untuk dilaksanakan (Harwood dan Moody, 1989). Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat
18
kecendrungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya (Rizki, 2010). Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi faktor-faktor antara lain : 1. Selektivitas, yaitu pelarut harus dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna. 2. Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi. 3. Pelarut harus bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain. 4. Pelarut harus mempunyai titik didih seragam, dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam produk. 5. Harga pelarut harus semurah mungkin. 6. Pelarut harus tidak mudah terbakar (Guenter, 1987). Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah alkohol : etanol dan metanol, isopropanol, aseton atau dengan air (aquadest) yang dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida, asam asetat, dan asam sitrat (Hidayat dan Saati, 2006). 2.6 Spektrofotometer Spektrofotometer merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan dalam kuvet. Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis yaitu spektrofotometer singlebeam
dan
spektrofotomete
double-beam.
Perbedaan
kedua
jenis
ini
spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana pada singlebeam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukan. Berbeda dengan single-beam, pada spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama. Prinsipnya
19
adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single beam, ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase. Cahaya yang dapat dilihat oleh manusia disebut cahaya terlihat/tampak. Biasanya cahaya yang terlihat merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang, mulai dari 400 nm sampai dengan 700 nm, seperti pelangi dilangit. Hubungan antara warna pada sinar tampak dengan panjang gelombang terlihat seperti Tabel 3. Dalam tabel tersebut, tercantum warna dan warna komplementernya yang merupakan pasangan dari setiap dua warna dari spektrum yang menghasilkan warna putih jika dicampurkan. Tabel 3. Warna dan Warna Komplementer Panjang Gelombang (nm)
Warna
Warna Komplementer
400 – 435
Ungu
Hijau kekuningan
435 – 480
Biru
Kuning
480 – 490
Biru kehijauan
Jingga
490 – 500
Hijau kebiruan
Merah
500 – 560
Hijau
Ungu kemerahan
560 – 680
Hijau kekuningan
Ungu
595 – 610
Jingga
Biru kehijauan
610 – 680
Merah
Hijau kebiruan
680 – 700
Ungu kemerahan
Hijau
Sumber : Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen, 2013