BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Menstruasi
2.1.1. Definisi Menstruasi Pada remaja putri adanya kematangan organ-organ seks primer ditandai dengan adanya berkembangnya rahim, vagina, ovarium (indung telur secara cepat) serta terjadi menstruasi pertama atau yang biasa disebut dengan menarche yang menandakan kematangan reproduksi wanita. Menarche atau terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada seorang wanita sangat bervariasi, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-rata terjadi pada usia 12,5 tahun. Usia menarche ini secara statistik dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum yang membaik dan berkurangnya penyakit menahun pada seorang wanita. Menarche biasanya terjadi di tengahtengah masa pubertas pada seorang wanita. Kemudian menarche ini dilanjutkan dengan masa reproduksi selama kira-kira 30-40 tahun kemudian. Selanjutnya diakhiri dengan masa menopause yang didahului sebelumnya dengan masa klimakterium (Wiknjosastro, 2007). Terjadinya haid pertama kali ini adalah salah satu tanda bahwa remaja tersebut telah mengalami perubahan didalam dirinya dan juga disertai dengan berbagai masalah dan perubahan-perubahan baik fisik, biologi, psikologik maupun sosial, harus dihadapi oleh remaja karena ini merupakan masa yang sangat penting karena merupakan masa peralihan kemasa 5
6
dewasa (Mursintawati, 2008). Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Hal ini terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause (Josep dan Nugroho, 2010). Pada menstruasi terjadi pelepasan satu sel telur dari salah satu ovarium. Jika sel telur ini tidak mengalami pembuahan dan terjadi peluruhan dinding rahim yang terdiri dari darah dan jaringan tubuh yang terjadi setiap bulan dan merupakan suatu proses normal bagi perempuan (Agustina dan Sheyla, 2012). 2.1.2. Siklus Menstruasi Menurut Wiknjosastro (2005) siklus menstruasi yang dimaksud disini adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid umumnya adalah 28 hari, tetapi tidak jarang adanya perbedaan lama siklus menstruasi pada setiap wanita. Panjang siklus yang biasa pada wanita adalah 2532 hari. Terdapat 4 fase menstruasi yakni : a) Fase Menstruasi Fase menstruasi adalah fase dimana luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut stratum basale. Fase ini umumnya terjadi 4 hari. Banyaknya pendarahan selama haid normal ±50 cc.
7
b) Fase Poliferasi Dinamakan juga fase folikuler. Fase Poliferasi ini ditandai dengan menurunnya hormon progresteron sehingga memicu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, sehingga dapat membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel degraff yang matang dan menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek. Menurut Hendrik (2006) fase poliferasi yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus beraktivitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pasca haid. Pada siklus haid klasik, fase poliferasi berlangsung setelah pendarahan haid berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai hari 14
(terjadinya
fase
ovulasi).
Fase
ovulasi
berguna
untuk
menumbuhkan lapisan endometrium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah dibuahi oleh sel sperma, sebagai persiapan terjadinya proses kehamilan. c) Fase Ovulasi atau fase luteal Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya (folikel degraaf) yang
8
sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadi ovulasi dan menghasilkan hormon progesteron yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sperma (jika tidak terjadinya kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal (Hendrik, 2006). Fase ovulasi ditandai dengan sekresi LH (luteinizing hormone) yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah. d) Fase pasca ovulasi atau fase sekresi Fase sekresi ditandai dengan corpus luteum yang mengecil atau menghilang dan berubah menjadi corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone). Sekresi progesteron yang terhenti menyebabkan penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek, maka terjadi fase perdarahan atau menstruasi.
9
Gambar Siklus Menstruasi Sumber: Anonim, 2012
2.1.3. Gangguan Menstruasi Berikut adalah gangguan menstruasi menurut Manuaba (2009): a) Amenorea yaitu keterlambatan menstruasi lebih dari 3 bulan berturutturut, menstruasi wanita teratur setelah mencapai usia 18 tahun b) Polimenorea
menstruasi yang sering terjadi dan tidak normal.
Menurut Wiknjosastro (2007) pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari). Pendarahan yang kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Hal yang terakhir ini diberi nama polimenorea atau epimenoragia. Penyebabnya bisa jadi oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi atau
10
menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena peradangan, endometriosis, dan sebagainya c) Oligomenorea dimana siklus menstruasi melebihi 35 hari. Sedangkan dengan darah yang keluar relatif sama. Menurut Wiknjosastro (2007) apabila panjang siklus sudah lebih dari 3 bulan sudah disebut amenorea. Oligomenorea dan amenorea sering kali punya dasar yang sama. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulator dengan masa poliferasi lebih panjang dari biasanya d) Menorrhagia atau hipermenorea, yaitu pada bentuk gangguan siklus menstruasi tetap teratur dan jumlah darah yang dikeluarkan cukup banyak, penyebabnya kemungkinan terdapat mioma uteri atau pembesaran rahim. Menurut Wiknjosastro (2007) sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan sebagainya. Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan pelepasan waktu haid e) Hippomenorea jumlah darah yang dikeluarkan jumlahnya sedikit. Dengan penyebabnya kemungkinan gangguan hormonal, kondisi
11
wanita yang kurang gizi atau wanita dengan gangguan penyakit tertentu f)
Ketegangan sebelum masa menstruasi (Pre mestruasi tention), terjadi karena keluhan yang dimulai sekitar seminggu sebelum dan sesudah haid. Terjadi karena ketidakseimbangan estrogen dan progesteron menjelang menstruasi. Ketegangan sebelum haid terjadi pada waktu umur sekitar 30-49 tahun, pengobatanya tergantung pada keadaan dan memerlukan konsultasi dengan ahlinya
g) Dysmenorrhea adalah rasa nyeri saat menstruasi dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai mengganggu aktivitas seharihari. Menurut Wiknjosastro (2007) gangguan dysmenorrhea bersifat subjektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai. Walaupun frekuensi dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam hingga beberapa hari.
2.2.
Dysmenorrhea
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi Dysmenorrhea Dysmenorrhea atau nyeri haid adalah gejala yang paling sering menyebabkan perempuan untuk pergi ke dokter untuk konsultasi dan untuk mendapatkan penanganan. Hal ini mengandung arti bahwa kebanyakan perempuan mengalami dysmenorrhea dalam proses menstruasinya (Wiknjosastro,
12
2007). Dysmenorrhea adalah istilah medis untuk gangguan menstruasi, gejalagejala dari dysmenorrhea dapat berupa rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah dan punggung bawah, sakit kepala, mual hingga pingsan pada sebelum
atau
selama
menstruasi
(Maulana,
2009).
Karena
gangguan
menstruasinya ini sifatnya subjektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai. Walaupun frekuensi dysmenorrhea cukup tinggi dan penyakitnya ini sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan. Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak nyaman di perut bawah sebelum dan selama haid hingga timbulnya rasa mual, maka istilah dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya (Wiknjosastro, 2007). Menurut Wiknjosastro (2007), dysmenorrhea dibagi menjadi 2 yaitu dysmenorhrrea primer dan dysmenorrhea sekunder: a) Dysmenorrhea Primer Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat-alat genital. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung singkat. Rasa nyeri bersifat kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa
13
mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), dysmenorrhea primer diduga sebagai akibat pembentukan prostaglandin yang berlebihan, yang juga menyebabkan uterus mengalami kontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme arteriolar. Dengan bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung menurun dan akhirnya hilang setelah melahirkan. Anurogo dan Wulandari (2011) mengungkapkan bahwa dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genitalia yang nyata, terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah haid pertama segera setelah siklus ovulasi teratur ditentukan b) Dysmenorrhea sekunder Dysmenorrhea
disebabkan
oleh
kelainan
ginekologik
seperti
salpingitis kronis, edometriosis, adenomiosis uteri, stenosis serviks uteri, dan lain-lain. Menurut French (2005) perbedaan antara dysmenorhrrea primer dengan dysmenorhrrea sekunder mengacu pada ada atau tidaknya kondisi patologi pada organ pelvis. 2.2.2. Etiologi Dysmenorrhea Primer Penyebab pasti dysmenorrhea primer hingga kini belum diketahui secara pasti. Namun penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini menunjukkan adanya peranan faktor prostaglandin, terhadap timbulnya nyeri. Teori ini menyatakan bahwa nyeri menstruasi timbul karena peningkatan produksi prostaglandin oleh dinding rahim saat menstruasi. Anggapan ini mendasari pengobatan dengan anti prostaglandin untuk meredakan nyeri menstruasi. Prostaglandin memiliki peran
14
dalam mengatur proses yang terjadi di dalam tubuh, seperti kontraksi uterus, aktivitas usus dan perubahan diameter pembuluh darah. Apabila kadar prostaglandin berlebihan saat menstruasi, maka kontraksi uterus akan bertambah sehingga mengakibatkan terjadinya nyeri yang hebat yang disebut dysmenorrhea (Proverawati dan Misaroh, 2009). Menurut Wiknjosastro (2007) beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain: a) Faktor kejiwaan : pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apabila mereka tidak mendapatkan penerangan yang baik tentang proses haid maka mudah timbul terjadinya dysmenorrhea. Menurut Anurogo dan Wulandari (2011) rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah jenis kelaminnya, dan imaturitas b) Faktor konstitusi : faktor konstitusi erat hubunganya dengan faktor kejiwaan dan juga dapat menurunkan ketahanan rasa nyeri. Faktorfaktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea c) Faktor obstriksi kanalis servikalis: salah satu teori yang paling tua untuk
menerangkan
stenoiskanalis
terjadinya
servikalis,
pada
dysmenorrhea wanita
dengan
primer
ialah
uterus
dalam
hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai
penyebab dysmenorrhea. Banyak wanita menderita
15
dysmenorrhea tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat banyak wanita tanpa keluhan dysmenorrhea, walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dysmenorrhea karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut d) Faktor endokrin: faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas otot usus. Menurut Anurogo dan Wulandari (2011) rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus, sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Di sisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah, maka selain dysmenorrhea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual), muntah, dan diare e) Faktor alergi : faktor alergi ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenorrhea dengan urtikaria, migraine, atau asma bronkhiale. 2.2.3. Tata Laksana Dysmenorrhea Berikut adalah penanganan dan beberapa hal yang dapat dilakukan ketika terjadi dysmenorrhea menurut Wiknjosastro (2007) adalah :
16
a.
Penanganan dan Edukasi Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dysmenorrhea primer adalah gangguan siklus menstruasi yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Hendaknya dalam masalah ini diadakan penjelasan dan diskusi mengenai informasi dysmenorrhea, penanggulangan yang tepat serta pencegahan agar dysmenorrhea tidak mengarah pada tingkat yang sedang bahkan ke tingkat berat. Tidak menutup kemungkinan bahwa ketahanan tubuh meningkat dan gangguan menstruasi dapat dicegah. Nasehat mengenai makan bergizi, istirahat dan olahraga cukup dapat berguna dan terkadang juga diperlukan psikoterapi
b.
Pemberian Obat Analgesik Jika dirasakan nyeri berat, diperlukan istirahat di tempat tidur, dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Obat analgesik yang sering digunakan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. Contoh obat paten yang beredar dipasaran antara lain ponstan, novalgin, acetaminophen dan sebagainya
c.
Terapi Hormonal Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar berupa dysmenorrhea primer, sehingga wanita dapat tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian pil kombinasi kontrasepsi
17
d.
Terapi dengan Obat Nonsteroid Antiprostaglandin Obat ini memegang peranan penting terhadap dysmenorrhea primer. Termasuk disini indometasin dan naproksen. Kurang lebih 70% penderita mengalami perbaikan. Hendaknya pengobatan diberikan sebelum haid mulai, satu sampai tiga hari sebelum haid dan pada hari pertama.
2.2.4. Faktor-faktor Risiko Dysmenorrhea Menurut Smeltzer dan Bare (2002), faktor risiko terjadinya dysmenorrhea adalah: a) Menarche pada Usia Lebih Awal Menarche didefinisikan sebagai pertama kali menstruasi, yaitu keluarnya cairan darah dari alat kelamin wanita berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah. Menarche atau terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada seorang wanita sangat bervariasi, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-rata terjadi pada usia 12,5 tahun (Wiknjosastro, 2007). Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), usia saat seorang anak perempuan mulai mendapat menstruasi sangat bervariasi. Terdapat kecenderungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi yang pertama kali pada usia yang lebih muda. Ada yang berusia 12 tahun sudah mendapat menstruasi yang pertama kali, yang usia 8 tahun sudah mengalami dan ada juga yang usia 16 tahun baru mengalami. Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat
18
reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi b) Belum Pernah Hamil dan Melahirkan Wanita yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan syaraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang c) Lama Menstruasi Lebih Dari Normal (Hipermenorea) Yang disebut hipermenorea atau menorhagia adalah pendarahan berkepanjangan atau berlebihan pada waktu menstruasi teratur (Smeltzer
dan
Bare,
2002).
Menurut
Wiknjosastro
(2005)
hipermenorea adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal lebih dari 8 hari. Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), hipermenorea adalah pendarahan menstruasi yang banyak dan lebih lama dari normal, yaitu 6-7 hari dangan ganti pembalut 5-6 kali perhari. Menstruasi normal biasanya 3-5 hari (3-7 hari masih normal), jumlah darah rata-rata 35 cc (10-80 cc masih dianggap normal), kira-kira 2-3 kali ganti pembalut perhari. Penyebab hipermenorea bisa berasal dari rahim berupa mioma uteri, tumor jinak dari otot rahim, infeksi pada rahim atau hiperplasia endometrium (penebalan lapisan dalam rahim) dan dapat juga disebabkan oleh kelainan diluar rahim seperti kelainan
19
darah misalnya anemia, gangguan pembekuan darah, serta juga bisa disebabkan oleh kelainan hormon atau gangguan endokrin. Smeltzer
dan
Bare
(2002)
menyebutkan
bahwa
penyebab
hipermenorea biasanya berhubungan dengan gangguan endokrin dan juga disebabkan karena adanya gangguan inflamasi, tumor uterus, dan gangguan emosional juga dapat mempengaruhi pendarahan. Lama menstruasi lebih dari normal, menstruasi menimbulkan adanya kontraksi uterus, bila menstruasi terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi dan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan d) Perokok Merokok dapat mengakibatkan nyeri saat haid karena di dalam rokok terdapat kandungan zat yang dapat mempengaruhi metabolisme estrogen, sedangkan estrogen bertugas untuk mengatur proses haid dan kadar estrogen harus cukup di dalam tubuh. Apabila estrogen tidak tercukupi akibat adanya gangguan dari metabolismenya akan menyebabkan gangguan pula dalam alat reproduksi termasuk nyeri saat haid (Megawati, 2006) e) Kebiasaan Olahraga Olahraga merupakan serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya (Irianto, 2012). Disebutkan juga oleh Sumintarsih (2006), kebanyakan orang yang melakukan olahraga
20
secara teratur dan terukur menyebabkan perasaan lebih enak, olahraga juga dapat mencapai dan mempertahankan keadaan sehat dan bugar. Kejadian dysmenorrhea akan meningkat dengan kurangnya aktivitas selama
menstruasi
dan
kurangnya
olahraga,
hal
ini
dapat
menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri. Olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Hal ini disebabkan saat melakukan olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman (Harry, 2007). Pada sebagian besar wanita, latihan olahraga aerobik mampu mengurangi gejala-gejala gangguan menstruasi seperti dysmenorrhea yaitu mengurangi kelelahan dan stress. Latihan ini dapat berupa jalan cepat, joging, senam, bersepeda, dan berenang. Latihan
olahraga
aerobik juga mampu memperbaiki kesehatan hati atau jantung dan mampu membantu mengendalikan tekanan berat, serta latihan fisik juga meningkatkan rangsangan simpatis yaitu suatu kondisi yang menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi cemas (Laila, 2011). Dengan olahraga dapat meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga memperlancar peredaran darah. Olahraga teratur
21
seperti jalan cepat, jogging, berlari, berenang, bersepeda atau aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara umum dan menjaga siklus menstruasi agar tetap teratur. Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olahraga, yang tidak hanya mengurangi stress tapi juga meningkatkan produksi endorphin di otak, penawar sakit alami tubuh. Tidak ada pembatasan aktivitas selama haid. Olahraga latihan aerobik dapat membantu memproduksi bahan alami yang dapat memblok rasa sakit ketika haid (Proverawati dan Misaroh, 2009). f) Stress Stress menimbulkan penekanan sensasi syaraf-syaraf pinggul dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan dysmenorrhea. 2.2.5. Patofisiologi Dysmenorrhea Selama fase luteal dan menstruasi, prostaglandin F2 alfa (PGF2a), disekresi. Pelepasan PGF2a yang berlebihan meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus yang menyebabkan vasospasme arteriol uterus, sehingga mengakibatkan iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifat siklik. Respon sistemik terhadap PGF2a meliputi nyeri punggung kelemahan pengeluaran keringat gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare) dan gejala sistem syaraf pusat meliputi: pusing, sinkop, nyeri kepala dan konsentrasi buruk (Bobak, 2004). Prostaglandin F2 alfa (PGF2a) adalah perantara yang berperan penting dalam terjadinya dysmenorrhea primer. Peningkatan PGF2a dalam endometrium diikuti dengan adanya penurunan progesteron pada fase luteal, yang
22
mengakibatkan membran lisosom menjadi tidak stabil dan terjadi pelepasan enzim lisosomal. Pelepasan enzim lisosomal akan merangsang pelepasan enzim phospholipase A2 yang akan menghidrolisis senyawa fosfolipid menjadi asam arakidonat. Melalui siklus endoperoxidase dengan perantara prostaglandin G2 (PGG2)
dan
prostaglandin
H2
(PGH2)
PGFprostaglandin E2 (PGE2) (Slap, 2008).
selanjutnya
akan
menjadi
Pelepasan PGF2a2a dan yang
berlebihan dapat meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasokontriksi arteriol uterus sehingga terjadi iskemia dan kram abdomen bawah (Dawood, 2008). 2.2.6. Penegakan Diagnosis Dysmenorrhea Primer Diagnosis terhadap dysmenorrhea primer mengacu pada gejala dan hasil pemeriksaan secara fisik. Pada dysmenorrhea primer gejala yang terjadi yaitu nyeri di perut bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya rasa nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi. Dan rasa nyeri mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam, namun setelah 2 hari akan menghilang (Andrini, 2014). Rasa nyeri bersifat kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas hingga pingsan (Wiknjosastro, 2007). 2.2.7. Alat Ukur Dysmenorrhea Primer Alat ukur yang digunakan untuk menentukan dysmenorrhea primer adalah dengan menggunakan kuesioner penegakan diagnosis dysmenorrhea primer yang
23
mengacu pada gejala yang terjadi yaitu nyeri di perut bagian bawah dan tungkai. Dysmenorrhea primer juga bisa disertai sakit kepala, mual, muntah, sakit kepala, diare hingga pingsan dan terganggunya aktivitas sehari-hari.
2.3.
Aktivitas Fisik
2.3.1. Definisi Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi (Almatsier, 2004). Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen
untuk
penyakit
kronis, dan secara keseluruhan
diperkirakan
menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). 2.3.2. Jenis-jenis Aktivitas Fisik Nurmalina (2011) menyebutkan bahwa aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas fisik yang sesuai untuk remaja sebagai berikut: a) Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan
perubahan
dalam
pernapasan
atau
ketahanan
(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main play station, main komputer, belajar di rumah, nongkrong. b) Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh:
24
berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat. c) Kegiatan berat : biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond. Lakukan minimal 30 menit olahraga sedang untuk kesehatan jantung, 60 menit untuk mencegah kenaikan berat badan dan 90 menit untuk menurunkan berat badan. 2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik pada remaja menurut Karim (2002) : a) Umur Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya b) Jenis Kelamin Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar
25
c) Pola Makan Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah raga atau menjalankan aktivitas lainnya. Makanan yang beragam yaitu dengan serat yang cukup, mineral yang terpenuhi dan berbagai vitamin yang bisa kita dapat dari berbagai macam buah dan sayuran yang berlimpah akan banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari ataupun berolahraga, maka dari itu makanan yang akan dikonsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan secara maksimal d) Penyakit / Kelainan pada Tubuh Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat. Obesitas juga menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik (Karim, 2002). 2.3.4. Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik Tingkat aktivitas fisik diukur oleh 2 variabel, yaitu: 1) Frekuensi yaitu berapa kali atau berapa jam seseorang bekerja dalam seminggu
26
2) Durasi yaitu berapa lama seseorang melakukan pekerjaan tiap minggunya Berdasarkan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), kriteria aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bagian : 1. Aktivitas Fisik Rendah Tidak ada aktivitas yang dilaporkan atau beberapa aktivitas dilaporkan tetapi
tidak cukup
untuk
memenuhi
kategori
(<
600MET-
menit/minggu) 2. Aktivitas Fisik Sedang Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut : a.
3 hari atau lebih intensitas aktivitas setidaknya 20 menit per hari
b.
5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang dan / atau berjalan setidaknya 30 menit per hari
c.
5 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang atau kuat intensitas mencapai minimal setidaknya 600 MET-menit/minggu
3. Aktivitas Fisik Berat Memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut: a.
Aktivitas
fisik
setidaknya
3
hari
intensitas
kuat
dan
mengumpulkan minimal 1500 MET-menit/minggu b.
7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas sedang atau intensitas
berat
menit/minggu.
mengumpulkan
setidaknya
3000
MET-
27
Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan standar dari International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Dimana menggunakan perhitungan akumulasi waktu dalam seminggu dengan kriteria data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan ‘cukup’ apabila kegiatan dilakukan terus menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi, dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan aktivitas ‘berat’, ‘sedang’ dan ‘berjalan’. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, dimana aktivitas diberi pembobotan, masingmasing untuk aktivitas ‘berat’ empat kali, aktivitas ‘sedang’ dua kali terhadap aktivitas ‘ringan’ atau jalan santai (Laksono, 2013).
2.4.
Hubungan Aktivitas Fisik Dan Dysmenorrhea Dysmenorrhea menurut Prawirohardjo (2008) adalah nyeri selama haid
yang dirasakan di perut bawah atau di pinggang, bersifat seperti mulas-mulas, seperti ngilu, dan seperti ditusuk-tusuk. Dysmenorrhea menyebabkan nyeri pada daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Kejadian dysmenorrhea akan meningkat dengan kurangnya aktivitas fisik selama menstruasi dan kurangnya olahraga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri. Olahraga merupakan salah satu
28
teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Hal ini disebabkan saat melakukan olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman (Harry, 2007). Pada sebagian besar wanita, latihan olahraga aerobik mampu mengurangi gejala-gejala gangguan menstruasi seperti dysmenorrhea yaitu mengurangi kelelahan dan stress serta latihan fisik juga meningkatkan rangsangan simpatis yaitu suatu kondisi yang menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi cemas. Latihan ini dapat berupa jalan cepat, joging, senam, bersepeda, dan berenang (Laila, 2011).