BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan sistem sarana penyaluran tenaga listrik dari titik sumber ke titik pusat beban ( konsumen ). Penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit hingga mencapai beban menjalani tahapan seperti gambar 2.1. Salah satunya adalah tahapan distribusi. Dimana tenaga listrik didistribusikan menggunakan sistem tegangan menengah.
Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik
Pemilihan suatu sistem distribusi untuk mendapatkan suatu sistem yang handal merupakan kompromi antara alasan-alasan teknis disuatu pihak dan ekonomis di lain pihak. Keduanya ditekankan kepada kebutuhan penggunaan dimana dipersyaratkan batas-batas keandalan, stabilitas dari kontinuitas pelayanan. 2.2 Jaringan Distribusi Primer Sistem jaringan distribusi primer adalah bagian dari sistem tenaga listrik diantara Gardu Induk (GI) dan Gardu Distribusi. Jaringan distribusi primer terdiri dari jaringan tiga fasa, yang jumlahnya tiga kawat atau empat kawat. Pada sistem jaringan distribusi primer saluran yang digunakan untuk menyalurkan daya listrik pada masing-masing beban disebut penyulang (feeder). 4
Pada umumnya setiap penyulang diberi nama sesuai dengan daerah beban yang dilayani, hal ini bertujuan untuk memudahkan mengingat dan menandai jalur-jalur yang dilayani oleh penyulang tersebut. Sistem penyaluran daya listrik pada sistem ditribusi primer dibagi menjadi tiga berdasarkan penghantar yang dipergunakan: 1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Jenis penghantar yang digunakan adalah kabel telanjang (tanpa isolasi) seperti kabel AAAC (All Aluminium Alloy Conduktor), ACSR (Aluminium Cable Stell Reinforced), dan yang saat ini banyak digunakan adalah AAACs (All Alluminium Alloy Conductor XPLE sheated). 2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) Jenis penghantar yang digunakan adalah kabel berisolasi seperti MVTIC (Medium Voltage Twisted Insulated Cable). 3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Jenis penghantar yang digunakan adalah kabel tanam berisolasi PVC (Poly Venyl Clorida), XLPE ( Crosslink Polyethelene). 2.3 Konfigurasi Jaringan Distribusi Primer Sistem distribusi jaringan tegangan menengah memiliki beberapa jenis konfigurasi, dimana masing-masing konfigurasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dasar pemilihan suatu sistem tergantung dari tingkat kepentingan konsumen atau daerah beban itu sendiri yang meliputi : 1.
Kontinuitas pelayanan yang baik
2.
Kualitas daya yang baik
3.
Luas dan penyebaran daerah beban yang dilayani seimbang
4.
Kondisi dan situasi lingkungan
5.
Kerapatan beban pada daerah yang dihendaki
6.
Regulasi tegangan
7.
Sistem penyambungan beban
8.
Pertimbangan faktor teknis dan ekonomis
9.
Perencanaan dan besar kapasitas gardu distribusi
10. Keperluan darurat penambahan daya listrik pada penyulang.
5
Berdasarkan bentuk atau polanya, tipe sistem jaringan distribusi primer dapat dibagi menjadi empat, yaitu : 1. Sistem radial 2. Sistem lingkar (loop/ring) 3. Sistem gugus (mesh) 4. Sistem spindle 2.3.1 Sistem radial Sistem jaringan distribusi primer tipe radial hanya memiliki satu sumber pengisisn. Bila terjadi gangguan pada salah satunya (baik sumber ataupun penyulangnya), maka semua beban yang dilayani oleh jaringan ini akan padam. Keandalan dari sistem jaringan distribusi primer tipe radial ini tergolong rendah. Sistem ini banyak dipergunakan di daerah pedesaan dan perkotaan yang tidak membutuhkan nilai keandalan yang tinggi. Keandalan sistem memenuhi kontinuitas tingkat 1 dan umumnya merupakan jaringan luar kota. Keunggulan konfigurasi distribusi radial adalah polanya sederhana dan investasi yang murah, sedangkan kekurangan sistem radial adalah kontinuitas pelayanan yang kurang baik yang disebabkan karena antara titik sumber dan titik beban hanya ada satu pengisian. Bila saluran tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian setelah gangguan akan mengalami pemadaman total. Trafo distribusi
Trafo distribusi
Main feeder
PMT
Konsumen
Keterangan : PMT : Pemutus/CB Gambar 2.2 Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial (Sumber: Kadir, 2000)
6
2.3.2 Sistem lingkar Sistem jaringan distribusi primer tipe lingkar (loop/ring) ini merupakan gabungan/perpaduan dari dua buah sistem radial. Secara umum operasi normal sistem ini hampir sama seperti sistem radial. Sistem ini sudah mempunyai tingkat keandalan dan kontinuitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem radial. Hal ini dikarenakan jumlah sumber dan penyulang yang ada pada suatu jaringan adalah lebih dari satu buah. Pada umumnya sistem ini banyak dipergunakan secara khusus untuk menyuplai beban-beban penting misalnya rumah sakit, pusat-pusat pemerintahan dan instansi penting lainnya. Pada sistem ini terdapat dua sumber dan arah pengisian yang satu dapat sebagai cadangan, sehingga tingkat keandalannya cukup tinggi. Sistem ini banyak dipergunakan pada jaringan umum dan industri. Jika terjadi gangguan atau pekerjaan pada salah satu jaringan, penyaluran tidak terputus karena mempergunakan sumber pengisian cadangan atau arah yang lain. Keandalan sistem ini memenuhi kontinuitas tingkat 2. Trafo distribusi Trafo distribusi
Loop Disconect Switch
PMT
Trafo distribusi
Trafo distribusi
. Gambar 2.3 Jaringan Distribusi Tipe loop (Sumber: Kadir, 2000)
Keunggulan dan kelemahan dari sistem saluran ini adalah : a. Keunggulan: 1. Kontinyuitas penyaluran daya listrik cukup tinggi. 2. Stabilitas tegangan sistem yang mantap. 3. Tingkat keamanan dan keandalan yang cukup tinggi. 7
4. Fleksibilitas tinggi. b. Kelemahan: 1. Biaya pemasangan mahal. 2. Biaya pemeliharaan mahal. 2.3.3 Sistem Gugus Sistem jaringan distribusi primer tipe gugus (mesh) ini merupakan variasi dari sistem spindle. Perbedaannya hanyalah terletak pada bagian penyulang cadangan (express feeder). Pada sistem ini penyulang cadangan diberi beban seperti halnya penyulang kerja. Sistem ini mempunyai tingkat keandalan dan kontinuitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem lingkar ataupun radial. Sistem ini jarang dipergunakan pada sistem distribusi primer tegangan menengah. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada sistem transmisi tegangan tinggi yang sering disebut sebagai sistem interkoneksi. Bagan sistem jaringan tipe gugus (mesh) dapat dilihat pada gambar 2.4. Keunggulan dan kelemahan dari sistem saluran ini adalah : a. Keunggulan: 1. Mempunyai tingkatan keandalan yang cukup tinggi. 2. Dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan beban. 3. Kualitas tegangan baik dan rugi daya kecil. b. Kelemahan: 1. Cara pengoperasiannya sulit. 2. Biayanya sangat mahal. GI
GI
GI
GI
GI
Gambar 2.4 Jaringan Distribusi Tipe Mesh (Sumber: Kadir, 2000)
8
2.3.4 Sistem Spindle Sistem jaringan distribusi primer tipe spindle merupakan modifikasi dari sistem lingkar (loop/ring) yang terdiri dari beberapa sistem radial. Sistem ini terdiri dari beberapa penyulang, masing-masing penyulang berpangkal pada satu gardu induk dan ujung-ujungnya akan terhubung di gardu hubung. Penyulang-penyulang tersebut dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Penyulang kerja/working feeder Penyulang yang dioperasikan untuk mengalirkan daya listrik dari sumber pembangkit sampai kepada konsumen, sehingga penyulang ini dioperasikan dalam keadaan bertegangan dan sudah dibebani. Operasi normal penyulang ini hampir sama seperti sistem radial. 2. Penyulang cadangan/express feeder Penyulang yang menghubungkan gardu induk langsung ke gardu hubung dan tidak dibebani gardu-gardu distribusi. Pada operasi normal, penyulang ini tidak dialiri arus-arus beban dan hanya berfungsi sebagai penyulang cadangan untuk menyuplai penyulang yang mengalami gangguan melalui gardu hubung (GH).
Trafo GI
GH Penyulang Express
Trafo GI
Penyulang Kerja
Trafo GI Gardu Distribusi
Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Tipe Spindle
9
Jaringan ini memenuhi kontinuitas tingkat 2 dan jika dilengkapi dengan sarana kontrol jarak jauh dapat disebut memenuhi kontinuitas tingkat 3. Apabila seluruh pelanggan ( Gardu Konsumen ) dilengkapi dengan fasilitas kontrol jarak jauh dapat memenuhi kontinuitas tingkat 4. 2.4 Gardu Induk Pada Sistem Distribusi Gardu induk adalah peralatan listrik yang berfungsi untuk (Kadir, 2000): 1. Pengukuran, pengawasan operasi serta pengaturan pengamanan dari sistem tenaga listrik. 2. Pengaturan daya ke gardu - gardu induk lain melalui tegangan tinggi dan gardu - gardu distribusi melalui feeder tegangan menengah. 3. Peralatan dan fasilitas penting yang menunjang untuk kepentingan pengaturan distribusi tenaga listrik yang ada di gardu induk 2.5 Gangguan pada Sistem Distribusi Primer Kondisi gangguan pada sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20 kV dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu : 1. Penyebab external 2. Penyebab internal 2.5.1 Penyebab External Sumber gangguan pada sistem distribusi di atas tanah (saluran udara) sebagian besar karena pengaruh luar. Sumber gangguan tersebut berurutan menurut intensitasnya adalah sebagai berikut (SPLN 52-3, 1983): 1. Angin dan pohon. 2. Petir. 3. Kegagalan atau kerusakan peralatan dan saluran. 4. Manusia. 5. Hujan dan cuaca. 6. Binatang dan benda-benda asing. Gangguan pada sistem distribusi di atas tanah (saluran udara) dapat dibagi atas dua kelompok :
10
1. Gangguan yang bersifat temporer, yang dapat hilang dengan sendirinya atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber tegangannya. 2. Gangguan yang bersifat permanen, pembebasan dilakukan dengan tindakan perbaikan dan atau menyingkirkan penyebab gangguan tersebut. Gangguan yang bersifat temporer jika tidak dapat hilang dengan segera, baik hilang dengan sendirinya maupun karena bekerjanya alat pengaman, dapat berubah menjadi gangguan yang bersifat permanen dan menyebabkan pemutusan tetap. Gangguan permanen yang terjadi harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum jaringan dinormalkan kembali. 2.5.2
Penyebab Internal Pada umumnya gangguan yang disebabkan oleh faktor internal bersifat
permanen misalnya spesifikasi alat tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, pemasangan alat yang tidak sesuai atau salah dan penuaan alat. Gangguan yang disebabkan oleh faktor internal dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : a. Gangguan sistem Adalah gangguan sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20 kV yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem pembangkit tenaga listrik atau sistem jaringan transmisi tegangan tinggi. Pada umumnya gangguan ini akan menyebabkan pemadaman yang mencakup daerah yang cukup luas. b. Gangguan jaringan Adalah gangguan sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20kV yang mengakibatkan terputusnya pasokan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit tenaga listrik ke daerah-daerah tertentu. Pada umumnya penyebab gangguan jaringan adalah : 1. Gangguan peralatan Gangguan ini dapat diakibatkan oleh kerusakan kabel instalasi pada gardu hubung, ketidaksempurnaan jointing, penuaan alat. 2. Gangguan akibat penyulang lain (simpatik tripping) Pada keadaan ini jumlah penyulang yang tidak bekerja lebih dari satu. Untuk menentukan penyulang yang terganggu didasarkan pada indikasi relay
11
proteksi yang muncul. Bila indikasi relay yang muncul menunjukkan gangguan over current dan ground fault, maka dapat dipastikan penyulang tersebut yang terganggu. Bila indikasi gangguan yang muncul hanya ground fault saja, maka terjadi gangguan akibat penyulang lain. 3. Gangguan mahluk hidup Pada umumnya gangguan ini hanya bersifat sementara (temporary) dan penyebabnya dapat langsung dihilangkan. Gangguan jaringan distribusi primer yang disebabkan baik external maupun internal di atas dapat mengakibatkan terjadinya tegangan lebih atau hubung singkat. Klasifikasi gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi adalah (Kadir, 2000) : 1. Dari jenis gangguannya : a. Gangguan 3 fasa. Kemungkinan terjadinya adalah dari sebab putusnya salah satu kawat fasa yang letaknya paling atas pada transmisi/ distribusi dengan konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinanan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi berayun sewaktu tertiup angin kencang sehingga menyentuh ketiga kawat fasa transmisi atau distribusi. b. Gangguan 2 fasa Kemungkinan terjadinya bisa disebabkan oleh putusnya kawat fasa tengah pada transmisi/distribusi dengan konfigurasi tersusun vertikal. Kemungkinan lain adalah dari sebab rusaknya isolator di transmisi/ distribusi sekaligus dua fasa. Atau bisa juga akibat back flashover antara tiang dan dua kawat fasa sekaligus pada saat tiang transmisi/ distribusi yang mempunyai tahanan kaki tiang yang tinggi tersambar petir, dan lain-lain. c. Gangguan satu fasa ketanah Kemungkinan terjadinya adalah akibat back flashover antara tiang ke salah satu kawat fasa transmisi/ distribusi sesaat setelah tiang tersambar petir yang besar, walaupun tahanan kaki tiangnya cukup rendah. 2. Dari lamanya gangguan
12
a. Gangguan permanen b. Gangguan temporer 2.6 Analisis Gangguan Hubung Singkat Gangguan hubung singkat adalah gangguan yang terjadi karena adanya kesalahan antara bagian-bagian yang bertegangan. Gangguan hubung singkat dapat juga terjadi akibat adanya isolasi yang tembus atau rusak karena tidak tahan terhadap tegangan lebih, baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar (akibat sambaran petir). Gangguan yang diakibatkan hubung singkat dapat menimbulkan arus yang jauh lebih besar dari pada arus normal. Apabila gangguan hubung singkat dibiarkan berlangsung dengan lama pada suatu sistem daya, banyak pengaruhpengaruh yang tidak diinginkan yang dapat terjadi. (Grainger dan Stevenson, 1994) : a. Berkurangnya batas-batas kestabilan untuk sistem daya. b. Rusaknya perlengkapan yang berada dekat dengan gangguan yang disebabkan oleh arus tak seimbang, atau tegangan rendah yang ditimbulkan oleh hubung singkat. c. Ledakan-ledakan yang mungkin terjadi pada peralatan yang mengandung minyak isolasi sewaktu terjadinya suatu hubung singkat, dan yang mungkin menimbulkan
kebakaran
sehingga
dapat
membahayakan
orang
yang
menanganinya dan merusak peralatan- peralatan yang lain. d. Terpecah-pecahnya keseluruhan daerah pelayanan sistem daya itu oleh suatu rentetan tindakan pengamanan yang diambil oleh sistem- sistem pengamanan yang berbeda – beda, kejadian ini di kenal sebagai “cascading”. Perhitungan hubung singkat adalah suatu analisa kelakuan suatu sistem tenaga listrik pada keadaan gangguan hubung singkat, dimana dengan cara ini diperoleh nilai besaran-besaran listrik yang dihasilkan sebagai akibat gangguan hubung singkat tersebut. Analisa gangguan hubung singkat diperlukan untuk mempelajari sistem tenaga listrik baik waktu perencanaan maupun setelah beroperasi kelak. Analisa hubung singkat digunakan untuk menentukan setting
13
relay proteksi yang digunakan untuk melindungi sistem tersebut dari kemungkinan adanya gangguan tersebut. Tujuan dari perhitungan gangguan hubung singkat adalah untuk menghitung arus maksimum dan minimum gangguan, dan tegangan pada lokasi yang berbeda dari sistem tenaga untuk jenis gangguan yang berbeda sehingga rancangan pengaman, relay dan pemutus yang tepat bisa dipilih untuk melindungi sistem dari kondisi yang tidak normal dalam waktu yang singkat. 2.6.1 Impedansi Sumber Impedansi sumber dapat dihitung menggunakan nilai arus hubung singkat sumber yang telah dihitung oleh pengelola GI pada jala- jala yang terhubung dengan GI terkait dengan jauhnya pusat pembangkitan serta kompleksnya jaringan distribusi. Bentuk
dari jaringan sumber di Indonesia secara umum
ditunjukkan pada gambar 2.6. TT/ TM ZS2
ZS1
ZTR
Keterangan : TT
= Tegangan Tinggi/Primer (Volt)
TM
= Tegangan Menengah/Sekunder (Volt)
ZS1
= Impedansi sumber sisi primer (Ohm)
ZS2
= Impedansi sumber sisi sekunder (Ohm)
ZTR
= Impedansi Trafo (Ohm) Gambar 2.6 Impedansi Sistem Distribusi (Sumber: Kadarisman dan Wahyudi, 2009)
Kapasitas daya hubung singkat dapat dihitung sebagai berikut:
MVAsc 3 x I hs xV primer …………………….................(2.1) Keterangan : MVASC = Kapasitas hubung singkat GI (MVA) 14
Ihs
= Arus hubung singkat GI (kA)
ETT
= Tegangan sisi primer (kV)
Sehingga Impedansi sumber dapat dihitung dengan persamaan : 2
Z S1
E (kV ) .................................................(2.2) TT MVASC
Keterangan : ZS1
= Impedansi sumber sisi primer (Ohm)
ETT
= Tegangan sisi pimer (kV)
MVASC = MVA short circuit (MVA) 2
ZS2
ETM (kV ) ................................................(2.3) MVASC
Keterangan : ZS2
= Impedansi sumber sisi sekunder (Ohm)
ETM
= Tegangan sisi sekunder (kV)
MVASC = MVA short circuit (MVA) 2.6.2 Reaktansi Transformator Tenaga Reaktansi urutan positif transformator (XT1) tercantum pada papan spesifikasi transformator, besarnya tergantung dari kapasitas transformator tenaga. Sedangkan reaktansi urutan nol transformator (XT0), diperoleh dari data Transformator tenaga itu sendiri, yaitu melihat adanya belitan delta sebagai belitan ketiga dalam transformator tenaga tersebut: a. Transformator tenaga dengan hubungan belitan ΔY yang memiliki kapasitas belitan Delta (Δ) sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka XT0 = XT1. Keterangan : XT1 = Reaktansi urutan positif transformator (Ohm) XT0 = Reaktansi urutan negatif transformator (Ohm) b. Transformator tenaga dengan hubungan belitan Yyd yang memiliki kapasitas belitan Delta (Δ) sepertiga dari kapasitas belitan Y (belitan penyalur daya), sedangkan belitan delta tetap ada didalam transformator, tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan. 15
X T 0 3 X T 1 ………..…………………………………….….……..(2.4)
Keterangan : XT1 = Reaktansi urutan positif transformator (Ohm) XT0 = Reaktansi urutan negatif transformator (Ohm) c. Transformator tenaga dengan hubungan belitan YY dan tidak mempunyai belitan delta didalamnya, maka XT0 nilainya berkisar antara 9 s/d 14 x XT1. Keterangan : XT1 = Reaktansi urutan positif transformator (Ohm) XT0 = Reaktansi urutan negatif transformator (Ohm) Nilai impedansi dari transformator tenaga yang tercantum pada papan spesifikasi transformator tenaga adalah nilai transformator tenaga saat di hubung singkat (short circuit) disisi sekunder, disisi primer terdapat kebocoran fluks yang direpresentasikan dalam bentuk reaktansi bocor (reactance leakage), dalam hal ini nilai tahanan murni tidak ada, jadi impedansi transformator tenaga adalah nilai reaktansinya (X) yang nilainya dalam persen (%). 2
X T1 % X T x
ETM ...............................................................................(2.5) MVATR
Keterangan : XT1
= Reaktansi trafo (Ohm)
%XT
= Prosentase reaktansi trafo (Ohm)
ETM
= Tegangan sisi sekunder (kV)
MVATR
= Kapasitas trafo (MVA)
2.6.3 Impedansi Jaringan Distribusi Perhitungan impedansi jaringan distribusi 20 kV tergantung dari besarnya nilai impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung, besarnya tergantung luas penampang dan jenis bahan penghantar. Contoh suatu jaringan distribusi mempunyai Z = (R + jX) ohm/km, nilai R adalah besar resistansi dalam ohm/km dan jX adalah nilai reaktansi (XL) dalam ohm/km. Perhitungan untuk memperoleh arus gangguan hubung singkat yang 16
terjadi pada suatu jaringan 20 kV, maka impedansi (Z) ini dikalikan dengan panjang penyulang. Perhitungan impedansi penyulang dapat mengggunakan rumus :
Z 1JAR R 2 jX L
2
................................................................ (2.6)
Keterangan : Z1 JAR = Impedansi jaringan distribusi (Ohm) R
= Resistansi jaringan (Ohm)
XL
= Reaktansi jaringan (Ohm)
- Impedansi urutan positif dan negatif Nilai impedansi urutan positif (Z1) dan negatif (Z2) adalah sama, sehingga : Z1 = Z2 = %jar x L penyulang x Z1 per km .......................................... (2.7) Keterangan : Z1
= Impedansi urutan positif (Ohm)
Z2
= Impedansi urutan negatif (Ohm)
% jar
= Prosentase panjang penyulang (%)
L penyulang = Panjang penyulang (km) Z1 per km = Impedansi urutan positif per km (Ohm/km) - Impedansi urutan nol Z0 = % jar x L penyulang x Z0 per km ................................................ (2.8) Keterangan : Z0
= Impedansi urutan nol (Ohm)
% jar
= Prosentase panjang penyulang (%)
Z1 per km = Impedansi urutan negatif per km (Ohm/km) L penyulang = Panjang penyulang (km) 2.6.4 Impedansi Ekivalen Impedansi ekivalen yang digunakan untuk menghitung arus hubung singkat dari sumber sampai dengan titik gangguan adalah impedansi ekivalen 17
urutan positif (Z1eq), impedansi ekivalen urutan negatif (Z2eq) dan impedansi ekivalen urutan nol (Z0eq) dimana Z1eq = Z2eq. Karena dari sumber sampai dengan titik
gangguan
terhubung
seri
maka
perhitungan
dilakukan
dengan
menjumlahkannya. ZS2
ZTR
X JAR
R JAR
+
E
I1
V1
Keterangan : E
= Tegangan fasa – netral (Volt)
ZS2
= Impedansi sumber sisi sekunder (Ohm)
ZTR
= Impedansi transformator GI (Ohm)
R JAR
= Resistansi jaringan (Ohm)
X JAR
= Reaktansi jaringan (Ohm)
I1
= Arus gangguan (Ampere)
V1
= Tegangan di titik gangguan (Volt) Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat 3 Fasa (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
Sehingga perhitungannya adalah: Z1eq Z S 2 ZT 1 Z 1 jaringan ...................................................................(2.9)
Keterangan : Z1eq
= Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm)
ZS2
= Impedansi sumber sisi sekunder (Ohm)
ZT1
= Impedansi urutan positif transformator tenaga (Ohm)
Z1 penyulang
= Impedansi urutan positif jaringan distribusi (Ohm)
Sedangkan untuk mencari nilai impedansi ekivalen urutan nol (Z 0eq) diperoleh dengan persamaan :
Z 0eq Z T 0 (3xR N ) Z 0 jaringan ...........................................................(2.10) 18
Keterangan : Z0eq
= Impedansi ekivalen urutan nol (Ohm)
ZT0
= Impedansi tranformator tenaga urutan nol (Ohm)
RN
= Tahanan pembumian titik netral trafo GI (Ohm)
Z0 Jaringan = Impedansi urutan nol jaringan (Ohm) 2.6.5 Arus Hubung Singkat Arus gangguan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan umum (Hukum Ohm), yaitu:
I
E Amp …..……………………………………………………..(2.11) Z
dengan, I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (Amp) E = Tegangan sumber (volt) Z = Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi didalam jaringan dari sumber tegangan sampai titik gangguan (ohm). Besar tegangan sistem tiga fasa dalam keadaan seimbang adalah sama besar, hanya sudut fasanya berbeda 120 °, seperti digambarkan pada gambar 2.8. A
EA
EC C
N EB B
Gambar 2.8 Vektor Tegangan Generator (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
Jika salah satu fasa dari sistem tiga fasa tersebut diatas (misalkan fasa A) dibebani suatu impedansi Z, maka gambar rangkaiannya seperti ditunjukkan pada gambar 2.9. 19
Z + IA
EA - N Gambar 2.9 Pembebanan Impedansi Z (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
Arus yang mengalir pada impedansi Z tersebut adalah sebesar :
IA
EA …….……………………………………………….…….…(2.12) Z
Keterangan : IA
= Arus yang mengalir pada hambatan Z (Ampere)
EA
= Tegangan sumber (volt)
Z
= Impedansi jaringan (ohm) Tegangan EA, EB, dan EC nilainya sama besar, kecuali arah vektornya
berbeda 120° maka besar IA, IB dan IC juga sama besarnya kecuali arah vektornya yang juga berbeda 120° karena impedansi Z nya sama besar. Bila digabungkan ketiga fasa beban-beban tersebut, maka gambarnya dapat dilihat pada gambar 2.10. Z
A
IA EA
EC
N
IA+IB+IC EB
Z
C B
IB Z
IC Gambar 2.10 Beban Rangkaian 3 Fasa (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
Arus masing-masing fasa mengalir keluar, dalam gambar 2.10 seperti arah tegangan yang di induksikan di generator (dalam arti tidak melawan arah 20
tegangan yang dibangkitkan) dan bertemu disatu titik untuk kembali ke netral dengan nilai arus sebesar IA + IB + IC dalam vektor karena arus-arus tersebut berbeda fasa 120°. Dihitung dengan vektor atau diperiksa secara vektor akan memberikan hasil sama. Perhatikan vektor arus IA , IB dan IC. Arus-arus ini berbeda 120°, tetapi besarnya yang dalam hal ini diwakili oleh panjangnya vektor arus itu masing-masing. EA IC
IA
EC
IB
EB
Gambar 2.11 Vektor Tegangan dan Arus (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
jika dijumlahkan vektor arus ini, maka jumlahnya sebagai berikut: IA+ IB berlawanan arah dengan IC, tetapi panjangnya sama, sehingga apabila dijumlahkan secara vektoris akan saling meniadakan (0). IC IA
IA+IB IB Gambar 2.12 Vektor Arus Berlawanan (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
Pembebanan hubung singkat tiga fasa pada gambar 2.10 dengan impedansi Z, maka dapat digantikan seperti pada gambar 2.13. 21
Z1
A
IA EA
N
EC
EB
C
IB B
Z1
IC Z1
Gambar 2.13 Arah Arus Masing- masing Fasa (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
Rangkaian pada gambar 2.13 ini identik dengan gangguan tiga fasa yang ketiga arus fasa yang mengalir di masing-masing impedansi Z tidak ada yang melawan ggl EA, EB dan EC yang dibangkitkan, sehingga dapat diartikan pada arah positif, sehingga impedansi yang menghambat arus itu diartikan impedansi positif. Berdasarkan gambar 2.13, dapat ditentukan besarnya arus hubung singkat 3 fasa menggunakan rumus :
If 3 FASA
E ph Z1eq
…………………………………………………….…(2.13)
Keterangan : If 3FASA = Arus gangguan 3 fasa (Ampere) Eph
= Tegangan fasa netral sistem 20 kV = 20.000/ 3 (Volt)
Z1eq
= Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm) Gangguan hubung singkat dua fasa yang terjadi pada jaringan distribusi
diperlihatkan pada gambar 2.14. Z
A
IA EA
EC C
N
EB
IB B
Z
IC = 0 Z
Gambar 2.14 Beban Untuk Rangkaian 2 Fasa (Sumber: Grainger dan Stevenson, 1994)
22
Berdasarkan gambar 2.14,besarnya nilai arus hubung singkat dua fasa dapat di hitung dengan persamaan : I f 2 fasa
E ph ph Z1eq Z 2eq
……………...………………………...…………(2.14)
Z1eq = Z2eq , maka. I f 2 fasa
E ph ph 2Z1eq
…….……………………………………...…………(2.15)
Keterangan : If 2 fasa = Arus hubung singkat antara dua fasa (Ampere) Eph-ph
= Tegangan fasa-fasa sistem (Volt)
Z1eq
= Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm) Besarnya nilai arus hubung singkat satu fasa ke tanah digunakan
persamaan: I f 1 fasa
3 E ph Z 1eq Z 2eq Z 0eq
………………………...…………(2.16)
Z1eq = Z2eq , maka I f 1 fasa
3 E ph 2Z1eq Z 0eq
………………………………………..(2.17)
Keterangan : If1fasa
= Arus hubung singkat 1 fasa ketanah (Ampere)
Eph
= Tegangan fasa netral sistem (Volt)
Z1eq
= Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm)
Z0eq
= Impedansi ekivalen urutan nol (Ohm)
2.7 Sistem Pengaman Sistem Jaringan Distribusi Sistem pengaman bertujuan untuk mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta peralatannya dan meningkatkan kelangsungan pelayanan pada konsumen. Pada sistem distribusi yang baik, gangguan-gangguan yang terjadi pada tiap-tiap bagian harus dapat dideteksi dan dipisahkan dari sistem lainnya dalam waktu yang secepatnya. Keberhasilan berfungsinya proteksi
23
memerlukan adanya suatu koordinasi antara berbagai alat proteksi yang dipakai. Adapun fungsi sistem pengaman adalah : 1. Melokalisir gangguan untuk membebaskan peralatan dari gangguan. 2. Memberi petunjuk atau indikasi atas lokasi serta jenis dari kegagalan. 3. Memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi. 4. Mengamankan keselamatan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan listrik. Sistem tenaga listrik yang optimal harus dijaga kontinuitas penyalurannya energi listriknya. Pada sistem distribusi primer 20 kV diperlukan peralatan pengaman untuk memproteksi peralatan-peralatan yang terpasang. Peralatan pengaman yang digunakan pada jaringan tegangan menengah terbagi menjadi : 1. Peralatan pemisah atau penghubung 2. Peralatan pengaman arus lebih 3. Peralatan pengaman tegangan lebih Persyaratan yang harus dimiliki oleh alat pengaman atau sistem pengaman adalah (Kadarisman dan Wahyudi, 2009) : 1. Sensitifitas (kepekaan) Suatu pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian tertentu dari sistem tenaga listrik termasuk dalam jangkauan pengamanannya, tugas suatu pengaman mendeteksi adanya gangguan yang terjadi didaerah pengamanannya harus sensitif mendeteksi dengan nilai minimum dan bila perlu mentripkan CB/ Pelebur untuk memisahkan bagian yang terganggu 2. Selektifitas (ketelitian) Selektifitas dari pengaman adalah kwalitas kecermatan dalam mengadakan pengamanan bagian yang terbuka dari suatu sistem oleh karena terjadinya gangguan diusahakan seminimal mungkin jika dapat tercapai maka pengamanan demikian disebut pengamanan selektif. 3. Keandalan ( Realibilitas). Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti dapat bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi susunan alatalat pengaman harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan tergantung kepada desain, pengerjaan dan perawatannya
24
4. Kecepatan (Speed) Makin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil kerusakan tetapi juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-akibat yang ditimbulkan oleh gangguan. 2.7.1 Peralatan Pemutus dan Pemisah Fungsi dari pemutus beban atau pemutus daya (PMT) adalah untuk mempermudah dalam membuka dan menutup suatu saluran yang menghubungkan sumber dengan beban baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan gangguan. Jenis pemutus dan pemisah yang digunakan pada gardu adalah : a. Circuit Breaker (Pemutus Tenaga) b. Disconnecting Switch (DS) 2.7.2 Circuit Breaker Circuit Breaker (Pemutus Tenaga) merupakan saklar otomatis yang dapat memisahkan arus gangguan, dimana untuk mengerjakan atau mengoperasikan Circuit Breaker dalam keadaan tidak normal ini umumnya digunakan suatu rangkaian trip yang mendapat signal dari suatu rangkaian relay pengaman.
Gambar 2.15 Circuit Breaker pada kubikel GI (Sumber : Schneider Electeric, 2011)
25
Circuit breaker dapat dioperasikan secara otomatis maupun secara manual dengan waktu pemutusan/penyambungan yang tetap sama, sebab faktor ini ditentukan oleh struktur mekanismenya yang menggunakan pegas. Circuit breaker dapat dioperasikan untuk memutus maupun menghubungkan rangkaian dalam keadaan dilalui arus beban atau tidak, yang dilengkapi dengan alat pemadam busur api. Busur api yang terjadi pada waktu pemisahan kontak akan dipadamkan oleh suatu media isolasi yang dipakai oleh circuit breaker tersebut. 2.7.3 Disconecting Switch Disconnecting
switch
merupakan
alat
pemisah
rangkaian
yang
dioperasikan secara manual, karena waktu pemutusan terjadi sangat subyektif, tergantung pada subyek operatornya. Hal ini merupakan alasan utama Disconnecting Switch tidak boleh dioperasikan pada saat rangkaian dalam keadaan dilalui arus beban. Saklar pemisah merupakan suatu peralatan yang merupakan pasangan circuit breaker. Fungsi saklar pemisah yaitu memisahkan suatu bagian beban dari sumbernya pada keadaan tidak berarus, sehingga dapat dilihat atau dipisahkan dengan pasti bagian yang hidup dengan bagian yang tidak. Hubungan rangkaian pemutus daya dan saklar pemisah adalah menempatkan pemutus daya diantara dua buah saklar pemisah. Beberapa fungsi saklar pemisah dalam gardu induk adalah : 1. Untuk mengisolir pemutus daya pada saat pemeliharaan pemutus daya. 2. Untuk memutuskan dan menghubungkan rel daya dan transformatos daya dalam keadaan tanpa beban. 2.7.4 Peralatan Pengaman Arus Lebih Fungsi dari peralatan pengaman arus lebih adalah untuk mengatasi gangguan arus lebih pada sistem distribusi sebelum gangguan tersebut meluas keseluruh sistem. Peralatan yang digunakan pada jaringan distribusi adalah : 1. Fuse Cut Out 2. Relay Arus Lebih 3. Recloser (Pemutus Balik Otomatis) 26
2.7.4.1 Fuse Cut Out Fuse merupakan kombinasi alat pelindung dan pemutus rangkaian, yang mempunyai prinsip melebur (expulsion) atau mengamankan gangguan permanen apabila dilewati arus yang besarnya melebihi rating arusnya.
Saat terjadi
gangguan maka elemen pelebur yang terletak pada tabung fiber akan meleleh dan terjadi busur api yang akan mengenai tabung fiber sehingga menghasilkan gas yang dapat segera mematikan busur api. Fuse cut out digunakan sebagai pengaman dari percabangan penyulang dan juga sebagai pengaman trafo.
Gambar 2.16 Fuse Cut Out (Sumber: PLN Distribusi Bali, 2015)
2.7.4.2 Relay Arus Lebih Relay arus lebih adalah relay yang bekerja terhadap arus lebih, relay akan bekerja bila arus yang mengalir melebihi nilai setting.
Gambar 2.17 Relay Arus Lebih (Sumber : Schneider Electeric, 2011)
27
a. Prinsip Kerja Pada dasarnya relay arus lebih adalah suatu alat yang mendeteksi besaran arus yang melalui suatu jaringan dengan bantuan trafo arus. Harga atau besaran yang boleh melewatinya disebut dengan setting. Macam-macam karakteristik relay arus lebih :
Relay waktu seketika (Instantaneous relay).
Relay arus lebih waktu tertentu (Definite time relay)
Relay arus lebih waktu terbalik.
b. Relay waktu seketika (Instantaneous relay) Relay yang bekerja seketika (tanpa waktu tunda), ketika arus yang mengalir melalui current transformer (CT) melebihi nilai setting, relay akan bekerja memberikan arus listrik ke tripping coil circuit breaker (CB) untuk membuka kontak CB dalam waktu beberapa mili detik (10-20 ms). Relay ini jarang berdiri sendiri tetapi umumnya dikombinasikan dengan relay arus lebih dengan karakteristik yang lain. Waktu Pick Up (detik)
CB
CT
Relay I
0
Iset
Arus Gangguan (Ampere)
Gambar 2.18 Karakteristik Relay Waktu Seketika (Sumber: Wellinton, 1971)
c. Relay arus lebih waktu tertentu (definite time relay) Relay ini akan memberikan perintah pada tripping coil circuit breaker (CB) untuk membuka kontak CB pada saat terjadi gangguan hubung singkat dan besarnya arus gangguan yang mengalir melalui current transformer (CT) melampaui nilai setting (Iset), dan jangka waktu kerja relay mulai pick up 28
sampai kerja relay diperpanjang dengan waktu tertentu tidak tergantung besarnya arus yang mengerjakan relay. Waktu Pick Up (detik)
CB
Relay
CT
I
Tset 0
t
Arus Gangguan (Ampere)
Iset
Gambar 2.19 Karakteristik Relay Waktu Tertentu (Sumber: Wellinton, 1971)
d. Relay arus lebih waktu terbalik. Relay ini akan bekerja dan memerintahkan circuit breaker (CB) untuk bekerja dengan waktu tunda yang tergantung dari besarnya arus secara terbalik (inverse time), semakin besar arus yang mengalir melalui CT, maka semakin kecil waktu tundanya. Karakteristik inverse time ini bermacam-macam. Setiap pabrik dapat membuat karakteristik yang berbeda-beda, pada umumnya karakteristik waktu tunda yang digunakan adalah karakteristik standar inverse, very inverse dan extremely inverse. Waktu Pick Up (detik)
CB
t1 t2 t3 t4 0
CT
Relay I
If1 If2
If3
If4
Arus Gangguan (Ampere)
t
Gambar 2.20 Karakteristik relay waktu Inverse (Sumber: Wellinton, 1971)
29
2.7.4.3 Recloser Recloser adalah sebuah alat yang diperlukan untuk mengindera arus lebih, mengatur waktu dan memutus arus lebih serta untuk menutup balik secara otomatis dan memberikan tegangan kembali pada saluran. Desain dari recloser memungkinkan untuk dapat membuka kontak-kontaknya secara tetap dan terkunci/ lock out. Sebelum dinyatakan gangguan tersebut adalah gangguan permanen biasanya recloser akan menguji secara berulang-ulang untuk menetapkan bahwa gangguan sudah hilang, biasanya recloser akan membuka dan menutup berturut-turut sampai 2-3 kali, jika sudah 2-3 kali pengujian gangguan masih ada maka dapat diasumsikan gangguan tersebut adalah gangguan permanen dan recloser akan mengunci (lockout).
Gambar 2.21 Recloser Jaringan SUTM (Sumber: PLN Distribusi Bali, 2015)
Recloser dilengkapi dengan OCR, GFR dan relay penutup balik (RPB). Fungsi OCR dan GFR adalah memberikan perintah kepada tripping coil untuk membuka circuit breaker, sedangkan fungsi dari RPB sendiri berfungsi memberikan perintah pada tripping coil untuk menutup kembali circuit breaker. close
close
close 15sec – 30sec
> 0,4sec open
close 15sec – 30sec
> 0,4sec open
> 0,4sec open
Gambar 2.22 Siklus Kerja Recloser (Sumber : SPLN 52-3, 1983)
30
Pada gangguan yang bersifat sementara (temporer), recloser akan membuka dan menutup kembali bila gangguan telah hilang. Pada gambar 2.22 dapat dilihat waktu dead time dimana waktu dead time merupakan selang waktu dari circuit breaker open sampai close kembali, fungsinya adalah untuk memadamkan busur api gangguan atau menghilangkan gangguan temporer. Untuk fungsi blocking time sendiri adalah memberikan kesempatan pada jaringan untuk memulihkan tenaganya setelah melakukan siklus reclose.
Gambar 2.23 Kerja Recloser Terhadap Gangguan (Sumber : SPLN 52-3, 1983)
Pada saat terjadi gangguan yang bersifat permanen, maka recloser akan membuka kontak kontaknya secara tetap dan terkunci/ lock out. Pada gambar 2.23 dapat dilihat bila terjadi gangguan permanen recloser akan mencoba untuk menutup CB kembali, dan jika dirasa masih terdapat gangguan maka recloser akan membuka kontak kontaknya secara terkunci/ lock out Apabila gangguan telah dihilangkan, maka recloser dapat ditutup kembali. Recloser biasanya dipasang pada sebuah atau lebih cabang pada jaringan sehingga gangguan yang terjadi tidak mempengaruhi seluruh jaringan. Recloser dapat dipakai pada : 1. Gardu induk sebagai pengaman utama penyulang distribusi 2. Jaringan yang panjang untuk membagi daerah pengaman dan mencegah terjadinya gangguan pada seluruh bagian jaringan oleh gangguan diujung penyulang. 31
3. Cabang penyulang untuk mencegah jaringan utama dari gangguan cabang penyulang (disebut dengan recloser tie) Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pemasangan recloser adalah : 1. Tegangan sistem dan arus beban yang terbesar 2. Arus gangguan terbesar yang diperbolehkan melalui recloser. 3. Koordinasi recloser dengan peralatan pengaman lainnya. 2.8 Koordinasi Proteksi OCR dan GFR. Peralatan proteksi perlu dikoordinasikan untuk memastikan bahwa peralatan yang berada di titik terdekat dengan gangguan harus dioperasikan terlebih dahulu. Kegagalan pada proteksi utama harus dapat diatasi, yaitu dengan proteksi cadangan (back up protection). Proteksi cadangan ini umumnya mempunyai perlambatan waktu (time delay), hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada proteksi utama beroperasi terlebih dahulu, dan jika proteksi utama gagal maka proteksi cadangan yang akan beroperasi. Relay pengaman dengan kemampuan selektif yang baik dibutuhkan untuk mencapai keandalan sistem yang tinggi karena tindakan pengaman yang cepat dan tepat akan dapat memperkecil gangguan menjadi sekecil mungkin (Wellinton, 1971). Hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat dipergunakan untuk menentukan nilai setting arus lebih, terutama nilai setting Time Multiple Setting (TMS) dari relay arus lebih dengan karakteristik inverse time. Disamping itu setelah nilai setting relay diperoleh, nilai-nilai arus gangguan hubung singkat pada setiap lokasi gangguan yang diasumsikan, dipakai untuk memeriksa relay arus lebih itu, apakah masih dapat dinilai selektif atau nilai setting harus dirubah ke nilai lain yang memberikan kerja relay yang lebih selektif, atau didapatkan kerja selektifitas yang baik (relay bekerja tidak terlalu lama tetapi menghasilkan selektifitas yang baik). Sedangkan untuk setting arus dari relay arus lebih dihitung berdasarkan arus beban, yang mengalir di penyulang atau incoming feeder, artinya untuk relay arus lebih yang terpasang di penyulang keluar (outgoing feeder), dihitung berdasarkan arus beban maksimum yang mengalir di penyulang tersebut.
32
Keterangan : 1. Differential Relay Pengaman Utama Trafo 2. Over Current Relay Trafo sisi 150 kV Pengaman Cadangan Lokal Trafo Pengaman Cadangan Jauh Bus B 3. OCR dan GFR Trafo sisi 20 kV Pengaman Utama Bus B1
Pengaman
Cadangan Jauh saluran BC 4. OCR dan GFR di B2 Pengaman Utama saluran BC Pengaman Cadangan Jauh saluran CD 5. OCR dan GFR di C Pengaman Utama saluran CD Pengaman Cadangan Jauh seksi berikut Gambar 2.24 Sistem Pengaman Jaringan Distribusi (Sumber: Kadarisman dan Wahyudi, 2009)
2.8.1 Setting Arus Over Current Relay (OCR) Pada dasarnya batas setting relay arus lebih adalah relay tidak boleh bekerja pada saat beban maksimum. Setting arusnya harus lebih besar dari pada arus beban maksimumnya, maka relay arus lebih yang digunakan harus memiliki fungsi setting arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik (inverse). Pada karakteristik inverse, batas minimal setting relay arus lebih sesuai dengan British Standard 142 dapat dihitung, sebagai berikut: (1,05 x Ibeban ) < Iset low < (1,3 Ibeban ).................................(2.18) Keterangan : Iset low = Setting arus lebih karakteristik inverse Ibeban = Arus beban maksimal penyulang 33
Batas setting arus lebih juga harus memperhatikan kesalahan pick up. Setting relay arus lebih juga harus memperhatikan batas maksimum setting untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan, alasan keamanan dan back up hingga ke sisi hulu estimasi setting ditetapkan. Pengamanan penyulang dari arus hubung singkat yang besar dapat dilakukan dengan menggunakan relay yang memiliki fungsi dengan karakteristik Instananeous dan definite time. Menurut British Standard 142, batas maksimal setelan relay arus lebih dapat dihitung, sebagai berikut: Iset high < 0.8 x If 2fasa ........................................ .............(2.19) Keterangan : Iset high = Setting arus lebih karakteristik instantaneous dan definite time If 2fasa = Arus hubung singkat 2 fasa di ujung jaringan 2.8.2 Setting Arus Ground Fault Relay (GFR) Setting
GFR
sangat
tergantung
dari
pola
pembumian
netral
sistem/penyulang. Sistem distribusi primer dengan pembumian titik netral sekunder trafo dengan nilai tahanan rendah 40 Ohm, setting Ground Fault Relay (GFR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: (10% x Iset low ) < Iset GFR < (100% x Iset low ).....................(2.20) Keterangan : Iset GFR = Setting arus GFR Iset low = Setting arus OCR Penggunaan persamaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan sensitifitas GFR terhadap gangguan hubung singkat 1 fasa-tanah dengan nilai impedansi penyebab gangguan yang nilainya relatif besar sehinnga arus gangguan hubung singkat yang ditimbulkan relatif kecil nilainya (IEEE 242, 2001). 2.8.3 Setting Waktu OCR dan GFR Sistem proteksi yang selektif dapat dilakukan dengan cara diskriminasi setting waktu relay OCR dan GFR, selain itu persyaratan lain yang harus dipenuhi
34
adalah pengamanan sistem secara keseluruhan harus masih bekerja secepat mungkin, akan tetapi tetap seIektif. Berdasarkan pada konsep daerah pengamanan, maka setting relay arus lebih memiliki peranan yang penting dalam koordinasi relay pengaman. Setting relay arus lebih dapat dilakukan berdasarkan setting waktu, setting arus maupun kombinasi keduanya. Waktu yang dibutuhkan untuk kerja relay sampai CB membuka adalah 0,2-0,4 detik, dengan asumsi waktu terbuka circuit breaker 0,08 detik, overtravel dari rele 0,1 detik dan faktor keamanan 0,22 detik (IEEE 242, 2001). 2.8.3.1 Setting Waktu OCR dan GFR Karakteristik Inverse Ttime Time multiple setting (Tms) dan setting waktu relay pada jaringan distribusi mempergunakan karakteristik standard inverse, yang dihitung mempergunakan rumus kurva waktu terhadap arus, dalam hal ini juga diambil persamaan kurva arus terhadap waktu (British Standard 142, 1991). Ifault t 1 Iset tms
.........................................................................(2.21)
Dan t
tms
Ifault Iset 1
..................................................................................(2.22)
Keterangan : t
= Waktu trip (detik).
tms
= Time Multiple Setting (tanpa satuan)
Ifault = Besarnya arus gangguan hubung singkat (Ampere) Setting over current relay (inverse), diambil arus gangguan hubung singkat terbesar. Iset
= Besarnya arus setting sisi primer (Ampere) Setting over current relay (Inverse)
α ,β
= Konstanta (Faktor α dan β tergantung pada kurva arus terhadap waktu)
35
Tabel 2.1 Konstanta α dan β Nama Kurva
α
β
Standard Inverse (SI)
0.02
0.14
Very Inverse (VI)
1
13.2
Extremely Inverse (EI)
2
80
2.8.3.2 Setting Waktu OCR Karakteristik Instantaneous dan Definite Time Arus hubung singkat 3 fasa memiliki nilai yang sangat besar. Nilai arus hubung singkat sangat tergantung pada besarnya impedansi jaringan, letak dari titik gangguan serta besarnya impedansi penyebab gangguannya. Besarnya arus hubung singkat 3 fasa dan 2 fasa yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan peralatan jaringan secara fatal. Untuk menghindari kerusakan peralatan yang disebabkan arus hubung yang besar, maka peralatan proteksi harus dapat bekerja secepat mungkin (Blackburn dan Domin, 2006). Gangguan hubung singkat antar fasa pada jaringan dapat menimbulkan arus hubung singkat yang sangat besar. Setting waktu OCR pada ujung jaringan atau zona proteksi terakhir menggunakan karakteristik instantaneous (waktu seketika) untuk mengamankan jaringan dari arus gangguan hubung singkat yang sangat besar. Sehingga pada saat terjadi gangguan hubung singkat, CB atau recloser ujung jaringan bekerja seketika tanpa tunda waktu (t=0), Sedangkan untuk mengamankan zona proteksi di sisi hulunya dari arus hubung singkat yang besar, maka digunakan relay arus lebih karakteristik definite time dengan tunda waktu 0,4 detik lebih lambat dari sisi relay arus lebih di sisi hilirnya (Blackburn dan Domin, 2006). 2.9 Simulasi Koordinasi Proteksi Menggunakan Program ETAP ETAP (Electrical Transient Analysis Program) PowerStation adalah perangkat lunak untuk power system yang bekerja berdasarkan plant (project). ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single line diagram secara grafis, dimana setiap plant harus menyediakan modeling peralatan dan alat-alat pendukung yang berhubungan dengan analisa yang akan dilakukan, misalnya generator, data motor, data kabel, dan lain-lain.
36
ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single line diagram secara grafis dan mengadakan beberapa analisa/studi yakni Short Circuit (hubung singkat), Load Flow (aliran daya), motor starting, harmonisa, transient stability, protective device coordination, dan cable derating.
Gambar 2.25 Toolbar pada Edit Mode ETAP 7.5
ETAP PowerStation juga menyediakan fasilitas Library yang akan mempermudah desain suatu sistem kelistrikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bekerja dengan ETAP PowerStation adalah: 1. One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen atau peralatan listrik sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan. 2. Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem kelistrikan. Data elektris meupun mekanis dari peralatan yang detail atau lengkap dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi atau analisa. 3. Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC dan ANSI, frekuensi sistem dan metode-metode yang dipakai. 37
4. Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode studi yang akan dilakukan dan format hasil analisa.
Gambar 2.26 Tampilan pada Star Protective Device Coordination Mode
Kelengkapan data dari setiap elemen atau peralatan listrik pada sistem yang akan dianalisa akan sangat membantu hasil simulasi atau analisa dapat mendapatkan hasil yang akurat dan mendekati operasional sebenarnya. Untuk studi hubung singkat, data-data yang harus dimasukkan antara lain data bus, data saluran, data pembangkit (generator), dan data beban. Untuk memulai short circuit analysis maka single line diagram sistem tenaga listrik digambarkan terlebih dahulu, sesuai dengan kondisi sistem yang akan dianalisa. Analisis hubung singkat pada sebuah one line diagram dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa toolbar yang terdapat pada mode Star Protective Device Coordination sebagai berikut : 1. Create Star View, toolbar yang digunakan untuk menampilkan plot kurva karakteristik dari setting setiap peralatan proteksi sesuai dengan setting arus dan waktu pada one line diagram jaringan. Toolbar ini dapat menampilkan satu atau semua kurva karakteristik peralatan proteksi yang terpasang pada one line diagram. Berdasarkan kurva-kurva karakteristik yang ditampilkan oleh toolbar
38
create star view ini, dapat dilakukan analisa koordinasi sistem proteksi dari sebuah jaringan yang diwakili oleh one line diagram. 2. Append to Star View, toolbar yang digunakan untuk menambahkan kurva setting peralatan proteksi yang terpasang pada one line diagram pada sebuah plot kurva yang sudah ada sebelumnya. Toolbar ini juga dapat menampilkan plot-plot kurva yang sudah dibuat sebelumnya. 3. Run/Update Short Circuit KA, Melalui toolbar ini analisis arus hubung singkat simetris dan asimetris 3-fasa, arus hubung singkat fasa-tanah, fasa-fasa, dan dua fasa-tanah dapat dilakukan. 4. Fault Insertion adalah toolbar yang digunakan untuk memasukkan gangguan arus hubung singkat pada sebuah one line diagram. Gangguan arus hubung singkat yang dimasukkan dapat berupa gangguan hubung singkat antar 3 fasa, antar dua fasa, dua fasa –tanah dan satu fasa-tanah. Jenis –jenis gangguan hubung singkat yang akan di masukkan dapat dipilih melalui toolbar edit study case pada toolbar utama. 5. Display Options adalah toolbar yang digunakan untuk menentukan pilihan parameter-parameter yang akan ditampilkan pada sebuah simulasi. Pemilihan warna pada tampilan parameter-parameter yang akan dimunculkan juga dapat dilakukan melalaui toolbar ini. 6. Report Manager adalah toolbar yang digunakan untuk menentukan pilihan format file laporan urutan operasi dari peralatan-peralatan proteksi yang terpasang pada sebuah one line diagram simulasi proteksi. 7. Device Settings Reports adalah toolbar yang digunakan untuk menentukan peralatn proteksi yang akan dibuat laporan kinerja dan koordinasinya. 8. Halt Current Calculation adalah toolbar yang digunakan untuk menghentikan kalkulasi arus hubung singkat pada saat memasukkan gangguan pada one line diagram. 9. Sequence Viewer adalah toolbar untuk menampilkan urutan operasi dari sebuah sistem proteksi pada saat dilakukan simulasi gangguan. Toolbar ini juga menampilkan besarnya arus hubung singkat dan
jenis gangguan hubung
singkat pada tiap-tiap peralatan proteksi.
39