BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan seni untuk menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pada kegiatan sekelompok manusia yang dilengkapi dengan sumber ekonomi atau faktor produksi untuk mencapai tujuan yang telah dicapai sebelumnya. Dan untuk lebih jelasnya akan dikemukakan pendapat dari Solihin (2010:3) mengemukakan bahwa: “Manajemen adalah upaya untuk mencapai apa yang ingin dicapai oleh perusahaan dengan memanfaatkan organisasi perusahaan mereka. Para manajer tersebut menggunakan keahlian manajerial (managerial skill) yang merekan miliki untuk mengelola berbagai sumber daya organisasi (organizational resourses) sehingga tujuan perusahaan dapai dicapai.” Jadi untuk dapat mencapai sasaran perusahaan diperlukan suatu manajemen agar aktifitas perusahaan dapat berjalan dengan baik. 2.1.2 Pengertian Manajemen Keuangan Menurut James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, Jr (2012:2), mengemukakan bahwa: “Manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum”. Setelah dijelaskan pengertian manajemen dan keuangan diatas, maka dapat diketahui pengertian manajemen keuangan menurut beberapa pendapat dibawah ini.
8
9
Sedangkan
menurut
pendapat
Martono
dan
Harjito
(2007:4),
mengutarakan bahwa; “Manajemen keuangan adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola asset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh.” Artinya manajemen keuangan mempunyai kaitan dengan pemeliharaan dan ciptaan dari kekayaan atau nilai ekonomi. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Manajemen Keuangan adalah usaha-usaha untuk menyediakan uang, dimana dengan uang tersebut digunakan oleh perusahaan dalam memperoleh atau mendapatkan keuntungan atau hasil yang telah ditetapkan. Manajemen keuangan juga menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian kegiatan keuangan. Manajemen keuangan lebih menitikberatkan pada pengeloalaan investasi, pembiayaan dan manajemen aktiva untuk menciptakan kemakmuran bagi pemegang saham melalui maksimalisasi nilai perusahaan. 2.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen Keuangan Prinsip manajemen keuangan perusahaan menuntut agar baik dalam memperoleh maupun dalam menggunakan dana harus didasarkan pada perkembangan efisiensi dan efektifitas. Dengan demikian manajemen keuangan tidak lain adalah menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian yang baik dalam menggunakan maupun dalam pemenuhan kebutuhan dana. Menurut James C, Van Horne & John M, Wachowicz, JR. (2012:3), menyatakan bahwa fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan yaitu: a. Keputusan investasi adalah hal yang paling penting dari ketiga keputusan ketika perusahaan ingin menciptakan nilai. Dan bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk
10
investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam dan komposisi dari investasi. b. Keputusan pendanaan adalah menyangkut beberapa hal. Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan
untuk
membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang atau modal sendiri. Kedua, penetapan tentang pertimbangan hutang jangka panjang dan modal sendiri dengan biaya modal rata-rata minimal. c. Keputusan pengelolaan aktiva atau keputusan kebijakan deviden adalah bahwa manajer keuangan bersama manajer lain di perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai tingkatan operasi dari assetasset yang ada. Pengalokasian dana yang digunakan untuk pengadaan dan pemanfaatan asset menjadi tanggung jawab manajer keuangan. Tanggung
jawab
tersebut
menuntut
manajer
keuangan
lebih
memperhatikan pengeloalaan aktiva lancar daripada aktiva tetap. Manajemen keuangan memiliki kesempatan kerja yang luas karena setiap perusahaan pasti membutuhkan seorang manajer keuangan yang menangani fungsi-fungsi keuangan. Fungsi manajemen keuangan adalah salah satu fungsi utama yang sangat penting di dalam perusahaan, disamping fungsi-fungsi lainnya yaitu fungsi pemasaran, sumber daya manusia dan operasional. Walaupun dalam pelaksanaannya keempat fungsi-fungsi tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. 2.2
Kinerja Keuangan Bank Jumingan (2008 : 239) mengemukakan kinerja bank adalah : “Keseluruhan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dana, teknologi, maupun sumber daya manusia”. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali
digunakan sebagai dasar untuk meprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa
11
depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran deviden, upah, pergerakan harga sekuritas, dan kemampuan perusahaan untuk memenui komitmennya ketika jatuh tempo. Dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan, terdapat berbagai metode dan cara yang dapat dipilih dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan tersebut. Dalam dunia perbankan, pengukuran tingkat kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan (Jumingan, 2008:239). Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja keuangan adalah usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan perbankan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Suatu perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai standar dan tujuan yang telah ditetapkan. Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk mengenalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya. Menurut (Subramanyam,2010:40), analisis rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang paling populer dan banyak digunakan. Analisis rasio keuangan adalah proses penentuan operasi yang penting dan karakteristik keuangan dari sebuah perusahaan dari data akuntansi dan laporan keuangan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan efisiensi kinerja dari manajer perusahaan yang diwujudkan dalam catatan keuangan dan laporan keuangan.
12
2.3
Analisis Kinerja Keuangan Bank
2.3.1
Return On Aset (ROA)
2.3.1.1
Pengertian Return On asset (ROA) Return On Asset merupakan rasio antar laba bersih yang berbanding
terbalik dengan keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih yang diperoleh perusahaan diukur dari nilai aktivanya. Analisis Return On assets atau sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai rentabilitas ekonomi mengukur perkembangan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis ini kemudian diproyeksikan ke masa mendatang yntuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masamasa mendatang. Menurut Munawir (2004:91) bahwa: “Return On Asset adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang di maksud untuk dapat mengukur kemampuan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahan untuk mengahasilkan keuntungan”. Menurut Simamora (2000:529) dalam bukunya Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan mendefinisakan Return on Asset yaitu “Rasio imbalan aktiva (ROA) merupakan suatu ukuran keseluruhan profitabilitas perusahaan”. Dari definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Return on Asset merupakan rasio imbalan aktiva dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan yang memadai ( reasobable return ) dari asset yang dikuasainya. Dalam perhitungan rasio ini, hasil biasanya didefinisikan sebagai sebagai laba bersih ( Operating income ). Rasio ini merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan besarnya relatif sumber dana tersebut. Return On Asset kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi unit-unit bisnis di dalam suatu perusahaan multidivisional.
13
2.3.1.2
Kegunaan Return On Asset (ROA) Menurut Munawir (2004:91) kegunaan Return On Asset sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu kegunaan prinsipal ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa Return On Asset dapat mengukur tingkat efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan 2. Apabila perusahaan mempunyai data industri yang diperoleh dari rasio industri, maka dengan analisis Return On Asset dapat dibandingkan efisiensi perusahaan dengan perusahaan lainya yang sejenis, dapat diketahui apa yang menjadi kelemahan dan kekuatan perusaahan dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. 3. Return on asset dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi yang dilakukan oleh divisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal kedalam bagian yang bersangkutan. 4. Analisis Return On Asset dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan. Return On Asset selain berguna untuk keperluan kontrol,juga untuk keperluan perencanaan. Misalnya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan jika perusahaan akan melakukan ekspansi. 2.3.1.3
Perhitungan Return on Assets (ROA) Menurut Brigham dan Houston (2001), pengembalian atas total aktiva
(ROA) dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total aktiva. Laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa ROA = Total aktiva
14
Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. “Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh 10 aktiva (atau pendanaan) yang diberikan pada perusahaan” (Wild,Subramanyam, dan Halsey, 2005:65).
2.3.2
Return On Equity (ROE) ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri.
Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). 2.3.3
Net Interest Margin (NIM) Pendapatan bunga bersih dibagi aktiva produktif dikali 100 %. Dimana
Pendapatan bersih = pendapatan bunga beban bunga, aktiva produktif merupakan penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valas dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan antar bank, penyertaan termasuk komitmen dan kontingensi pada transaksi rekening administratif yang diperhitungkan untuk aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets). 2.3.4
Capital Adequacy Rasio (CAR) CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang
dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank dinyatakan sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh Bank For International Settlement (BIS). CAR diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
15
2.3.5
Non Performing Financing (NPF)
2.3.5.1
Pengertian Non Performing Loan
(NPL)/ Non Performing
Financing (NPF) Rasio ini menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank, Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Artinya, semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar yaitu kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan terbesar bagi bank syariah. Tingkat kesehatan
pembiayaan
NPF
ikut
mempengaruhi
pencapaian
laba
bank/profitabilitas (Suhada, 2009). Resiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu resiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak bank (Muhammad, 2005:359). “Non Performing Financing (NPF) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan yang bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank.” (Mulyono, 2000 : 56) Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss. Sedangkan total pembiayaan yang disalurkan adalah seluruh pembiayaan yang sudah disalurkan oleh pihak bank.
16
2.3.5.2
Penyebab Kredit Bermasalah “Pembiayaan bermasalah atau penjaman bermasalah (Non Performing
Financing/ NPL) pada dasarnya disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal bank.” (Mahmoeddin, 1995:100). Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam bank, seperti ketidaktepatan analisis kredit, struktur dan dokumentasi kredit yang tidak memadai serta moral hazard pegawai bank. Sedangakan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar bank seperti kondisi ekonomi secara umum, perubahan peraturan, perubahan lingkungan tempat debitur bekerja, dan musibah (force majeur). Menurut Rifai (2006:478) ada beberapa yang menyebabkan kredit macet adalah: a. Karena Kesalahan Bank 1. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah. 2. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali. 3. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah. 4. Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat. 5. Pemberian kelonggaran yang terlalu banyak. 6. Tidak punya kebijakan perkreditan yang sehat. b. Karena Kesalahan Nasabah 1. Nasabah tidak kompeten. 2. Nasabah kurang pengalaman. 3. Nasabah tidak jujur. 4. Nasabah serakah. c. Faktor Eksternal 1. Kondisi perekonomian. 2. Bencana alam. 3. Perubahan peraturan.
17
2.3.5.3
Dampak Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Financing (NPF) Dendawijaya (2005:86) menyatakan bahwa dampak non performing loan,
yaitu: 1. Hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan,sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank. 2. Rasio likuiditas aktiva produktif atau BDR (Bad Debt Ratio) semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang memburuk. 3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap Capital Adequency Ratio (CAR). 4. Return On Asset (ROA) mengalami penurunan.
2.3.5.4
Penyelamatan Kredit Bermasalah (Non Performing loan) Dalam
usaha
mengatasi
timbulnya
kredit
bermasalah,
menurut
Dendawijaya (2005:83) pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan yaitu : 1. Penjadwalan ulang (Rescheduling) Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitur.
2. Persyaratan ulang (Reconditioning) Reconditioning adalah perubahan sebagian atau seluruh syaratsyarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.
18
3. Penataan ulang (Restructuring) Restructuring adalah usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus
dilakukan
bank
dengan
cara
mengubah
komposisi
pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. 4. Eksekusi barang jaminan yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang.
Indikator analisis kinerja bank yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Return On Aset (ROA) dan Non Performing Financing (NPF).
2.4
Faktor Makro Ekonomi
2.4.1
Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP) Dalam perekonomian suatu negara terdapat suatu indikator yang
digunakan untuk menilai apakah perekonomian berlangsung dengan baik atau buruk. Indikator dalam menilai perekonomian tersebut harus dapat digunakan untuk mengetahui total pendapatan yang diperoleh semua orang dalam perekonomian. Indikator yang pas dan sesuai dalam melakukan pengukuran tersebut adalah Gross Domestic Product (GDP). Menurut Sukirno (2004 : 17), Gross Domestic Product Menggambarkan tingkat produksi negara yang dicapai dalam satu tahun tertentu dan perubahannya dari tahun ke tahun. Sedangkan menurut Arifin (2009:11), Gross Domestic Product adalah: “Indikator yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah tingkat Produksi Domestik Bruto (PDB)”. Produk Domestik Bruto atau GDP (Gross Domestic Product) merupakan statistika perekonomian yang paling diperhatikan karena dianggap sebagai ukuran
19
tunggal terbaik mengenai kesejahteraan masyarakat. Hal yang mendasarinya karena GDP mengukur dua hal pada saat bersamaan : total pendapatan semua orang dalam perekonomian dan total pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa hasil dari perekonomian. Alasan GDP dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran (Mankiw,2006:5). Beberapa alasan digunakannya PDB sebagai indikator pengukuran pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut. 1. PDB dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Hal ini menunjukan peningkatan PDB mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. 2. PDB dihitung atas dasar konsep siklus aliran (circular flow concept). Artinya, perhitungan PDB mencakup nilai produk yang dihasilkan pada suatu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencangkup perhitungan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran dalam menghitung PDB memungkinkan seseorang untuk membandingkan jumlah output pada tahun ini dengan tahun sebelumnya. 3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian domestik). Hal ini memungkinkan untuk mengukur sampai sejauhmana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah maupun mendorong aktivitas perekonomian domestik. 2.4.2
Inflasi
2.4.2.1
Pengertian Inflasi Menurut Sukirno (2002) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk naik secara umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-
20
barang lain (Boediono,2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Menurut Murni (2006:202), pengertian inflasi adalah sebagai berikut: “ Inflasi adalah sesuatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus”. Dari definisi yang ada tentang inflasi dapatlah ditarik tiga pokok yang terkandung di dalamnya (Gunawan, 1991), yaitu : 1.
Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
2.
Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan terjadi pada suatu waktu saja
3.
Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
2.4.2.2
Jenis Inflasi Menurut tingkat keparahannya Nanga (2001:251) membagi inflasi
kedalam tiga tingkatan, yaitu: a. Inflasi Sedang Kondisi ini ditandai dengan kenaikan laju inflasi yang lambat dan waktu yang relatif lama. b. Inflasi Menengah Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif
21
pendek serta mempunyaisifat akselerasi. Artinya, harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bualn lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih berat dari pada inflasi yang merayap (creeping inflation) c. Inflasi Tinggi Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai lima atau enam kali. Masyarakat tidak lagi mempunyai keinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang.
2.4.2.3
Dampak Inflasi Dampak atau akibat yang ditimbulkan dari adanya inflasi menurut Murni
(2006:206), adalah sebagai berikut: 1. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima masyarakat, dan ini sangat merugikan orang-orang yang berpenghasilan tetap. 2. Inflasi menimbulakan dampak yang buruk pula pada neraca pembayaran, karena menurunnya ekspor dan meningkatnya import menyebabkan ketidakseimbangan terhadap aliran masuk dan keluar negeri. 3. Pada keadaan tidak menentu (inflasi) para pemilik modal lebih cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk pembelian tanah,rumah dan bangunan. Pengalihan investasi ini menyebabkan kegiatan investasi produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun. 4. Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan yang kurang mendorong produk nasional.
22
2.4.3
INDEKS HARGA KONSUMEN (Consumer Price Index / CPI) Mankiw (2005;30), ukuran mengenai tingkat harga yang paling banyak
digunkan
adalah
indeks
harga konsumen (IHK) atau
consumer
price
Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen adalah indeks harga yang palng sering dipakai, tetapi bukan satu-satunya indeks. Masih ada indeks harga produsen, yang mengukur harga sekelompok barang yang dibeli perusahaan, bukan konsummen. Selain indeks harga keseluruhan, Boro Statistik Tenaga Kerja juga menghitung indeks harga untuk jenis-jenis barang tertentu, seperti makanan, perumahan dan energy. Sedangkan CPI adalah harga sekelompok abrnga dan jasa relative terhadap sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar. Indeks harga konsumen adalah ukuran yang paling dicermati. Dalam N. Gregory Mankiw (2004;446), indeks harga konsumen adalah suatu ukuran keseluruhan biaya yang harus dibayar oleh seorang konsemen guna memperoleh barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Indeks harga konsumen menunjukkan biaya sekeranjang belanjaan barang dann jasa disuatu waktu dibandingkan dengan harga atau biayanya pada tahun dasar. Indeks ini digunakan untuk mengukur keseluruhann tingkat harga dalam sutu perekonomian. Persentase perubabahan indkes harga konsumen inilah yang disebut tingkat inflasi. IHK bukan merupakan ukuran yang sempurna atas biaya hidup karena tiga alas an. Pertama, indeks ini tidak memperhitungkan kemampuan konsumen melakukan subtitusi atau penggantian konsumsi kebarag atau jasa yang menjadi relative murah seiring dengan perjalaln waktu. Kedua, indeks ini juga memperhitungkan peningkatn daya beli uang sehubungan dengan adanya prodeuk-produk baru. Ketiga, indeks harga konsumen juga tidak sepenuhnya mampu memperhitungkan perubahan kualitas barang dan jasa. Akibat adanya kelemahan-kelemahan ini. CPI cenderung menerapakan inflasi tahunan sekitar 1 persentase poin lebih tinggi dari pada yang sebenarnya.
23
2.4.4
Tingkat Pengangguran (unemployment rate) Dalam N. Gregory Mankiw (2005;392), tingkat pengangguaran adalah
jumlah penganggur sebagai persentase daru angkatan kerja. Dalam N.
Gregory
Mankiw
(2000;113),
tingkat
pengangguran (unemployment rate) tingkat pengangguaran persentase angkatan kerja yang tidak bekerja . tingkat pengangguran ilmiah (natural rate of unemployment)
adalah
tingkat
pengangguaran
normal
disekitar
daerah
fluktuasinya. Pengangguran siklis (cyclical unemployment) adalah penyimpangan tingkat pengangguara dari tingkat alamiahnya. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang muncul karena adanya senjang waktu bagi pekerja untuk mencari pekerjaan yang seseai dengan selerar dan kemampuan mereka. Pengangguaran
structural (structural
unemployment) adalah
pengangguran yang muncul karena jumlah pekerjaan yang tersedia dipasar tenaga kerja tidak
cukup
untuk
menyediakan
pekerjaan
abgi
siapapun
yang
menginginkannya. 2.4.5
Akuntansi Pendapatan Nasional Menurut B. Barsky dalam N. Gregory Mankiw (2005;14),yaitu sistem
akuntasi yang digunakan untuk mengukur GDP dan banyak statistic terkait. 2.4.6
Investasi (Investment) Dalam Schaum’s easy outlines (2002;49), investasi bruto adalah
komponen pengeluaran agregat yang paling tidak stabil dan merupakan penyebab utama terjadinya siklus bisnis. Dalam perhitungan GDP, investasi terdiri dari pembangunan rumah tinggal (residensial); pembangunan nonresidensial (kantor, hotel, real estat komersial lainnya); peralatan atau mesin-mesin produsen yang tahan lama; dan perubahan persediaan. Dalam William A. Mceachern (2000;179 & 182), mengatakan bahwa investasi tidak berarti pembelian saham, obligasi, atau asset keuangan lain. Investasi terdiri dari belanja untuk (1) pabrik dan peralatan baru (computer dan
24
lain-lain), (2) rumah baru, dan (3) kenaikan persediaan neto. Fungsi investasi adalah hubungan antara rencana investasi dan tingkat pendapatan dalam perekonomian, hal lain diasumsikan konstan. Otonom istilah yang berarti “independen”,
investasi otonom tidak dipengaruhi atau independen terhadap
tingkat pendapatan. 2.4.7
Belanja Pemerintah Dalam Schaum’s easy Outlines (2002;41), belanja pemerintah meningkat
ketika DPR mengeluarkan undang-undang yang mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) yang baru. Penerimaan dari pajak merupakan sumber dana anggaran belanja dan pembayaran transfer pemerintah kesektor swasta ini. Menurut Robert J. Barro dalam N. Gregory Menkiw (2005;54), pembelian pemerintah atau belanja pemenrintah adalah komponen ketiga dari pemerintah terhadap barang dan jasa. Jenis pengeluaran lain adalah pembayaran transfer kepada rumah tangga, seperti tunjangan kesejahteraan untuk orang-orang miskin dan pembayaran jaminan social untuk kaum lansia. Tidak seperti pembelian pemerintah, pembayaran transfer tidak dilakukan dalam pertukaran dengan sebagian output barnag dan jasa perekonomian. Karena itu, pembayaran transfer tidak termasuk dalam variable G. 2.4.8
Eksport Neto Dalam Paul A. Samuelson (1992:83) Ekspor neto adalah selisih antara
nilai ekspor dan impor suatu negara biasa disebut ekspor bersih. Dalam Paul A. Samuelson (1992:111) menyatakan bahwa Amerika serikat dan Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbuka, yang bergerak dalam ekspor dan impor barang serta jasa. Komponen terakhir GNP ini yang semakin lama semakin penting pada tahun-tahun belakangan ini adalah ekspor neto yaitu selisih antara ekspor dan impor barang serta jasa.
25
Dalam N. Gregory mankiw (2006:27) ekspor neto (net export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang di impor dari negara lain. Ekspor neto bernilai positif ketika nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan negatif ketika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor. Ekspor neto menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.
2.4.9
Persaingan
2.4.9.1
Suku Bunga Bank
2.4.9.2
Pengertian Bunga Bank Menurut Kasmir (2002:121), suku bunga bank dapat diartikan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvesional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Sadono Sukirno (2006:375) menyatakan suku bunga adalah bunga yang dinyatakan sebagai persentasi dari modal. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu : 1. Bunga Simpanan Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan
harga yang harus dibayar kepada nasabahnya. Sebagai contoh : jasa giro, bunga tabungan, bunga deposito. 2. Bunga Pinjaman Bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh : bunga kredit. Tipe suku bunga, yaitu: 1. Suku bunga riil/Real interest rate
26
Koreksi atas tingkat inflasi dan didefinisikan sebagai nominal interest rate dikurangi dengan tingkat inflasi Real rate = Nominal rate – Rate of inflation
2. Suku bunga nominal/Nominal interest rate Tingkat suku bunga yang biasanya tertera di rekening koran dimana bank memberikan tingkat pengembalian untuk setiap investasi yang dilakukan.
2.4.9.3
Fungsi Suku Bunga Suku bunga mempunyai beberapa fungsi atau peran penting dalam
perekonomian, yaitu : a. Membantu mengalirkan tabungan berjalan ke arah investasi guna mendukung pertumbuhan perekonomian. b. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi. c. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang dari suatu negara. d. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.
27
2.4.9.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Untuk menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman
sangat dipengaruhi oleh keduanya. Artinya, baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping pengaruh faktor-faktor lainnya. Kasmir (2012:122) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga, antara lain: 1. Kebutuhan dana Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman. Namun apabila dana yang ada di simpanan banyak sementara permohonan simpanan sedikit maka bunga simpanan akan turun. 2. Persaingan Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. Dalam arti untuk bunga simpanan maka, jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan diatas bunga pesaing. Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman harus ada di bawah bunga pesaing 3. Kebijaksanaan pemerintah Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. 4. Target laba yang diinginkan Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar, dan sebaliknya. 5. Jangka Waktu
28
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya. 6. Kualitas jaminan Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan, dan sebaliknya. 7. Reputasi perusahaan Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan risiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil, dan sebaliknya. 8. Produk yang kompetitif Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. 9. Hubungan baik Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini berdasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunga nyapun berbeda dengan nasabah biasa. 10. Jaminan pihak ketiga Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit. Biasanya yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik, maupun loyalitasnya terhadap bank maka bunga yang dibebankan pun juga berbeda.
29
2.4.9.5
Jenis-jenis Tingkat Suku Bunga Menurut Mahardjo Kuncoro dan Suhardjono (2002:209) jenis-jenis suku
bunga: 1. Suku bunga deposito, terdiri dari suku bunga (counter) yaitu suku bunga yang tercantum pada papan pengumuman masing-masing bank atau dimedia cetak dan suku negosiasi, suku negosiasi diberikan kepada nasabah-nasabah besar dengan maksud agar dengan kelebihan suku bunga tersebut mau menyimpan di bank yang bersangkutan. 2. Suku bunga tabungan, suku bunga yang di peruntukkan nasabah tabungan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di bank. Indikator ekonomi makro yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Produk Domestik Bruto (PDB) / Gross Domestic Product (GDP), Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional.
2.5
Total Aktiva / Total aset Untuk mengetahui perkembangan dari industri perbankan digunakan suatu
indikator yang dapat mencerminkan ukuran bank, salah satunya menggunakan total aset. 2.5.1
Definisi Aktiva Aktiva yang di miliki oleh sebuah perusahaan merupakan sumber daya
ekonomi, di mana dari sumber tersebut di harapkan mampu memberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada arus kas perusahaan di masa yang akan datang. Aktiva menurut Simamora ( 2000:12) dalam bukunya Akuntansi basis pengambilan keputusan bisnis, yaitu : “Aktiva adalah sumber daya yang di kuasai
30
oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darinya manfaat ekonomi di masa depan di harapkan akan di raih perusahaan”. Sedangkan aktiva menurut Hanafi dan Halim (2003:51), dalam bukunya analisis laporan keuangan, bahwa : 1. Assets adalah manfaat ekonomis yang akan di terima pada masa mendatang atau akan di kuasai oleh perusahaan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian. 2. Assets merupakan sumber ekonomi yang akan di pakai oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatannya 3. Atribut pokok suatu aktiva adalah kemampuan memberikan jasa atau manfaat pada perusahaan yang memakai aktiva tersebut. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa aktiva adalah sumber daya ekonomi yang di miliki perusahaan yang dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Menurut Margaretha (2003:108) Total aktiva adalah total atau jumlah keseluruhan dari kekayaan perusahaan yang terdiri dari aktiva tetap, aktiva lancar dan aktiva lain-lain, yang nilainya seimbang dengan total kewajiban dan ekuitas.
2.5.2
Klasifikasi Aktiva Aktiva dapat di klasifikasikan menjadi aktiva yang memiliki wujud atau
bentuk fisik dan aktiva tidak berwujud atau tidak memiliki bentuk fisik. Menurut Keown (2001 ; 82) yang di terjemahkan oleh Chaerul D.Djatman dalam bukunya dasar – dasar manajemen keuangan, bahwa aktiva terdiri dari tiga kategori yaitu : 1. Aktiva lancar (Current assets) terdiri dari kas, surat berharga yang mudah di jual, piutang dagang, persediaan serta beban di terima di muka.
31
2. Aktiva tetap (Fixed
atau long_term assets) terdiri atas peralatan,
bangunan, tanah dan 3. Aktiva lain – lain (Other assets) aktiva yang tidak termasuk dalam kelompok aktiva lancar maupun aktiva tetap perusahaan seperti hak paten, investasi jangka panjang dalam surat berharga dan good will.
Berdasarkan keterangan di atas klasifikasi aktiva dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Aktiva lancar (Current assets) Menurut Munawir (2002:14) Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual ataudikonsumsi dalam periode berikutnya, paling lama satu tahun atau dalamperputaran kegiatan perusahaan yang normal. Sedangkan menurut Fransisko (2005:9) aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lain yang diharapkan dapat dicairkan menjadi uang tunai dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun). Dari keterangan diatas bahwa aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang diharapkan dapat dicairkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumsi dalam periode kegiatan perusahaan periode berikutnya (paling lama satu tahun). 2. Aktiva Tetap (Fixed Assets) Menurut Munawir (2002:17) aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang fisiknya nampak (konkrit). Menurut Mulyadi (2001:591) dalam bukunya sistem akuntansi , bahwa : “Aktiva tetap adalah kekayaan yang di miliki perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat yang
ekonomis lebih dari satu tahun, dan di peroleh
perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk di jual
32
kembali, karena kekayaan ini mempunyai wujud, seringkali aktiva tetap di sebut dengan aktiva tetap berwujud (tangible fixed assets)”. Sedangkan menurut Fransisko (2005:10) aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang secara fisik tampak dan turut berperan dalam operasi perusahaan secara permanen, selain itu mempunyai umur ekonomis lebih dari satu periode dalam kegiatan perusahaan seperti tanah,gedung, mesin, peralatan kantor dan kendaraan. Berdasarkan uraian diatas, aktiva tetap merupakan aktiva berwujud yang di miliki oleh perusahaan sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan dan di miliki dengan maksud tidak untuk di jual, karena di gunakan dalam rangka kegiatan normal perusahaan.
2.5.3
Pengakuan Atas Aktiva
2.5.3.1 Pengakuan Aktiva Aktiva di definisikan sebagai sumber daya yang mempunyai potensi memberikan manfaat ekonomis pada perusahaan pada masa – masa mendatang, sumber daya yang mampu menghasilkan aliran kas masuk (cash flow) atau kemampuan mengurangi kas keluar (cash outflow) dapat disebut sebagai aktiva. Menurut Hanafi ( 2003:13) bahwa aktiva tersebut dapat di akui sebagai aktiva apabila : 1. Perusahaan memperoleh hak penggunaan aktiva tersebut sebagai hasil transaksi atau pertukaran pada masa lalu. 2. Manfaat ekonomis pada masa mendatang, di kuantifikasikan dengan tingkat ketepatan yang memadai (reasonable). Apabila ada sumber daya yang tidak memenuhi kedua persyaratan diatas, maka sumber daya tersebut tidak dapat di golongkan sebagai aktiva, walaupun sumber daya tersebut mampu menghasilkan manfaat ekonomis pada masa mendatang.
33
2.5.3.2
Pengakuan Aktiva Tetap Menurut Standar Akuntansi keuangan PSAK 16 ( 2004:15), bahwa
suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokan sebagai aktiva tetap bila : 1. Besar kemungkinan bahwa manfaat keekonomian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan. 2. Biaya perolehan aktiva dapat diakui secara andal. Dari uraian di atas bahwa suatu aktiva dikatakan sebagai aktiva tetap, bila aktiva tersebut dapat memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan pada waktu tertentu. 2.5.3.3
Pengakuan Aktiva Lancar Menurut Halim (2007:77) bahwa aktiva dapat diklasifikasikan sebagai
aktiva lancar, jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Diperkirakan akan terealisasi atau dimiliki untuk digunakan dalam jangka waktu siklus operasi anggaran perusahaan. 2. Dimiliki, khususnya untuk tujuan operasi jangka waktu pendek dan diharapkan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal pelaporan 3. Aktiva kas atau setara kas. Berdasarkan keterangan diatas, maka yang dimaksud sebagai aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva – aktiva atau sumber – sumber lain yang di harapkan akan di realisasikan menjadi uang kas atau dijual untuk dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu siklus normal perusahaan. Dalam penelitian ini Total Aset akan dijadikan sebagai variabel terikat.
34
2.6.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai pertumbuhan Bank dilakukan oleh
Triwahyuningtyas dan Ismail (2015), Soumadi dan Aldaibat (2012), Syafrida dan Abror (2011), Suryani (2011), Gul, Irshad dan Zaman (2011), dan Vennet (1999). Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan total aset bank syariah di Indonesia, penulis menggunakan konsep kuantitatif, dimana Total Aset (TA) sebagai variabel dependen dan ROA, NPF, Inflasi, GDP dan Tingkat suku bunga Deposito Bank Konvensional sebagai variabel independen. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa jurnal atau penelitian nasional dan internasional terdahulu untuk mendukung penelitian. Jurnal atau penelitian nasional telah dirangkum sebagai berikut: Jurnal atau penelitian yang pertama dari Triwahyuningtyas dan Ismail, 2015 dengan judul Analisis Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan FaktoFaktor yang Mempengaruhinya. Penelitian ini menganalisis kinerja keuangan bank umum syariah dan faktor faktor yang mempengaruhinya, penelitian ini dilakukan pada 11 bank umum syariah yang ada di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2012 sampai tahun 2013. Hasil dari penelitian ini adalah. Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor dari segi keuangan maupun non keuangan. Dari segi Capital Adequacy ratio hampir semua bank syariah mempunyai CAR diatas 8% menunjukkan kondisi yang sehat serta NPF dibawah 6%. Kinerja Bank syariah dilihat dari ROA dan ROE masih banyak bank syariah masuk dalam kategori kurang sehat hal ini dikarnakan bank bank syariah belum mampu menggunakan modal yang dimilikinya untuk pembiyaan kepida pihak ketiga secara optimal sehingga berpengaruh terhadap laba yang dihasilkan. Jurnal atau penelitian kedua dari Sahara, 2013 dengan judul Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap return On Asset (ROA) Bank Syariah Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga BI berpengaruh negatif terhadap ROA. Namun pada pengujian inflasi
35
dan produk domestik bruto menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh positif terhadap ROA. Dan secara bersama-sama inflasi, suku bunga BI dan produk domestik bruto (GDP) berpengaruh signifkan terhadap ROA. Jurnal atau penelitian ketiga dari Syafrida dan Abror, 2011 dengan judul Analisis Faktor-Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia. Penelitian ini meneliti pengaruh variabel internal (jumlah kantor, rasio NPF, rasio FDR, biaya promosi, dan jumlah dana pihak ke-tiga) dan variabel eksternal (jumlah office chaneling dan jumlah uang beredar) terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel internal yang mempengaruhi petumbuhan aset perbankan syariah secara signifikan hanya jumlah kantor, rasio FDR, dan biaya promosi, sedangkan untuk variabel internal lainnya, yaitu rasio NPF dan jumlah dana pihak ketiga tidak mempengaruhi secara signifikan. Sedangkan variabel eksternal yang diteliti (jumlah office chaneling dan jumlah uang beredar) tidak mempengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah secara signifikan. Jurnal atau penelitian keempat dari Suryani, 2011 dengan judul Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia. Hasil analisis dan pembahasan penelitian menunjukkan bahwa variasi yang terjadi pada FDR tidak sepenuhnya mampu mempengaruhi variabilitas Return on Asset (ROA), hal ini mungkin diakibatkan adanya faktor lain yang lebih mempengaruhi Return on Asset (ROA) seperti CAR, NPF, BOPO atau kondisi makro ekonomi (GDP). Berdasarkan statistik perbankan syariah yang dikeluarkan oleh tahun 2010, diperoleh data mengenai Non Performing Finance (NPF) dalam periode tiga tahun terakhir yaitu 1,42% (2008), 4,01% (2009) dan 4,13% (2010). Indikasi meningkatnya Non Performing Financing (NPF) ini menunjukkan bahwa terjadi sedikit kenaikan tingkat risiko pada pembiayaan yang bermasalah. Kondisi ini juga diduga menjadi penyebab tidak signifikannya pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return on Asset (ROA)
36
Jurnal atau penelitian internasional telah dirangkum sebagai berikut: Jurnal atau penelitian pertama dari Soumadi dan Aldaibat, 2012 dengan judul Growth Strategy and Bank Profitability : Case of Housing Bank for Trade & Finance. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan strategi pertumbuhan untuk (HBTF) di Yordania diukur dengan persentase pertumbuhan total aset dan persentase pertumbuhan laba. Penelitian ini mengungkapkan temuan berikut: 1. Ada hubungan yang signifikan secara statistik (P ≤ 0,05) antara ROE dan pertumbuhan laba selama 2000-2009. 2. Ada hubungan yang signifikan secara statistik (P ≤ 0,05) antara ROE dan pertumbuhan total Aktiva selama 2000-2009. 3. Ada hubungan yang signifikan secara statistik (P ≤ 0,05) antara ROA dan pertumbuhan aset selama 2000-2009. 4. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik (P ≤ 0,05) antara ROA dan pertumbuhan laba selama 2000-2009. Jurnal atau penelitian kedua dari Gul, Irshad dan Zaman, 2011 dengan judul Factors Affecting Bank Profitability in Pakistan. Penelitian ini menguji hubungan antara Bank dan karakteristik makro-ekonomi terhadap profitabilitas bank dengan menggunakan data dari lima belas bank komersial Pakistan selama periode 2005-2009. Makalah ini menggunakan metode pooled Ordinary Least Square (POLS) untuk menyelidiki dampak aset, pinjaman, ekuitas, deposito, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pasar kapitalisasi pada indikator profitabilitas utama yaitu, Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Return On Capital Employed (ROCE) dan Net Interest Margin (NIM) secara terpisah. Penelitian telah menemukan bukti kuat bahwa faktor internal dan eksternal memiliki pengaruh yang kuat pada profitabilitas. Jurnal atau penelitian ketiga dari Vennet, 1999, dengan judul The Law of Proportionate Effect and OECD Bank Sector. Sebenarnya dalam penelitian ini Vennet ingin mengetahui dinamika pertumbuhan dari sektor perbankan di sekitar OECD pada periode 1985-1994 dan menguji apakah perubahan keuangan
37
struktural pada akhir 1980an sudah mempengaruhi alur pertumbuhan di sektor bank itu sendiri. Penelitian yang menggunakan metode regresi linier berganda tersebut, Vennet menggunakan total aset sebagai variabel tak bebas atau variabel terikat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan makro ekonomi yang ditunjukkan oleh variabel GROWTH dan GOVDEF; efisiensi operasional perbankan yang ditunjukkan oleh variabel ROA, ROE, dan COSTINC; mutu kredit yang diukur dengan NPL yaitu besarnya tingkat kredit macet perbankan dan kapitalisasi yang diwakili oleh variabel CAP adalah penyebab utama pertumbuhan industri bank.
2.7.
Kerangka pemikiran Pesatnya pertumbuhan Bank Syariah yang dapat dilihat dari tiga indikator
utama Bank Syariah, yaitu total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan pembiayaan menunjukkan betapa kompetitif dan universalnya sistem syariah yang telah diterapkan pada sistem perbankan nasional. total aset merupakan salah satu indikator keuangan yang digunakan untuk mengukur pangsa pasar perbankan syariah. Selain itu, total aset juga merupakan indikator ukuran bank. Aset menurut Simamora (2000:12), adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darinya manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diraih perusahaan. Untuk membatasi penelitian penulis menggunakan faktor sumber daya dan faktor ekonomi. Variabel dari ketiga faktor tersebut : 1. Faktor sumber daya, dalam hal ini faktor sumber daya keuangan dengan memakai analisis kinerja keuangan bank syariah. Menurut Jumingan (2008 :239) mengemukakan kinerja bank adalah keseluruhan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dana, teknologi, maupun sumber daya manusia. Pada penelitian yang dilakukan Vennet (1999), dikatakan bahwa informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu
38
seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan. variable tersebut yaitu : a) Return On Asset (ROA)
yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan persentase laba dan rugi tahun berjalan terhadap total aset pada Bank Syariah. Jadi, ROA dan total aset mempunyai hubungan yang positif. Artinya, ketika terjadi peningkatan pada ROA, maka total aset juga meningkat. Menurut Pandia (2012:71), ROA adalah rasio yang menunjukan perbandingan antar laba (sebelum pajak) dengan total aset bank. b) Non Performing Financing (NPF) Merupakan istilah yang digunakan pada bank syariah yang memiliki definisi yang sama dengan Non Perfoming Loan (NPL) pada bank konvensional. Menurut
Siamat
(2005:92), resiko kredit merupakan suatu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan atau dijadwalkan. Sebuah bank yang mengalami kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. ROA yang menurun akan mengakibatkan total aset mengalami penurunan.
2. Faktor ekonomi, dalam hal ini faktor ekonomi makro. Menurut Case Fair (2007:2), Ekonomi makro berkaitan dengan perekonomian secara keseluruhan berfokus pada determinasi pendapatan nasional total, berkaitan dengan agregat seperti konsumsi dan investasi agregat dan melihat tingkat harga keseluruhan. Variabel ekonomi makro yang penulis gunakan, yaitu: a) Gross Domestic Product (GDP) GDP merupakan ukuran pertumbuhan output suatu negara. Semakin tinggi GDP berarti semakin banyak output yang dihasilkan. Adanya peningkatan
output
yang
dihasilkan
mencerminkan
bahwa
perekonomian mempunyai iklim yang kondusif sehingga akan mendorong para pengusaha untuk melakukan pengembangan usaha. Bagi bank syariah, semakin tinggi output suatu negara akan
39
menyebabkan menurunnya tingkat kredit macet yang berpengaruh terhadap meningkatnya total aset. menurut Sukirno (2004 : 17),
Pendapatan Nasional menggambarkan tingkat produksi negara yang dicapai dalam satu tahun tertentu dan perubahannya dari tahun ke tahun. 12000 10000 8000 6000
Total Aset Riil
4000
GDP RIIL
2000 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Oct-14
0
Grafik 2.1 Hubungan GDP terhadap Total Aset b) Inflasi (INF) Inflasi yang diukur melalui inflasi year on year mengakibatkan pertumbuhan total aset mengalami penurunan. Menurut Murni
(2006:202), Inflasi adalah sesuatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Ketika inflasi mengalami kenaikan, maka para nasabah akan
mencairkan
dananya
untuk
mempertahankan
tingkat
komsumsinya yang berakibat menurunnya total aset.
Inflasi Total Aset Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Oct-14
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1
Grafik 2.2 Hubungan Inflasi terhadap Total Aset
40
c) Tingkat suku bunga deposito bank konvensional salah satu benchmark (acuan) dalam penetapan presentasi bagi hasil di bank syariah adalah tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional periode sebelumnya karena bank syariah bersaing langsung dengan bank konvensional berkaitan dengan nasabah yang memiliki sifat rasional yang lebih berorientasi pada tingkat keuntungan, yaitu tingkat suku bunga simpanan bank konvensional (Deposito). Dengan meningkatnya tingkat suku bunga simpanan bank konvensional (Deposito), maka akan mengakibatkan
masyarakat
beralih
ke
bank
konvensional
sehinggan akan menurunkan total aset bank syariah.
Kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas dapat digambarkan melalui gambar sebagai berikut.
41
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Manajemen Keuangan
Industri Perbankan Syariah
Industri Perbankan Konvensional
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset
Faktor makro ekonomi
Faktor sumber daya internal (analisis kinerja keuangan bank GDP
Investment
Inflasi
Belanja Pemerintah
NIM
CPI
Eksport Neto
CAR
Tingkat Pengangguran
Suku Bunga Deposito Bank Konvensional
NPF
Akuntansi Pendapatan Nasional
ROA
ROE
Keterangan : Yang diteliti Tidak diteliti
42
2.8.
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu dugaan sementara
yang perlu diketahui
kebenarannya yang berarti dugaan itu mungkin benar mungkin salah. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian terdahulu yang terlampir di atas, maka penulis mengambil hipotesis sementara sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari Return On Asset (ROA), Non Performing Financing (NPF) , Gross Domestic Product (GDP), INF dan Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional terhadap Total Aset. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan dari Return On Asset (ROA) terhadap Total Aset. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan dari Non Performing Financing (NPF) terhadap Total Aset. 4. Terdapat pengaruh yang signifikan dari Gross Domestic Product (GDP) terhadap Total Aset. 5. Terdapat pengaruh yang signifikan dari Inflasi terhadap Total Aset. 6. Terdapat pengaruh yang signifikan dari Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional terhadap Total Aset.