BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar 1. Pengertian Dalam melakukan transaksi internasional, setiap negara harus memperhitungkan nilai tukar atau kurs mata uangnya terhadap negara lain agar mempermudah transaksi antar negara. Secara garis besar,nilai tukar (exchange rate) adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Nilai tukar memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena nilai tukar memungkinkan sebuah negara menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. (Krugman dan Obstfeld, 1999) Dalam ilmu ekonomi, nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yaitu, nilai tukar nominal dan nilai tukar riil (Mankiw, 2000). Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barangbarang kedua negara, yaitu nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil dapat disebut denganterms of trade. Menurut Thobarry (2009), ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai
8
harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang. Perubahan-perubahan nilai tukar atau kurs disebut sebagai depresiasi atau apresiasi. Depresiasi adalah penurunan harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain, sebaliknya apresiasi adalah kenaikan harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Bila semua kondisi lainnya tetap (ceteris paribus), depresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barangnya menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri. Sedangkan, bila semua kondisi lainnya tetap, apresiasi mata uang suatu negara menyebabkan harga barang-barangnya menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri. (Krugman dan Obstfeld, 1999) 2. Perubahan Nilai Tukar Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu (Thobarry, 2009): a) Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadapberbagai mata uang asing, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan - kekuatan supply and demand di dalam pasar (market mechanism). b) Appresiasi (appreciation), adalah peningkatan harga mata uang nasional
9
terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan - kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market mechanism). c) Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara. d) Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara. 3. Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar adalah suatu kebijakan atau mekanisme yang digunakan oleh suatu negara merujuk pada tingkat nilai mata uang saat ditukar dengan mata uang negara lain. Terdapat beberapa sistem nilai tukar dalam perekonomian internasional, antara lain (Kuncoro, 1996): a) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate) Ciri penting sistem ini adalah selain tidak konvertibel terhadap emas, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Dalam sistem nilai tukar mengambang dikenal dua macam nilai tukar mengambang, yaitu: 1) Mengambang Bebas (Murni) Sistem nilai tukar mengambang bebas (murni) dimana nilai tukar suatu mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada
10
campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating atau pure/ freely floating rates karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan ataupun memanipulasi nilai tukar. Bisa dipahami apabila dalam sistem ini tidak diperlukan cadangan devisa. 2) Mengambang Terkendali (Managed or dirty floating rates) Sistem nilai tukar mengambang terkendali dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menyetabilkan nilai tukar atau kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing di pasar untuk mempengaruhi pergerakan kurs. b) Sistem Nilai Tukar Tertambat (Pegged Exchange Rate) Dalam sistem ini, suatu negara mengaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama. "Menambatkan" ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktiasi terhadpa mata uang lain mengikuti mata uang yang menajdi tambatannya. c) Sistem Nilai Tukar Tertambat Merangkak (Crawling Pegs) Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju suatu nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Namun, sistem ini dapat
11
dimanfaatkan oleh spekulan valas yang dapat memperoleh keuntungan besar dengan membeli atau menjual mata uang tersebut sebelum terjadi revaluasi atau devaluasi. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu sistem ini dapat menghindari kejutankejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. d) Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate) Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk membeli atau menjual valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. Saat ini boleh dikata hampir tidak ada negara yang masih menerapkan sistem kurs yang kaku semacam ini. 4. Teori Nilai Tukar a) Teori Paritas Daya Beli Teori paritas daya beli ini pertama kali oleh David Ricardo, kemudian digunakan kembali oleh ekonom dari Swedia, yaitu Gustav Cassel. Teori peritas daya beli menyatakan bahwa kurs antara dua mata uang dari dua negara sama dengan Misbah (rasio) tingkat harga kedua negara bersangkutan. Daya beli domestik dari mata uang suatu negara tercermin pada tingkat harga negara itu sendiri (tingkat harga adalah harga uang dari
12
sekeranjang atau serangkaian barang dan jasa). Dengan demikian, teori paritas daya beli / PPP mempredisikan bahwa penurunan daye beli mata uang domestik (ditunjukkan oleh tingkat harga domestik) akan di iringi dengan depresiasi mata uangnya secara proporsional dalam pasar valuta asing. Begitu pula sebaliknya, PPP memprediksikan bahwa kenaikan daya beli mata uang domestik akan dibarengi dengan apresiasi secara proporsional (Krugman dan Obstfeld, 1996). Teori Paritas Daya Beli ini dibedakan menjadi dua jenis, antara lain: 1) Teori Paritas Daya Beli Mutlak Teori paritas daya beli mutlak (absolute purchasing-power parity) merumuskan bahwa keseimbangan nilai tukar di antara dua mata uang sama dengan rasio dari tingkat harga di kedua negara. Secara rinci:
R=
∗
Yakni R merupakan nilai tukar atau kurs spot serta P dan P*, masing-masing adalah tingkat harga umum di dalam dan di luar negeri. Serta mengacu pada hukum satu harga (law of one price), komoditas yang diperdagangkan seharusnya memiliki harga yang sama (sehingga daya beli kedua mata uang berada pada paritasnya) di kedua negara ketika dinyatakan dalam mata uang yang sama. (Salvatore, 2014) 2) Teori Paritas Daya Beli Relatif Teori paritas daya beli relatif (relative purhasing-power parity) yang lebih baru merumuskan bahwa perubahan nilai tukar sepanjang 13
periode waktu seharusnya sebanding dengan perubahan relatif tingkat harga di kedua negara selama periode waktu yang sama. Secara rinci, jika kita mengumpamakan tanda kurung 0 mengacu pada periode dasar dan 1 untuk periode selanjutnya, teori ini merumuskan bahwa: 1 =
1
∗1
0
∗0
= 0
Dimana R1 dan R0 masing-masing merupakan nilai tukar pada periode 1 dan periode dasar. (Salvatore, 2004) Dari kedua jenis teori paritas daya beli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Diperkirakan PPP bekerja dengan baik (yakni hukum satu harga berlaku) untuk masing-masing komoditas yang sering diperdagangkan dengan mutu
tertentu,
tetapi
kurang
baik
bagi
seluruh
barang
yang
diperdagangkan secara serempak, dan tidak begitu baik bagi seluruh barang (yang meliputi berbagai komoditas bukan dagangan). 2) Untuk tingkat gabungan tertentu, teori PPP bekerja sangat baik selama periode waktu yag sangat lama (berbagai dekade), tetapi tidak begitu baik selama satu atau dua dekade, dan tidak baik secara keseluruhan dalam jangka pendek. 3) PPP bekerja dengan baik pada kasus gangguan moneter murni dan pada periode inflasi tinggi, tetapi tidak begitu baik pada periode moneter stabil, dan tidak begitu baik sama sekali pada situasi perubahan struktural yang besar. (Salvatore, 2004) 14
B. Suku Bunga 1. Pengertian Tingkat suku bunga riil umumnya lebih sering dibandingkan antar negara gunamengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasiyang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua negara dengan nilaitukar mata uangnya terhadap mata uang negara yang lain.Suku bunga relatif apabila mengalami perubahan dapat mempengaruhi investasi pada sekuritas asing, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar (Madura, 2006). Meskipun suku bunga yang relatif tinggi dapat menarik arus masuk asing (untuk berinvestasi pada sekuritas yang menawarkan pengembalian yang tinggi), namun suku bunga relatif tinggi mungkin mencerminkan prediksi inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi tinggi dapat memberikan tekanan menurunkan mata uang lokal, beberapa investor asing mungkin tidak berminat untuk melakukan investasi pada sekuritas dalam mata uang tersebut. Karena alasan ini, akan membantu untuk mempertimbangkan suku bunga riil (real interest rate), yang menyesuaikan suku bunga nominal terhadap inflasi: Suku bunga riil = Suku bunga nominal – Tingkat inflasi Hubungan ini kadang kala disebut dampak Fisher (Fisher’s effect).Suku bunga riil umumnya dibandingkan antarnegara untuk melihat pergerakan kurs nilai tukar karena suku bunga ini menggabungkan suku bunga
15
nominal dengan inflasi, yang memengaruhi kurs nilai tukar. Jika hal lain tidak berubah, seharusnya terdapat korelasi tinggi antara perbedaan suku bunga riil dengan nilai dolar (Madura, 2006). 2. Teori paritas suku bunga Diketahui sebelumnya bahwa teori PPP mengarah ke kesimpulan pokok dari pendekatan moneter. Yaitu, bahwasanya dalam jangka panjang, perbedaan suku bunga internasional (suku bunga negara yang satu berbeda dari suku bunga negara lain) mencerminkan perbedaan perkiraan tingkat inflasi masing-masing negara. Kembali pada kondisi paritas suku bunga (interest parity) antara simpanan dolar dan kurs dolar/ DM (Krugman dan Obstfeld, 1996: 154): R$ - RDM = (Ee$/DM – E$/DM)/ E$/DM Persamaan tersebut akan menghasilkan sebuah persamaan yang mengungkapkan bahwa perkiraan tingkat perubahan atas kurs nominal dolar/ DM merupakan hasil penjumlahan antara perkiraan tingkat perubahan kurs riil dolar/ DM dan selisih perkiraan inflasi masing-masing negara. Kondisi paritas suku bunga menyamakan selisih suku bunga nominal dengan perkiraan perubahan presentase dalam kurs nominal. Sedangkan kondisi paritas suku bunga riil menyamakan selisih perkiraan kurs riil internasional dengan perkiraan perubaan kurs riil. Dengan adanya paritas suku bunga riil, selisih suku bunga nominal internasional sama dengan selisih atau perbedaan 16
perkiraan inflasi ditambah perkiraan perubahan persentase kurs riil (Krugman dan Obstfeld, 1996). C. Inflasi 1. Pengertian Inflasi merupakan peristiwa sangat penting dalam perekonomian sebuah negara. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara umum dan terus menerus (Boediono, 2001). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja belum bisa disebut inflasi, kecuali
akibat
dari
kenaikan
barang
tersebut
menjadi
meluas
dan
mengakibatkan sebagian besar dari barang – barang lain juga ikut naik. Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi adalah (Nopirin, 1994): 1. Indeks biaya hidup (consumer price index) 2. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index) 3. GNP defelator Inflasi merupakan indikator ekonomi yang cukup penting, apabila inflasi terlalu tinggi dapat berakibat harga – harga menjadi sangat tinggi dan menyebabkan kesengsaraan kepada masyarakat, dan apabila terlalu rendah laju perekonomian negara yang menjadi lemah. Bank Indonesia selaku bank sentral Indonesia dalam menjaga kestabilan ekonomi Indonesia dengan sasaran kestabilan harga menuju Inflation Targeting. Menurut Warjiyo& Solikin 17
(2003:58), inflation targeting merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang mempunyai ciri – ciri utama yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman target inflasi kepada publik. Menurut Nopirin (1994) terdapat beberapa klasifikasi jenis – jenis inflasi, di antaranya : 1. Jenis inflasi menurut sifatnya : a) Inflasi merayap (creeping inflation) adalah inflasi yang angka inflasi pada tahun tersebut terhitung rendah, biasanya berada pasa kisaran di bawah 10% per tahun. Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu relatif lama b) Inflasi menengah (galloping inflation) ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan terkadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya, harga – harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu / bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih besar dari inflasi merayap. c) Inflasi tinggi (hyper inflation) merupakan inflasi yang paling parah akibatya. Harga – harga naik sampai 5 atau 6 kali dari biasanya. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang.
18
Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibelanjai / ditutup dengan mencetak uang. 2. Jenis inflasi menurut sebabnya menurut McEachern (2000) yaitu: a) Demand-Pull Inflation Demand Pull Inflation atau inflasi karena ditarik permintaan adalah inflasi karena kenaikan permintaan agregat. Dalam demand-pull inflation kenaikan kurva permintaan agregat menarik tingkat harga ke atas. Agar demand-pull inflation dapat terus terjadi, maka kurva permintaan agregat harus terus bergeser ke atas sepanjang kurva penawaran agregat. Dalam gambar dibawah kenaikan permintaan agregat meningkatkan harga dari P ke P’. Harga S P2 P1 Z2 Z1 0
Q1
Q2
Output
Gambar 2.1 Kurva demand pull inflation Sumber : Boediono (2001)
19
b) Cost-Push Inflation Cosh Push Inflation adalah inflasi karena penurunan penawaran agregat. Kenaikan biaya produksi mendorong Dalam gambar dibawah pergeseran kurva penawaran agregat ke kiri menaikkan tingkat harga ke atas. Penurunan penawarn agregat biasanya tidak hanya menyebabkan kenaikan tingkat harga, tetapi juga penurunan tingkat output. Agar cost-push inflationdapat terus terjadi, maka kurva penawaran agregat harus bergesar ke kiri sepanjang kurva penawaran agregat. Harga
S2 P4
S1
P3 Z 0
Q3
Q4
Output
Gambar 2.2 Kurva Cost push inflation Sumber : Boediono (2001) 3. Jenis inflasi berdasarkan asal dari inflasi, menurut Boediono (2001) yaitu : a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja
20
yang dibiayai dengan percetakan uang baru, panenan yang gagal, dan sebagainya b) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga – harga (yaitu, inflasi) di luar negeri atau di negara – negara pelanggan perdagangan suatu negara. 2. Fisher’s Effect
Prinsip International Fisher’s Effect menerangkan hubungan jangka panjang antara inflasi terus menerus dan suku bunga untuk menjelaskan prediksi – prediksi pendekatan moneter mengenai bagaimana suku bunga mempengaruhi kurs. (Krugman dan Obstfeld, 1999) Hubungan tingkat bunga nominal, tingkat bunga riil, dan tingkat inflasi dapat ditulis dengan rumus: r=i–π jika rumus tersebut diatur kembali dapat ditulis: i=r+π keterangan: r = tingkat bunga riil i = tingkat bunga nominal π = tingkat inflasi Persamaan i = r + π dapat disebut persamaan Fisher, diambil dari
21
nama belakang ekonom Irving
Fisher
(1867-1947).
Persamaan
tersebut
menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena alasan tingkat bunga riil berubah atau karena alasan tingkat inflasi berubah. Efek fisher juga menjelaskan bahwa suatu mata uang mengalami depresiasi di pasar valuta asing ketika suku bunga meningkat bila dibandingkan dengan suku bunga mata uang lain. Dalam kasus harga yang kaku, kenaikan suku bunga selalu disertai dengan penurunan perkiraan inflasi dan apresiasi mata uang dalam jangka panjang, sehingga suku bunga meningkat, maka mata uang yang bersangkutan langsung terapresiasi. Namun apabila kenaikan suplai uang dari pendekatan moneter mengalami peningkatan, maka kenaikan suku bunga juga dibarengi dengan kenaikan perkiraan inflasi yang tinggi, sehingga mata uang akan langsung terdepresiasi. (Krugman dan Obstfeld, 1999) D. Produk Domestik Bruto 1. Pengertian Produk domestik bruto adalah total nilai output pasar suatu negara. Produk domestik bruto merupakan nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor produksi yang berlokasi dalam suatu negara (Case & Fair, 2007). Pengertian produk domestik bruto menurut Samuelson & Nordhaus (2004) adalah sebutan atau nama yang diberikan untuk total nilai pasar dari barang jadi dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu negara selama periode 22
tertentu, misal dalam kurun waktu satu tahun. Produk domestik bruto merupakan pengukuran yang paling luas dari total output barang dan jasa suatu negara. Ini merupakan jumlah nilai dollar konsumsi (C), investasi bruto (I), pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah (G), dan ekspor netto (X) yang dihasilkan di dalam negara selama satu tahun tertentu.Produk domestik bruto dapat disimbolkan dalam : PDB = C + I + G + X Komponen – komponen dalam produk domestik bruto menurut Mankiw (2006) adalah : a. Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Barang mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama, seperti kendaraan dan perlengkapan, dan barang tidak tahan lama seperti makanan dan pakaian. Jasa mencakup barang yang tidak berwujud konkret, seperti potong rambut dan perawatan kesehatan. b. Investasi Investasi adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Investasi adalah jumlah dari pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur. Pembelian tempat tinggal baru / rumah baru merupakan sebuah investasi bukan sebuah konsumsi.
23
c. Belanja pemerintah Belanja pemerintah mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat pemerintahan. Belanja pemerintah mencakup upah pekerja pemerintahan dan pembelanjaan untuk kepentingan umum. d. Ekspor neto Ekspor neto sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga negara (impor). Neto dalam ekspor neto mengacu padakenyataan bahwa nilai impor dikurangi dari nilai ekspor. Pengurangan ini dilakukan karena impor barang dan jasa dimasukan kedalam komponen PDB yang lain. Tujuan dari Produk Domestik Bruto adalah untuk mengukur keseluruhan performa perekonomian dari suatu negara. Produk domestik bruto juga berguna sebagai alat ukur harga barang dan jasa di suatu Negara Menurut Samuelson&Nordhaus (2004) terdapa dua cara dalam mengukur Produk domestik bruto, yaitu menggunakan alur barang dan alur penghasilan. a. Pendekatan alur produk, setiap tahun masyarakat mengkonsumsi barang jadi dan jasa. Cara penghitunganya hanya memasukan setiap pembelanjaan barang jadi dan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan
24
menambahkan semua anggaran konsumsi yang dibelanjakan pada barang jadi barang – barang jadi kita akan sampai pada total PDB. b. Pendekatan alur penghasilan atau biaya, lewat pendekatan ini mengalir semua arus biaya dalam menjalankan bisnis, biaya ini memasukan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja, uang sewa yang dibayarkan kepada tanah, keuntungan yang dibayarkan kepada kapital, dan seterusnya. Biaya – biaya yang
disebutkan
tadi
merupakan
pendapatan
yang
diterima
oleh
rumahtangga dari perusahaan. Oleh karena itu cara ini merupakan sebagai total penghasilan yang merupakan biaya dalam menghasilkan produk – produk jadi masyarakat. 2. Produk domestik bruto deflator Telah dijelaskan sebelumnya bahwa PDB adalah untuk mengukur total pembelanjaan barang dan jasa pada satu negara di tahun tersebut. Masalah harga yang berubah merupakan salah satu masalah yang harus dipecahkan oleh ekonom ketika uang dijadikan tolok ukur. Perubahan tersebut menjadi sebuah gagasan bahwa untuk mengukur PDB tahun tertentu dengan menggunakan harga pasar yang aktual dari tahun tersebut, memberikan kita PDB nominal atau PDB pada harga saat ini. Sedangkan PDB nominal dihitung menggunakan harga yang berfluktuasi. Penghitugan deflator PDB adalah dengan melakukan pembagian antara PDB nominal dengan PDB riil dimana PDB deflator berlaku sebagai tolok ukur daru setiap tingkat harga. (Samuelson, 2004)
25
=
3. Teori multiplier akselerator Menurut merangsang
prinsip
investasi.
=
akselerator
Sebaliknya
=
pertumbuhan investasi
yang
output tinggi
yang
cepat
merangsang
pertumbuhan output yang lebih besar, dan proses akan berlanjut hingga kapasitas ekonomi telah tercapai, yaitu pada titik dimana laju pertumbuhan ekonomi melambat. Pertumbuhan yang cenderung lambat akan berdampak pada pengurangan pengeluaran investasi dan akumulasi inventaris, yang cenderung akan menyebabkan ekonomi mengalami resesi. Proses tersebut kemudian bekerja secara kebalikannya hingga mencapai lembah dan ekonomi stabil kemudian akan meningkat kembali. (Samuelson,2004) 4. Teori Produk domestik bruto terkait nilai tukar Semakin tinggi harga barang pada suatu negara, semakin banyak uang yang di butuhkan oleh masyarakat untuk membelanjakan barang tersebut. Semakin tinggi konsumsi masyarakat semakin banyak barang dari luar yang masuk ke indonesia, sehingga sebuah negara melakukan banyak impor yang berakibat nilai mata uang semakin terdepresiasi. Neraca pembayaran yang defisit akan mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah.Pertumbuhan produk domestik bruto erat kaitannya dengan pasar bebas yang akan mengakibatkan perubahan pada nilai tukar suatu negara.
26
Dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bahwa valuta asing diperlukan guna melakukan transaksi pembayaran keluar negeri (impor). Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun kemudian akan menyebabkan valuta asing naik (Nopirin, dalam Triyono, 2008). E. Dummy Krisis Ekonomi Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunnya kondisi perekonomian suatu negara. Krisis ekonomi tersebut mulai melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Krisis ini bermula di Thailand, seiring jatuhnya nilai mata uang baht akibat beban utang luar negeri yang besar. Kemudian krisis tersebut menjalar ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi tersebut menimbulkan dampak pada perekonomian negara yang semakin memburuk hingga tahun 1998. Saat krisis ekonomi melanda Indonesia, tingkat inflasi meningkat tajam. Tingkat inflasi yang tinggi disebabkan ketidakstabilan harga, berpengaruh pada berkurangnya daya beli masyarakat. Sehingga saat tingkat inflasi meningkat, jumlah uang beredar akan meningkat dan menyebabkan nilai tukar rupiah 27
terdepresiasi. Selain berakibat pada meningkatnya tingkat inflasi di Indonesia, presentase pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kian menurun selama krisis ekonomi terjadi. Pada saat tekanan terhadap rupiah Indonesia akhirnya terlalu kuat, pemerintah memutuskan kebijakan sistem nilai tukar rupiah mengambang bebas (float freely) sejak bulan Agustus 1997 dibarengi dengan kebijakan pengetatan uang beredar dan penurunan tarif impor. Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar. Sejak saat itu mulailah terjadi depresiasi nilai tukar rupiah yang sangat signifikan. Pergerakan nilai tukar rupiah yang berfluktuasi dari tahun ke tahun, pada masa sebelum krisis ekonomi stabil pada kisaran angka Rp 2.000, namun setelah krisis ekonomi melanda nilai tukar rupiah melemah mencapai angka Rp 14.900 pada bulan Juni 1998. Berlanjutnya depresiasi rupiah semakin memperburuk situasi ekonomi negara. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besarbesaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka. Perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba - lomba membeli dolar sehingga menimbulkan lebih banyak tekanan terhadap rupiah dan memperburuk situasi utang yang dimiliki oleh para perusahaan. Persediaan devisa menjadi langka karena pinjaman-pinjaman baru untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak diberikan oleh kreditur asing. Karena tidak mampu mengatasi krisis ini maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencari bantuan
28
keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Oktober 1997, serta berupaya mengeluarkan berbagai solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia agar perekonomian negara segera membaik. F. Teori Nilai Tukar Indonesia adalah negara yang menganut sistem kurs mengambang atau floating exchange rate. Perubahan nilai tukar dapat ditentukan oleh pemerintah atau dapat berubah secara sendirinya karena terdapat perubahan permintaan dan penawaran uang itu sendiri. Permintaan valuta asing diturunkan dari transaksi debit neraca pembayaran interasional, sedangkan penawaran valuta asing berasal dari eksportir yaitu dari transaksi kredit neraca pembayaran internasional.
Berdasarkan
penjelasan
diatas,
faktor
–
faktor
yang
mempengaruhi kurs valuta asing sebuah negara adalah tingkat harga, pendapatan dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan semakin besar pula tingkat impor suatu negara, hal ini berarti permintaan akanvaluta asing akan meningkat. Di sisi lain harga mata uang dalam negri akan menurun atau terdepresiasi(Nopirin, 1995). Inflasi juga merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi tingkat nilai tukar. Apabila tingkat inflasi naik berbarengan dengan naiknya harga – harga disebuah negara, menyebabkan tingkat impor akan mengalami kenaikan dan ekspor turun yang akan mengakibatkan permintaan akan valuta asing meningkat dan menyebabkan nilai mata uang domestik mengalami
29
depresiasi (Nopirin, 1995). Kenaikan tingkat bunga dalam negeri akan mengundang investor asing masuk kedalam negeri untuk menanamkan modalnya masuk. Dengan masuknya mata uang asing kedalam negri secara langsung akan berdampak pada menguatny nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing atau dengan kata lain mata uang dalam negri mengalami apresiasi (Nopirin, 1995). Selain komponen utama di atas, semua kegiatan ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah baik melalui jalur fiskal maupun moneter yang mempengaruhi pendapatan, harga dan tingkat bunga secara tidak langsung akan mempengaruhi
tingkat
kurs (Nopirin,
digambarkan sebagai berikut :
30
1995).
Secara skematis
dapat
Kegiatan ekonomi
Keijakan pemerintah
Pendapatan, harga, suku bunga Faktor faktor psykologi
Permintaan dan penawaran valuta asimg
Kurs valuta asing
Gambar 2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Sumber : Nopirin (1995 :149) Faktor kebijakan pemerintah disini juga memiliki penagaruh terhadap pendapatan dan harga meningat peran pemerintah sangat besar dalam peningkatan pengeluaran negara (Government Expenditure). Peningkatan pengeluaran negara nantinya akan menaikan pendapatan dan harga. Kenaikan pendapatan dan harga ini akan menyebabkan impor naik yang berarti juga akan menaikkan permintaan valuta asing. Akibat selanjutnya secara langsung akan mendrepresiasi mata uang domestik.
31
G. PENDEKATAN BALANCE of PAYMENT Nilai tukar adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Faktorfaktor dasar yang menentukan nilai mata uang sebuah negara adalah secara signifikan berhubungan dengan penawaran uang relatif, pendapatan riil relatif, harga-harga relatif, perbedaan inflasi, perbedaan suku bunga, dan penawaran aset relatif serta permintaan dalam dua perekonomian nasional. Argumenargumen tersebut disebut sebagai tiga teori nilai tukar dengan pendekatan Balance of Payment (BOP), pendekatan moneter dan pendekatan keseimbangan portofolio (Tucker et al, 1991). PendekatanBalance of Payment (BOP) menekankan pada konsep aliransupply dan demand. Nilai tukar ditentukan oleh kondisi aliran penawaran dan permintaan di pasar valas luar negeri. Keseimbangan nilai tukar ditentukan oleh keseluruhan neraca, didefinisikan sebagai jumlah transaksi berjalan dan neraca modal. Karena (a) transaksi berjalan bergantung pada harga-harga relatif dan pendapatan riil relatif, dan (b) arus modal diatur oleh suku bunga relatif dan ekspektasi nilai tukar, dapat dikatakan bahwa nilai tukar, diberi ekspektasi, ditentukan oleh harga-harga relatif, pendapatan riil relatif, dan perbedaan suku bunga. Pergerakan nilai tukar mungkin hasil dari sebuah perubahan parameter pada faktor-faktor tersebut, atau dari sebuah intervensi buatan oleh pemerintah. Secara keseluruhan, bukti empiris dari pendekatan ini adalah kurang memuaskan (Tucker et al, 1991).
32
H. PENELITIAN TERDAHULU Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penelitian ini dipaparkan dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Nilai Tukar No. Peneliti, Tahun 1 Weiwei Yin dan Junye Li, 2014
Judul Penelitian
2.
Takatoshi Ito, Peter Isard dan Steven Symansky, 1999
Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Riil: Gambaran dari Hipotesis BalassaSamuelson di Asia
3
Carlos J. Garcia, Jorge E. Restrepo dan Scott Roger, 2011
Berapa Banyak yang Harus Penarget Inflasi Pedulikan Tentang Nilai Tukar?
Dasar Makroekonomi dan dinamika nilai tukar: Sebuah pendekatan nonarbitrase makro keuangan
Variabel
Alat Analisis Nilai tukar, VAR pendapatan (Vector dari obligasi Auto tanpa bunga, Regression) dan variabel makro ekonomi di wilayah AS dan Eropa PDB per Hipotesis kapita, nilai Balassatukar Samuelson nominal, nilai tukar riil, rasio ekspor mesin dan PDB deflator PDB, konsumsi, nilai tukar riil, inflasi, suku bunga riil, neraca perdagangan
33
Model Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE)
Hasil Hubungan yang dekat antara fundamental makro ekonomi dan dinamika nilai tukar.
Hipotesis BalassaSamuelson hanya berlaku pada negara dengan ekonomi yang berkembang pesat, seperti Jepang, Korea dan Taiwan. Keuntungan dari memasukkan nilai tukar pada peraturan kebijakan yang terpenting pada bobot relatif yang ditempatkan pada perubahan atau level nilai tukar.
Berlanjut ke Halaman 32
Lanjutan Tabel no. 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Nilai Tukar 4.
Zainul Muchlas dan Agus Rahman Alamsyah, 2015
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Pasca Krisis (2000-2010)
5.
Triyono, 2008
Analisis Perubahan Kurs, JUB, Error Kurs Rupiah inflasi, Correction Terhadap Dollar tingkat suku Model Amerika bunga SBI (ECM) dan nilai impor
6.
Amir Kia, Faktor yang 2013 mempengaruhi nilai tukar riil dalam sebuah perekonomian terbuka kecil: Bukti dari Kanada
Inflasi, Analisis tingkat suku Regresi bunga, JUB, Berganda PDB, dan BOP
Data Makroekono mi Negara Canada quartal periode 1972 – 2010
Error Corection Model (ECM)
Inflasi, tingkat suku bunga, JUB, BOP secara bersama-sama berpengaruh terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika. Dalam jangka panjang semua variabel berpengaruh positif terhadap kurs, kecuali JUB berpengaruh negatif terhadap kurs. Ditemukan bahwa semua variabel kecuali penawaran uang riil, suku bunga domestik dan luar negeri, pendanaan hutang domestik secara eksternal per PDB memiliki dampak statistik yang signifikan pada nilai tukar riil di Kanada.
Yin dan Li (2014) dengan judul penelitian “Dasar Makroekonomi dan dinamika nilai tukar: Bukan Sebuah pendekatan arbitrase makro keuangan”. Penelitian ini menggunakan variabel nilai tukar, pendapatan dari obligasi tanpa bunga, dan variabel makro ekonomi. Alat analisis yang digunakan adalah VAR. Dari hasil penelitian ditemukan hubungan yang dekat antara fundamental makro ekonomi dan dinamika nilai tukar. Model yang diimplikasikan perubahan nilai
34
tukar bulanan dapat menjelaskan sekitar 57% variasi data yang diobservasi. Pembaharuan makroekonomi dapat membantu menangkap variasi yang lebih luas dari perubahan nilai tukar. Garcia, et.al (2011) dengan penelitian yang berjudul "Berapa Banyak yang Harus Penarget Inflasi Pedulikan Tentang Nilai Tukar?". Variabel yang digunakan adalah PDB, konsumsi, nilai tukar riil, inflasi, suku bunga riil, neraca perdagangan. Model yang digunakan yaitu Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE). Hasil dari penelitian ini adalah Tabel 1 merangkum kirakira bagaimana aturan membandingkan dari segi volatilitas inflasi dan output pada sisi lain, dibandingkan suku bunga dan volatilitas nilai tukar di sisi lain. Keuntungan dari memasukkan nilai tukar pada peraturan kebijakan yang terpenting tergantung pada bobot relatif yang ditempatkan pada perubahan atau level nilai tukar. Volatilitas adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya variabel yang bersangkutan. Penelitian ini juga merekomendasikan sarann bahwa negara dengan keuangan kuat akan berpotensi mendapatkan beberapa keuntungan dengan memasukkan nilai tukar langsung ke dalam kebijakan. Saran lain yang diberikan dari penelitian ini adalah untuk negara dengan keuangan yang rentan dapat memperoleh keuntungan dari pendekatan hybrid IT (Inflation Targeting). Muchlas dan Alamsyah (2015) dengan judul penelitian "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Pasca Krisis (20002010)". Penelitian ini menggunakan variabel inflasi, tingkat suku bunga, JUB, 35
PDB, dan BOP (Posisi neraca pembayaran internasional Indonesia). Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research. Sedangkan alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda. Dari analisis yang dilakukan, hasil yang diperoleh adalah diketahui bahwa secara bersama-sama inflasi, tingkat suku bunga, JUB,BOP secara bersama-sama berpengaruh terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika. Triyono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul "Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika". Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel inflasi, JUB, tingkat suku bunga dan nilai impor terhadap nilai tukar rupiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model(ECM). Dari data analisis menghasilkan kesimpulan pada jangka pendek JUB berpengaruh signifikan terhadap kurs, sedangkan inflasi, SBI dan nilai impor tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs. Hasil pada jangka panjang adalah semua variabel berpengaruh positif terhadap kurs, kecuali JUB berpengaruh negatif terhadap kurs. Ito, et.al (1999) dengan judul penelitian "Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Riil: Gambaran dari Hipotesis Balassa-Samuelson di Asia". Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan salah satu hipotesis populer dari Balassa-Samuelson di Asia,
yang mana
dugaan
bahwa
peningkatan
produktivitas di sektor perdagangan cenderung lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor non perdagangan, sehingga kurs riil konvensional dibangun akan 36
bergerak dengan cara yang mencerminkan perbedaan lintas negara dalam kecepatan relatif peningkatan produktivitas antara sektor perdaganagn dan sektor non perdagangan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB per kapita, nilai tukar nominal, nilai tukar riil, rasio ekspor mesin dan PDB deflator. Dari penelitian yang dilakukan hasil yang di dapat adalah hipotesis Balassa-Samuelson mengenai prediksi tentang pergerakan nilai tukar riil berdasarkan pattern tertentu (pertumbuhan produktivitas sektor perdagangan lebih tinggi daripada sektor non-perdagangan) hanya berlaku pada negara dengan ekonomi yang berkembang pesat, seperti Jepang, Korea dan Taiwan. Kia (2013) dengan judul penelitian “Faktor yang mempengaruhi nilai tukar riil dalam sebuah perekonomian kecil terbuka: Bukti dari Kanada”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model teori moneter dari nilai tukar riil dan menunjukkan nilai tukar riil jangka panjang adalah sebuah fungsi penawaran uang riil, suku bunga domestik dan luar negeri, PDB riil, pengeluaran pemerintah, defisit PDB, defisit per PDB, hutang kumulatif domestik dan luar negeri per PDB, pendanaan hutang secara eksternal per PDB domestik dan luar negeri,serta harga komoditas. Data yang digunakan adalah data dari negara Kanada dari tahun 1972 sampai tahun 2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa semua variabel kecuali penawaran uang riil, suku bunga domestik dan luar negeri, domestic externally financed debt per PDB memiliki dampak statistik yang signifikan pada nilai
37
tukar riil di Kanada. Akan tetapi, variabel fiskal domestik tidak memiliki dampak pada nilai tukar dalam jangka pendek. Perubahan pada suku bunga, pertumbuhan penawaran uang, harga komoditas, dan US dept per PDB memiliki dampak negatif pada pertumbuhan nilai tukar riil dalam jangka pendek. I. KERANGKA PEMIKIRAN Pada tinjauan pustaka telah dijelaskan bahwa pengaruh perbandingan suku bunga, inflasi dan produk domestik bruto antara Amerika Serikat dengan Indonesia berpengaruh terhadap perubahan tingkat nilai tukar. Kenaikan tingkat suku bunga domestik yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga Amerika Serikatmemberi pengaruh depresiasiterhadap nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Apabila kenaikan supply uang dari pendekatan moneter mengalamai peningkatan, maka kenaikan suku bunga akan mengakibatkan perkiraan kenaikan inflasi yang tinggi, sehingga mata uang rupiah akan langsung terdepresiasi. Pada variabel inflasi dijelaskan pada teori sebelumnya bahwa, tingkat inflasi dalam negeri yang tinggi dibandingkan dengan negara lain dapat berakibat melemahkan nilai mata uang domestik. Kenaikan tingkat inflasi akan meningkatkan harga – harga barang, apabila harga barang mengalami kenaikan maka secara tidak langsung akan berdampak pada melemahnya nilai tukar mata uang domestik. Dijelaskan pada penelitian sebelumnya naiknya tingkat inflasi
38
akan berakibat pada naiknya tingkat nilai tukar, artinya nilai tukar mengalami depresiasi. Produk domestik bruto dapat diukur dengan melihat neraca pembayaran, apabila neraca pembayaran mengalami defisit atau nilai impor lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor, secara tidak langsung berpengaruh terhadap permintaan valuta asing. Kurs mengalami peningkatan nilai atau dapat dikatakan nilai mata uang domestik mengalami depresiasi. Berdasarkan tinjauan pustaka beserta penelitian terhdahulu serta untuk mengetahui pengaruh variabel tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan produk domestik bruto tersebut pada pergerakan nilai tukar rupiah, maka kerangka berpikir dari penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut : Selisih Suku Bunga Indonesia dengan Amerika Serikat Selisih Inflasi Indonesia dengan Amerika Serikat
Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Selisih PDB Indonesia dengan Amerika Serikat
Dummy Krisis
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran 39
J. HIPOTESIS Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis untuk dilakukan pengujian variabel dependen terhadap variabel independen guna mengetahui bagaimana pengaruh diantara variabel tersebut. Hasil hipotesis sementara yang diajukan adalah : (H1) : Nilai suku bunga domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga Amerika Serikat diduga terdapat hubungan yang negatif terhadap nilai tukar domestik, artinya nilai tukar rupiah terhadap US dollar mengalami apresiasi. (H2) :
Nilai inflasi domestik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai inflasi Amerika Serikat diduga terdapat hubungan yang positif terhaap nilai tukar rupiah, artinya semakin tinggitingkat inflasi domestik menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap US dollar mengalami depresiasi.
(H3) :
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dalam negeri yang lebih tinggi dibandingkan dengan PDB Amerika Serikat diduga memberi pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah, artinya semakin tinggi tingkat pendapatan relatif semakin tinggi permintaan akan valuta asing, maka menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap US dollar terdepresiasi.
(H4) :
Krisis ekonomi diduga memberi pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah, artinya apabila terjadi krisis ekonomi maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap US dollar terdepresiasi
40