BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1. Pengertian Efktivitas dan Penyusunan Anggaran 2.1.1.1.Pengertian Efektivitas Konsep efektivitas merupakan pernyataan secara menyeluruh tentang seberapa jauh suatu organisasi telah mencapai tujuannya. Efektivitas juga dapat berarti kegiatan yang selesai tepat waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Mardiasmo (2009:134) mengemukakan efektivitas adalah : “Ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi tersebut telah mencapai tujuannya dikatakan telah berjalan dengan efektif”. Selain itu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 disebutkan bahwa efektivitas adalah : “Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan”. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan antara output dengan outcome. Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijaksanaan. Sedangkan outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktifitas tertentu. Efektivitas juga dapat diartikan sebagai hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapai. Semakin besar suatu kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian sasaran, maka semakin efektif pusat pertanggungjawaban. Hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan seberapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut, tetapi efektivitas hanya melihat apakah suatu pekerjaan atau kegiatan telah mencapai tujuan yang ditetapkan.
8
9
Dari pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas penyusunan anggaran adalah tingkat pencapaian keberhasilan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan target/tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.1.2 .Pengertian anggaran Nafarin (2004:12) menyebutkan anggaran adalah: “Suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang disahkan, dimana perencanaan merupakan tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dalam asumsi mengenai gambaran kegiatan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang dalam mencapai tujuan yang diinginkan”. Dan penulis lain mendefinisikan Yuwono (2005:27) “Anggaran adalah suaru rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang ( perencanaan keuangan) Untuk menunjukan perolehan dan pengunaan sumber-sumber suatu organisasi”. Sumber lain juga menyebutkan Mardiasmo (2002) “anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial” Penganggaran merupakan proses penerjemahan rencana aktivitas ke dalam rencana keuangan. Dalam sebuah organisasi besar, penganggaran bisa jadi merupakan proses yang terus menerus. Bagi organisasi yang besar dan telah matang (nature) dengan tingkat operasional yang relatif stabil dalam jangka panjang, anggaran merupakan dokumen formal yang sangat terperinci. Untuk itu perlu waktu yang lama dalam menyiapkan suatu anggaran agar tersedia tepat di periode tahun berikutnya dan disetujui semua pihak. Contohnya adalah di dalam organisasi pemerintahan. 2.1.1.3. Fungsi Anggaran Dalam ruang lingkup akuntansi, anggaran berada dalam lingkup akuntansi manajemen. Beberapa fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sektor publik menurut Mardiasmo (2002) antara lain sebagai :alat perencanaan, alat
10
pengendalian, alat kebijakan fiskal, alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi dan alat yang menciptakan ruang publik. 1. Anggaran sebagai alat perencanaan (planning tool) Anggaran merupakan alat perencanaan manajeman untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. 2. Anggaran sebagai alat pengendalian (control tool) Anggaran sebagai alat pengendalian, anggran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. 3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (fiscal tool) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 4. Anggaran sebagai alat politik (political tool) Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (coordination and communication tool) Anggaran ini berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan. 6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (performance measurement tool) Aggaran ini merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja. 7. Anggaran sebagai alat motivasi (motivation tool)
11
Anggaran ini dapat digunakan untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 8. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik(public sphere) Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat dan DPR/DPRD. Masyarakat, LSM dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik. 2.1.1.4.Efektivitas dalam Penyusunan Anggaran Proses
penganggaran
daerah
dengan
pendekatan
kinerja
dalam
Permendagri nomor 13 tahun 2006 membuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah atau unit kerja. Secara umum dapat diterangkan bahwa anggaran daerah disusun berdasarkan rencana kerja daerah yang telah disusun baik rencana kerja jangka panjang (RPJP), rencana kerja jangka menengah (RPJM), dan rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). Pada tingkat SKPD, anggaran juga disusun berdasarkan rencana kerja jangka menengah SKPD yang sering disebut dengan renstra SKPD. Rensta SKPD dan RKPD menjadi acuan bagi SKPD yang sering disebut renstra SKPD. Rensta SKPD disusun dengan cara rapat para anggota SKPD serta mengacu pada RPJP dan RPJM baik nasional maupun daerah. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran atau pengguna barang. Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006, pasal 10, Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3) huruf c mempunyai tugas, yaitu: 1. Menyusun RAK-SKPD, 2. Menyusun DPA-SKPD, 3. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluarab atas beban anggaran belanja, 4. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya,
12
5. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran, 6. Melaksanakan pemungutan pemerintah bukan pajak, 7. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan, 8. Menandatangani SPM, 9. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya, 10. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya, 11. Menyusun
dan
menyampaikan
laporan
keuangan
SKPD
yang
dipimpinnya, 12. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya, 13. Melaksanakan pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya, 14. Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah,dan 15. Bertanggung jawab atas pelaksanan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah.
Selanjutnya,
pejabat
pengguna
anggaran/pengguna
barang
dalam
melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat melimpahkan sebagai/seluruh kewenangan kepada unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut sebelumnya berdasarkan pertimbangan tingkat daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Garrison (2000:347), menyatakan bahwa: “arah aliran data anggaran dalam suatu sistem partisipatif berawal dari level tanggung jawab yang lebih rendah kepada level tanggung jawab yang lebih tinggi. Setiap orang mempunyai tanggung jawab atas pengendalian biaya harus menyusun estimasi anggarannya sendiri dan kemudian menyerahkan kepada level manajemen yang kebih tinggi. Estimasi tersebut kemudian
13
direview dan dikonsolidasikan dalam gerakannya ke arah level manajemen yang lebih tinggi”. Efektivitas dalam penyusunan anggaran diyakini mampu membangun suatu interaksi yang lebih baik antara pemimpin dan bawahan. Dengan demikian, akan tercipta komitmen yang kuat untuk merealisasikannya ke arah yang lebih baik. SKPD mengikuti pedoman penyusunan rencana kerja dan anggaran dalam menyiapkan dokumen rencana kerjadan anggaran satuan kerja perangkat daerah(RAK-SKPD). Isi dari pedoman penyusunan RAK-SKPD ini yaitu: 1. Prioritas dan plafon anggaran (PPA) yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan, 2. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan, 3. Batas waktu penyampaian RKA-AKPD kepada PPKD, 4. Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD tterkait dengan prinsip-prinsip
peningkatan
efisiensi,
efektivitas,
transparansi,
dan
akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja 5. Dokumen sebagai lampiran meluputi KUA, PPA, kode rekening, APBD, format RKA-SKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan harga. Dokumen pelaksanaan anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPSKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunaka sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. PPA adalah program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKASKPD setelah disepakati dengan DPRD. Rencana kerja dan anggaran SKPD yang selanjutnya
disingkat
RKA-SKPD
adalah
dokumen
perencanaan
dan
penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja progran, dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Pengguna anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Garrison (2000:347) menyatakan bahwa sejumlah keunggulan yang bisa diungkapkan atas efektivitas anggran yaitu:
14
1.
Setiap orang pada semua tingkatan organisasi diakui sebagai anggota tim yang pandangannya dan penilaiannya dihargai oleh manajemen puncak,
2.
Orang yang berkaitan langsung dengan suatu aktivitas mempunyai kedudukan terpenting dalam pembuatan estimasi anggaran. Dengan demikian estimasi anggaran yang dibuat oleh orang semacam itu cenderung lebih akurat dan andal,
3.
Orang lebih cenderung untuk mencapai anggaran yang prnyusunannya melibatkan orang tersebut. Sebaliknya orang kurang terdorong untuk mencapai anggaran yang didrop dari atas,
4.
Suatu anggaran partisipatif mempunyai sistem kendalinya sendiri yang unik sehingga jika mereka tidak dapat mencapai anggaran maka harus mereka salahkan adalah diri mereka sendiri. Disisi lain jika anggaran didrop dari atas mereka akan selalu beralih bahwa anggarannya tidak masuk akal atau tidak realistis untuk diterapkan dan dicapai.
2.1.1.5.Jenis-jenis anggaran sektor publik Jenis anggaran sektor publik yang terdiri dari anggaran tradisional, dan anggaran dengan pendekatan New Public Management. Anggaran tradisional ditandai dengan ciri utamanya yang bersifat line-item dan incrementalism, sedangkan anggaran dengan pendekatan planning Programming and budgeting system (PPBS), zero based budgeting (ZBB), dan Performance Budgeting 2.1.1.5.1.Anggaran tradisional Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan iini, yaitu: a. Cara
penyusunan
anggaran
yang
didasarkan
atas
pendekatan
Incrementalism, dan b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item. Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: c. Cenderung sentralistis
15
d. Bersifat spesifikasi e. Tahunan f. Menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penyusunan anggaran. Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi, dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. 2.1.1.5.2.Anggaran Publik dengan pendekatan Era New Public Management Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hirarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management. Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep Reintervening government. Prespektif baru pemerintah menurut Osborne dan Garbler adalah : 1. Pemerintah katalis 2. Pemerintah milik masyarakat 3. Pemerintah yang kompetitif 4. Pemerintah yang digerakan oleh misi 5. Pemerintah yang berorientasi hasil 6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan 7. Pemerintah wirausaha
16
8. Pemerintah antisipatif 9. Pemerintah desentralisasi 10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar 2.1.1.6. Prinsip-prinsip Anggaran Adapun yang dimaksud dengan rinsip-prinsip anggaran adalah: Nordiawan (2007) a. Transparansi dan akuntabilitas anggaran Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakan dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. b. Disiplin anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara nasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos atau pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan atau proyek yang belum atau tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan anggarannya harus sesuai dengan kegiatan atau proyek yang diusulkan. c. Keadilan Anggaran Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan, karena pendapatan pemerintah pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat secara keseluruhan d. Efisiensi dan Efiktivitas Anggaran
17
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berdasarkan azas efisiensi, tepat
guna,
tepat
waktu
pelaksanaan,
dan
penggunaannya
dapat
dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus di manfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat. e. Disusun dengan Pendekatan Kinerja Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja ( output atau outcome) dari perencanaan alokasi biaya input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait. Selain prinsip-prinsip secara umum seperti yang telah diuraikan di atas, undang-undang No. 17 tahun 2003 mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut: a. Penerapan pendekatan anggaran dengan prespektif jangka menengah Pendekatan dengan prespektif
jangka menengah memberikan kerangka
yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proes perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal,
mengarahkan alokasi sumber
daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien Dengan
melakukan
proyeksi
jangka
menengah,
dapat
dikurangi
ketidakpastian di masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru, dalam penganggaran tahunan. Pada saat yang sama, harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. Cara ini juga memberikan peluang untuk melakukan analisis apakah pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, baru dapat diakomodasikan.
agar kebijakan-kebijakan
18
b. Penerapan anggaran secara terpadu Dengan pendekatan ini, semua kegiatan Instansi pemerintah disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran berorientasi kinerja. Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program, sangat penting untuk mempertimbangkan biaya secara keseluruhan, baik yang bersifat investasi mmaupun biaya yang bersifat operasional. c. Penerapan anggaran berdasarkan kinerja pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem anggaran berdasarkan kinerja. hal ini akan mendukung perbaikan efisiensi dan efiktivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dan kerangka jangka menengah. Rencana Kerja dan Anggaran (RAK) yang disusun berdasrkan prestasi kinerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan kegiatan Kementrian Negara atau lembag atau SKPD harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2.1.1.7.Anggaran Kinerja Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam
19
proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut anggaran kinerja lengkapi dengan teknik penganggaran analitis. Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektifitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang beranggapan bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalah gunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over-spending). Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga ditunutut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolak ukur sebagai stadar kinerja. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan program yang telah di tetapkan. 2.1.1.8 .Pengertian APBD Anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini seperti yang disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah pasal 179 bahwa “APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1
20
tahun anggaran terhitung mulai 1 januari sampai dengan 31 desember”. Dalam hal ini baik buruknya pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat dari bagaimana APBD disusunkan. 2.1.1.8.1. Fungsi APBD Menurut pasal 16 Permendagri No. 13 tahun 2006, APBD memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Otorisasi menggandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3. Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan unruk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudag sesuai dengan ketentuan yang telah ditetpkan. 4. Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan evektifitas perekonomian. 5. Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. 6. Stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. 2.1.1.8.2. Tujuan APBD Menurut Mardiasmo (2002) tujuan dari proses penyusunan anggaran pada sektor pemerintahan adalah : 1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintahan. 2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan.
21
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja. 4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.1.8.3. Proses penyusunan APBD Anggaran pendapatan dan belanja daerah disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman pada rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat. Setidaknya terdapat enam sub proses dalam penyusunan APBD yaitu: 1. Penyusunan kebijakan Umum APBD (KUA) KUA disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan mendagri melalui surat edaran mendagri. Proses penyusunan diawali dengan pembuatan rancangan awal KUA oleh tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekertaris Daerah. Rancangan KUA ini terdiri atas dua komponen utama, yaitu: a. Target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemda untuk setiap urusan pemerintah daerah. b. Proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, serta sumber dan penggunaan
pembiayaan
yang
disertai
dengan
asumsi
yang
mendasarinya. Program-program tersebut harus diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan pemerintah daerah. 2. Penyusunan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) PPAS merupakan dokumen yang berisi seluruh program kerja yang akan dijalankan tiap urusan pada tahun anggaran, dimana program kerja tersebut diberi prioritas sesuai dengan visi, misi, dan strategi pemda. Sama seperti KUA, proses penyusunan PPAS diawali dengan pembuatan rancangan awal PPAS oleh TPAD. Rancangan awal PPAS ini disusun berdasarkan nota kesepakatan KUA, dengan tahapan sebagai berikut: a. Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.
22
b. Menentukan urutan prigram untuk masing-masing urusan. c. Menentukan plafon anggaran untuk setiap program 3. Penyiapan surat edaran Kepada derah tentang program penyusunan RKA SKPD merupakan dokumen yang sangat penting bagi SKPD sebelum menyusun RKA. Setidaknya ada tiga dokumen dalam lampiran SKPD dalam menyusun RAK-nya yaitu: a. Dokumen KUA, yang memberikan rincian dan kegiatan per SKPD b. Standar satuan harga, yang menjadi referensi dalam penentuan rincian anggaran RKA. c. Kode rekening untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Selain KUA dan PPA, dan tentang analisis standar belanja, dokumen standar pelayanan minimal, serta standar Satuan Harga dibutuhkan dalam pembuatan rancangan awal SE KDH ini. Data analisis standar belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan, sedangkan Standar satuan Harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. 4. Penyusunan Rencana kerja dan Angggaran SKPD RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD, serta rancangan pembiayaan sebagai dasae penyusunan APBD. RKA SKPD disusun dengan berpedoman pada Surat Edaran kepala daerah tentang Pedoman penyusunan RKA SKPD. 5. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah APBD Dokumen sumber yang utama dalam Raperda APBD adalah RKA SKPD oleh karenanya harus dipastikan bahwa setiap RKA SKPD telah disusun sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku. Untuk menjamin hal ini, setelah Tim Anggaran Pemerintah Daerah mengumpulkan RKA SKPD dengan KUA, prioritas dan plafon Anggaran, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dokumen perencanaan lainnya yang relevan, target atau capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja,
23
standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta dokumen sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD. Proses selanjutnya adalah pengompilasian seluruh RKA yang telah dievaluasi TAPD menjadi dokumen kompilasi RAL. Proses ini dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Berdasarkan dokumen kompilasi tersebut, PPKD kemudian membuat lampiran-lampiran sebagai berikut: a. Ringkasan APBD b. Ringkasan APBD (menurut urusan pemerintah dan organisasi) c. Rincian APBD (menurut urusan pemerintah, organisasi, pendapatan belanja, dan pembiayaan) d. Rekap belanja (menurut urusan pemerintah, organisasi, program dan kegiatan, dan keselarasan urusan dengan fungsi) 6. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kepala daerah menyampaikan Rapeda tentang APBD tang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian tersebut paling lambat tiga hari kerja setelah rancangan peraturan daerah disusun disertai dengan: a. Persetujuan bersama Pemda DPRD terhadap raperda APBD. b. KUA dan PPA yang disepakati Kepala Daerah dan pimpinan DPRD. c. Risalah sidang jalannya pembahasan raperda APBD d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD Proses evaluasi ini dilakukan maksmal selama 15 hari kerja sejak penyerahan dilakukan. Jika kedua rancangan peraturan tersebut dinyatakan tidak lolos evaluasi, maka pemda bersama DPRD harus melakukan penyempurnaan. Raperda tentang APBD dan rancangan peraturan kepala Daerah tentang penjabaran APBD yang telah lolos dalam proses evaluasi serta di tetapkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan kepala Daerah. Penetapan tersebut dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 desember pada tahun anggaran sebelumnya.
24
2.1.1.9.Tahap Perencanaan dan Penyusunan APBN Secara singkat tahapan dalam proses perencanaan dan penyusunan APBN dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tahap pendahuluan Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lian meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas dan penyusunan budget exercise. Pada tahapan ini juga diadakan rapat komisi antara masing-masing komisi dengan mitra kerjanya (department/lembaga teknis). Tahapan ini diakhiri dengan proses finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah. b. Tahap tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN. Tahapan dimulai dengan pidato sebagai pengantar RUU APBN dan nota keuangan selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara Mentri Keuangan dan
Panitia
Anggaran
DPR,
maupun
antara
komisi-komisi
dengan
departemen/lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini adalah UU APBN, yang di dalamnya memuat satuan anggaran ( dulu satuan 3, sekarang analog dengan anggaran satuan kerja di department dan lembaga) sebagai bagian tidak terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen atau lembaga, sektor, subsektor, program dan proyek atau kegiatan. Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan departemen atau lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian atau lembaga (RKAKL) kepala Departemen keuangan dan Bapeenas untuk kemudian dibahas menjadi daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa keputusan presiden (kepres) sebagai pedoman pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pimpinan proyek di masing-masing kementrian dan lembaga mengajukan
Surat
Permintaan
Pembendaharaan Negara (KPPN)
Pembayaran
kepada
Kantor
Wilayah
25
c. Tahap pengawasan APBN Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Sebelum tahun anggaran berakhir sekitar bulan November. Pemerintah dalam hal ini Mentri Keuangan membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN), yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutran, laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK) Apabila
hasil
pemeriksaan
perhitungan
dan
pertanggungjawaban
pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR guna , pendapat pengesahan oleh DPR menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran berkenaan. Pengelolaan APBN sejak dari disahkannya UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 1/2004 tentang perbendaharaan negara mengalami perubahan dalam proses penganggara, dari sejak perencanaan hingga ke pelaksanaan anggaran. 2.1.1.10.Komitmen Organisasi Organisasi berdasarkan Permendagri 13 tahun 2006 adalah “Unsur pemerintahan daerah yang terdiri dari DPRD, kepala daerah/wakil kepala daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah”. Organisasi yang baik merupakan organisasi yang terstruktur, punya tujuan, punya anggota datau sumber daya manusia yang memiliki tanggung jawab, komitmen, moral, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berkesinambungan. Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula. Luthans (2006:249), komitmen organisasi paling sering diartikan sebagai ”keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi”. Komitmen organisasi menurut Robbins (2006)
26
adalah “Keadaan dimana karyawan mengkaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya serta berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu”. Pada pemerintahan daerah, aparat yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan menggunakan informasi yang dimiliki untuk membuat anggaran menjadi relatif lebih tepat. Kejelasan sasaran anggaran akan mempermudah aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran untuk mencapai target-target anggaran yang telah ditetapkan. Komitmen yang tinggi dari aparat pemerintah daerah akan berimplikasi pada komitmen untuk bertanggung-jawab terhadap penyusunan anggaran tersebut. 2.1.1.10.1.Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pemerintah Pegawai pemerintah yang berkomitmen akan bekerja secara maksimal karena mereka menginginkan kesuksesan organisasi tempat dimana mereka bekerja. Pegawai pemerintah yang berkomitmen akan memiliki pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi, perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan, dan perasaan bahwa komunikasi adalah tempatnya bekerja dan tinggal. Selain itu, dengan adanya komitmen yang kuat, mereka akan bekerja keras, iklas dalam melaksanakan pekerjaannya, senang dan peduli terhadap organisasi tempatnya bekerja. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kinerja mereka karena ada keyakinan bahwa visi dan misi pemerintahan akan tercapai dengan sumbangsih mereka. Komitmen organisasi merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi. 2.1.1.11.Kinerja SKPD pemerintah daerah SKPD (satuan kerja perangkat daerah) merupakan pusat pertanggungjwaban yang dipimpin oleh seorang kepala satuan kerja dan bertanggung jawab atas entitasnya, misalkan: dinas pendidikan, dinas perhubungan, dinas bina marga dan pengairan,
dinas
pendapatan
dan
lainnya.
mengungkapkan kinerja oganisasi publik adalah
Kumorotomo
(2005:103),
27
”Hasil akhir (output) organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, transparan dalam pertanggungjawaban, efisien, sesuai dengan kehendak pengguna jasa organisasi, visi dan misi organisasi, berkualitas, adil, serta diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang memadai”. Mahsum (2006:198), mengungkapkan bahwa: “ pengukuran kinerja pemerintan daerah diarahkan masing-masing satuan kerja yang telah diberi wewenang mengelola sumber daya sebagaimana bidangnya. Setiap satua kerja adalah pusat pertanggungjawaban yang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Dengan demikian perumusan indikator kinerja tidak bisa seragam untuk diterapkan pada semua Satuan Kerja yang ada. Namun demikian, dalam pengukuran kinerja setiap satuan kerja ini harus tetap dimulai dari pengidentifikasian visi, misi, falsafah, kebijakan, tujuan, sasaran, program, anggaran serta tugas dan fungsi yang telah ditetapkan”. Dan menurut Bastian (2006:267) “indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcome), manfaat (benefits), dan dampak (impact)”. Lebih lanjut bastian menjelaskan bahwa syarat-syarat indikator kinerja adalah sebagai berikut: 1. Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi, 2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuatitatif maupun kualitatif dan relevan, 3. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaan, serta dampak 4. Harus cukup fleksibel dan sensitive terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan efektif. Whittaker
(1993)
dalam
Bastian
(2006:274)
mengungkapkan
“Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas”. Lain halnya menurut Bastian (2006:276). “ aspek yang diukur dalam pengukuran kinerja adalah aspek finansial, kepuasan pelanggan, operasi dan bisnis internal, kepuasan pegawai, kepuasan komunitas dan shareholders, serta waktu”. Berdasarkan UU no. 17 tahun 2003,
28
maka penyusunan anggaran dilakukan dengan menginteraksikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerh untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian, akan tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Untuk mengetahui keberhasilan/kegagalan suatu organisasi, seluruh aktivitas organisasi tersebut harus dapat diukur. Dan pengukuran tersebut tidak semata-mata kepada input (masukan), tetapi lebih ditekankan kepada (output) keluaran, atau manfaat program tersebut. Larry D stout (1993) dalam Bastian dalam menyatakan bahwa: “pegukuran/penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mision accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses” Maksudnya, setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi. Produk jasa yang dihasilkan diukur berdasarkan kontribusinya terhadap pencapaian visi dan misi organisasi tersebut. Dalam penerapannya, dibutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai visi dan misi, tujuan, dan sasaran yang dapat diukur dari suatu dan keseluruhan program. Ukuran tersebut bisa dikaitkan dengan hasil atau outcome dari setiap program yang dilaksanakan. Dengan demikian, pengukuran kinerja organisasi merupakan dasar yang reasonable untuk pengambilam keputusan. 2.1.1.11.1.Manfaat Penilaian Kinerja Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang.
29
Peranan pengukuran kinerja sebagai alat manajemen untuk: 1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi 2. Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati 3. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan skema kerja dan plaksanaan 4. Memberikan penghargaan dan hukumannya yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur dengan sistematis pengukuran prestasi yang telah disepakati 5. Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki prestasi organisasi 6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif 9. Menunjukan peningkatan yang perlu dilakukan 10. Mengungkap permasalahan yang terjadi 2.1.1.11.2. Tujuan pengukuran Kinerja Secara umum, adapun tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2002) menyatakan tujuan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik ( top down dan bottom up) ; b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat di telusur perkembangan pencapaian strategi ; c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan manajer bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congreuence ; dan d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
30
2.1.1.12. Tinjauan Penelitian terdahulu Penelitian ini mendapatkan ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu yang beragam. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
J. Sumarno (2005)
Pengaruh
Hasil Penelitian komitmen
organisasi
dan
kepemimpinan
gaya
1. Terdapat pengaruh dan
hubungan
terhadap
negatif yang kuat
hubungan antara partisipasi
antara partisipasi
anggaran
anggaran
dan
kinerja
pegawai (studi empiris pada kantor cabang perkebunan indonesia di jakarta)
dan
kinerja pegawai 2. Pengaruh kkomitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi anggaran kinerja
dan pegawai
adalah positif dan signifikan, 3. Pengaruh
gaya
kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi angggaran kinerja
dan
pegawai
31
tidak signifikan Bambang dan
Sardjito Pengaruh
Partisipasi
Osmad Penyusunan
Muthaher (2007)
terhadap
Anggaran
Kinerja
Aparat
1. Terdapat pengaruh yang
signifikan
antara partisipasi
Pemerintah Daerah: Budaya
penyusunan
Organisasi dan Komitmen
anggaran
Organisasi sebagai Variabel
terhadap kinerja
Moderating ( studi empiris
aparat
pemerintah
pemerintah
kota
kabupaten semarang)
dan
daerah, 2. Terdapat pengaruh yang antara
signifikan variabel
budaya organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja pegawai, 3. Terdapat pengaruh yang antara
signifikan variabel
komitmen organisasi dalam memoderating partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja pemda.
aparat
32
Essy (2008)
Refikha Pengaruh anggaran
Partisipasi dan
Komitmen
1. Tidak
terdapat
pengaruh
yang
Organisasi terhadap kinerja
signifikan antara
SKPD di pemerintahan kota
partisipasi
banjai
anggaran terhadap kinerja SKPD pemerintah daerah 2. Adanya pengaruh yang
signifikan
antara komitmen organisasi terhadap kinerja SKPD pemerintah daerah
2.2. Kerangka Pemikiran
Sejak diberlakukannya anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja maka anggaran dan pertanggungjawaban pada masyarakat sebagai stakeholders daerah menjadi sangat penting. Anggaran yang dibuat dan digunakan dapat dipandang pengaruhnya terhadap kinerja dari hasil yang telah dicpai. Aktivitas pemerintah tidak lagi berorientasi pada tinggat pemerintah di atasnya melainkan pada kepentingan dan pertanggungjawaban publik. Robbins (2006) menyatakan bahwa ada tiga sikap yaitu kepuasan kerja, keterlibatan, dan komitmen organisasi. Komitmen berarti kemauan dengan kesadaran pribadi untuk menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, iklas terhadap pekerjaan, dan paham akan tujuan organisasi. Komitmen seseorang di
33
dalam suatu organisasi akan dapat terlihat dari kinerjanya dalam menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya. Dengan demikian kinerja (Y) itu sendiri dapat dipengaruhi oleh efektivitas penyusunan anggaran (X1) dan komitmen organisasi (X2).Untuk menyederhanakan akhir pemikiran tersebut maka kerangka pemikiran digambar menjadi seperti gambar 2.1:
H1 Efektivitas penyusunan anggaran (X1)
H3
Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah pemerintah kota bandung (Y)
Komitmen organisasi (X2)
H2 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: H1 : Efektivitas penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Derah Pemerintahan Kota Bandung H2 :Komitmen organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintahan kota Bandung H3 :Efektivitas penyusunan anggaran dan komitmen organisasi secara bersamasama berpengaruh terhadap Kinerja Satuan kerja Perangkat Daerah Pemerintahan Kota Bandung