BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pemasaran
2.1.1
Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dari parapemilik sahamnya (Kotler dan Keller, 2007). Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (2006) pemasaran merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga dan mendistribusikan produk, jasa, dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasional. Berdasarkan
definisi
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
pemasaran
merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai) produk dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.
12
13
2.1.2
Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
pelaksanaan dari aktivitas pemasaran. Dengan menerapkan ilmu manajemen pemasaran, perusahaan dapat menentukan pasar yang dituju dan membina hubungan baik dengan pasar sasaran tersebut. Pengertian manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul (Kotler, 2007). Sedangkan pengertian manajemen pemasaran lainnya adalah pelaksanaan tugas untuk mencapai pertukaran yang diharapkan dengan pasar sasaran (Sunarto, 2006). Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu perusahaan atau organisasi memilih pasar sasaran yang sesuai, yang dapat mendukung terciptanya tujuan perusahaan dan menjalin hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut. 2.1.3
Bauran Pemasaran Dalam pemasaran terdapat strategi yang disebut Marketing Mix (Bauran
Pemasaran) mempunyai peranan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan di pasar. Kegiatan pemasaran ditentukan oleh konsep yang disebut bauran pemasaran.
14
Berikut ini definisi bauran pemasaran (Marketing Mix) menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keler (2007:23) menyatakan bahwa Bauran Pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya. Sedangkan menurut Rambat Lupiyoadi (2006:70) menyatakan pengertian Bauran pemasaran adalah alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu perangkat alat pemasaran yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan. Unsur marketing menurut Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2006:70) sering kali kita kenal dengan sebutan 4P. Pengertian unsur-unsur marketing mix dapat diklasifikasikan menjadi 4P (Product, Price, Place, Promotion). Sedangkan bauran pemasaran dalam bentuk jasa perlu ditambahkan 3P, sehingga bauran pemasaran menjadi 7P (Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Evidence, Process). Adapun pengertian masing-masing bauran pemasaran di atas adalah : 1. Produk (Product) Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemampuan produk.
15
2. Harga (Price) Adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan produk. 3. Tempat (Place) Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran. 4. Promosi (Promotion) Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. 5. Orang (People) Adalah semua pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli, yang termasuk elemen ini adalah personel perusahaan dan konsumen. 6. Bukti Fisik (Physical Evidence) Adalah bukti fisik jasa mencakup semua hal yang berwujud berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan, dan peralatan. 7. Proses (Process) Adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem pengujian atau operasi.
16
2.2
Ruang Lingkup Jasa
2.2.1
Pengertian Jasa Pengertian pemasaran jasa yang baik perlu didukung pengertian jasa itu
sendiri, faktor-faktor pendukung pelaksanaan jasa dan strategi yang harus diperhatikan oleh para penyedia jasa. Adapun definisi jasa menurut (Kotler dan Keller, 2007) adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Sedangkan menurut (Zeithaml, 2007) menyatakan jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. 2.2.2
Karakteristik Jasa Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain dan berfungsi untuk membedakannya dengan produk barang. Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang, (Kotler, 2006) yaitu : 1. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak bisa dilihat, dirasa, didengar, diraba, atau dicium sebelum ada transaksi pembelian.
17
2. Tidak dapat dipisahkan (Inseparebility) Suatu bentuk jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, apakah sumber itu merupakan orang atau mesin. 3. Berubah-ubah (Variability) Jasa sebenarnya sangat mudah berubah-ubah karena jasa ini sangat bergantung pada siapa yang menyajikan, kapan dan dimana disajikan. 4. Daya tahan (Perishability) Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu ada dan mantap karena menghasilkan jasa di muka dengan mudah. 2.3
Jasa Pendidikan Tinggi
2.3.1
Pengertian Jasa Pendidikan Menurut Fuad Ihsan dalam bukunya “Dasar-Dasar Kependidikan”
(2009:7),
pendidikan
dapat
diartikan
sebagai
proses
dimana
seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di masyarakat dimana dia hidup, proses sosial dimana ia dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
18
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan keinginan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaannya. Terdapat ciri-ciri atau unsur umum dalam pendidikan menurut Fuad Ihsan (2009:6), yaitu : a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, warga negara atau warga masyarakat b. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha-usaha yang disengaja dan berencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai. c. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, pendidikan formal dan pendidikan non formal.
19
2.3.2
Jasa Pendidikan Tinggi Menurut Rambat Lupioyadi dan A. Hamdani (2006:148) ditinjau dari sudut
lembaga pendidikan tinggi, karakteristik penting yang terdapat di dalamnya antara lain bahwa : a. Perguruan tinggi termasuk ke dalam jasa murni (pure services) dimana pemberian jasa yang dilakukan didukung alat kerja atau sarana pendukung semata, seperti ruangan kelas, kursi, meja, dan buku-buku. b. Jasa yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa (mahasiswa), yang dalam hal ini pelanggan mendatangi lembaga pendidikan tersebut untuk mendapatkan jasa yang diinginkan (meski dalam perkembangannya ada juga yang menawarkan program kuliah jarak jauh atau distance learning) c. Penerima jasa adalah orang, jadi merupakan pemberian jasa yang berbasis orang. Atau dalam jasa biasanya disebut dengan kontak tinggi. Pelanggan dan penyedia jasa terus berinteraksi selama proses pemberian jasa berlangsung. Dengan kata lain, untuk menerima jasa, pelanggan harus menjadi bagian dari sistem jasa tersebut. d. Hubungan dengan pelanggan adalah hubungan keanggotaan (member relationship) dimana pelanggan telah menjadi anggota lembaga pendidikan tersebut. Sistem pemberian jasanya secara terus menerus dan teratur sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan
20
2.4
Kualitas Jasa
2.4.1
Pengertian Kualitas dan Kualitas Jasa Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer, sebab
kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Apabila pelanggan merasa kualitas dari suatu produk atau jasa tidak memuaskan, maka kemungkinan besar ia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi. Sebuah
perusahaan
jasa
dapat
memenangkan
persaingan
dengan
menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan. Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2006). Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa yang dipersepsikan baik dan memuaskan (Tjiptono, 2006).
21
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Menurut Wyckof dalam Tjiptono (2006:59) menyatakan kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. 2.4.2
Prinsip Kualitas Jasa Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif
bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun perusahan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat berrmanfaat tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins, yang dikutip oleh Tjiptono (2006:75), yaitu:
22
1.
Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan.
2.
Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3.
Perencanaan Proses perencanaan strategi harus mencakup pengikuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai visinya.
4.
Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
23
5.
Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti : pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.
6.
Pengharapan dan Pengakuan (Total Human Reward) Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.4.3
Faktor Utama Dalam Menentukan Kualitas Jasa Harapan
maupun
penilaian
konsumen
terhadap
kinerja
perusahaan
menyangkut beberapa faktor penentu kualitas jasa. Menurut Parasuraman, (2010), mengidentifikasi ada lima faktor utama yang menentukan kualitas jasa. Kelima faktor tersebut adalah: 1. Keandalan (reliability) Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk
24
semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 2. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas, tidak membiarkan pelanggan menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 3. Jaminan (Assurance) Artinya pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati (Emphaty) Yaitu kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus pada masing-masing pelanggan. 5. Tangibles Meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi pemasaran (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain).
25
2.4.4
Mengukur Kualitas Jasa Pengukuran kualitas jasa dipandang sangat penting bagi perusahaan, yang
digunakan untuk mengukur kesenjangan antara harapan dan persepsi konsumen tentang jasa yang diberikan perusahaan jasa. Hal itu dimaksudkan sebagai umpan balik untuk mengukur kualitas dan koreksi apabila kualitas tersebut kurang memuaskan konsumen. Salah satu metode yang sering digunakan yaitu metode Service Quality (Servqual). Metode ini diperkenalkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990). Service Quality (Servqual) merupakan sebuah model untuk menentukan dan mengukur kualitas layanan jasa yang dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang diterima pelanggan (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan pelanggan (expected services). Metode Servqual menggunakan user based–approach, yang mengukur kualitas jasa secara kuantitatif dalam bentuk kuisioner dan mengandung dimensidimensi kualitas jasa seperti reliability, tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty. Timbulnya kesenjangan atau gap antara perusahaan dan pelanggan diakibatkan oleh perbedaan persepsi tentang wujud pelayanan tersebut. Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006:80) ada lima gap yang menyebabkan kegagalan perusahaan dalam menyampaikan jasanya, kelima gap tersebut adalah :
26
1) Gap 1 : Kesenjangan antara harapan dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. 2) Gap 2 : Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap konsumen dan kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu : - Tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa. - Kekurangan sumber daya. - Atau karena adanya kelebihan permintaan. 3) Gap 3 : Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya : - Karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya). - Beban kerja melampaui batas. - Tidak dapat memenuhi standar kinerja. - Atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
27
4) Gap 4 : Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak terpenuhi. 5) Gap 5 : Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. 2.4.5
Meningkatkan Kualitas Jasa
Faktor –faktor yang perlu diperhatikan dalan meningkatkan kualitas pelayanan jasa adalah: 1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan para pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada determinan-determinan tersebut.
28
2. Mengelola harapan pelanggan. Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pelanggan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan. 3. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa. Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. 4. Mendidik konsumen tentang jasa. Pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. Oleh karenanya kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. 5. Mengembangkan budaya kualitas Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
29
6. Menciptakan automating quality. Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangya sumber daya manusia yang dimiliki. 7. Menindaklanjuti jasa. Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka. 8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan (Tjiptono, 2004:88-93).
30
2.5
Loyalitas
2.5.1
Pengertian Loyalitas Loyalitas konsumen terhadap suatu produk merupakan hal yang menjadi
harapan utama setiap perusahaan. Jika harapan tersebut tidak dapat terwujud, maka perusahaan harus segera melakukan evaluasi terhadap produknya. Akan tetapi, jika harapan tersebut terwujud, maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang tak ternilai karena sikap konsumen yang loyal secara tidak langsung akan membantu perusahaan dalam meningkatakan penjualannya. Sikap loyal tersebut dapat berupa pembelian ulang dan informasi positif mengenai produk perusahaan. Pengertian loyal secara harafiah berarti setia atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Menurut Griffin yang dikutip oleh Alma (2007:274), pengertian loyalitas sebagai berikut: “Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit.” Pengertian di atas mengandung arti bahwa: “Loyalitas tidak dapat didefinisikan sebagai pembelian secara acak dari waktu ke waktu oleh unit pengambilan keputusan.” Adapun pengertian loyalitas menurut Tjiptono (2008:23) sebagai berikut: “Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pula pembelian ulang yang konsisten.”
31
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan sikap dari konsumen yang melakukan pembelian secara tidak acak serta melakukan pembelian ulang yang konsisten terhadap suatu produk. 2.5.2
Loyalitas dan Siklus Pembelian Setiap pertama kali konsumen membeli produk, konsumen akan bergerak
melalui beberapa langkah. Menurut Griffin (2007:18) pembelian pertama kali akan bergerak melalui lima langkah. Langkah pertama menyadari produk. Kedua melakukan pembelian awal kemudian pembeli bergerak melalui dua tahap pembentukan sikap, yang satu disebut evaluasi pasca pembelian dan yang lainnya disebut keputusan membeli kembali. Langkah terakhir adalah pembelian kembali. 1. Kesadaran Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk perusahaan. Pada tahap inilah perusahaan mulai membentuk pangsa pikiran yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa perusahaan lebih unggul dari pesaing. Kesadaran dapat timbul dengan berbagai cara seperti iklan konvensional (radio, TV, surat kabar, Billboards), iklan di internet, melalui pos secara langsung, email, terbitan khusus industri, dan komunikasi dari mulut ke mulut.
32
2. Pembelian Awal Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara loyalitas. Baik itu dilakukan secara online ataupun offline, pembelian pertama kali
merupakan
pembelian
percobaan
sehingga
perusahaan
dapat
menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan perusahaan. 3. Evaluasi Pasca Pembelian Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila pelanggan merasa puas, atau ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing maka pelanggan akan membeli kembali di waktu mendatang. 4. Keputusan Membeli Kembali Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas, bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya, tanpa pembelian berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial. 5. Pembelian Kembali Langkah terakhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang acktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus
33
membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai langkah kelima berkali-kali. 2.5.3
Jenis-jenis Loyalitas Menurut Griffin (2007:22) ada empat jenis yang dikemukakan tentang
loyalitas konsumen, yaitu: 1. Tidak Ada Kesetiaan (No Loyalty) Tingkat keterikatan (attachment) dengan repeat patrionage yang rendah menunjukkan absensinya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari kelompok no loyalty ini untuk dijadikan target pasar karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang setia. 2. Kesetiaan yang Tidak Aktif (Inertia Loyalty) Suatu tingkat keterikatan yang rendah dengan pembelian ulang yang tinggi akan mewujudkan suatu inertia loyalty. Dasar yang digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakainya atau karena faktor kemudahan situasional. 3. Kesetiaan Tersembunyi (Laten Loyalty) Suatu keterikatan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian yang rendah menggambarkan laten loyalty dari pelanggan. Bagi pelanggan yang memiliki sikap laten loyalty pembelian ulang banyak dipengaruhi oleh faktor situasional daripada faktor sikapnya.
34
4. Kesetiaan Premium (Premium Loyalty) Jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat keterikatan yang tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian kembali. Kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dari setiap pelanggan dalam setiap usaha. Pada tingkat persentase yang tinggi maka orang-orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan dari pengalaman mereka kepada teman atau keluarga mereka. 2.5.4
Karakteristik Loyalitas Konsumen Pelanggan yang loyal merupakan asset yang penting bagi perusahaan, hal ini
dapat dilihat dari karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Dan karakteristik tersebut akan diungkapkan oleh (Griffin, 2007;31) bahwa pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut : 1.
Melakukan pembelian secara berulang-ulang
2.
Membeli lini produk/jasa lainnya dari perusahaan
3.
Mereferensikan produk/jasa tersebut kepada orang lain
4.
Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing Dari karakteristik diatas tersebut dapat menunjukkan bahwa loyalitas
konsumen merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediks pertumbuhan keuangan. Beberapa dari kepuasan, yang merupakan sikap loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pembelian.
35
2.5.5
Tahap Loyalitas Konsumen Proses seorang calon konsumen menjadi pelanggan yang loyal terhadap
perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Menurut Griffin (2007:35) ada tujuh tahap pertumbuhan seseorang menjadi pelanggan yang loyal, yaitu: 1. Tersangka (Suspect) Tersangka (Suspect) adalah seseorang yang mempunyai kemungkinan membeli produk perusahaan. Kita menyebutnya tersangka karena kita percaya, atau “menyangka”, mereka akan membeli, tetapi kita masih belum cukup yakin. 2. Prospek (Prospect) Prospek (Prospect) adalah orang yang membutuhkan produk anda dan memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek masih belum membeli dari perusahaan, mungkin ia telah mendengar produk yang dimiliki perusahaan atau seseorang telah merekomendasikan produk perusahaan kepadanya. Prospek mungkin tahu siapa anda, dimana perusahaan dan apa yang anda jual, tetapi mereka masih belum membeli dari perusahaan. 3. Prospek yang didiskualifikasi (Disqualified prospect) Prospek yang didiskualifikasi (Disqualified prospect) adalah prospek yang telah cukup perusahaan pelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk perusahaan.
36
4. Pelanggan pertama kali (First time customer) Pelanggan pertama kali (First time customer) adalah orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan anda dan sekaligus juga pelanggan pesaing. 5. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang (Repeat customer) Pelanggan yang melakukan pembelian ulang (Repeat customer) adalah orang-orang yang telah membeli dari perusahaan dua kali atau lebih. Mereka mungin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli dua produk yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih. 6. Klien (Client) Seorang klien membeli semua yang perusahaan jual dan dapat ia gunakan. Orang ini membeli secara teratur. Perusahaan memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan dari pesaing. 7. Penganjur (Advocate) Seperti klien, penganjur membeli apapun yang perusahaan jual yang mungkin daoat dia gunakan dan membeli secara teratur. Tetapi seorang penganjur akan berusaha mencari orang lain untuk membeli dari perusahaan. Seorang penganjur membicarakan perusahaan, melakukan pemasaran perusahaan.
untuk
perusahaan
dan
membawa
pelanggan
kepada
37
2.5.6
Keuntungan dari Konsumen yang Loyal Menurut Griffin (2007:11) loyalitas pelanggan dapat pula menghasilkan
beberapa keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan-keuntungan itu diantaranya : 1.
Mengurangi biaya pemasaran (biaya pengambilalihan pelanggan lebih tinggi daripada mempertahankan pelanggan.
2.
Mengurangi biaya transaksi (seperti negosiasi kontrak dan proses order)
3.
Costumer Turnover menjadi berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan)
4.
Keberhasilan Cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pelanggan yang lebih besar.
5.
Pemberitaan mulut ke mulut (word of mouth) menjadi lebih positif.
6.
Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim garansi, dsb).
2.6
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen Memahami perilaku konsumen dan mengenal pelanggan merupakan tugas
penting bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa harus memiliki strategi strategi yang tepat. Dengan demikian perusahaan harus memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
38
Salah satu strategi yang tepat untuk memperoleh konsumen yang setia adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi
keinginan
pelanggan.
Dengan
meningkatkan
keandalan,
ketanggapan, jaminan, dan empati yang dimiliki, perusahaan secara tidak langsung akan menciptakan kualitas pelayanan yang baik. Hal tersebut merupakan strategi perusahaan dalam meraih konsumen yang setia. Ketika seorang konsumen mendapatkan kepuasan atas produk, maka konsumen akan melakukan pembelian ulang terhadap produk tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila konsumen tidak mendapatkan kepuasan atas produk, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan kemungkinan akan mencari serta mencoba produk sejenis. Konsumen dalam hal ini adalah mahasiswa yang semakin kritis terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh pihak perguruan tinggi. Dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen di perguruan tinggi, maka perguruan tinggi selaku penyedia jasa di tuntut harus memahami perilaku mahasiswa agar mahasiswa tersebut puas.
39
Perusahaan dalam hal ini adalah perguruan tinggi yang harus bisa memberikan kualitas pelayanan terbaik sehingga konsumen atau mahasiswa pun akan merasa puas. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk menciptakan kualitas pelayanan dengan keandalan dan ketanggapan yang lebih unggul dibandingkan pesaing agar dapat memberikan kesan positif kepada konsumen. Kesan positif mencerminkan kepuasan akan pelayanan yang diteriman konsumen karena dianggap memberikan keuntungan yang diharapkan.