BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue A.1. Definisi Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti betina.6 Demam Berdarah Dengue yang selanjutnya disingkat DBD adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.6,20 Demam Berdarah Dengue/ DBD ( Dengue Haemorrhagic Fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai lekopenia,
ruam,
limfadenopati,
trombositopenia
dan
diatesis
hemoragik.21 A.2. Penyebab Virus dengue termasuk genus Flavivirus dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN – 1, DEN – 2, DEN – 3 dan DEN – 4. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 arau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Ke 4 serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.3,20
6
A.3. Cara Penularan Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus dengue dalam darah selama 4 – 7 hari mulai 1 – 2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira – kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi eksentrik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. 3,6 Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Akibat infeksi virus DBD, orang yang kemasukan virus dengue, maka dalam tubuhnya akan terbentuk zat anti (antibody) yang spesifik sesuai dengan tipe virus dengue yang masuk.3 Tanda atau gejala yang timbul ditentukan reaksi antara zat anti yang ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalam virus dengue yang baru masuk. Penularan Demam Berdarah Dengue dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Menurut teori infeksi sekunder, seseorang dapat terserang Demam Berdarah Dengue, jika mendapat infeksi ulangan dengan virus dengue tipe yang berlainan dengan infeksi sebelumnya (misal infeksi pertama dengan virus dengue – 1 infeksi kedua dengan dengue – 2). Infeksi dengan satu tipe virus dengue saja, paling berat hanya akan menimbulkan demam dengue tanpa disertai perdarahan.3 A.4. Ciri – Ciri Aedes aegypti 7
1. Siklus hidup nyamuk : telur jentik kepompong nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk ± 9 – 10 hari. 2. Sifat – sifat telur nyamuk Aedes aegypti a. Setiap nyamuk betina kali bertelur, keluarkan ± 100 butir yang diletakkan satu – satu pada dinding bejana. b. Telur warna hitam dengan ukuran ± 0,8 mm, di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang dari 2 hari setelah terendam air. 3. Sifat – sifat jentik Aedes aegypti a. Jentik yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar, panjang 0,5 – 1 cm. b. Selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang – ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. c. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya
berada disekitar
dinding tempat
penampungan air. d. Setelah 6 – 8 hari jentik akan berkembang menjadi kepompong. e. Jentik memerlukan 4 tahap perkembangan f. Pengaruh makanan, suhu menentukan kecepatan perkembangan. g. Perkembangan jentik – imago kondisi optimal perlu waktu 7 hari. h. Habitat umumnya pada containers buatan manusia : bak mandi, tempayan, drum, ban bekas, perangkap semut, vas bunga, dan lain lain. i. Tidak menyukai genangan air yang langsung dengan tanah. 3 4. Sifat – sifat kepompong Aedes aegypti a. Berbentuk seperti koma, gerakan lambat, sering berada di permukaan air. b. Setelah 1 – 2 hari kepompong menjadi nyamuk baru.3 5. Sifat – sifat nyamuk Aedes aegypti
8
a. Berwarna hitam dan belang – belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya. b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat – tempat umum (pasar, sekolah, masjid, gedung – gedung, dan sebagainya). c. Mampu terbang sampai 100 meter. d. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/ tumbuhan yang mengandung gula. e. Umur nyamuk rata – rata 2 minggu, tetapi sebagian dapat hidup sampai 2 – 3 bulan. f. Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk akan mencari tempat hinggap untuk beristirahat. g. Tempat hinggap yang disenangi ialah benda – benda yang tergantung : pakaian, kelambu, atau tumbuh – tumbuhan di dekat tempat berkembang biak. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. h. Setelah masa istirahat selesai, nyamuk akan meletakkan terlurnya pada dinding bak, tempayan, drum, kaleng, ban bekas yang berisi air. Biasanya sedikit di atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya untuk menghisap darah dan seterusnya. 3 A.5. Patogenesis Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder yang menyatakan bahwa secara tidak langsung pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog, mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita DBD/ DSS. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian 9
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berkaitan dengan Fc reseptor dari membran sel leusit terutama makrofag. 3,21 Dalam perjalanan penyakit DBD terdapat tiga fase yaitu fase demam (berlangsung antara 2 – 7 hari), fase kritis (berlangsung antara 24 – 48 jam), dan fase penyembuhan (berlangsung antara 2 – 7 hari) 1. Fase Demam Pada fase ini sulit dibedakan antara Demam Dengue dengan penderita DBD. Setelah penderita Demam Dengue bebas demam selama 24 jam tanpa obat penurun panas, selanjutnya akan memasuki fase penyembuhan. Namun, pada penderita DBD, justru akan memasuki fase kritis, dan pada keadaan lebih parah penderita akan jatuh pada keadaan shock.6 2. Fase Kritis Pada fase ini, penderita tidak memungkinkan untuk dirawat di rumah, tetapi harus dirawat di rumah sakit karena membutuhkan penanganan yang intensif. Fase ini umumnya dimulai pada hari ketiga sampai kelima sejak diketahui adanya panas/ demam yang pertama kali, berlangsung selama kurang lebih 24 – 48 jam. 3,6 3. Fase Penyembuhan Pada umumnya penderita DBD yang telah berhasil melewati fase kritis akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu kurang lebih 24 – 48 jam setelah shock.6 A.6. Gejala dan Diagnosa Diagnosa DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 1. Kriteria Klinis : a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari. b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : 1) Uji Tourniquet positif 2) Ptechiae, echimosis, purpura 10
3) Perdarahan mucosa, epistaxis, perdarahan gusi 4) Hematemesis dan atau melena c. Pembesaran hati. d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. 2. Kriteria Laboratoris : a. Thrombositopenia (100.000/µl atau kurang). b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.3,21 Dua kriteria klinis pertama ditambah Thrombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok peningkatan hematokrit dan adanya thrombositopenia mendukung diagnosis DBD. 3,28 Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat. Derajat I
: demam disertai gejala tidak khas dan satu – satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Derajat III : didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah. Derajat IV : syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Adanya thrombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I / II dengan adanya Demam Dengue. Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa. 3,6,21Angka
11
kematian pada DHF berkisar kira – kira 5%, tetapi bila telah jatuh ke dalam syok, kematian meningkat menjadi 50%. 13 A.7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka dengan dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT – PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi total , IgM maupun IgG. 2. Pemeriksaan Radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (posisi tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.21
A.8. Penatalaksanaan Perbedaan utama patofisiologi antara penyakit Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), Dengue Syok Syndrome (DSS) dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostatis. 3,6,8 Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal
12
terjadinya kegagalan sirkulasi dengan hemostatis. Prognosis DBD tergantung pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma yang dapat diketahui dari peningkatan hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai < 100.000/ µl atau < 1 – 2 thrombosit/ LPB (rata- rata dihitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan lebih menunjukkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer lactat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat penyakit. 3 Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PDAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria : 1. Penatalaksanaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi. 2. Praktis dalam pelaksanaannya. 3. Mempertimbangkan cost effectiveness. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori : Protokol 1 Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok Protokol 2 Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat. Protokol 3 Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan hematokrit > 20%. Protokol 4 Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa Protokol 5 Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa. 21 A.9. Pencegahan
13
Untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit DBD, setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN – DBD) dengan cara “4M” yaitu : 1. Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan, drum, bak mandi) atau menaburkan bubuk Abate/ Altosid bila tempat tempat tersebut tidak bisa dikuras. 2. Menutup rapat – rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di dalamnya. 3. Mengubur/ membuang barang bekas yang dapat menampung air hujan misalnya ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman mineral. 4. Memantau jentik nyamuk oleh petugas maupun oleh masyarakat. 5. Gerakan 4M adalah kegiatan yang dilakukan secara serentak oleh seluruh masyarakat untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes aegypti, penular penyakit DBD. 6. Daur hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari telur, jentik, kepompong dan nyamuk. Telur, jentik, kepompong hidup dalam air yang tidak beralaskan tanah dan akan mati bila airnya dibuang. 7. Agar telur dan kepompong tersebut tidak menjadi nyamuk maka perlu dilakukan “4M” secara teratur sekurang – kurangnya seminggu sekali dengan “Gerakan 4M”.3
A.10. Pelaporan DBD Sesuai dengan Undang – Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Permenkes No. 560 tahun 1989 tentang jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah antara lain tatacara pelaporan, penanggulangan seperlunya dan harus segera dilaporkan selambat – lambatnya 24 jam setelah penegakkan diagnosa, laporan tersangka DBD dimaksudkan sebagai tindakan kewaspadaan dini di unit pelayanan
14
kesehatan
pencarian
informasi
kasus,
tambahan
serta
tindakan
pencegahan lainnya.4
1. Masyarakat dengan surat pemberitahuan 2. Dari puskesmas ke kabupaten : PU – DBD dan W2 3. Dari rumah sakit ke kabupaten : KD – RS (1 x 24 jam) 4. Dari kabupaten ke provinsi
: K – DBD (1 bulan sekali)
15
B. Perilaku B.1. Perilaku Kesehatan Perilaku Kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Oleh sebab itu, perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua: 1. Perilaku sehat : Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat, yang mencakup perilaku – perilaku ( overt dan convert behavior) dalam mencegah dan menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). 2. Perilaku pencarian pelayanan kesehatan : orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Beker (1979) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain: 1. Perilaku hidup sehat : perilaku yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. 2. Perilaku sakit : respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit termasuk pengetahuan tentang : penyebab, gejala penyakit, pengobatan dan sebagainya. 3. Perilaku peran sakit : meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang layak, mengenal hak dan kewajiban orang sakit. 11, 12,13 B.2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
16
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( overt behavior). Indikator pengetahuan: 1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. 2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat. 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.7, 11, 12 B.3. Sikap (attitude) Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Indikator sikap : 1. Sikap terhadap sakit dan penyakit : bagaimana penilaian dan pendapat seseorang terhadap gejala/ tanda – tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit dan lain sebagainya. 2. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat : penilaian terhadap cara – cara pemeliharaan dan perilaku hidup sehat. 3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan : penilaian atau pendapat seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan lain sebagainya.7, 11, 12 B.4. Praktik atau Tindakan (practice) Suatu sikap yang belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk mewujudkan sikap tersebut diperlukan sikap pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Indikator praktik : 1. Tindakan sehubungan dengan penyakit : pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, peningkatan kesehatan dan rehabilitasi. 2. Tindakan dan pemeliharaan kesehatan.
17
3. Tindakan kesehatan lingkungan : tindakan yang mencakup membuang air besar di jamban, membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci dan masak dan sebagainya. 7, 11, 12
C. Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Kejadian DBD Menurut Hendrik L. Blum faktor – faktor yang mempengaruhi status kesehatan antara lain : keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan, ke empat faktor ini saling mempengaruhi satu sama lainnya. Apabila dihubungkan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD), faktor lingkungan yang kurang baik seperti pembuangan sampah, penyediaan sarana penampungan air bersih akan mempengaruhi perkembangan nyamuk Aedes aegypti khususnya jentik nyamuk. Sedangkan perilaku berperan pula dalam lingkaran hidup nyamuk Aedes aegypti terutama dalam pemutusan rantai kehidupan (daur hidup) atau peningkatan perkembangan nyamuk Aedes aegypti, penular penyakit DBD.11,12,13 Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yudhastuti dan Vidiyani (2005) mengenai hubungan kondisi lingkungan, kontainer, dan faktor perilaku masyarakat dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis DBD di Surabaya didapatkan hasil bahwa kondisi lingkungan dan jenis kontainer yang digunakan mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Selain itu faktor perilaku masyarakat yaitu pengetahuan (91,4% kurang baik) dan tindakan (51% kurang baik) masyarakat dalam mengurangi kepadatan jentik Aedes aegypti mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Sedangkan sikap masyarakat yang baik (89%) tidak ada hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti.5
18
D. Kerangka Teori Dari landasan teori yang ada, maka kerangka teorinya adalah sebagaimana berikut ini :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Usia
Tingkat pendidikan
Tingkat Pekerjaan
Jenis kelamin
Pengetahuan
Perilaku kesehatan
Sikap
Kejadian DBD (Manusia terinfeksi Virus Dengue)
Praktik
------------_________
: Faktor yang akan diteliti : Faktor yang tidak diteliti
19
E. Kerangka Konsep Dari kerangka teori di atas, dengan mengendalikan variabel pengganggu yang ada, maka kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:
Variabel bebas
Variabel terikat
Perilaku Kesehatan (pengetahuan, sikap dan praktik)
Kejadian Demam Berdarah Dengue
F. Hipotesis 1. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD dengan kejadian DBD di Desa Grogol Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Demak. 2. Adanya hubungan antara sikap masyarakat tentang DBD dengan kejadian DBD di Desa Grogol Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Demak dalam menyikapi DBD. 3. Adanya hubungan antara praktik masyarakat tentang DBD dengan kejadian DBD di Desa Grogol Wilayah Kerja Puskesmas Karangtengah Demak dalam pencegahan dan pemberantasan DBD.
20