Bab II Tinjauan Pustaka
Memahami variasi yang kompleks pada geometri pori dengan lithofacies yang berbeda merupakan kunci untuk memperbaiki deskripsi dan ekploitasi reservoir. Data core yang menyediakan informasi dari pengendapan yang bervariasi dengan kontrol diagenesis yang bekerja pada geometri pori batuan tersebut, variasi dalam atribut geometri pori pada saatnya menetapkan suatu karakter serta zona yang berbeda antara satu fasies dengan fasies yang lainnya. Analisis core menunjukan sifat fisik batuan tersebut dalam rentang centimeter, sehingga resolusi vertikalnya kurang baik. Perkiraan yang paling mungkin adalah mengestimasi besaran permeabilitas dari pengukuran data well log. Karakteristik batuan yang paling dominan adalah geometri butir (ukuran, bentuk, pemilahan/sorting, orientasi, susunan/packing dan area permukaan pori/pore surface area), dan geometri ruang pori (pore body dan/atau pore throat shape/dimension). Tidak ada satupun parameter tersebut yang langsung terukur oleh data log. Hal ini menjelaskan sulitnya untuk mendapatkan suatu transformasi nilai permeabilitas, karena kebanyakan model melakukan penyederhanaan dari permasalahan yang rumit. Determinasi porositas-permeabilitas biasanya mengacu pada observasi geologi terhadap tipe batuan serta hubungan empirik antara log porositas dengan permeabilitas. Terdapat beberapa peneliti yang mengemukakan korelasi empirik yang hampir serupa untuk menghitung permeabilitas dengan menggunakan porositas dan Swirr untuk reservoir dengan litologi batupasir, menurut Babadagli dan Salmi2 terdapat beberapa batasan pada penggunaanya, yaitu: 1. Tidak dapat digunakan pada reservoir karbonat secara regional, 2. Persamaan-persamaan tersebut dibuat untuk lapangan-lapangan lokal, 3. Persamaan-persamaan tersebut hanya dapat digunakan pada kondisi Swirr,
5
4. Persamaan-persamaan tersebut tidak dapat diaplikasikan untuk sumur yang dibor pada zona air. Pada laporan penelitian ini, metode determinasi porositas-permeabilitas berdasarkan pada persamaan dasar yang dikemukakan oleh Kozeny-Carman yang telah dimodifikasi oleh beberapa peneliti, seperti konsep yang dikemukakan oleh Wyllie-Rose3, Timur4 dan konsep Hydraulic Flow Unit5,6.
II.1 Model Permeabilitas Kozeny-Carman Kozeny7 telah membuat sebuah korelasi yang paling fundamental serta popular yang mengekspresikan bahwa permeabilitas merupakan fungsi dari porositas dan specific surface area5, 6, 8, 9,10. Ia menganggap ruang pori batuan sebagai kumpulan pipa kapiler lurus sama panjang dengan r (cm), panjang L (cm) dan tidak saling berhubungan sehingga flow rate, q (cm3/s), yang melalui sekumpulan pipa di atas berdasarkan persamaan Poiseuille’s adalah: ⎛ nΠ r 4 ⎞ ∆p ⎟⎟ q = ⎜⎜ ⎝ 8µ ⎠ L
(II.1)
dimana ∆p merupakan kehilangan tekanan sepanjang L (dynes/cm2). Aliran fluida yang mengalir melalui sejumlah, n, pipa kapiler dapat juga diperkirakan dengan Hukum Darcy, sebagai berikut: ⎛ kA ⎞ ∆p q = ⎜⎜ c ⎟⎟ ⎝ µ ⎠ L
(II.2)
dimana Ac merupakan total crossection area, termasuk zona yang tersementasi dari sekumpulan pipa kapiler tersebut. Memperhitungkan persamaan II.1 dan II.2 untuk mendapatkan nilai diperoleh: k=
nΠ r 4 8 Ac
6
(II.3)
Porositas didefinisikan sebagai berikut:
φ=
Vp Vb
=
nΠr 2 L nΠ r 2 = Ac L Ac
(II.4)
Kemudian mensubstitusikan Ac dari persamaan II.4 ke persamaan II.3 diperoleh: k=
φr 2
(II.5)
8
Persamaan di atas merupakan suatu persamaan yang menyatakan hubungan permeabilitas porositas untuk ukuran pori yang seragam serta radius pipa sama dengan r, dimana k dalam cm2 (1 cm2 = 1.013 x 108 darcy) atau dalam µm2 (1 mD = 9.871 x 10-4 µm2) dan φ dalam fraksi.
Jika Svp merupakan internal surface area per unit pore volume, dimana surface area As untuk sejumlah n pipa kapiler adalah n(2ΠrL) dan pore volume Vp adalah n(Πr2L), menjadi: svp =
As n(2ΠrL ) 2 = = V p n Πr 2 L r
(
)
(II.6)
Jika Svgr adalah specific surface area dari material berpori atau total area yang terekspose. Untuk setiap kumpulan pipa kapiler, total area yang terekspose, At, sama dengan As, dan volume butiran sama dengan AcL(1- φ ), maka: svgr =
n(2ΠrL ) n(2Π r ) Πnr 2 = = Ac L(1 − φ ) Ac (1 − φ ) Ac
⎛2⎞ 1 ⎜ ⎟ ⎝ r ⎠1−φ
(II.7)
menggabungkan persamaan II.4, II.6 dan II.7 diperoleh: ⎛ φ ⎞ svgr = svp ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝1− φ ⎠
(II.8)
merubah bentuk persamaan II.5 menjadi:
⎛ 1 ⎞ ⎛φ ⎞ 1 = ⎜ 2 ⎟φ k =⎜ ⎟ 2 ⎜ 2s ⎟ ⎝ 2 ⎠ (2 / r ) ⎝ vp ⎠
7
(II.9)
dengan mensubstitusikan persamaan II.8 ke persamaan II.9, maka diperoleh:
⎛ 1 k =⎜ 2 ⎜ 2s ⎝ vgr
⎞ φ3 ⎟ ⎟1−φ2 ⎠
(II.10)
dengan memasukan koefisien tortuosity, karena pada kenyataannya tempat mengalirkan fluida tidak lurus melainkan berbelok-belok, maka: ⎛L ⎞ τ =⎜ a ⎟ ⎝ L⎠
2
(II.11)
dengan mensubstitusikan persamaan II.11 ke persamaan II.4 maka persamaan II.5 menjadi:
φr 2 k= 8τ
(II.12)
⎛ 1 ⎞ k = ⎜ 2 ⎟φ ⎜ 2τs ⎟ ⎝ vp ⎠
(II.13)
dan persamaan II.9 menjadi:
dimana 2τ disebut juga sebagai konstanta Kozeny, sehingga persamaan di atas menjadi: k=
φ
(II.14)
k z svp2
dimana: k = permeabilitas, mD
φ = porositas, fraksi Sp = spesifik surface area = luas permukaan pori per volume pori, cm2/cc kz = konstanta kozeny (bervariasi tergantung dari bentuk pipa kapilernya) Kemudian Carman11 melakukan statu modifikasi terhadap persamaan yang dikemukakan oleh Kozeny di atas. Carman mengganti konstanta Kozeny dengan persamaan berikut: C=
1 k o ( La / L) 2
8
(II.15)
Sehingga persamaan II.10 menjadi: ⎛ 1 k =⎜ ⎜ k ( L / L) 2 s 2 vgr ⎝ o a
⎞ φ3 ⎟ ⎟1−φ2 ⎠
(II.16)
Carman melaporkan bahwa nilai ko(La/L)2 dapat diperkirakan sebesar 5 untuk kebanyakan material berpori sehingga persamaan Kozeny-Carman secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: ⎛ 1 k =⎜ 2 ⎜ 5s ⎝ vgr
⎞ φ3 ⎟ ⎟1−φ2 ⎠
(II.17)
Kozeny dan Carman menghubungkan permeabilitas dengan porositas dan surface area dari butir yang terekspose terhadap aliran fluida. Mereka mengajukan hubungan yang cukup sederhana yang menyatakan permeabilitas sebanding dengan sebuah kubus porositas dan berbanding terbalik dengan segiempat dari surface area pori per unit volume batuan. Permadi12, dalam penelitiannya menyatakan bahwa distribusi ukuran pori dalam sebuah media berpori akan sangat mempengaruhi hasil dari persamaan KozenyCarman yang memang lebih tepat untuk digunakan pada batuan yang mempunyai ukuran pori relatif seragam, sehingga diperlukan persamaan empirik tertentu ataupun modifikasi dari persamaan sebelumnya yang dapat mewakili karakteristik batuan yang ada. Disamping itu, Mavko and Nur13, menyatakan bahwa persamaan Kozeny-Carman harus dimodifikasi untuk besaran porositas di bawah percolation threshold. Nelson14 mempublikasikan sebuah paper pada tahun 1994, dengan diskusi yang menyeluruh mengenai metode yang ada pada saat itu. Nelson menunjukan bahwa hubungan yang paling baik yaitu melakukan plot log-log antara porositas dengan permeabilitas.
9
Hubungan yang dikemukakan oleh Kozeny-Carman, juga menunjukan aturan tersebut untuk tujuan praktis, karena hasil plotnya membentuk sebuah garis yang hampir lurus seperti yang ditunjukan pada Gambar II.1 di bawah.
Gambar II.1- Model Kozeny - Carman, hasil plotnya menunjukan garis yang hampir linear pada skala log-log.
II.2 Model Permeabilitas Wyllie – Rose
Spesific surface area merupakan parameter yang sulit untuk diukur secara langsung dengan menggunakan metode konvensional dan biasanya diukur secara langsung dari analisis core. Shang15 mengunakan persamaan Wyllie dan Rose yang merupakan sebuah modifikasi terhadap persamaan Kozeny dan mensubstitusikan irreducible water saturation untuk mengganti specific surface area. Mereka menduga bahwa grain surface area kurang lebih berasosiasi dengan irreducible water saturation, Swirr. Persamaan yang diajukan oleh Wyllie dan Rose dapat dituliskan sebagai berikut: k
1
2
=B
φ3 S wirr − B'
(II.18)
dimana B adalah koefisien yang berhubungan dengan tipe hidrokarbon dan gravity; B’ merupakan factor koreksi untuk penyesuaian data (fitting). Persamaan Wyllie dan Rose yang lebih general dapat dituliskan sebagai berikut: k=
Pφ Q R S wirr
(II.19)
10
dimana P, Q dan R merupakan tuning parameters untuk dikalibrasikan kesesuaiannya dengan pengukuran core. Timur4 mengemukakan suatu persamaan yang merupakan modifikasi dari persamaan Wyllie dan Rose, dimana persamaan Timur ini digunakan untuk batupasir. Timur membangun sebuah persamaan hasil dari pengukuran terhadap 155 sampel batupasir dari beberapa lapangan yang berbeda, menghasilkan suatu persamaan yang menghubungkan permeabilitas dengan porositas dan irreducible water saturation, sebagai berikut: ⎛ 100φ 2.25 ⎞ ⎟⎟ k = ⎜⎜ ⎝ S wirr ⎠
2
(II.20)
Pada penggunaannya, persamaan yang dikemukakan oleh Timur tersebut dapat memberikan hubungan yang kurang baik8, sehingga nilai 100 dan 2.25 dapat disesuaikan sehingga diperoleh suatu hubungan yang lebih baik. Hal ini menunjukan bahwa persamaan yang dikemukakan oleh Timur pada dasarnya merupakan aplikasi dari persamaan Wyllie-Rose dengan nilai P, Q dan R secara berturut-turut adalah 100, 2.25 dan 1, sehingga persamaan ini dapat diaplikasikan pada batuan karbonat dengan merubah nilai tuning parameter yang diberikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Timur untuk batupasir.
II.3 Model Permeabilitas HFU
Konsep hydraulic flow unit5,6 atau dikatakan hydraulic unit saja (HU), didefinisikan sebagai volume yang mewakili volume total batuan reservoir yang termasuk sifat-sifat geologi, dimana sifat ini mengkontrol aliran fluida yang secara internal bersifat dan dapat diperkirakan berbeda dengan sifat fisik batuan lainnya. Jadi, flow unit adalah suatu zona di dalam reservoir yang continu secala vertical dan lateral dan mempunyai karakteristik aliran dan perlapisan yang serupa. Hydraulic unit berhubungan dengan penyebaran fasies geologi akan tetapi tidak selalu bertepatan dengan batas fasies5,6.
11
Parameter utama yang mempengaruhi aliran fluida adalah atribut geometri porethroat. Pada gilirannya, geometri pori dipengaruhi oleh mineraloginya (seperti; tipe, lokasi dan kelimpahannya) serta tekstur dari batuannya (seperti; ukuran butir, bentuk butir, sorting dan packing)16. Bagaimanapun, sebuah hydraulic unit dapat terdiri dari beberapa tipe fasies batuan
tertentu,
tergantung
pada
tekstur
pengendapan
dan
kandungan
mineraloginya. Pengelompokan batuan berdasar pada prinsip geologi dalam atribut aliran merupakan dasar dari klasifikasi hydraulic unit. Berawal dari teori serta persamaan yang dikemukakan oleh Kozeny-Carman, yang merupakan persamaan yang menyatakan hubungan yang penting karena persamaan ini (persamaan II.5) menunjukan bahwa faktor yang yang menghubungkan porositas dengan permeabilitas adalah karakteristik porinya, dalam hal ini radius pori, yang merupakan ciri khas batuan sedimen. Kozeny, selanjutnya Kozeny-Carman menambahkan faktor tortuositas pada persamaan II.10 sehingga persamaan tersebut menjadi: ⎛ 1 k =⎜ ⎜ F τ 2s2 ⎝ s vgr
⎞ φ3 ⎟ ⎟1−φ2 ⎠
(II.21)
Bentuk Fsτ2svgr merupakan fungsi dari karakteristik geologi pada media berpori dan bervariasi mengikuti perubahan geometri pori, hal inilah yang menjadi dasar pemikiran dan bagian utama dalam klasifikasi hydraulic unit karena shape factor, surface grain area dan tortuosity merupakan parameter yang sangat sulit untuk ditentukan. Jika persamaan II.21 dinyatakan dalam satuan lapangan maka persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 0.0314
⎛ 1 =⎜ φe ⎜⎝ Fs τ .svgr k
12
⎞ φ ⎟ e ⎟ 1 − φe ⎠
(II.22)
dimana 0.0314 merupakan faktor konversi dari µm2 ke mD, kemudian flow zone indicator (FZI) dinyatakan sebagai: ⎛ 1 Fzi = ⎜ ⎜ F τ .s ⎝ s vgr
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(II.23)
dan reservoir quality index (RQI) dinyatakan sebagai berikut: I rq = 0.0314
k
(II.24)
φe
serta Phi Z dinyatakan sebagai berikut:
φz =
φe 1 − φe
(II.25)
sehingga persamaan II.22 menjadi:
I rq = φ z Fzi
(II.26)
Pemikiran dasar dari klasifikasi hydraulic unit adalah untuk mengidentifikasikan kelompok data yang membentuk suatu garis miring yang lurus pada log-log plot antara Irq vs φ z sebagaimana yang ditunjukan oleh Gambar II.2 di bawah, menurut Abbaszadeh5, Gyllensten17, pembagian HFU dapat juga dilakukan dengan pendekatan geostatistik baik itu histogram maupun variogram. Nilai permeabilitas untuk setiap titik sample dihitung dari setiap hydraulic unit yang berhubungan menggunakan nilai FZI dan besaran porositas pada titik sample tersebut dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
k = 1014(Fzi )
2
13
φe3 (1 − φ )2
(II.27)
1
RQI
Histogram
0.1 0.1
1
FZI
Phi Z
Gambar II.2 Skema identifikasi Flow Zone
II.4 Carbonate Reservoir
Reservoir karbonat merupakan reservoir yang dikarakterisasi oleh penyebaran porositas dan permeabilitas yang sangat heterogen. Keheterogenitasan ini disebabkan oleh luasnya lingkungan dimana batuan karbonat diendapkan dan kemudian alterasi diagenetik yang terjadi pada original rock fabric setelah pengendapan. Batuan karbonat terbentuk di pantai, pada zona transisi dengan kedalaman ideal 20 hingga 50 m, temperatur air berkisar 25 hingga 29 oC (photic area), serta kadar salinitas air 25 hingga 35%. Sumber utama pembentuk batuan karbonat merupakan mahluk hidup berupa foraminifera dan alga. Unsur kimia pembentuk utama batuan karbonat adalah CaCO3. Batuan karbonat biasa dikenal juga sebagai terumbu karang / reef (recent) atau batu kapur bila terekspose di permukaan. Gambar II.3 menunjukan lingkungan ideal tempat berkembangnya carbonat.
14
Gambar II.3 Lingkungan Ideal Perkembangan Modern Carbonat Sistem pori bervariasi mulai dari yang kecil dan tipis, vuggy (gerowong) pada reservoir dengan fasies yang kaya akan skeletal serta mempunyai bentuk butir yang kasar, biasanya karakter pori ini terjadi pada reef margin ataupun platform
margin, seringkali reservoir ini tidak kontinyu pada bagian reef interior, platform interior dan nearshore facies. Sistem pori pada batuan karbonat dikontrol oleh kondisi di bagian mana batuan tersebut dibentuk sebagaimana yang ditunjukan oleh Gambar II.4 dan II.5 di bawah ini.
Gambar II.4 Jenis porositas yang berasosiasi dengan jenis fasies
15
Gambar II.5 Lingkungan pengendapan fasies-fasies carbonat Pembagian dari rongga batuan reservoir telah ditentukan, dimana pembagian kelas porositas telah dibagai kedalam dua kelas13 sebagai berikut: (1) Porositas primer, didefinisikan sebagai porositas intergranular dan dikontrol oleh proses pengendapan dan litifikasi. Biasanya, jenis porositas ini mempunyai konektivitas yang tinggi dan dapat dikorelasikan dengan permeabilitas ketika ketergantungannya terhadap distribusi geometri, ukuran serta distribusi spatial dari butiran. Tipe yang khas dari jenis porositas ini adalah pasir, batupasir dan limestone dengan fasies oolitic, seperti yang ditunjukan pada Gambar II.6. Porositas primer dibagi lagi menjadi dua jenis porositas berdasarkan waktu pengendapannya, sebagai berikut: A. Pre-depositional -
Pori-pori yang tidak dapat dipisahkan dalam komponen karbonat; seperti pori yang terdapat dalam butiran kerangka foraminifera (intraskeletal).
-
Intragranlar, di dalam butiran.
16
Gambar II.6 Tipe porositas primer pada batuan karbonat B. Depositional -
Pori-pori yang terbentuk selama proses sedimentasi
-
Ruang pori yang terbentuk diantara kerangka cangkang (skeletal
framework) yang tidak terisi oleh matrik -
Ruang pori yang terbentuk diantara butiran (grain) yang tidak terisi oleh matrik
-
Ruang pori yang terbentuk akibat terlindungi oleh dinding cangkang.
Perkiraan persentase besaran porositas untuk setiap jenis tekstur batuan karbonat ditunjukan oleh Gambar II.7. (2) Porositas sekunder, didefinisikan sebagai porositas yang terbentuk setelah terjadinya sedimentasi, umumnya berhubungan dengan proses diangenesa dan dikontrol oleh perekahan (fracturing), jointing dan/atau pelarutan saat terjadinya sirkulasi fresh water meskipun hal ini dapat juga dimodifikasi oleh pengisian akibat dari proses presipitasi. Jenis porositas ini mempunyai konektivitas yang rendah bahkan tidak terkoneksi dan biasanya tidak dapat dihubungkan dengan permeabilitas. Solution channels
17
atau ruang vugular yang terbentuk selama weathering atau proses penimbunan pada cekungan sediment merupakan proses bawaan pada batuan karbonat seperti limestone dan dolomite. Joint atau fissure yang biasanya terdapat pada massive, formasi tebal yang terdiri dari shale, siltstone, limestone atau dolomite pada umumnya berarah vertical, dan disebabkan oleh kegagalan tensional (tensional failure) saat deformasi (mechanical deformation) permeabilitas yang berasosiasi dengan tipe system pori ini biasanya bersifat anisotropik. Luciax menunjukan klasifikasi batuan karbonat berdasarkan rock fabric dan sifat fisiknya sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar II.8.
Gambar II.7 Porositas primer saat pengendapan sediment modern carbonate
Gambar II.8 Klasisfikasi geologi dan petrofisik untuk ruang pori interpartikel batuan karbonat (Lucia, 1995)
18
Disamping pembagian jenis porositas di atas, ada pula pembagian yang didasarkan pada iklim yang terjadi pada lingkungan pengendapannya, sebagai berikut: •
Porositas primer khususnya didapati pada iklim kering (arid) dimana
oolitic grainstones (intergranular) dan dolomite (intercrystalline) dapat berkembang dengan baik pada lingkungan yang tidak terekspose ke permukaan. •
Porositas sekunder, seperti porositas vuggy, channeling, moldic, berkembang dengan baik pada iklim yang basah (humid), khususnya pada
build-ups (reef / banks) dengan bagian yang terekspose ke permukaan. Dunham
mengemukakan
pula
klasifikasi
batuan
karbonat
berdasarkan
karaketristik teksturnya seperti pada Gambar II.9 di bawah ini. DUNHAM’S CARBONATE
Gambar II.9 Dunham’s Carbonate clasification
II.5 Fungsi Matematika, Statistik Dan Geology Dalam Karakteristik Aliran
Perkiraan keteknikan dilakukan berdasarkan hubungan dan persamaan matematika dalam memahami dan menyelesaikan permasalahannya, lebih jauhnya lagi, 19
ekspresi matematika ini berhubungan dengan teori aliran fluida, fisik batuan dan geologinya. Semakin baik kemampuan untuk mendeskripsikan fenomena aliran yang sebenarnya maka semakin baik pula kemampuannya untuk memperkirakan permeabilitas. Prediksi tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara, diantaranya menggunakan persamaan matematik atau menggunakan statistic. Didalam konsep geologi, permeabilitas tergantung pada parameter-parameter tekstur seperti rock fabric, sorting, roundness, dan ukuran butiran. Kemudian, orientasi butiran akan menyebabkan efek yang menarik terhadap permeabilitas. Parameter-parameter yang bersifat tekstur lebih berasosiasi dengan karakteristik butiran, karakteristik butiran akan lebih berhubungan dengan fasies sediment. Efek dari pengendapan pada batuan cenderung dapat diprediksi. Kejadiankejadian setelah pengendapan (post-depositional), seperti kompaksi, secara umum berhubungan dengan perubahan rongga pori. Perubahan diagenesa pada batuan cenderung menyebabkan sifat fisik batuan tersebut akan sulit untuk diperkirakan. Permeabilitas secara langsung berhubungan dengan rongga pori yang mengalirkan fluida, dan secara tidak langsung berhubungan dengan butiran yang menghalangi aliran, mungkin hal inilah yang kadangkala menyebabkan permeabilitas terlihat sulit untuk diprediksikan.
20