BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Beton Bertulang Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Dipohusodo, 1999:1). Beton merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis lainnya (Mulyono, 2004 : 135) Disisi lain, penggunaan material beton sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap total biaya proyek. Berdasarkan penelitian signifikan terhadap total biaya proyek. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (1985), lebih dari separuh total biaya proyek diserap oleh material yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Ritz (1994) yang mengatakan bahwa material memiliki kontribusi sebesar 40-60% dalam biaya proyek. Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan: beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. (Wang, 1993:1) Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan dengan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03- 2847-2002 ps. 3.13). Struktur bangunan gedung beton bertulang umumnya memiliki beberapa komponen seperti pelat, balok, kolom, dan pondasi. Pelat lantai beton dibagi 2 menurut arah penulangannya, yaitu pelat satu arah (one way slab) dan pelat dua arah
6 Universitas Sumatera Utara
(two way slab). Pelat dua arah (two way slab) merupakan bentuk konstruksi yang unik untuk beton bertulang, diantara kebanyakan material struktur lain. Pelat dua arah merupakan sistem struktur yang banyak digunakan, ekonomis dan efisien. Dalam praktiknya, pelat dua arah (two way slab) dibagi atas beberapa sistem struktur pelat, antara lain :
(a).Pelat Konvensional
(b). Flat Slab
Gambar 2.1. Jenis-Jenis Sistem Struktur Pelat Dua Arah (Two Way Slab) Sumber : Reinforced Concrete, James G.MacGregor (1997)
2.1.1. Pelat Konvensional Pelat konvensional merupakan pelat yang paling sering dipakai untuk bangunan gedung, didukung oleh balok dan kolom. SNI 03-2847-2002 dan ACI 318-08 memasukkan penggunaan pelat konvensional pada bangunan gedung sebagai single system pada Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) dapat digunakan pada wilayah gempa ringan, sedang hingga kuat. Pelat ini memiliki desain yang sederhana, efisien untuk bentuk yang teratur dan bentang-bentang yang tidak mengulang, penggunaan besi tulangan lebih boros, kecepatan konstruksi lebih lambat karena tahapan pelaksanaan yang panjang yaitu : bekisting, penulangan, pengecoran, bongkar bekisting, pemeliharaan beton, serta pelaksanaannya saling menunggu, waktu pelaksanaan lebih lama, karena memakan waktu 28 hari untuk mencapai tingkat kering, pemasangan tulangan harus bersamaan dengan balok dan kolom agar terikat satu sama lain, koordinasi pelaksanaan begitu kompleks, dan lain-lain.
7 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Flat Slab Flat slab merupakan pelat dua arah yang biasanya ditambahkan column capital , drop panel atau keduanya. Pelat ini digunakan pada beban berat lebih dari 5 kPa dan untuk bentang 6 sampai 9 m. Flat slab dengan balok semu merupakan flat slab dengan penambahan balok semu yang menghubungkan antar kolom. Balok semu yang dimaksud adalah bagian dari pelat yang memiliki tulangan lebih banyak dibandingkan bagian pelat lainnya, namun ketebalannya sama dengan bagian pelat lain. Penambahan balok semu bertujuan untuk mengurangi kebutuhan tulangan. Flat slab memiliki kelemahan terutama jika dibangun di daerah gempa. Perilaku dan metoda desain flat slab terhadap beban gravitasi telah dikenal dengan baik, tetapi terhadap beban lateral beberapa masalah belum dapat dirumuskan dengan pasti (Dovich and Wight, 2005). SNI 03-2847-2002 dan ACI 318-08 memasukkan flat slab ke dalam Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah (Intermediate Moment Frame) dengan konsekuensi flat slab sebagai single system hanya dapat digunakan pada wilayah gempa ringan atau sedang.
a. Flat Slab dengan Pelat Tiang (Drop Panel) Drop Panel adalah daerah di sekitar kolom yang dipertebal dengan pelat tiang. Flat Slab dengan drop panel merupakan flat plate ditambah dengan penebalan pelat pada daerah kolom dengan jarak 1/6 sampai 1/4 dari panjang bentang untuk setiap arahnya. Ini berfungsi untuk mengurangi tegangan geser di sekeliling kolom.(punching shear).
Gambar 2.2. Flat Slab dengan Drop Panel
8 Universitas Sumatera Utara
Ukuran drop panel : 1 ππ 1 β€ β€ 6 ππ 4 Lebar ukuran drop panel : ππ = 2ππ + Uk. Kolom Gambar 2.3. Ukuran dengan Drop Panel b. Flat Slab dengan Kepala Tiang (Capital Column) Capital Column adalah ujung kolom beton yang diperbesar, sehingga membentuk satu kesatuan dengan kolom dan pelat lantai. Column Capital ini berfungsi mengurangi tegangan-tegangan lentur dan geser di dalam pelat.
Gambar 2.4. Flat Slab dengan Capital Column
Ukuran Column Capital 0,15ππ β€ π β€ 0,25ππ ππ =
π+π 2
Dimana : l = ukuran terpanjang untuk panel b = ukuran terpendek panel
Gambar 2.5. Ukuran Column Capital
9 Universitas Sumatera Utara
c. Flat Slab dengan Pelat Tiang (Drop Panel) dan Kepala Tiang (Capital Column)
Gambar 2.6. Flat Slab dengan Drop Panel dan Column Capital
Tabel 2.1. Perbedaan Pelat Konvensional Dan Flat Slab Kriteria
Pelat Konvensional
Komponen Bangunan (single system)
Pelat Datar (flat plate), Balok, dan Kolom
Flat Slab Flat Plate/Flat Slab (Pelat Datar), Drop Panel dan atau Capital Column, Kolom
Di-support oleh balok dan kolom sebelum beban diteruskan ke pondasi Beban yang semakin meningkat, yang diperlukan dengan memperbesar pelat, balok dan kolom Lebih efisien untuk menahan gaya lateral Single System (SRPMB/M/K)
Tidak efisien dalam menahan gaya lateral Single System (SRPMB/M)
Kurang diminati
Lebih diminati
Fungsi terhadap Lokasi Bangunan
Kurang cocok untuk lokasi bangunan yang memiliki persyaratan tinggi lantai
Cocok untuk lokasi bangunan dengan persyaratan tinggi lantai
Ruang Bebas
Sulit menempatkan mekanikal/elektrikal
Pengurangan Tinggi Bangunan
Tetap
Transfer Beban Vertikal Beban Maksimum Bentang yang Disyaratkan Gaya Lateral Sistem Struktur Penahan Gaya Lateral Keuntungan Lokasi Gempa Rendah
Di-support oleh drop panel dan kolom sebelum beban diteruskan ke pondasi 5 kPa 6β9m
Mudah dalam pemasangan mekanikal/elektrikal karena tidak ada balok Menyimpan satu lantai untuk setiap enam lantai untuk penghapusan balok Dilanjutkan 10 Universitas Sumatera Utara
Lebih sedikit Lebih sulit dengan adanya pemasangan tulangan lentur dan geser pada balok
Lanjutan Flat Slab Langit β langit lebih rata, lebih disukai secara arsitektural Ada kemungkinan dalam menggeser kolom sesuai pengaturan ruang Jendela β jendela dapat dipasang langsung di bawah pelat Lebih banyak Dikarenakan tidak memiliki balok, flat slab harus memiliki keahlian dalam hal memasang joint ke kolom
Kemudahan Pembangunan Bekisting
Kurang
Lebih banyak
Kemudahan dalam Pengecoran
Sulit dengan adanya pemadatan kolom terlebih dahulu
Flat slab dapat langsung dipadatkan
Lebih rendah
Lebih mahal dibandingkan pelat konvensional
Memiliki lendutan yang lebih kecil
Memiliki lendutan yang sedikit lebih besar
Momen dan lendutan tepi sama dengan nol
Momen dan lendutan tepi sangat besar
Keruntuhan lebih lama dibandingkan dengan flat slab
Keruntuhan lebih cepat karena lendutan yang besar dengan dasar pembebanan yang sama
Kriteria Bentuk Langit β Langit
Kelebihan Secara Arsitektural Lainnya
Jumlah Besi Tulangan Kemudahan dalam Pemasangan Tulangan
Biaya Konstruksi berdasrkan volume pekerjaan bekisting, pembesian, dan beton (Denny E.,dkk, 2012) Lendutan pada Kondisi Pembebanan yang Sama (Jaka P.Kaban,2010) Momen dan Lendutan yang Terjadi (Jaka P.Kaban,2010) Akibat Penambahan Beban Berangsur Terhadap Keruntuhan (Jaka P.Kaban,2010)
Pelat Konvensional Adanya pengaruh dari balok, tidak terlalu disukai secara arsitektural Sangat sulit untuk dilakukan Biasanya jendela dipasang dibawah balok
11 Universitas Sumatera Utara
2.2. Momen Pada Pelat yang Ditumpu Kolom Pada flat plate atau flat slab, dimana pelat ditumpu langsung diatas kolom tanpa adanya balok. Disini pambagian kekakuan pelat terbagi dari kolom ke kolom sepanjang keempat sisi panel. Hasilnya. Momen pada pelat lebih besar di daerah ini. Gambar 2.7a mengilustrasikan momen pada panel interior dari pelat yang sangat lebar dimana semua panel terbebani merata dengan beban yang sama. Pelat ditumpu diatas kolom bulat dengan diameter c = 0.1l . Momen negatif dan positif yang paling besar terjadi dijalur bentang antara kolomke kolom. Pada Gambar 2.7b dan c. Lekukan dan diagram momen ditunjukkan untuk jalur sepanjang garis A-A dan B-B. Kedua jalur mempunyai momen negatif berbatasan dengan kolom dan momen positif pada bentang tengah. Pada Gambar 2.7d, diagram momen dari Gambar 2.7a diplot ulang untuk menunjukkan momen rata-rata jalur kolom dengan lebar l2 /2 dan jalur tengah antara dua jalur kolom. Prosedur perencanaan pada Peraturan ACI memperhitungkan momen ratarata jalur tengah dan kolom. Perbandingan Gambar 2.7a dan d bahwa perubahan momen dengan seketika di sekitar kolom, momen elastis teoritis pada kolom mungkin lebih besar dari pada nilai rata-rata.
(a) Momen dari Analisis Statis Jalur
(d) Momen Elastik Rata-Rata Lebih
12 Universitas Sumatera Utara
(b) Kurva dan Momen Rata-Rata di
(c) Kurva dan Momen Rata-Rata di
Jalur Kolom A-A
Jalur Tengah B-B
Gambar 2.7. Momen pada Pelat yang Ditumpu Kolom, l2/l1 = 1.0, c/l = 0.1 Momen total yang dihitung disini adalah π€ππ2 0,122π₯0,5π2 + 0,041π₯0,5π2 + 0,053π₯0,5π2 + 0,034π₯0,5π2
= 0,125π€π2 ππ2
2.3. Tata Cara Perencanaan Bangunan Gedung Tahan Gempa Menurut Daniel L. Schodek (1999), gempa bumi dapat terjadi karena fenomena getaran dengan kejutan pada kerak bumi. Faktor utama adalah benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Gempa bumi ini menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini mempunyai suatu energi yang dapat menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya bergetar. Getaran ini nantinya akan menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena struktur cenderung mempunyai gaya untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Menurut Mac Cormac (1995), hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan bangunan yang memadai untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya terutama lantai atas. Semakin tinggi bangunan, defleksi lateral yang terjadi juga semakin besar pada lantai atas. Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut : a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil. b. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural. 13 Universitas Sumatera Utara
c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan structural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh. Daniel L. Schodek (1999) menyatakan bahwa pada struktur stabil apabila dikenakan beban, struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang lebih kecil dibandingkan struktur yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pada struktur yang stabil memiliki kekuatan dan kestabilan dalam menahan beban. Dalam peraturan perencanaan tahan gempa di Indonesia ada beberapa metode analisis yang dilakukan pada perhitungan perencanaan tahan gempa di Indonesia, antara lain analisis gempa ringan, analisis beban dorong statik (static pushover analysis), analisis gempa statik ekuivalen, analisis perambatan gelombang, analisis respon spektrum, dan analisis respon dinamik riwayat waktu. Menurut SNI 03-1726-2012, analisis ragam respons spektrum dilakukan untuk mendapatkan ragam getar alami struktur. Analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit
90% dari massa aktual dalam masing-masing arah horisontal
ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model.
2.4. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Menurut SNI 03-1726-2012, Sistem Rangka Pemikul Momen (MomentResisting Frame) merupakan sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur. Sistem Rangka Pemikul Momen merupakan sistem struktur dasar. Dalam struktur beton bertulang, rangka pemikul momen termasuk dalam rangka cast-in-place dan precast. Bentuk umumnya adalah rangka balok-kolom dan rangka flat slab dan kolom.
14 Universitas Sumatera Utara
Elevation
Plan
Momen Resisting Frame
Gambar 2.8. Moment Resisting Frame Sumber : nzaid code (New Zealandβs International Aid & Development Agency)
Sistem Rangka Pemikul Momen sendiri, dibagi menjadi tiga tingkatan: 1. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Sistem struktur rangka ini dirancang untuk mempertahankan perilaku inelastik terkait dengan sendi plastis, yang ujung-ujung balok dan kolom menjadi lokasi momen seismik maksimum dengan siklus beban berulang sebelum terjadi keruntuhan. Rangka yang dirancang dan didetail untuk perilaku daktail ini disebut "Special Moment Resisting Frameβ. detailing khusus untuk balok, kolom, dan joint balok-kolom.
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Sistem struktur rangka ini, sendi platis harus terbentuk, tapi bangunan sudah runtuh sebelum semua balok mengalami sendi plastis. Detailing tidak seketat SRPMK. Sistem ini disebut juga Intermediate Moment Resisting Frame.
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) Sistem strukur rangka ini tidak ada detailing khusus. Dasar kekuatan cadangan ini adalah faktor beban dalam desain kekuatan atau faktor-faktor keselamatan dalam desain tegangan kerja. Rangka tersebut disebut "Ordinary Resisting Moment Frame". Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa, kegagalan biasanya terjadi karena mekanisme keruntuhan mendadak, seperti kegagalan geser pada komponen beton. 15 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Bentuk Sendi Plastis Sumber : Seismic Evaluation Handbook, FEMA 310
2.5. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah Beton Sistem rangka pemikul momen beton biasanya lebih fleksibel daripada dinding geser. Fleksibilitas terhadap interstory besar dapat menyebabkan kerusakan struktural dan nonstruktural akibat efek P-β. Jika kolom beton memiliki kapasitas geser yang kurang dari geser yang terkait dengan kapasitas lentur kolom, kolom gagal getas terhadap geser dapat terjadi dan mengakibatkan kehancuran. Kondisi ini sering terjadi pada bangunan di zona kegempaan moderat dan di gedung-gedung tua di daerah kegempaan tinggi. Sistem rangka beton pracetak dan rangka flat slab biasanya tidak memenuhi persyaratan detailing untuk perilaku daktail. Oleh karena itu, flat slab dikategorikan sistem rangka pemikul momen menengah.
2.6. Sistem Rangka Pemikul Momen dengan Flat Slab Sistem rangka penahan gaya lateral ini terdiri dari kolom dan flat slab/pelat tanpa balok. Sistem slab-kolom tidak dirancang untuk berpartisipasi dalam sistem penahan gaya lateral mungkin masih mengalami gaya seismik akibat pemindahan yang terkait dengan keseluruhan penyimpangan bangunan. Perhatian dalam sistem struktur ini adalah transfer kekuatan geser dan lentur antara slab dan kolom, yang dapat mengakibatkan kegagalan geser pons dan parsial runtuh. Sistem struktur penahan gaya lateral yang fleksibel akan meningkat dengan retak slab. Kontinuitas beberapa perkuatan bawah melalui kolom sendi akan membantu dalam mengurangi transfer geser dan memberikan perlawanan runtuh akibat kegagalan geser. Tulangan dapat dianggap menerus jika memiliki sambungan tumpuk yang tepat, skrup mekanik, atau dikembangkan di luar dukungan.
16 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Continous Bottom Steel Sumber : Seismic Evaluation Handbook, FEMA 310
2.7. Ketentuan Perencanaan Pembebanan Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut : 1). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-28472002); 2). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung dan Non-gedung (SNI 03-1726-2012); 3). Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI1.3.53.1987).
17 Universitas Sumatera Utara
2.8. Pembebanan Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus direncanakan kekuatanya terhadap beban-beban berikut :
2.8.1. Beban Mati (Dead Load) Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan tersebut dan Superimposed Dead Load (SiDL) yaitu beban mati tambahan yang diletakkan pada struktur dapat berupa keramik/tegel, peralatan mekanikal elektrikal, plafond, dan lain sebagainya. Tabel 2.2. Berat Sendiri Bahan Bangunan (Anonim 2,β¦.) No. Material 1. Baja 2. Batu alam Batu belah, batu bulat, 3. batu gunung 4. Batu karang 5. Batu pecah 6. Besi tuang 7. Beton 8. Beton bertulang 9. Kayu 10.
Kerikil, koral
11.
Pasangan bata merah Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung Pasangan batu cetak Pasangan batu karang Pasir Pasir Pasir kerikil, koral Tanah, lempung dan lanau Tanah, lempung dan lanau Timah hitam / timbel)
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Berat 7850 kg/m3 2600 kg/m3
Keterangan
1500 kg/m3 berat tumpuk kg/m3 berat tumpuk kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kelas I kering udara sampai 1650 kg/m3 lembab, tanpa diayak 1700 kg/m3 700 1450 7250 2200 2400 1000
2200 kg/m3 2200 1450 1600 1800 1850 1700 2000 11400
kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3
kering udara sampai lembab jenuh air kering udara sampai lembab kering udara sampai lembab basah
18 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Berat Sendiri Komponen Gedung (Anonim 2,β¦.) No. Material 1. Adukan, per cm tebal : - dari semen - dari kapur, semen merah/tras 2. Aspal, per cm tebal : 3. Dinding pasangan bata merah : - satu batu - setengah batu 4. Dinding pasangan batako : - berlubang : tebal dinding 20 cm (HB 20) tebal dinding 10 cm (HB 10) - tanpa lubang : tebal dinding 15 cm tebal dinding 10 cm Langit-langit & dinding, terdiri 5. : - semen asbes (eternit), tebal maks. 4 mm - kaca, tebal 3-5 mm
Berat
Keterangan
21 kg/m2 17 kg/m2 14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2 200 kg/m2 120 kg/m2 300 kg/m2 200 kg/m2 termasuk rusuk-rusuk, tanpa pengantung atau pengaku 11 kg/m2 10 kg/m2 tanpa langit-langit, bentang maks. 5 m, beban hidup maks. 200 kg/m2 bentang maks. 5 m, jarak s.k.s. min. 0.80 m dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap
6.
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu
7.
Penggantung langit-langit (kayu)
8.
Penutup atap genteng
50 kg/m2
9.
Penutup atap sirap
40 kg/m2
10.
Penutup atap seng gelombang (BJLS-25)
10 kg/m2 tanpa usuk
11.
Penutup lantai ubin, /cm tebal
24 kg/m2
12.
Semen asbes gelombang (5 mm)
11 kg/m2
40 kg/m
2
7 kg/m2
ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan
2.8.2. Beban Hidup (Live Load) Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, serta peralatan yang tidak
19 Universitas Sumatera Utara
terpisahkan dari bagian gedung selama masa layan gedung tersebut sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap. Tabel 2.4. Beban Hidup pada Lantai Gedung (Anonim 2,β¦.) No. 1.
2.
3.
4. 5.
Material Lantai dan tangga rumah tinggal - Lantai & tangga rumah tinggal sederhana - Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel - Sekolah, ruang kuliah - Kantor - Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit Ruang olahraga Ruang dansa
Berat 200
kg/m2 kecuali yang disebut no.2
125
kg/m2
250
kg/m2
400 500
kg/m2 kg/m2
6.
Lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan
400
7.
Panggung penonton
500
8. 9. 10. 11.
12. 13.
Tangga, bordes tangga dan gang Tangga, bordes tangga dan gang Ruang pelengkap - Pabrik, bengkel, gudang - Perpustakaan,r.arsip,toko buku - Ruang alat dan mesin Gedung parkir bertingkat : - Lantai bawah - Lantai tingkat lainnya Balkon menjorok bebas keluar
Keterangan
masjid, gereja, ruang kg/m2 pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap 2 tempat duduk tidak tetap / kg/m penonton yang berdiri
300
kg/m2 no.3
500
kg/m2 no. 4, 5, 6, 7
250
kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7
400
kg/m2 minimum
800 400 300
kg/m2 kg/m2 kg/m2 minimum
20 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Beban Hidup pada Atap Gedung (Anonim 2,β¦.) No. 1.
Material Atap / bagiannya dapat dicapai orang, termasuk kanopi Atap / bagiannya tidak dapat dicapai orang (diambil min.) :
2. - beban hujan
3.
- beban terpusat Balok/gording tepi kantilever
Berat 100
Keterangan
kg/m2 atap dak
(400,8.Ξ±)
kg/m
100
kg
200
kg
2
Ξ± = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila Ξ± > 50o
2.8.3. Beban Gempa (Earthquake Load) Beban gempa adalah beban yang ditimbulkan akibat percepatan getaran tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa, perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar.
2.9. Perencanaan Pelat Pelat dua arah (two way slab) dapat dianalisis dengan Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method) yang diberikan SNI 03-2847-2002.
Gambar 2.11. Bagian Pelat yang Diperhitungkan Sumber : SNI 03-2847-2002
2.9.1. Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method) Sistem pelat menggunakan metode perencanaan langsung harus memenuhi batasan sebagai berikut : 1). Minimum harus ada 3 bentang menerus dalam masing-masing arah;
21 Universitas Sumatera Utara
2). Panel pelat harus membentuk persegi dengan perbandingan antara bentang panjang terhadap bentang pendek diukur antara sumbu-ke-sumbu tumpuan, tidak lebih dari 2; 3). Panjang bentang bersebelahan, diukur antara sumbu-ke-sumbu tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda lebih dari sepertiga bentang terpanjang; 4). Posisi kolom boleh menyimpang maksimum sejauh 10% panjang bentang (dalam arah penyimpangan) dari garis-garis yang menghubungkan sumbusumbu kolom yang berdekatan; 5). Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tidak boleh melebihi 2 kali beban mati; 6). Untuk suatu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua jenisnya, kekakuan relatif balok dalam dua arah yang tegak lurus, 2,0 β€
πΌ1 π22 β€ 5,0 πΌ2 π12
2.9.2. Pelat dengan Balok Interior Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1). Untuk Ξ±m yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan 11.5(3(2)) 2). Untuk Ξ±m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus memenuhi ππ¦ 1500 π= 36 + 5π½(πΌπ β 0.2) ππ 0.8 +
dan tidak boleh kurang dari 120 mm 3). Untuk Ξ±m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari: ππ¦ 1500 36 + 9π½
ππ 0.8 + π=
dan tidak boleh kurang dari 90 mm
22 Universitas Sumatera Utara
4). Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai rasio kekakuan Ξ± tidak kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif ketebalan minimum yang ditentukan persaman 2.5.a atau persamaan 2.5.b harus dinaikan paling tidak 10 % pada panel dengan tepi yang tidak menerus.
2.9.3. Pelat Tanpa Balok Interior Pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari 2. Dan harus memenuhi ketentuan tabel dibawah ini: Pelat tersebut tidak boleh kurang dari : 1). Pelat tanpa penebalan β¦β¦β¦β¦β¦..120 mm 2). Pelat dengan penebalan β¦β¦β¦β¦β¦100 mm Tabel 2.6. Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior (Anonim 3,β¦.) Tanpa Penebalan Tegangan Leleh fya MPa 300 400 500 a
b c
Panel Luar Tanpa Balok Pinggir ln/33 ln/30 ln/28
Dengan Balok Pinggir c ln/36 ln/33 ln/31
b
Panel Dalam
ln/36 ln/33 ln/31
satuan dalam milimeter Dengan Penebalan b Panel Panel Luar Dalam Tanpa Dengan Balok Balok Pinggir c Pinggir c ln/36 ln/40 ln/40 ln/33 ln/36 ln/36 ln/31 ln/34 ln/34
Untuk tulangan dengan tegangan leleh di antara 300 MPa dan 400 MPa atau di antara 400 MPa dan 500 MPa, gunakan interpolasi linear. Penebalan panel didefinisikan dalam 15.3(7(1)) dan 15.3(7(2)). Pelat dengan balok di antara kolom kolomnya di sepanjang tepi luar. Nilai Ξ±untuk balok tepi tidak boleh kurangdari 0,8.
2.9.4. Syarat untuk Mendesain Drop Panel Bila digunakan penebalan setempat untuk mereduksi jumlah tulangan momen negatif di daerah kolom maka dimensi penebalan panel setempat harus sesuai dengan hal-hal sebagai berikut :
23 Universitas Sumatera Utara
1). Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah dari pusat tumpuan sejarak tidak kurang dari seperenam jarak pusat ke pusat tumpuan pada arah yang ditinjau. 2). Tebal penebalan panel setempat tidak boleh kurang dari seperempat tebal pelat diluar daerah penebalan panel setempat. 3). Pada perhitungan tulangan pelat yang diperlukan, tebal penebalan pelat panel setempat tidak boleh diambil lebih dari seperempat jarak dari tepi panel setempat ke tepi kolom atau tepi kepala kolom.
2.9.5. Distribusi Momen dalam Pelat a. Momen Total Terfaktor Momen total terfaktor akibat beban gravitasi untuk suatu bentang ditentukan dalam suatu lajur yang dibatasi oleh garis tengah panel-panel pada masing-masing sisi sumbu tumpuan. Jumlah absolut dari momen terfaktor positif dan momen terfaktor negatif rata-rata dalam masing-masing arah tidak boleh kurang daripada : π€π’ π2 ππ2 ππ = 8 Dimana : M0 = momen statis; ln
= bentang bersih atau 0,65l1;
l1
= panjang bentang dari pusat ke pusat, dari tumpuan dalam arah momen yang ditinjau;
l2
= panjang bentang transversal terhadap l1. Tabel 2.7. Distribusi Momen Total Terfaktor (Anonim 3,β¦.) (1) Tepi luar takterkekang
Momen terfaktor negatif dalam Momen terfaktor positif Momen terfaktor negatif terluar
0,75 0,63 0
(2) Pelat dengan balok di antara semua tumpuan 0,70 0,57 0,16
(3) (4) Pelat tanpa balok di antara tumpuantumpuan dalam Tanpa Dengan balok tepi balok tepi 0,70 0,70 0,52 0,50 0,26 0,30
(5) Tepi luar terkekang penuh 0,65 0,35 0,65
24 Universitas Sumatera Utara
b. Momen Terfaktor pada Lajur Kolom 1). Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor negatif dalam, dalam persen dari M0, sebagai berikut : Tabel 2.8. Persentase Momen Rencana Negatif Interior yang Ditahan oleh Lajur Kolom (Anonim 3,β¦.) π2 0,5 1,0 2,0 π1 πΌ1 π2 75 75 75 =0 π1 πΌ1 π2 90 75 45 β₯ 1,0 π1 Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara. 2). Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor negatif luar, dalam persen dari M0, sebagai berikut : Tabel 2.9. Persentase Momen Rencana Negatif Exterior yang Ditahan oleh Jalur Kolom (Anonim 3,β¦.) π2 0,5 1,0 2,0 π1 π½π‘ = 0 100 100 100 πΌ1 π2 =0 π1 75 75 75 π½π‘ β₯ 2,5 π½π‘ = 0 100 100 100 πΌ1 π2 β₯ 1,0 π1 90 75 45 π½π‘ β₯ 2,5 Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara. πΈ
πΆ
π½π‘ = 2πΈππ πΌ adalah perbandingan antara kekakuan puntir balok tepi terhadap ππ π
kekakuan lentur pelat selebar bentangan balok tepi diukur dari as-ke-as tumpuan.
3). Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfakfor positif, dalam persen dari M0, sebagai berikut:
25 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10. Persentase Momen Rencana Positif yang Harus Ditahan oleh Jalur Kolom (Anonim 3,β¦.) π2 π1
0,5
1,0
2,0
πΌ1 π2 =0 π1
60
60
60
πΌ1 π2 β₯ 1,0 π1
90
75
45
Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.
c. Kuat Geser Pelat Pada sekitar reaksi atau beban terpusat, kuat geser terfaktor, Vn harus lebih besar atau sama dengan gaya geser terfaktor maksimum, Vu , menyebabkan gaya geser terfaktor dan momen tak seimbang. Vu ditentukan pada beban penuh sepanjang bentang dan pola pembebanan yang menghasilkan tegangan yang lebih besar. Pelat pada sekitar kolom dapat didesain pada 2 arah geser dan 1 arah geser.
(1). Penampang Kritis untuk 2 Arah Penampang kritis untuk dua arah merupakan penampang yang tegak lurus pada bidang pelat dan ditempatkan sedemikian hingga perimeter penampang, b0 adalah minimum, tetapi tidak perlu lebih dekat daripada jarak
π 2
ke perimeter beban terpusat, daerah reaksi, atau lokasi perubahan
ketebalan pelat. Untuk daerah atau beban persegi, penampang kritis diasumsikan memiliki 4 sisi, tumpuan tepi (3 sisi), dan tumpuan sudut (2 sisi). Pada tumpuan sudut dan tepi dimana pelat kantilever melebihi tumpuan dari muka eksterior, penampang kritis diasumsikan diperpanjang untuk porsi kantilever pada pelat dengan jarak tidak melebihi d.
26 Universitas Sumatera Utara
(2). Kuat Geser Maksimum Berdasarkan SNI-03-2847-2002 Untuk pelat diambil nilai terkecil dari persamaan berikut : ππ = 1 +
2 π½π
ππβ² π0 π 6
Gambar 2.12. Nilai π½π untuk Daerah Pembebanan yang Bukan Persegi Sumber : SNI 03-2847-2002
Dimana : π½π = rasio dari sisi terpanjang terhadap sisi terpendek pada kolom, daerah beban terpusat atau daerah reaksi. ππ = Dengan :
πΌπ π +2 π0
ππβ² π0 π 12
πΌπ = 40 untuk kolom interior πΌπ = 30 untuk kolom tepi πΌπ = 40 untuk kolom sudut 1
ππ = 3 ππβ² π0 π Kuat geser ππ = ππ + ππ tidak boleh lebih besar dari
1 6
ππβ² π0 π ; dan
luas tulangan geser yang dibutuhkan , Av dan Vs harus dihitung berdasarkan ketentuan 13.5.Vn tidak boleh diambil lebih besar dari 1 2
ππβ² π0 π.
27 Universitas Sumatera Utara
2.9.6. Penyaluran Momen dalam Sambungan Pelat dan Kolom Dalam merencanakan pelat tanpa balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa, atau beban lateral lainnya menyebabkan terjadinya penyaluran momen tak berimbang Mu antara pelat dan kolom, maka sebagian dari momen tak berimbang harus dilimpahkan sebagai lentur πΎπ ππ’ pada keliling kolom dan sebagian menjadi tegangan geser eksentrisitas terhadap pusat penampang kritis πΎπ£ ππ’ dan sisanya. πΎπ£ ππ’ = momen tak berimbang dan sisanya πΎπ£ = 1 β πΎπ Dimana : 1
πΎπ = 1+
2 π1 3 π0
Dimana : b1 = panjang keliling geser tegak lurus terhadap sumbu lentur (c1+d) b2 = panjang keliling geser sejajar terhadap sumbu lentur (c2+d) untuk kolom luar (b2 = c2+d) Tegangan geser yang terjadi akibat penyaluran momen melalui eksentrisitas geser harus dianggap bervariasi linier terhadap pusat penampang kritis. Tegangan geser maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh melebihi β
ππ . Untuk komponen struktur yang menggunakan tulangan geser di sekitar kolom harus diperhitungkan dalam perencanaan. Bila tegangan geser yang digunakan terdiri dari penahan geser yang terbuat dari profil baja I atau kanal, maka jumlah total tegangan-tegangan geser yang bekerja pada penampang kritis tidak boleh 1
melebihi β
3 ππβ² . π£π’ πΎπ£ ππ΄π΅ + π΄π π½π π£π’ πΎπ£ ππΆπ· π£π’ = sepanjang CD = + π΄π π½π π£π’ = sepanjang AB =
Dimana : AC = luas beton sepanjang penampang kritis yang diasumsikan 28 Universitas Sumatera Utara
Kolom interior
= AC = (2a + 2b)d
Kolom sisi
= AC = (2a + b)d
JC = properti yang analog dengan momen inersia polar terhadap sumbu z-z dari luar geser yang terletak di sekeliling penampang kritis. Untuk kolom interior π3 ππ2 ππ3 π½π = π + + 6 2 6 Untuk kolom sisi 2π3 ππ3 2 π½π = π β (2π + π)(ππ΄π΅ ) + 6 6 Perhitungan momen rencana, SNI merencanakan bahwa kolom atau balok sebagai penumpu plat pada tumpuan interior harus mampu menahan momen tak berimbang sebesar :
Gambar 2.13. Luas Tributari Pembebanan untuk Perhitungan Geser pada Balok Dalam Sumber : SNI 03-2847-2002
π = 0,07 (π€πΆ + 0,5π€πΏ )π2 π1
2
β π€πβ² π2β² ππβ²
2
Dimana : π€π
= beban mati terfaktor per satuan luas.
π€πΏ
= beban hidup terfaktor per satuan luas.
π€πβ² , π2β² , , ππβ² adalah notasi untuk bentang terpendek. 29 Universitas Sumatera Utara
2.10. Perencanaan Balok Desain awal tinggi balok, h dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.11 dan lebar 1
2
balok dapat diambil 2 h β 3 h. Tabel 2.11. Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung (Anonim 3,β¦)
Komponen Struktur
Pelat masif satu arah Balok atau pelat rusuk satu arah
Tebal Minimum, h Dua Tumpuan Satu Ujung Kedua Ujung Kantilever Sederhana Menerus Menerus Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar l/20
l/24
l/28
l/10
l/16
l/18,5
l/21
l/8
CATATAN Panjang bentang dalam mm Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan beton normal (wc = 2.400 kg/m3) dan tulang BJTD 40. Untuk kondisi lain, nilai di atas harus dimodifikasikan sebagai berikut : (a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis di antara 1.500 kg/m3 sampai 2.000 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65-0,0003 wc) tetapi tidak kurang dari 1,09, dimana wc adalah berat jenis dalam kg/m3. (b) Untuk fy selain 400 MPa, nilainya harus dikalikan (0,4 + fy/700)
a. Kapasitas Lentur Balok dengan Desain Penampang Tulangan Tunggal Desain kapasitas lentur dengan tulangan tunggal adalah menentukan luas tulangan yang diperlukan As dari ukuran penampang, lebar, b ; tinggi efektif, d; momen terfaktor, Mu; mutu beton, fβc; dan mutu tulangan, fy.
Gambar 2.14.a. Penampang Persegi Bertulangan Tunggal Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo (1994)
30 Universitas Sumatera Utara
Resultan gaya tarik tulangan : T s = As f y Resultan gaya tekan beton : Cc = 0,85 fβc ab dengan: a = kedalaman tegangan tekan persegi ekivalen (mm).
Syarat keseimbangan gaya horizontal memberikan Cc = Ts Dengan menyelesaikan persamaan di atas didapat kedalaman tegangan tekan persegi ekivalen diperoleh : π=
π΄π ππ¦ 0,85ππβ² π
Dengan mendefinisikan rasio tulangan tarik terhadap penampang efektif, adalah : π=
π΄π ππ
maka dua persamaan sebelumnya dapat diselesaikan menjadi, πππ¦ π = π 0,85ππβ dengan; a = Ξ²c Untuk, fβc β€ 30 MPa nilai Ξ² = 0,85 dan Untuk fβc β₯ 35 MPa, nilai π½ = 0,85 β {0,008(ππβ² β 30)} Pasangan kopel gaya tarik tulangan Ts dan gaya tekan beton Cc dapat memberikan kekuatan lentur nominal (momen dalam), π ππ = ππ πβ 2 atau, ππ = πΆπ π β
π 2
31 Universitas Sumatera Utara
Dengan menetapkan besarnya rasio tulangan tarik diantara ambang batas minimum dan maksimum yang disyaratkan, yaitu: π β₯ ππππ =
1,4 πππ π β€ πππππ = 0,75ππ ππ¦
dengan: ππ = 0,85π½
ππβ² 600 ππ¦ 600 + ππ¦
b. Kapasitas Lentur Balok dengan Desain Penampang Tulangan Rangkap
Gambar 2.14.b. Penampang Persegi Bertulangan Rangkap Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo (1994)
(1). Bagian Pertama Bagian pertama merupakan penampang beton bertulangan tunggal, dengan mendefinisikan koefisien pembanding tulangan tekan terhadap tulangan tarik, πΏ=
π΄β²π πβ² = π΄π π
Ditinjau bagian pertama yaitu penampang bertulangan tunggal dengan luas tulangan: π΄π 1 = π΄π β π΄β²π , ππ‘ππ’ π1 = π β πβ² Sehingga, π1 = (1 β πΏ)π
32 Universitas Sumatera Utara
Maka momen nominal bagian pertama dapat ditulis sebagai: ππ1 = π1 ππ¦ 1 β 0,588π1
ππ¦ ππβ²
ππ 2
Dengan demikian, didapat ππ¦ ππ1 = π
π1 = (1 β πΏ)πππ¦ 1 β 0,588π β² 2 ππ ππ
(2). Bagian Kedua Bagian yang membentuk pasangan kopel antara luas tulangan tekan Asβ sama dengan As2. Pasangan kopel gaya tarik tulangan Ts2 dan gaya tekan tulangan Tsβ dapat memberikan momen nominal (momen dalam), ππ2 = ππ β² π β π β² atau, ππ2 = π΄π β² ππ¦ π β π β² Dengan mendefinisikan dβ = ΞΆd, persamaan nominal kedua menjadi: ππ2 = πβ² ππππ¦ 1 β π atau, ππ2 = π
π2 = πΏπππ¦ 1 β π ππ 2 Jumlah momen nominal bagian pertama dan kedua: ππ = ππ1 + ππ2 atau: ππ¦ ππ2 = 1 β πΏ πππ¦ 1 β 0,59 1 β πΏ π β² β ππβ² + πΏπππ¦ (1 β πΏ) 2 ππ ππ 2.11. Perencanaan Kolom Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan pedestal.
33 Universitas Sumatera Utara
Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya tanpa ada peringatan, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom harus mempertimbangkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi dari pada komponen struktur lainnya. Kolom bertugas menahan kombinasi beban aksial dan lentur atau kolom memperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu. SNI 03-3847-2002 pasal 12.9 (1) memberikan batasan untuk rasio penulangan longitudinal komponen struktur tekan non komposit antara 0,01 sampai 0,08. Untuk menghitung kapasitas penampang kolom dapat digunakan suatu pendekatan empiris, yaitu : 1). Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tekan ππ =
π΄β²π ππ¦ π + 0,50 π β πβ²
+
ππππβ² 3ππ + 1,18 π2
2). Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tarik ππ = 0,85ππβ² ππ
π β 2π + 2π
π β 2π 2π
2
+ 2ππ 1 β
πβ² π
3). Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tekan ππ =
π΄π ππ¦ π΄π ππβ² + 3π 9,6 π π + 1,0 π·π 0,8π + 0,67π·π
2
+ 1,18
4). Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tarik ππ =
0,85ππβ² π2
0,85 π β 0,38 π
2
+
ππ π π·π 0,85 π β β 0,38 2,50 π π
Dimana : h
= diameter penampang
Ds = diameter lingkaran tulangan terjauh dari sumbu e
= eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang ππ =
π΄π π‘ ππ’ππ ππππ’ππππππ π‘ππ‘ππ = π΄π ππ’ππ ππππ’ππππππ πππ’π‘π
34 Universitas Sumatera Utara
π=
ππ¦ 0,85 ππβ²
Banyak kolom menderita lentur biaksial, yaitu lentur terhadap dua sumbu. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam analisis dengan persamaan resiprokal yang dikembangkan oleh Prof. Boris Bresler dari University of California Berkeley. Persamaan ini diperlihatkan dalam bagian R10.3.6 dari ACI Commentary sebagai berikut : 1 1 1 1 = + β ππ πππ₯ πππ¦ π0 Dimana : Pn = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas yang ditinjau pada kedua sumbu. Pnx = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ex Pny = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ey P0 = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas 0.
2.12. Geser Dasar pemikiran perencanaan penulangan geser adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikian rupa sehingga mampu mencegah bukaan retak lebih lanjut. Berdasarkan atas pemikiran tersebut, penulangan geser dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti : ο·
Sengkang vertikal
ο·
Jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial
ο·
Batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara membengkok batang tulangan pokok balok di tempat-tempat yang diperlukan.
35 Universitas Sumatera Utara
Untuk komponen-komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja persamaan SNI 03-2847-2002 pasal 13.3 (1) memberikan kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah Vc, ππ =
ππβ² π π 6 π€
atau yang lebih rinci ππ =
ππβ² + 120 ππ€
ππ’ π ππ€ π ππ’ 7
Untuk komponen struktur yang menerima gaya aksial kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah ππ = 1 +
ππ’ 14π΄π
ππβ² π 6 π€
Apabila gaya geser yang bekerja ππ’ lebih besar dari kapasitas geser beton β
ππ maka diperlukan penulangan geser untuk memperkuatnya. Dasar perencanaan tulangan geser adalah : ππ’ β€ β
ππ ππ’ β€ β
ππ + β
ππ Dimana : Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton fβc = kuat tekan beton bw = lebar badan balok atau diameter penampang bulat d
= jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal ππ€ =
π΄π ππ€ π
Mu = momen terfaktor pada penampang ππ’ = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau ππ = kuat geser nominal (ππ = ππ + ππ ) ππ
= kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
Ο
= faktor reduksi
36 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15. Lokasi Geser Maksimum untuk Perencanaan Sumber : SNI 03-2847-2002
Untuk sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur SNI 03-2847-2002 pasal 13.5 (6) memberikan ketentuan : π£π =
π΄π£ ππ¦ π π
Dengan Av adalah luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s. Penampang yang jaraknya kurang daripada d dari muka tumpuan boleh direncanakan terhadap gaya geser Vs yang nilainya sama dengan gaya geser yang dihitung pada penampang sejarak d dari muka tumpuan.
2.13. Pelat Menjadi Portal untuk Perencanaan Balok pelat ekuivalen yang kita gunakan untuk perencanaan portal diambil dari metode rangka ekuivalen (Equivalent Frame Method).
Gambar 2.16.a. Pelat dengan Drop Panel Sumber : Reinforced Concrete, James G. MacGregor (1997)
37 Universitas Sumatera Utara
2.16.b. Variasi EI Sepanjang Pelat Balok Sumber : Reinforced Concrete, James G. MacGregor (1997)
2.16.c. Potongan Melintang A-A yang Digunakan Sumber : Reinforced Concrete, James G. MacGregor (1997)
2.16.d. Potongan Melintang B-B yang Digunakan Sumber : Reinforced Concrete, James G. MacGregor (1997)
38 Universitas Sumatera Utara