BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan parameter-parameter Tank Model. Penentuan parameterparameter Tank Model merupakan bagian penting dalam prosedur analisis keseimbangan air menggunakan Tank Model. Karena Tank Model memerlukan cukup banyak parameter yang harus dicari, membuat para perancang Tank Model kesulitan dalam penentuan parameter ini. Sebagian besar perancang Tank Model masih
menggunakan
cara
trial-error
untuk
mendapatkannya.
Selain
menghabiskan waktu dalam pelaksanaannya juga muncul permasalahan terhadap penerimaan nilai parameter yang dihasilkan. Sehingga arah perbincangan Tank Model bergeser ke arah penentuan parameter-parameternya (Setiawan 2003).
2.2 Aplikasi Tank Model Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan Tank model untuk menduga kondisi hidrologi di beberapa Sub-DAS, antara lain: Sub-DAS Cimanuk, Sub-DAS Cipedes, Sub-DAS Cisadane, dan Sub-DAS Cipeuncang. Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cimanuk diperoleh inflow sebesar 2527,8 mm, outflow calc sebesar 1480,93 mm, ETP sebesar 1605,21 mm, dan stored sebesar -648,83 mm dengan R sebesar 0,85% (Rahadian 2010). Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cipedes diperoleh inflow sebesar 2285,45 mm, outflow calc sebesar 1333,2 mm, ETP sebesar 1014,6 mm, dan stored sebesar -62,35 mm dengan R sebesar 0,61% (Sulistyowati 2010). Hasil optimasi Tank Model di SubDAS Cisadane diperoleh inflow sebesar 1354 mm, outflow calc sebesar 332,05 mm, ETP sebesar 207,48 mm, dan stored sebesar 821,71 mm dengan R sebesar 0,85% (Wulandari 2010). Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cipeucang diperoleh inflow sebesar 3228,48 mm, outflow calc sebesar 2070,13 mm, ETP
4
sebesar 717,23 mm, dan stored 437,76 mm dengan R sebesar 0,7% (Bangun 2010).
2.3 Debit dan Sedimentasi Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Sedimentasi dapat menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, namun pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan (Asdak 1995). Pengendapan yang berlebihan akan menyebabkan pendangkalan loka-loka penampungan air, termasuk dataran banjir di sekitar muara sungai (Purwowidodo 2002). Produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari faktor iklim, jenis tanah, tata guna lahan, dan topografi. Menurut Asdak (1995), faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai adalah karakteristik sungai yang meliputi morfologi sungai, tingkat kekasaran sungai, dan kemiringan sungai. Menurut Seyhan (1990) saluran penampang adalah suatu bangunan khusus yang menciptakan suatu penurunan pada permukaan (tinggi muka) air pada bagian yang menyempit (penampang tenggrokan) dan suatu lompatan hidrolik. Debit merupakan volume volume air yang mengalir melalui suatu irisan dalam suatu waktu. Debit dapat dijelaskan dalam pengukuran bolume alliran permukaan pada saluran terbuka didasarkan pada hubungan (Q = A x V), dimana Q merupakan laju aurs atau debit air dalam satuan (m3/detik) melalui penampang saluran berair seluas A (m2) dengan kecepatan rata-rata (m/detik).
2.4 Hutan Sebagai Pengatur Debit dan Sedimentasi Berkurangnya luas hutan akibat konservasi lahan hutan primer menjadi hutan sekunder akan berakibat tingginya fluktuasi debit air di DAS. Hutan dengan pohon yang tinggi akan sangat cepat melakukan evarotranspirasi sehingga akan menurunkan debit sungai, karena terjadanya peresapan oleh akar-akar pohon. Sungai-sungai yang berasal dari DAS berhutan akan mengasilkan debit sungai
5
yang fluktuasinya kecil antara debit musim hujan dan debit musim kemarau (Arief 2001). Batang, ranting dan daun-daunan berperan menghalangi tumbukan air hujan secara langsung ke permukaan tanah, sehingga mencegah hancurnya agregat tanah. Sistem akar-akaran secara fisik mengikat atau menahan partikel tanah, sedangkan yang berada di atas tanah menyaring sedimentasi ke luar akibat aliran permukaan (Hardiatmo 2006). Prinsip rotasi juga bisa diterapkan di dalam pengelolaan hutan. Pengambilan kayu dilakukan dengan melakukan penggiliran atau rotasi untuk area yang dipanen. Apabila tidak terjadi rotasi maka dapat menimbulkan permasalahan sedimentasi dan banjir di bagian hilir suatu DAS. Itu sebabnya daerah yang merupakan pegunungan apabila dibuka dapat mengakibatkan erosi dengan laju yang hebat (Rahim 2003).
2.5 Erosi dan Sedimentasi Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengolahan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakn faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi erosi. (Arsyad 2000) Banyak model erosi yang telah dikembangkan, paling tidak selama empat dekade terakhir, dimulai dengan USLE, dan beberapa model empiris lainnya, misalnya RUSLE, MUSLE (modified universal soil loss equation) yang dikembangkan atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah generasi USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik GUEST (Griffith university erosion system template) (Rose et al. 1997). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah ANSWERS (areal non-point sources watershed environment response simulation) yang selanjutnya diperbaiki dengan model AGNPS atau agricultural non-point source pollution model (Sinukaban, 1997). Menurut Wiliams 1975 diacu dalam ICSO 2004, Model MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation), yang telah diciptakan dari model USLE
6
(Wischmeier and Smith 1965), telah digunakan di area tangkapan hujan. Metode berbasis komputer yang mengoptimalkan parameter model hidrologi (Decloursey and Snyder 1969) telah digunakan untuk menentukan prediksi persamaan (Williams 1972). Perbedaan yang mendasar antara MUSLE dan USLE sebagai berikut: 1. MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk detaching dan transporting sedimen. 2. Output USLE menduga erosi tahunan sedangkan MUSLE dapat menduga erosi setiap kejadian hujan.
Banyaknya sedimen yang terbawa oleh sungai dapat memberikan gambaran tentang laju erosi yang terjadi dalam DAS tersebut. Nisbah antara jumlah sedimen yang terangkut ke dalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di dalam DAS disebut Sediment Delivery Ratio (SDR) atau Nisbah Pelepasan Sedimen Nilai erosi dapat dinyatakan dalam satuan ton/ha/tahun atau mm/tahun, untuk memperoleh nilai mm/tahun maka nilai erosi dalam ton/ha/tahun dikalikan dengan bobot isi dan dengan 10. Berat isi tanah berkisar antara 0,8 samapi 1,6 g/cm3, akan tetapi pada umumnya tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat isi antara 1,0 sampai 1,2 g/cm3. Erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan adalah laju erosi yang terbesar yang masih dapat dibiarkan agar tersedia suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad 2006). Hasil penelitian Tumanggor (2006) di DTA Ciranjang total beban sedimen rata-rata pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 sebesar 4161,94 ton/hari dengan laju erosi sebesar 7,58 ton/ha/hari. Laju erosi rata-rata tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 1000,82 ton/hari (1,82 ton/ha/hari) dengan debit rata-rata harian sebesar 8,98 m3/s dan laju terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 43,86 ton/hari (0,08 ton/ha/hari) dengan debit rata-rata 1,34 m3/s. Rasio antara beban sedimen rata-rata terhadap debit aliran sebesar 14,47 %. Peningkatan curah hujan cenderung mengakibatkan debit aliran sungai bertambah. Tetapi sedimen
7
tidak selalu mengikuti pola curah hujan karena besar kecilnya sedimen dipengaruhi oleh penutupan vegetasi. Selain penutupan vegetasi beban sedimen juga sangat tergantung pada titik kedalaman waktu pengambilan contoh air untuk dianalisis sedimennya. Menurut penelitian Wirosoedarmo et al. (1999) diacu dalam Sulistyowati (2010) dengan luas lahan 180 hektare di lokasi perumahan Buring Satelit Malang dapat diketahui besarnya limpasan permukaan sebelum ada perumahan adalah 15,49 m3/hari, sedangkan setelah ada perumahan adalah sebesar 18,30 m3/hari. Peningkatan limpasan permukaan ini disebabkan antara lain karena pembangunan perumahan menyebabkan berkurangnya tumbuh-tumbuhan yang menurunkan daya infiltrasi. Total debit aliran sungai rata-rata di DTA Ciranjang-Kabupaten Cianjur tahun 2003 sampai tahun 2005 sebesar 1545,61 m3 /s (24308,82 mm) dengan debit aliran tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 269,35 m3/s (4236,18 mm) dengan curah hujan 113,07 mm dan debit aliran terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 41,56 m3/s (653,58 mm). Rasio yang diperoleh dari hasil perbandingan debit aliran sungai dengan curah hujan sebesar 63,80% (Tumanggor 2006, diacu dalam Sulistyowati 2010). Penelitian Kurniawati (2008) menyatakan hasil optimasi Tank Model didapatkan 12 parameter untuk menduga karakteristik di Sub-DAS Cisadane Hulu dimana laju aliran terbesar menuju tank pertama (Ha2) yakni sebesar 63,28 mm, dengan aliran terbesar yakni sub-base flow sebesar 130,97 mm (39,44%). Dan didapatkan R (korelasi) dan EI (efisieni) yakni 0,85 dan 0,73 (mendekati nilai 1) yang berarti bahwa model ini mempresentasikan karakteristik Sub-DAS Cisadane Hulu dengan baik.