BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan merupakan senyawa ampifilik, yaitu senyawa yang molekulmolekulnya mempunyai dua gugus yang berbeda interaksinya dengan air. Gugus hidrofilik yang memiliki ketertarikan kuat dengan air berada pada ujung polar (biasa disebut kepala), sedangkan gugus hidrofobik/lipofilik yang “suka minyak” berada pada ujung nonpolar (biasa disebut ekor). Gugus molekul surfaktan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gugus polar : hidrofilik
Gugus Non polar : lipofilik Gambar 2.1 Gugus Molekul Surfaktan (Sumber : www.wikipedia.org) Kehadiran dua susunan grup yang berbeda di dalam satu molekul adalah karakteristik paling dasar dari surfaktan. Sifat permukaan (aktivitas permukaan) dari molekul surfaktan ditentukan oleh susunan pembentuknya, kelarutan, ukuran relatif, dan lokasi di dalam molekul surfaktan. Surfaktan diklasifikasikan berdasarkan muatan dari bagian permukaan yang aktif. Pada surfaktan-surfaktan anionik, bagian ini membawa muatan negatif seperti dalam sabun, C17H35CO-2Na+, Pada surfaktan-surfaktan kationik, muatannya adalah positif, (C18H37)2N+ (CH3)2Cl-. Pada surfaktan-surfaktan nonionik, seperti namanya, tidak muatan di dalam molekulnya. Kelarutan juga II-1
Universitas Sumatera Utara
bisa ditambahkan seperti rantai grup etilen oksida, C15H31O(CH2CH2O)7H. Pada akhirnya, pada surfaktan-surfaktan amphoterik, solubilisasi dilengkapi oleh kehadiran
muatan
positif
dan
negate
di
dalam
molekul,
seperti
C12H22N+(CH3)2CH2CO-2. Secara umum, gugus hidrofobik terdiri dari rantai hidrokarbon yang mengandung 10-20 atom karbon. Rantai tersebut mungkin dapat diganggu oleh atom oksigen, cincin benzen, amida, ester, gugus fungsi lainnya, dan atau ikatan rangkap (Kirk dan Othmer, 1998). Berbagai
dasar
dari
alasan
yang
digunakan
orang
dalam
mengklasifikasikan surfaktan. Tergantung tujuannya, secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut : a)
b)
Berdasarkan sumber bahan baku pembuatannya, dikenal : 1.
Surfaktan dengan bahan baku petroleum
2.
Surfaktan dengan bahan baku batu bara
3.
Surfaktan dengan bahan baku lemak atau minyak
4.
Surfaktan dengan bahan baku karbohidrat
Berdasarkan struktur ion : ada tidaknya muatan ion pada rantai panjang
bagian hidrofobiknya, dikenal 4 macam, yaitu : 1.
Surfaktan kationik : umumnya merupakan garam-garam ammonium kuarterner atau amina. C12H25Cl + N(CH3)3
_______________
► [C12H25N-(CH3)3]+Cl-
Contoh : Dodekildimetilbenzilammonium klorida Heksadekiltrimetilammonium klorida 2.
Surfaktan anionik : umumnya merupakan garam natrium, akan terionisasi menghasilkan Na+ dan ion surfaktannya bermuatan negatif. Surfaktan anionik umumnya diproduksi secara besar-besaran pada industri detergen. Menurut U.S. Tarrif Commision Statistic pada tahun 1957, detergen anionik yang digunakan adalah sekitar 75% dari seluruh surfaktan yang digunakan, dan hampir 95% darinya adalah alkil-alkil sulfat dan alkil benzen sulfonat. Jenis ini merupakan komponen polutan utama detergen pada air permukaan. Contoh : Natrium dodekil sulfonat : C12H23CH2SO3-Na+ Natrium dodekil benzensulfonat : C12H25ArSO3-Na+
Universitas Sumatera Utara
3.
Surfaktan nonionik : sejenis ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama dengan surfaktan anionik. Jenis ini hampir semuanya merupakan senyawa turunan poliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari polihidroksi alkohol. Contoh : Pentaeritritit palmitat : CH3(CH2)14COO-CH2-C(CH2OH)3 Polioksietilendodekileter : C12H25-O-(CH2-CH2O)2H
4.
Surfaktan amfolitik : jenis ini mengandung gugus yang bersifat anionik dan kationik seperti pada asam amino. Dengan demikian, protein susu kasein adalah salah satu biosurfaktan yang termasuk jenis ini. Molekulnya biasanya mengandung gugus karboksilat atau fosfat sebagai anion, dan gugus ammonium kuarterner sebagai kation. Jenis ini relati mahal dibandingkan dengan yang lainnya. Contoh : Heksadekilaminopropionat : C18H35-NH2+-CH2-CH2-COODodekilaminopropionat : C18H25-NH2+-CH2-CH2-COO-
c)
Berdasarkan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance) Griffin (1949) menggunakan suatu skala yang dikenal sebagai skala HLB. Klasifikasi ini didasarkan pada polaritas relatif yang dimiliki oleh molekul surfaktan yang ditimbulkan oleh gugus hidrofil dan gugus lipofilnya. Dengan karakter ganda tersebut, surfaktan akan bertindak sebagai jembatan antara dua zat yang sebenarnya tidak larut satu sama lain. Griffin membagi surfaktan dalam skala 1 sampai 40. surfaktan dengan nilai HLB rendah (1-8) larut dalam minyak, sedangkan yang memiliki HLB lebih tinggi larut dalam air. Meskipun klasifikasi ini hanya didasarkan pada kelarutan surfaktan didalam medium, dan sama sekali tidak menjelaskan mengenai kestabilan emulsi yang terbentuk, namun dapat digunakan untuk meramalkan bentuk emulsi yang terjadi dengan penggunaan surfaktan tersebut. Surfaktan yang memiliki nilai HLB rendah akan menghasilkan emulsi berbentuk air dalam minyak (w/o), dan sebaliknya jika nilai HLB-nya tinggi akan menghasilkan emulsi minyak dalam air (o/w) (www.rileksbook.com/anend/blog/296, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Sorbitan Monooleat Sorbitan monooleat merupakan jenis senyawa ester dan memiliki rumus kimia C24H44O6. Pada temperatur ruang, sorbitan monooleat berupa cairan dengan warna kuning terang. Dalam dunia perdagangan, sorbitan monooleat dikenal pula dengan nama Polysorbates 80, Span 80 atau Tween 80. Sorbitan monooleat adalah surfaktan nonionik dan pengemulsi yang merupakan turunan dari polietoksilat sorbitan dan asam oleat, dan sering digunakan pada makanan. Gugus hidrofilik dalam senyawa ini adalah polieter yang dikenal juga sebagai gugus polioxietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida. Dalam istilah polisorbat, angka yang ditunjukkan pada polisorbat menunjukkan gugus lipofilik, dalam hal ini adalah asam oleat (www.wikipedia.org/wiki/Polysorbate_80, 2010). Sebagai bahan kimia surfaktan, kegunaan sorbitan monooleat yang paling utama adalah sebagai emulsifier water in oil, karena sorbitan monooleat memiliki nilai HLB 4,3 (Myers, 2006). Selain itu, sorbitan monooleat juga digunakan sebagai bahan tambahan untuk makanan. Sorbitan monooleat ini bersifat tidak larut dalam air dan larut dalam minyak, dan juga stabil pada suhu tinggi serta tidak beracun (Stockburger, 1981).
2.3 Sorbitol Sorbitol, suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis yang ditemukan dalam berbagai produk makanan. Rumus kimiawi C6H14O6, struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada glukosa diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. Rasanya lembut di mulut dengan rasa manis yang menyenangkan dan dingin. Pertama kali ditemukan oleh seorang kimiawan Prancis dari biji tanaman bunga Ros pada tahun 1872. Ternyata secara alami juga dihasilkan oleh berbagai jenis buah. Sekarang ini sorbitol secara komersial diproduksi dari hidrogenasi glukosa dan tersedia dalam bentuk kristal maupun cairan (http://www.suaramerdeka.com, 2010). Sorbitol berbentuk kristal putih, yang tidak berbau, mudah mengalir, dan sedikit higroskopik. Sorbitol juga tersedia dalam bentuk larutan sirup jernih.
Universitas Sumatera Utara
Sorbitol juga memiliki rasa yang manis dan sejuk, kira-kira setara dengan setengah dari manisnya sukrosa (Ullman, 2002).
2.4 Asam Oleat Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak dikandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam minyak zaitun, asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari, minyak raps, serta minyak biji anggur. Rumus kimianya : CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH. Asam lemak ini pada suhu ruang berupa cairan dengan warna kuning pucat atau kuning kecokletan. Asam ini memiliki aroma yang khas. Ia tidak larut dalam air, titik leburnya 15,30C dan titik didihnya 3600C (www.wikipedia.org, 2010). Di Indonesia, asam oleat dapat diperoleh dari kelapa sawit. Jumlah asam oleat dalam minyak kelapa sawit sekitar 39% - 45%. Selain itu, minyak kelapa sawit juga mengandung asam miristat sebanyak 1,1% - 2,5%, asam palmitat 40% - 46%, asam stearat 3,6% - 4,7%, dan asam linoleat 7%-11% (Ketaren, 1986)
2.5 Sifat-sifat Bahan baku dan Produk 2.5.1 Sorbitan monooleat Beberapa sifat sorbitan monooleat dapat dilihat sebagai berikut : -
Densitas
: 1,06-1,09 g/mL
-
Titik didih
: >100oC
-
Viskositas
: 1810 cP pada 25oC (Brown, 1939)
-
Titik nyala
: 148,89oC (www.sciencelab.com, 2010)
-
Tidak larut dalam air (Stockburger,1981)
-
Larut dalam etanol
-
Larut dalam minyak jagung
-
Larut dalam methanol
-
Digunakan sebagai emulsifier dalam makanan, terutama es krim.
-
Bersifat sedikit irritant (www.wikipedia.org, 2010)
-
Tidak bersifat karsinogenik
Universitas Sumatera Utara
-
Berat molekul
: 428,61 g/mol
-
Rumus molekul
: C24H44O6
-
Mudah terbakar pada suhu tinggi
-
Hasil pembakaran berupa CO2, CO
-
Specific gravity
:1
(www.sciencelab.com, 2010) -
Dalam suhu ruang, sorbitan monooleat berbentuk cairan berwarna kuning terang.
-
Merupakan emulsifier water in oil. (www.wikipedia.org, 2010)
2.5.2 Sorbitol Sifat-sifat sorbitol adalah sebagai berikut : -
Berbentuk butiran Kristal berwarna putih (www.alpha-environmental.com, 2010)
-
Berat molekul
: 182,17 g/mol
-
Titik didih
: 2950C
-
Titik leleh
: 110 – 1120C
-
Specific gravity (g/cc) : 1,47
-
pH
: 5,0 – 7,0
-
Rumus Kimia
: C6H14O6
-
Gula-gula pereduksi : maksimal 0,1 %
-
Logam-logam berat
: maksimal 5 ppm
(www.jtbaker.com, 2009) -
Densitas
: 1,489 g/cm3 (www.wikipedia.org, 2010)
-
Rumus molekul
: C6H14O6 (Perry, 2008)
-
Larut dalam air (256 g/100 g H2O pada 250C)
-
Larut dalam asam asetat
-
Larut dalam etanol maupun etanol hangat
-
Viskositas
-
Tidak larut dalam pelarut organik
: 185 mPa.s pada kandungan sorbitol sebanyak 70%
(Ullman, 2002)
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Asam Oleat Adapun sifat fisik dan sifat kimia dari asam oleat dapat dilihat sebagai berikut : Sifat fisik : -
Rumus molekul
: CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH
-
Berat molekul
: 282,46 g/mol
-
Titik didih
: 2850C
-
Titik leleh
: 140C
(Perry, 2008) -
Specific gravity
: 0,89
-
Berbentuk cairan dengan warna kuning pucat pada suhu kamar.
-
Mudah terbakar
-
Menggangu kesehatan jika tertelan dalam jumlah yang besar (www.cart-wright.chem.ox.ac.uk, 2010)
-
Densitas
: 0,895 g/mL (www.wikipedia.org, 2010)
Sifat kimia : -
Merupakan asam lemak tak jenuh
-
Tidak larut dalam air
-
Larut dalam pelarut basa, menghasilkan garam yang disebut oleat. (www.wikipedia.org, 2010)
2.5.4 Asam p-Toluensulfonik Sifat-sifat asam p-toluensulfonik adalah sebagai berikut : : C7H8O3S
-
Rumus molekul
-
Padatan putih
-
Titik leleh
: 106-1070C
-
Titik didih
: 1400C pada 20 mmHg
-
Kelarutan dalam air
: 67 g/ 100 ml
-
Larut dalam air, alkohol dan pelarut organik polar lainnya.
-
Merupakan asam kuat yang tidak mengoksidasi. (www.wikipedia.org, 2010)
-
Berat molekul
: 172,20
-
Titik nyala
: 1840C
Universitas Sumatera Utara
: 1,23 – 1,24 g/cm3
-
Densitas
-
Bersifat korosif. Secara ekstrim merusak jaringan tubuh. (www.jtbaker.com, 2010)
2.6 Proses Pembuatan Sorbitan Monooleat Sorbitan monooleat dapat dibuat dengan esterifikasi langsung atau esterifikasi dengan menggunakan bantuan katalis. Adapun macam-macam proses dalam pembuatan sorbitan monooleat antara lain (Stockburger, 1981) :
1. Menurut Sabtyawiraji dan Budiman, Pembuatan sorbitan monooleat dilangsungkan dengan mereaksikan sorbitol dan asam oleat dengan menggunakan katalis asam p-toluen sulfonik. Reaksi dilangsungkan pada suatu reaktor batch dengan pengadukan sebesar 500 rpm, waktu reaksi selama 2 jam, fraksi mol antara asam oleat dengan sorbitol sebesar 1,46, dan konsentrasi katalis sebanyak 2,5% dari massa sorbitol. Selain itu reaksi dijalankan pada temperatur 1600C dengan tekanan 0,3 atm pada kondisi vakum.
2. Menurut Brown, Olein putih sebanyak 5,523 g (yang mengandung asam oleat dalam jumlah besar) mempunyai nilai asam 192, direaksikan dengan 3,276 g ( basis kering 18 mol) sirup sorbitol teknis didalam ketel reaksi yang terbuat dari aluminium dengan ukuran 4 gallon yang dilengkapi dengan agitator, pipa inlet CO2 diizinkan untuk penggunaan gas inert dalam reaksi, termokopel dan kondenser U terbalik dipasang ke dalam ketel penerima. Jumlah dari olein putih yang digunakan adalah 18 berat ekuivalen ditambah kira-kira 5% dari asam yang digunakan mengganti asam-asam yang terdestilasi selama reaksi. Reaktan dipanaskan selama 4,5 jam pada suhu 2600C. Selama 0,5 jam terakhir pada suhu 2600C, karbon aktif ditambahkan ke dalam ketel untuk tujuan decolorizing ester. Campuran tersebut disaring untuk menghilangkan karbon aktif. Produk yang dihasilkan minyak berwarna coklat yang mempunyai warna 73 yang diukur secara langsung dalam 6 mm photometer cell Hess-ives. Viskositas dari produk adalah 1810 cp pada 250C.
Universitas Sumatera Utara
Produk terdiri atas 60% sorbitan monoester dari asam lemak yang terkandung dalam olein putih, sisanya terdiri dari sorbid monoester dari asam lemak yang terdapat pada olein putih, dengan jumlah kecil dari sorban dan sorbide yang tidak bereaksi.
3. Menurut Stockburger, Sorbitan asam lemak ester dipersiapkan dengan membentuk anhydro sorbitol (sebuah campuran dari sorbitan, isosorbide, dan sorbitol yang tidak bereaksi) dengan katalis asam anhidrasi, kemudian mereaksikan anhidro sorbitol dengan asam lemak dengan kehadiran suatu basa pada suhu yang tidak melebihi 2150C. Menggunakan suhu tidak melebihi 2150C, akan menghasilkan produk yang sedikit berwarna daripada yang dihasilkan pada suhu yang lebih tinggi. Untuk penemuan saat ini, anhidrasi lebih suka dijalankan pada suhu kirakira 1200C (walaupun secara luas suhu yang digunakan dari 1100C sampai 1500C) dan pada tekanan yang diperkecil (misalnya 5 mm absolut), dengan kehadiran asam p-toluenesulfonic sebagai katalis asam, membawa reaksi sampai dihasilkan produk dengan bilangan hidroksil yang diinginkan tercapai. Kemudian anhidro sorbitol yang telah dipersiapkan seperti yang telah dijelaskan diatas direaksikan dengan asam lemak dengan suatu basa pada temperatur yang tidak melebihi 2150C untuk mendapatkan sorbitan asam lemak ester yang diinginkan. Reaksi dijalankan dengan memanaskan anhidro sorbitol, asam lemak, katalis basa, dan karbon aktif secara bersama-sama, dalam atmosfer inert seperti nitrogen, dan mempertahankan temperatur ini untuk waktu yang cukup agar diperoleh produk yang diinginkan. Sodium hidroksida merupakan katalis basa yang dipilih untuk reaksi esterifikasi, karena efisiensinya tinggi dan sedikit biaya.
4. Menurut Ellis et al, Sesuai dengan penemuan saat ini memberikan suatu metode untuk membuat asam lemak ester dari sorbitan yang mana reaksi secara langsung asam lemak dengan sorbitol menggunakan sistem katalis yang mana menggunakan asam fosfor, meliputi phosphorus oxyacid, dan alkali atau logam alkali basa kuat
Universitas Sumatera Utara
dengan perbandingan molar dari asam dengan basa mulai dari 0,9:1 sampai dengan 1,7:1 dan pada konsentrasi sistem katalis dari 1,5% sampai 30% dari berat sorbitol. Reaksi untuk membuat asam lemak ester secara istimewa dilaksanakan paada atmosfer inert, biasanya didalam selimut nitrogen, untuk mengurangi oksidasi terhadap bahan-bahan awal atau produk, dan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghilangkan air yang ada didalam bahan-bahan awal atau yang dihasilkan dari reaksi eterifikasi dan esterifikasi. Kemudian campuran reaksi dipanaskan sampai suhu reaksi maksimum setelah pencampuran bahan-bahan dan penambahan katalis. Secara konvensional, suhu maksimum sekitar 2400C sampai 2500C, tetapi suhu reaksi yang rendah juga dapat digunakan. Sehingga, dalam penemuan ini suhu reaksi yang digunakan antara 1500C sampai 2500C, tetapi biasanya 1700C sampai 2300C. penggunaan suhu reaksi yang rendah dari yang ditentukan, dibutuhkan penambahan jumlah katalis yang digunakan. Pengurangan dari suhu reaksi nampaknya memberi keuntungan dalam hal warna dan kemurnian produk. Secara relatif, suhu reaksi yang rendah , akan mengurangi waktu reaksi dari biasanya. Kami memperoleh konversi yang memuaskan pada waktu reaksi 5 jam pada puncak suhu reaksi yaitu 2200C yang dibandingkan dengan waktu reaksi selama 8 jam pada puncak suhu reaksi 2450C menggunakan sistem katalis yang konvensional (yaitu, 1,3 : 1, molar sodium hidroksida : asam fosfor pada 0,7% berat sorbitol). Adapun kelebihan dan kekurangan masing-masing proses diatas, dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Proses Pembuatan Sorbitan monooleat Jenis Proses Menurut Sabtyawiraji Budiman
dan
Kelebihan - Suhu yang rendah yaitu 1600C dan tekanan rendah 0,3 atm - Waktu reaksi hanya 2 jam - Produk yang dihasilkan mengandung sorbitan monooleat sebesar 94% dengan kadar air 2,7%
Kekurangan Produk yang dihasilkan berwarna hitam
Universitas Sumatera Utara
Jenis Proses
Kelebihan
Menurut Brown
- Produk yang dihasilkan berwarna coklat - Tidak memakai katalis
Menurut Stockburger
- Produk yang dihasilkan memiliki warna yang baik - Suhu reaksi tidak terlalu tinggi yaitu 1900C sampai 2100C
Menurut Ellis et al
- Tidak membutuhkan bleaching agent - Produk yang dihasilkan memiliki warna yang baik
Kekurangan - Waktu reaksi yang lama, yaitu 4,5 jam - Suhu reaksi tinggi, yaitu 2600C - Konversi reaksi yang dihasilkan hanya mencapai 60% - Waktu reaksinya panjang, dimana terdapat dua tahapan yaitu pembuatan anhidro sorbitol, lalu pembuatan sorbitan monooleat. - Terlalu banyak menggunakan bleaching agent - Waktu reaksi yang dibutuhkan mencapai 5 jam - Suhu reaksi yang tinggi mencapai 2200C sampai 2450C
2.7 Seleksi proses Dari Tabel 2.1 diatas dapat dilihat kelebihan dan kekurangan dari proses yang tersedia, sehingga dalam pra-rancangan pabrik pembuatan sorbitan monooleat dari sorbitol dan asam oleat dipilih proses menurut Sabtyawiraji dan Budiman untuk kondisi operasi pada reaktor, yaitu suhu reaksi sebesar 1600C dan tekanan sebesar 0,3 atm. Adapun bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sorbitan monooleat seperti sorbitol diperoleh dari PT.Sorini, sedangkan asam oleat diperoleh dari PT. SOCI.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Deskripsi Proses Pada prinsipnya pembuatan Sorbitan monooleat terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Proses pencampuran 2. Esterifikasi 3. Pemurnian Katalis asam p-toluensulfonik dari hopper dipindahkan dengan bantuan belt conveyor dan bucket elevator, kemudian dicampurkan terlebih dahulu dengan larutan sorbitol yang telah dipompakan dari tangki ke dalam mixer dan pencampuran ini dilakukan pada suhu 300C. Kemudian campuran tersebut dialirkan ke reaktor setelah melalui proses pemanasan di heater 1 (E-142) hingga suhu 160oC. Selanjutnya asam oleat dari tangki yang telah melalui pemanasan hingga suhu 160oC di heater 2 (E-122), dipompakan kedalam reaktor secara bersamaan dengan campuran sorbitol dan asam p-toluensulfonik yang berasal dari mixer. Dalam reaktor terjadi reaksi esterifikasi antara sorbitol dengan asam oleat pada tekanan 0,3 atm membentuk produk sorbitan monooleat (Sabtyawiraji dan Budiman, 2007). Reaksi yang terjadi adalah : C18H34O2 + C6H14O6 → C24H44O6 + 2 H2O Kemudian produk dari reaktor dialirkan ke dalam heater (E-223) untuk memanaskan produk dari decanter centrifuge (H-220). Kemudian didinginkan di dalam cooler 1 (E-212) hingga produk bersuhu 30oC. Selanjutnya produk dialirkan ke dalam decanter centrifuge (H-220) untuk memisahkan sorbitol sisa dan katalis asam p-toluensulfonik dari produk. Hal ini dapat dilakukan karena adanya perbedaan berat jenis (densitas), dimana bahan dengan densitas yang lebih besar akan menjadi produk bawah, sedangkan bahan dengan densitas kecil akan menjadi produk atas. Kemudian produk bawah yang mengandung sorbitol dan katalis asam p-toluensulfonik dialirkan ke dalam tangki penampungan larutan asam p-toluensulfonik. Selanjutnya sorbitan monooleat dari decanter centrifuge (H-220) dialirkan ke dalam heater 3 (E-223) untuk pemanasan awal sebelum dialirkan ke dalam evaporator untuk menguapkan air yang terkandung dalam produk. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
sorbitan monooleat didinginkan ke dalam cooler 2 (E-242) dipompakan ke dalam mixer untuk ditambahkan karbon aktif sebanyak 2% dari jumlah produk, dengan tujuan untuk menghasilkan sorbitan monooleat dengan warna yang diinginkan yaitu larutan berwarna kuning. Selanjutnya disaring dengan menggunakan filter, untuk menghilangkan karbon aktif dari produk. Lalu karbon aktif tersebut ditampung pada gudang penyimpanan sementara untuk kemudian diregenerasi dengan bantuan perusahaan jasa peregenerasi karbon aktif seperti MR Chemindo dan Sinergi Multi Raya. Sedangkan produk dalam bentuk cairan disimpan dalam tangki penampung untuk kemudian dipasarkan.
Universitas Sumatera Utara