8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV dan AIDS) 1.
Pengertian Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kankerkanker khusus lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB. (Doengoes, 2000).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam, 2007).
2.
Penyebab AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat sistem imun dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunedeficiency Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat 8
9
(RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili, 2005). 3.
Perjalanan penyakit Sesudah virus HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel T CD4 dan makrofag). HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu, masa ini disebut sebagai masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif. Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini yakni demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 dan peningkatan kadar RNA-HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV dalam darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun pada suatu level titik tertentu. Dengan berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV rata – rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun (Barbara, 1996).
10
4.
Tanda dan gejala Menurut Barbara, (1996) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung HIV pada jaringan tubuh. a. Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini. Penyakit ini paling sering ditemukan pada AIDS dan sangat jarang mempengaruhi orang sehat. Dengan gejalanya adalah sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada dan demam. b. Tuberculosis (TB) paru merupakan infeksi oportunistik yang sering dijumpai pada Odha. Sekitar 40% dari infeksi oportunistik pada Odha adalah TB. Di samping itu, TB merupakan penyebab utama kematian pada Odha: sekitar 40-50% kematian pada Odha disebabkan oleh TB. Kematian yang tinggi ini terutama pada TB paru dengan hasil dahak negatif dan TB di luar paru yang kemungkinan besar disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan terapi TB. c. Nafsu makan menurun, mual dan muntah. d. Kandidiasis oral,
infeksi jamur dan bercak putih dalam rongga
mulut apabila tidak diobati dapat ke esophagus dan lambung. e. Wasthing syndrome merupakan penurunan BB atau kaheksia (malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal) f. Sarcoma kaposis adalah kelainan maligna berhubungan dengan HIV yang paling sering ditemukan. Penyakit
ini melibatkan endotel
pembuluh darah dan linfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pada kulit sebagian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan statis aliran vena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak intergritas
kulit
dan
meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi.
ketidaknyamanan
serta
11
g. Pada wanita, kandidiasis vagina dapat merupakan tanda pertama yang menunjukkan HIV pada wanita. 1) Penularan. Menurut
Ida bagus (2000) HIV ditularkan melalui kontak
seksual, injeksi perkutan terhadap darah yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya. Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B. Anal intercourse/anal manipulation (homoseksual) akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh.
Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti. Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV. Melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit relatif kecil, efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko penularan. Darah dan produk darah, yang mencakup transfusi yang diberikan pada penderita hemofilia, dapat menularkan HIV kepada resipien. Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan diatas (Brunner & Suddarth, 2001).
2) Pencegahan Sejalan dengan masalah yang dihadapi, Indonesia telah melaksanakan strategi penanggulangan HIV dan AIDS melalui dua
periode
yang
dimuat
dalam
Strategi
Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS 1994-2003 dan tahun 20032007. Strategi Nasional 2007-2010 (STRANAS 2007-2010) menjabarkan paradigma baru dalam upaya penanggulangan HIV
12
dan AIDS di Indonesia dari upaya yang terfragmentasi menjadi upaya yang komprehensif dan terintegrasi diselenggarakan dengan
harmonis
oleh
semua
pemangku
kepentingan
(stakeholder).
Menurut (Muma, 1997) pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan tindakan yang sangat penting. Penurunan risiko pada individu : a) Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya terutama mengenai fakta penyakit dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya. b) Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan kondom. Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom. c) Tidak
menggunakan
alat
suntik
bersama-sama
dan
membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau mengganti jarum suntik. d) Orang normal dengan pasangan yang berisiko, menggunakan teknik seks yang aman adalah dengan menghindari aktivitas seksual yang berisiko (anal/vaginal), pakai kondom dari lateks, pakai spermisida nonoksinol-9, pemijatan serta sentuhan. e) Untuk pasien hemofili atau kemungkinan untuk transfusi dan penggunaan produk darah adalah menyimpan darah sendiri sebelum operasi. f) Hemodilusi. Penggunaan rekombinan faktor pembeku darah. Penggunaan rekombinan faktor pertumbuhan hematopoietik. Pengganti sel darah merah.
13
g) Wanita dengan HIV dengan cara menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI pada bayi. h) Penurunan risiko pada tenaga kesehatan. Penggunaan alat pelindung pribadi untuk menurunkan risiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius. Setelah penggunaan alat pelindung, tangan harus dicuci dengan sabun dan air. B. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Dukungan Keluarga Friedman, (1998) Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan sosial berbeda–beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sebagai akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.
2. Tugas dan Fungsi Keluarga Beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (1998) yaitu: a. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) Untuk stabilitas kepribadian keluarga dalam memenuhi kebutuhankebutuhan
anggota
keluarganya
termasuk
dalam
mendapatkan
kesehatan yang layak. b. Fungsi sosialisasi Untuk sosialisasi primer yang bertujuan membuat anggota keluarga menjadi anggota masyarakat yang produktif. c. Fungsi reproduktif: Menjaga kelangsungan generasi dan keberlangsungan hidup anggota keluarga.
14
d. Fungsi ekonomis: Mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian secara efektif. e. Fungsi-fungsi perawatan kesehatan: Untuk pengadaan, perawatan dan penyedia kebutuhan-kebutuhan fisik hingga kebutuhan akan perawatan kesehatan bagi anggota keluarga. Sedangkan beberapa tugas dari sebuah keluarga menurut Friedman, (1998) adalah: 1) Mengenal masalah, keluarga dituntut mampu mengenali masalah kesehatan yang terjadi dikeluarga. 2) Mampu mengambil keputusan yang tepat bila menemukan masalah pada keluarga tersebut. 3) Merawat anggota keluarga. 4) Memelihara lingkungan. 5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
Menurut tugas dan fungsi keluarga diatas, keluarga merupakan faktor penting dalam pemberian atau penerimaan sebuah layanan kesehatan, terutama bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
3. Jenis Dukungan Keluarga Menurut Friedman (1998), menyatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga yaitu: a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk istirahat serta pemulihan penguasaan emosi (Smet Bart, 1999).
15
b. Dukungan informasi, Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia (Friedman, 1998). apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat, serta pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari. c. Dukungan
instrumental,
Keluarga
merupakan
sebuah
sumber
pertolongan praktis dan kongkrit (Friedman, 1998). dukungan ini bersifat nyata dan bentuk materi bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membentuk dan keluarga dapat memenuhinya, sehingga keluarga merupakan sumber pertolongan yang praktis dan konkrit yang mencakup dukungan atau bantuan seperti uang, peralatan, waktu, serta modifikasi lingkungan. d. Dukungan penghargaan, Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan mempengaruhi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota (Friedman, 1998). terjadi lewat ungkapan hormat atau positif untuk pasien, misalnya, pujian atau reward terhadap tindakan atau upaya penyampaian pesan ataupun masalah, keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik seperti dorongan bagi anggota keluarga.
4. Sumber Dukungan Keluarga dan Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses diadakan untuk keluarga (dukungan bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal.
16
Friedman, (1998) Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbedabeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.
C. Respon Sosial penderita HIV-AIDS 1. Pengertian Respon Sosial. Ketika seorang diberitahu bahwa dia terinfeksi HIV maka responnya beragam. Pada umumnya dia akan mengalami lima tahap yang digambarkan oleh Kubler Ross yaitu masa penolakan, marah, tawar menawar, depresi dan penerimaan (Stuart & sundeen, 1998).
Sedangkan Nurhidayat melaporkan bahwa dari 100 orang yang diketahui HIV positif di Jakarta 42% berdiam diri, 35 marah, bercerita pada orang lain, menagis, mengamuk dan banyak beribadah. Respon permulaan ini baisanya akan dilanjutkan dengan respon lain sampai pada akhirnya dapat menerima. Penerimaan seseorang tentang keadaan dirinya yang terinfeksi HIV belum tentu juga akan diterima dan didukung oleh lingkungannya.
Bahkan seorang aktivis AIDS terkemuka di Indonesia Suzanna Murni mengungkapkan bahwa beban psikososial yang dialami seorang Odha adakalanya lebih berat daripada beban penderita fisik. Berbagai bentuk beban yang dialami tersebut diantanya adalah dikucilkan keluarga, diberhentikan dari pekerjaan, tidak mendapat layanan medis yang dibutuhkan, tidak mendapat ganti rugi asuransi sampai menjadi bahan pemeberitaan di media massa. Beban yang diderita Odha baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat
17
menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai keinginan bunuh diri (Nurhidayat, 2005)
2. Rentang Respon Sosial. Menurut Stuart Gail W (2009) Manusia sebagai makhluk sosial adalah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan respon-respon sosial pada individu. Rentang respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif. a. Respon adaptif Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan, meliputi : 1) Menyendiri (Solitude) Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkingan sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. 2) Kebebasan (Autonomy) Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial. 3) memberi pertolongan (Mutuality) Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima. 4) Saling Ketergantungan (Interdependence) Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif. Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial.
18
1) Kesepian (Loneliness) Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan waktu sementara. 2) Pemerasan (Exploitation) Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari ketenangan pribadi. 3) Withdrawl (MenarikDiri) Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan lingkungannya. 4) Curiga (Paranoid) Gangguan
yang
terjadi
apabila
seseorang
gagal
dalam
mengembangkan rasa percaya pada orang lain. 5) Manipulasi individu Menganggap orang lain sebagai objek untuk mencapai kebutuhannya tidak bias membina hubungan sosial secara mendalam. 6) Impulsife Individu sangat reaktif, mudah dihasut, terangsang atau terpengaruh, kasar dan menantang. 7) Narkisisme Menggunakan cara-cara yang negatif dalam menjalin hubungan dengan orang lain. c. Respon Antara Adaptif dan Maladaptif. 1) Aloness (Kesepian) Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungan.
19
2) Manipulation (Manipulasi) Hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan pada orang lain. 3) Dependence (Ketergantungan) Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon sosial. a. Faktor presipitasi (Faktor pencetus) adapun faktor pencetus respon sosial yaitu : 1) Faktor eksternal (faktor dari luar) Jeffe, 2000 dalam (Videback, 2001) faktor eksternal meliputi : a). faktor lingkungan sosial, lingkungan sosial akan mempengaruhi tumbuh kembang dari manusia menjadikan pribadi tersebut ke arah adaptif atau maladaptife dari lingkungan sekitarnya. b). faktor sosial budaya, berbagai macam etnik, ras, budaya dan agama dari seluruh penjuru menjadikan lebih beragam. Maka sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pemikiran dan budi nurani untuk kehiduapn bermasyarakat. 2) Faktor internal (factor dari dalam) Menurut (Buchanan & Carpenter, 2000) faktor internal meliputi: a) Faktor umur, umur seseorang akan mempengaruhi cara ia berfikir dalam melakukan tindakan atau memberi keputusan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang di peroleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang di peroleh dari orang lain. b) Faktor psikologis, stressor psikologis yakni adanya kecemasan yang berkepanjangan dan cukup berat dengan terbatasnya
20
kemampuan individu dalam menyelesaikan masalahnya. Stress ini dapat disebabkan karena berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya akan menyebabkan gangguan hubungan sosial. c) Faktor jasmani dan rohani, manusia memiliki dua komponen utama, yaitu jasmani dan rohani. Jasmani adalah jasad lahiriyah manusia, sementara rohani adalah nyawa dan ruh manusia. Kalau salah satu dari komponen ini bermasalah, maka manusia itu akan bermasalah dan dikatakan sebagai orang sakit (Sutrisno & Putranto, 2005).
b. Faktor Predisposisi (Faktor pendukung) Menurut Stuart, (2009) faktor predisposisi dari gangguan hubungan respon sosial adalah : 1) Faktor Tumbuh Kembang Pada masa tumbuh kembang, ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat fase perkembangan dalam membentuk rasa percaya diri tidak terpenuhi dapat mengakibatkan individu tersebut tidak percaya pada dirinya dan orang lain. 2) Faktor Biologik Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransiniter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih diperlukan penelitian lebih lanjut. 3) Faktor Sosial Budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang
21
dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga yang produktif diasingkan dari lingkungan. 4) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga Gangguan
komunikasi
dalam
keluarga
merupakan
faktor
pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial termasuk komunikasi yang tidak jelas, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga, pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan di luar lingkungannya.
4. Tanda dan gejala gangguan hubungan sosial Stuart & Sundeen (1998), tanda dan gejala yang muncul pada orang dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri, terlihat dari tingkah laku klien yaitu: kurang spontan, apatis, ekpresi wajah kurang berseri, afek tumpul, tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada, mengisolasi diri,tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya, pemasukan makanan dan minuman terganggu, kurang energi, aktivitas menurun, harga diri rendah membentuk posisi janin saat tidur, menolak berhubungan dengan orang lain, gairah seksual menurun, dan ragu terhadap keyakinan yang dianut.
22
D. Kerangka teori Mengacu pada teori penelitian yang telah dipaparkan, kerangka teori dalam penelitian digunakan sebagai berikut : A. Faktor internal Tumbuh kembang
umur Psikologis
Faktor biologik
Jasmani dan rohani B. Factor eksternal Lingkungan sosial (dukungan keluarga)
Respon sosial
Sosial budaya Komunikasi dalam keluarga (dukungan keluarga)
Sosial budaya Skema 2.1 kerangka teori.
Sumber : Buchanan & Carpenter, (2000), Videback (2001)
E. Kerangka konsep
Dukungan keluarga
Respon sosial
Skema 2.2 kerangka konsep.
23
F. Variabel Penelitian 1. Variabel Independent (bebas) Variabel independent merupakan variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya diukur hubungannya
atau
pengaruhnya
terhadap
variabel
untuk diketahui lain.
Variabel
independent (bebas) dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga.
2. Variabel Dependent (Terikat) Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah respon sosial.
G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian adalah: Tidak ada perbedaan antara respon sosial penderita HIV-AIDS yang mendapat dukungan keluarga dan tidak mendapat dukungan keluarga.