BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung dan Stick Jagung Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Di samping itu, jagung pun digunakan sebagai bahan makanan ternak (pakan) dan bahan baku industri. Jagung cukup memadai untuk dijadikan pangan pengganti beras atau dicampur dengan beras. Keunggulan jagung dibandingkan komoditas pangan lain adalah kandungan gizinya lebih tinggi dari beras,
sumber
daya
alam
Indonesia
juga
sangat
mendukung
untuk
pembudidayaannya, harganya relatif murah dan tersedianya teknologi budi daya hingga pengolahan. Peningkatan kebutuhan jagung di dalam negeri berkaitan erat dengan perkembangan industri pangan dan pakan. Untuk pangan jagung lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk produk olahan atau bahan setengah jadi, seperti bahan campuran pembuatan kue, bubur instan, campuran kopi dan produk minuman rendah kalori (Adisarwanto dan Widyastuti 2004:1). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), Jagung lokal adalah jagung yang merupakan hasil pertanaman spesifik lokasi, tidak merupakan benih hibrida dan impor contoh Jagung Kodok, Jagung Kretek, Jagung Manado Kuning, Jagung Metro. Kedelai : Kacang Jepun. Farietas jagung yang diolah menjadi Stick Jagung yaitu Jagung Lokal. Jagung dikenal sebagai salah satu pakan ternak dan industri. Secara garis besar, kegunaan jagung dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku indusri. Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya indudtri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain bahan pakan ternak, saat ini juga berkembang produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung dikalangan masyarakat. Produk tersebut banyak dijadikan bahan baku untuk pembuatan produk pangan. Dengan
gambaran potensi pasar jagung tersebut, tentu membuka peluang bagi petani untuk menanam jagung atau meningkatkan produksinya (Purwono dan Hartono, 2005). Stik jagung merupakan makanan ringan yang mudah diolah karena prosesnya relatif mudah dan harganya terjangkau. Selain itu stik jagung hanya diolah dengan menggunakan bahan baku jagung sebagai bahan dasar. Pengolahan jagung menjadi stick jagung dilakukan dengan menggunakan teknologi ekstrusi, teknologi ekstrusi merupakan suatu proses yang mengkombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran,
pemasakan,
pengadonan,
penghancuran,
pencetakan,
dan
pembentukan. Biaya-biaya yang dikeluarkan seperti pembelian bahan baku, pembelian bahan bakar, dan kemasan plastic (Sutanto, 2011:11). Menurut Purwono dan Hartono (2005) dalam Indriani (2007:15), selain sebagai bahan pangan, jagung juga menjadi campuran bahan pakan ternak, bahan ekspor non migas, serta bahan baku pendukung industri. Hal ini bisa dilihat sebagai berikut . i. Bahan Pangan Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, jagung sudah menjadi konsumsi sehari-hari. Biasanya jagung dibuat dalam bentuk makanan seperti nasi jagung, bubur jagung, jagung campuran beras, dan banyak lagi makanan tradisional yang berasal dari jagung. ii. Bahan Pakan Ternak Bagi sebagian besar peternak di Indonesia, jagung merupakan salah satu bahan campuran pakan ternak. Bahkan, di beberapa pedesaan jagung sebagai bahan pakan utama. Biasanya, jagung dicampur bersama bahan pakan lain, seperti dedak, shorgum, hijaun dan tepung ikan.
Pakan berbahan jagung umumnya
diberikan pada ternak ayam, itik dan puyuh. iii. Bahan Baku industri Di pasaran, banyak beredar produk olahan jagung. Produk olahan jagung tersebut umumnya berasal dari industri skala rumah tangga hingga industri besar. Secara garis besar, beberapa industri yang mengolah jagung menjadi produk sebagai berikut :
a. Industri giling kering, yaitu menghasilkan tepung jagung b. Industri giling basah, yaitu menghasilkan pati, sirup, gula jagung, minyak, dextrin dan makanan ringan (snack) berupa stick jagung. c. Industri destilasi dan fermentasi, yaitu industri yang menghasilkan etil alkohol, aseton, asam laktat, asam sitrat, gliserol, dan lain-lain. Stick jagung adalah hasil olahan biji jagung dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan proses giling basah. Dalam pembuatan stick jagung, pati mempunyai peranan yang sangat penting karena menentukan tekstur dan kenampakan stick jagung. Butir pati yang sudah mengalami pembengkakan karena menyerap air sewaktu digoreng, akan berubah menjadi amorphus. Pada saat perubahan ini pati akan mengikat bahan-bahan stick lainnya dalam suatu bentuk yang kokoh dan tekstur yang padat (Fatmah, et.al.1995). Kerenyahan stick jagung dipengaruhi oleh pengembangan stick pada saat digoreng, ini terjadi akibat terbentuknya kantong-kantong udara pada saat terjadi pengembangan stick sewaktu digoreng. Terbentuknya kantong-kantong udara akan bertambah pada stick
yang mempunyai kadar amilopektin yang tinggi. Proses
pengolahan jagung menjadi stick jagung dilakukan dengan cara giling basah (Malik dan Sompie,1987 dalam Anonim, 1995). Menurut Makfoeld, 1982 dalam Anonim 1995), tahap-tahap operasi dalam cara giling basah adalah sebagai berikut : i. Pembersihan Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran seperti besi, paku, tongkol, sekam, kerikil dan pasir. Biasanya pembersihan biji dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti conveyor yang dilengkapi magnit atau ayakan pemisah kotoran dan biji. ii. Perebusan Perebusan pertama dilakukan dalam larutan kapur sampai kulit ari terlepas dari biji jagung. Sedangkan perebusan kedua dilakukan dalam larutan air mendidih sampai biji jagung merekah Tujuan perebusan biji adalah untuk melunakkan biji jagung
sehingga lembaga dapat dilepaskan, mencegah perkecambahan serta pertumbuhan mikroorganisme. iii. Penggilingan Tujuan penggilingan adalah untuk menghancurkan butiran biji dan memisahkan lembaga dengan pati, gluten, kulit dan serat. Penggilingan biasanya terdiri dari dua piringan bergerigi, satu piringan dalam keadaan stasioner sedangkan piringan lain berputar sehingga terjadi pergeseran dengan jarak diantaranya 0,6 cm. Butiran biji yang berada diantara piringan akan tergosok dan dilepaskan bagian lembaganya. vi. Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja dalam makanan dalam jumlah sedikit, untuk memperbaiki warna, bentuk atau rasa, tekstur atau memperpanjang masa simpan (Winarno dkk, 1980 dalam Anonim 1995).
Yang masuk bahan tambahan makanan menurut Food Protection
Committee di Amerika adalah bahan pengawet antioksidan, pengikat logam, emolsifier, pengental, pemutih, buffer, zat warna, zat pemanis, nutrient supplement, flavoring additive lainnya yang tidak termasuk additive yang tersebut diatas. Proses pengolahan jagung menjadi stick jagung dengan giling basah dapat dilihat pada Gambar 1.
Pembersihan
Perebusan I
Perebusan II
Penggilingan I
Penambahan Bahan Makanan
Penggilingan II
Penggorengan
Pengemasan Gambar 1. Proses Produksi Stick Jagung
B. Usaha Kecil Menengah (UKM) Menurut Dayintapinasthika (2011), Usaha Kecil Menengah atau yang sering disingkat UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara Indonesia. UKM ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat, juga sangat membantu negara atau pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru, dan lewat UKM juga banyak tercipta unit-unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain itu, UKM memiliki fleksibilitas
yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. UKM ini perlu perhatian yang khusus dan didukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi pertemuan bisnis (link bisnis) yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat (Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998). Menurut Hubeis (2009:5), UKM (Usaha Kecil Menengah) yaitu: 1. Badan Pusat Stastik (BPS): UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19 orang. 2. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp. 20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juta; (c) memilki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan< Rp 1 miliar. 3. Departemen
(Sekarang Kantor Menteri Negara) Kopersai dan Usaha Kecil
Menengah (UU No. 9 Tahun 1995): UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp. 200 Juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan < Rp 1 miliar, dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp2 2,5 miliar. 4. Keppres No.16/ 1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 400 juta. 5. Departemen perindustrian dan perdagangan: 1) Perusahaan memilki aset maksimal Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung), 2) Perusahaan memilki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung).
6. Departemen Keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omset maksimal Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. 7. Departemen Kesehatan: perusahaan yang memilki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merek Dalam Negeri (MD) dan Merk Luar Negeri (ML). Usaha kecil menengah yang cukup berkembang pesat saat ini adalah usaha/industri pangan. Hal ini disebabkan adanya pertambahan penduduk dan tuntutan kebiasaan makan masyarakat. Industri pangan yang dimaksud adalah suatu sistem industri yang melibatkan perusahaan di bidang produksi pangan secara langsung meupun perusahaan-perusahaan lain yang menunjang industri tersebut. Pengembangan industri pangan sangat perlu, mengingat potensi hasil-hasil pertanian yang ada, sekaligus dalam rangka menuju industri yang kuat dan pertanian yang tangguh sesuai tujuan pembangunan nasional (Thamrin, 1999). Menurut Thamrin (1999) permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha kecil menengah (UKM) antara lain meliputi : i. Faktor Internal, dapat berupa : a) Kurangnya permodalan yang merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup. b) Sumber Daya Manusia yang terbatas Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh pada manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang secara optimal.
c) Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Usaha Kecil Jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi rendah maka produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. ii. Faktor Eksternal, berupa : a) Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Terlihat dari masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusahapengusaha kecil dan pengusaha besar. b) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha. c) Terbatasnya akses pasar Akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan Secara kompetitif baik dipasar nasinal maupun iternasional.
C. Analisis Titik Impas (Break Event Point) Menurut Umar (2003:13) Analisis titik impas (Break Event Point) adalah suatu alat analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Selanjutnya menurut Horngren, Datar, dan Foster (2005:75) yang diterjemahkan oleh Adhariani mendefinisikan bahwa “Analisis titik impas (Break Event Point) adalah volume penjualan dimana pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih.
Menurut Garrison, Noreen dan Brewer (2006:334) yang diterjemahkan oleh Hinduan menjelaskan, “break event point adalah tingkat penjualan (dalam unit atau dalam dollar) dimana perusahaan impas”. Berikut dapat dilihat gambar 2 dibawah ini.
TF/TV (RP)
4.000.000
TC
UNTUNG VC
860.094 IMPAS
2.386.649
447.249
RUGI FC
8,68
50 100
150
200
250
300
350
Q (Bungkus)
400 450
Gambar 2. Grafik Break Event Point (Titik Impas) Usaha Stick Jagung di UKM Qalifa Kota Gorontalo, 2013 Selanjutnya menurut Sugiri (2009:119), mendefinisikan bahwa Analisis titik impas (Break Event Point) adalah suatu cara atau teknik yang digunakan oleh seorang
manajer perusahaan untuk mengetahui pada volume (jumlah) penjualan dan volume produksi berapakah suatu perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian. Menurut Simamora (2002:163) mendefinisikan bahwa Analisis titik impas (Break Event Point) adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih. Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa analisis titik impas atau break event point adalah suatu cara atau alat atau teknik yang digunakan untuk mengetahui volume kegiatan produksi (usaha) dimana dari volume produksi tersebut perusahaan tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita rugi atau perusahaan mencapai titik impas. Menurut Syafri (1998 : 358) Brek Event Point dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana petani didalam usahataninya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Break event point adalah suatu kondisi pada saat hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Jadi pada kondisi ini usaha yang dijalankan tidak mendapat keuntungan, tetapi juga tidak mengalami kerugian (impas). Pada titik impas ini, keseluruhan hasil penjualan, setelah dikurangi dengan keseluruhan biaya variabel, hanya cukup untuk menutup keseluruhan biaya tetap saja, tidak terdapat sisa yang merupakan keuntungan. Bagian hasil pengurangan biaya variable dari hasil penjualan disebut contribution margin atau marginal income. Contribution margin ini disediakan untuk menutup biaya tetap. Impas terjadi bila contribution margin sama dengan biaya tetap. Laba terjadi bila contribution margin melebihi biaya tetapnya, dan terjadi rugi bila contribution margin lebih kecil daripada biaya tetap. Analisis titik impas ini dapat digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk merencanakan pada volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Dengan mengetahui titik impas ini maka dapat direncanakan tingkat-tingkat volume penjualan yang akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan. Apabila titik impas tercapai pada volume penjualan yang relatif rendah (dari kapasitas optimal produksi) merupakan
harapan dari setiap perusahaan karena memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk segera memperoleh keuntungan. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan suatu perusahaan dalam merealisasikan keuntungan, perusahaan itu perlu membuat perencanaan penjualan, produksi dan biaya produksi. Dengan demikian, analisis titik impas ini sangat erat hubungannya dengan program budgeting atau perencanaan keuangan. Meskipun analisis titik impas ini dapat diterapkan untuk data historis, tetapi sebenarnya penggunaannya yang penting adalah untuk membuat perencanaan laba dalam periode yang akan datang. (Syafri, 1998 : 358). Suatu perusahaan tentunya memiliki tujuan untuk memperoleh laba maksimum. Besar kecilnya laba yang dicapai akan merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaannya. Analisa titik impas ini merupakan alat bantu bagi manajemen dalam planning dan budgeting, yakni dapat merencanakan penjualan atau produksi, biaya-biaya, laba atau rugi sehingga dapat meningkatkan reliabilitas dan validitas laporan keuangan yang bersangkutan. Sehingga analisis ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan manajer dalam membuat keputusan sehubungan dengan kegiatan penjualan atau produksi (Syafri, 1998 : 358).
D. Penjualan 1. Pengertian Penjualan Pengertian penjualan menurut Kotler dan Keller (2006:496) penjualan yaitu sebagai sebuah keanekaragaman dari insentif-insentif jangka pendek untuk mendorong seseorang mencoba atau membeli sebuah produk atau jasa. Menurut Swastha (2001:8) penjualan
adalah ilmu dan seni yang
mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Selanjutnya menurut Simamora (2002:24) penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan pelanggan atas barang dan jasa.
Menurut Maroom (2002:28) penjualan yaitu penjualan barang dagang sebagai usaha pokok yang biasanya dilakukan secara teratur. Selanjutnya pengertian penjualan menurut Umar (2001:5) mengemukakan bahwa penjualan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang kebutuhan yang telah dihasilkannya kepada mereka yang memerlukan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan atau persetujuan bersama. Jadi apabila kegiatan penjualan ini kita teliti maka sasaran terakhir adalah mendapatkan imbalan berupa uang hasil penjualan menurut harga barang. Dilihat dari produsen harga barang ditetapkan setinggi mungkin agar keuntungan besar. Sebaiknya pihak konsumen menghendaki agar harga barang sedapat mungkin rendah atau murah dengan kualitas sebaik mungkin. 2. Cara-Cara Penjual Dalam sistem penjualan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain terdapat perbedaan dalam hal penjualan barang yang mereka jual. Menurut Swastha (2001:125) cara-cara penjualan terdiri dari: i. Penjualan langsung Penjualan langsung merupakan cara penjualan dimana penjual lansung berhubungan atau berhadapan/bertatap muka dengan calon pembeli atau langganannya. Disini pembeli dapat mengemukakan keinginannya bahkan sering terjadi tawar-menawar untuk membantu pembeli dalam mencapai kesesuaian harga. Penjual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Penjual melalui Toko/Perusahaan, b. Penjual diluar Toko/Perusahaan. ii. Penjual Tidak Langsung Pada umumnya penjualan terjadi antara penjual dan pembeli dengan bertemu muka. Namun dalam praktek terdapat variasi-variasi dari tenaga penjual. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penjualan tidak lansung adalah: a. Jarak antara lokasi penjual dengan pembeli cukup jauh, b. Respons masyarakat terhadap sebuah iklan, c. Biaya penggunaan wiraniaga yang cukup besar bagi
perusahaan, d. Biaya pemesanan lansung cukup besar bagi pembeli dan e. Terbatasnya waktu yang dimiliki pembeli maupun penjual. 3. Upaya-Upaya Untuk Meningkatkan Volume Penjualan Pada umumnya ada tiga (3) saran utama yang ingin dicapai oleh seorang penjual atau pedagang dalam mengelola usahanya Menurut Swastha (2001:512) yaitu sasaran untuk memperoleh laba, sasaran dalam peningkatan volume penjualan dan sasaran mempertahankan status. Khusus bagi sasaran untuk meningkatkan volume penjualan, hampir semua organisasi bisnis atau perusahaan menggunakan berbagai macam strategi dan kebijakan untuk mencapainya. Menurut Swastha (2001:512) cara-cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan penjualan yang berhubungan dengan mutu produk adalah: i. Merancang Konsumennya. Perusahaan berusaha merancang konsumen, agar mereka mau meningkatkan pembeli atas barang yang dibutuhkan. Strategi promosi, harga, iklan, publisitas dan peningkatan saluran distribusi dapat membantu merangsang konsumen untuk membeli barang dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan. ii. Mempengaruhi Konsumen Saingan Cara untuk mempengaruhi adalah dengan promosi, harga, iklan, publisitas dan peningkatan saluran distribusi. iii. Menarik yang Bukan Target Disini target yang hendak dicapai oleh perusahaan adalah para calon konsumen atau pembeli yang bukan pemakai. Untuk membantu merangsang para konsumen untuk mau membeli barang adalah promosi, harga, iklan dan peningkatan saluran distribusi. Selain upaya tersebut, perencanaan produksi dan kwalitas yang baik sangat berpengaruh
terhadap
peningkatan
penjualan.
Sehingga
perusahaan
dapat
memperhitungkan besarnya penjualan dari hasil penjualan yang dihasilkan dalam arti barang yang diproduk dapat dilaksanakan tepat waktu dan telah tersedia sesuai
dengan permintaan dan membuat pelanggan selalu memilih barang hasil produksi kita. 4. Prosedur Penjualan Menurut Mulyadi (2001:5) prosedur adalah urutan kegiatan klerika biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi secara berulang-ulang. Selanjutnya menurut Susanto (2002:264) prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang sama. Pengertian prosedur menurut Ardiyos (2004:734) perusahaan merupakan suatu rangkaian tindakan yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa bagian yang ditetapkan untuk menjamin agar suatu kegiatan usaha atau transaksi dapat terjadi secara berulang-ulang kali dan dilaksanakan secara seragam. Menurut Swastha (2001:172) agar suatu perusahaan dapat beroperasi dengan menguntungkan, maka harga jual barang harus lebih tinggi dan harga belinya. Harga jual yang menguntungkan harus meliputi tiga hal yaitu: a). Harga pokok barang yang dijual. b). Biaya operasi perusahaan, seperti biaya sewa gaji pegawai, biaya asuransi dan lain sebagainya. c). Laba bersih yang diinginkan perusahaan. Penjualan barang dagangan dapat dilakukan secara tunai atau pula secara kredit penjualan tunai atau penjualan kredit yang terjadi dalam suatu periode merupakan pendapatan untuk periode yang bersangkutan. Menurut Swastha (2001:172) melakukan transaksi penjualan harus mempunyai prosedur-prosedur yang telah diformat sedemikian rupa agar setiap melakukan transaksi penjualan dapat terkontrol dengan baik. Adapun yang menjadi prosedur tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: i. Penjualan Tunai Sistem penjualan mempunyai bagian-bagian atau fungsi-fungsi yang bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing untuk melayani segala sesuatu yang berhubungan dengan transaksi penjualan tunai.
ii. Penjualan Kredit Prosedur penjualan kredit sama halnya dengan transaksi penjualan kredit, namun dalam transaksi penjualan kredit mempunyai bagian-bagian ataupun fungsi-fungsi yang lebih spesifik atau khusus yang bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. 5. Jenis-Jenis Penjualan Menurut Swastha (2001:217) pada umumnya semua dagang ataupun toko banyak melakukan transaksi penjualan, baik transaksi penjualan tunai maupun transaksi penjualan kredit. Hal ini dilakukan tidak lain adalah untuk meningkatkan volume penjualan. i. Sistem Penjualan Tunai Definisi dari penjualan tunai adalah merupakan sistem penjualan yang pembayarannya dilakukan lansung atau tunai pada saat terjadinya transaksi. Biasanya untuk transaksi penjualan tunai ini para produsen sering memberikan potongan harga, agar konsumen merasa tertarik atau berminat untuk membeli. ii. Sistem Penjualan Kredit Defenisi dari penjualan kredit adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagianbagian yang saling berhubungan untuk melakukan kegiatan pokok perusahaan yaitu penyerahan barang atau jasa kepada konsumen yang pembayarannya dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesepakatan kedua bela pihak. Jadi dalam hal ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penjualan kredit dapat disebut sebagai penjualan angsuran yang pelaksanaannya tentunya akan menimbulkan piutang bagi perusahaan. 6. Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan atau (HPP) menurut wikipedia adalah istilah yang digunakan pada akuntansi keuangan dan pajak untuk menggambarkan biaya langsung yang timbul dari barang yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis. Ini termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dan tidak
termasuk periode (operasi) biaya seperti penjualan, iklan atau riset dan pengembangan. Menurut Carter dan Usry (2002:72) harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual. Selanjutnya menurut Harnanto (1988:44), harga pokok penjualan adalah merupakan harga pokok total dari barang-barang baku yang laku dijual dalam satu periode akuntansi. Disisi lain Menurut Alwi (1997:98), bahwa harga pokok penjualan adalah hasil perkalian antara perputaran persediaan dengan rata-rata persediaan selama satu periode tertentu. Sedangkan pengertian harga pokok penjualan menurut Fauzi (1998:84), bahwa harga pokok penjualan adalah total harga pokok penjualan barang selama periode tertentu, yang dihitung secara menjumlahkan harga pokok pembelian dari barang-barang yang dibeli dalam periode tersebut dengan harga pokok barang-barang yang ada pada awal periode tersebut, kemudian mengurangi hasilnya dengan harga pokok dari barang-barang yang tersisa pada akhir periode yang sama. 7. Siklus Hidup Produk Menurut levitt (1978), Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) merupakan konsep yang penting dalam pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika bersaing suatu produk. Menurut Basu Swastha (1984:127-132), daur hidup produk itu di bagi menjadi empat tahap, yaitu : 1. Tahap perkenalan (Introduction). Pada tahap ini, barang mulai dipasarkan dalam jumlah yang besar walaupun volume penjualannya belum tinggi. Barang yang di jual umumnya barang baru (betul-betul baru). Karena masih berada pada tahap permulaan, biasanya ongkos yang dikeluarkan tinggi terutama biaya periklanan. Promosi yang dilakukan memang harus agfesif dan menitikberatkan pada merek penjual. Di samping itu distribusi barang tersebut masih terbatas dan laba yang diperoleh masih rendah.
2. Tahap Pertumbuhan (Growth). Dalam tahap pertumbuhan ini, penjualan dan laba akan meningkat dengan cepat. Karena permintaan sudah sangat meningkat dan masyarakat sudah mengenal barang bersangkutan, maka usaha promosi yang dilakukan oleh perusahaan tidak seagresif tahap sebelumnya. Di sini pesaing sudah mulai memasuki pasar sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperluas dan meningkatkan distribusinya adalah dengan menurunkan harga jualnya. 3. Tahap Kedewasaan (Maturity). Pada tahap kedewasaan ini kita dapat melihat bahwa penjualan masih meningkat dan pada tahap berikutnya tetap. Dalam tahap ini, laba produsen maupun laba pengecer mulai turun. Persaingan harga menjadi sangat tajam sehingga perusahaan perlu memperkenalkan produknya dengan model yang baru. Pada tahap kedewasaan ini, usaha periklanan biasanya mulai ditingkatkan lagi untuk menghadapi persaingan. 4. Tahap Kemunduran (Decline). Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan harus di ganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini, barang baru harus sudah dipasarkan untuk menggantikan barang lama yang sudah kuno. Meskipun jumlah pesaing sudah berkurang tetapi pengawasan biaya menjadi sangat penting karena permintaan sudah jauh menurun. Apabila barang yang lama tidak segera ditinggalkan tanpa mengganti dengan barang baru, maka perusahaan hanya dapat beroperasi pada pasar tertentu yang sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Maturity Decline
Growth
Intro
Gambar 3. Siklus Hidup Produk
E. Penelitian Terdahulu Indriani (2007), penelitian dengan judul Strategi Pengembangan Usaha Stick Jagung Pada Kawasan Agropolitan di Kota Gorontalo. Metode yang digunakan yaitu Analisis SWOT dan R/C ratio. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan pengembangan usaha Stick Jagung adalah adanya program Dinas Pertanian Kota Gorontalo dan bahan baku utama tersedia, sedanhkan kelemahan adalah kurangnya fasilitas permodalan dan kualitas produksi dan proses yang belum mampu bersaing. Adapun peluang adalah potensi pasar diwilayah Gorontalo dan potensi pasar keluar, sedangkan ancaman yang dihadapi oleh pengembangan usaha Stick Jagung di Kota Gorontalo adalah dominasi pasar produk pangan olahan dari luar Gorontalo dan minimnya konsistensi pelaksanaan agroindustri di lapangan. Strategi utama yang dapat di tempuh dalam pengembangan usaha Stick Jagung adalah strategi
pertumbuhan yang agresif, yaitu interaksi antara faktor kekuatan dan faktor peluang yang memanfaatkan bahan baku yang tersedia untuk memanfaatkan potensi pasar keluar serta mendayagunakan program Dinas pertanian untuk memanfaatkan potensi pasar di wilayah Gorontalo. Keuntungan yang diperoleh dalam usaha pembuatan Stick Jagung di Kota Gorontalo adalah Rp 449.635 per bulan. Usaha Stick Jagung Rahmawati (2008), penelitian dengan judul Analisis Penentuan Harga Jual Pisang Saleh Pada Industri Rumah Tangga di Kecamatan Madiangin Kota Selayan Bukit Tinggi. Metode yang di gunakan yaitu Analisis Break Event Point. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kota Bukifiinggi terdapat tiga buah industri rumahtangga yang mengolah pisang menjadi pisang sale, dengan jumlah tenaga kerja 3 - 4 orang dan modal awal pendirian usaha berkisar antara Rp 500.000,- - Rp 2.000.000,-. Jumlah produksi rata - rata ketiga Industri ini berkisar antara 156,2 Kg 414,2 Kg/bulan. Pada bulan Agustus 2007 ketiga industri ini sama-sama mengambil kebijakan untuk menaikkan harga sebagai akibat dari naiknya harga bahan penolong. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa keuntungan per unit dari ketiga industri mengalami peningkatan setelah terjadi kenaikan harga jual pada bulan Agustus 2007 . Pada industri pisang sale ASNI keuntungan per unit meningkat sebesar 38,5%, industri WatiAsni meningkat sebesar 84,2yo dan industri pisang sale ASLI meningkat sebesar 45,7% dari keuntungan sebelum terjadi kenaikan harga jual. Besarnya impas dalam penjualan (Rp) adalah Rp 8.773.232,8 untuk industri pisang sale ASNI, Rp 5.792.032,1untuk industri pisang sale WatiAsni, dan Rp 3.457.256,7 untuk industri pisang sale ASLI dengan impas kuantitas adalah 302,5 Kg untuk industri pisang sale ASNI, 241,3 Kg untuk industri pisang sale WatiAsni, dan !44,1Kg untuk industri pisang sale ASLI. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa ketiga industri pisang sale di Bukittinggi berada diatas titik impas, baik impas kuantitas maupun impas penjualan. Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan teori penetapan harga jual berdasarkan teori variable costing dengan tingkat laba yang diharapkan sebes ar 40% diketahui bahwa harga jual per unit yang ditetapkan oleh industri pisang sale di Bukittinggi lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan berdasarkan teori, yaitu 39,4
% untuk indudstri pisang sal ASNI,9,1o% untuk WatiAsni, dan 16,4 % untuk industri ASLI. Yunus (2012), dengan judul Analisis Titik Impas dan Keuntungan Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Dutohe Barat, Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Metode analisis data yaitu menggunakan
analisis titik impas. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kuantitas produk pada saat titik impas yaitu 51,12 kilogram, dan penerimaan pada saat titik impas yaitu 2961 rupiah per kilogram. Sedangkan untuk keuntungan per unit (kilogram) pada usahatani padi sawah yakni 606.373 rupiah Besarnya Pendapatan yang diperoleh adalah Rp. 12.652.037 dengan nilai R/C Ratio yaitu 2,53. Era (2008), melakukan penelitian dengan judul Analisis Keuntungan dan Titik Impas Pada Industri Kopi Bubuk Rangking Kaum di Batusangkar. Metode Analisi data yang digunakan yaitu Analisis Kuantitatif, Analisis Kuantitatif digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan dan Titik Impas Industri Kopi Bubuk Rangking Kaum. Hasil penelitian menunjukan bahwa periode Juni-September 2007 tersebut industri Kopi Bubuk Rangking Kaum telah meraih keuntungan bersih secara beruruturutan sebesar Rp. 17.619.450,- Rp 17.859.450,- Rp. 17.239.450,- dan Rp 16.349.450. Usaha ini mengalami kondisi impas pada saat penjualan sebesar Rp.35.371.191 atau pada saat produksi 3.125 Kg dengan harga jual Rp.28.000/Kg. Gunistiyo (2009), melakukan penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Efisiensi Usaha Tani Bawang Merah Di Desa Sisalam Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Analisis data yang di gunakan yaitu analisis Benefit Cost (B/C) Ratio dan analisis Break Event Point, menghitung tentang tingkat produksi yang minimal agar petani tidak mengalami kerugian. Berdasarkan hasil analisis usahatani di Desa Sisalam Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes tahun 2009 dapat disimpulkan usaha tani bawang merah di Desa Sisalam Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes menguntungkan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis B/C ratio diperoleh rata-rata yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,52. Berdasarkan analisis Break Event Point dapat diketahui bahwa jumlah produksi
bawang merah selama ini sudah melebihi titik impas, yaitu dengan rata-rata titik impas sebesar 3.024,10 kg per hektar atau Rp13.608.438,78. Dengan demikian dapat disimpulkan tingkat produksi bawang merah pada usaha tani bawang merah di Desa Sisalam Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes sudah melampaui batas minimal produksi. Maspura (2009), Analisis Daya Saing Beberapa Jenis Sayuran di Lahan Sawah (Studi Kasus Di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur). Metode analisis data yang di gunakan yaitu metode analisis R/C Rasio, Titik Impas Produksi, Titik Harga Impas, dan Keunggulan Kompetitif. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa
usahatani
cabai
merah,
bawang
merah,
dan
kubis
menguntungkan pada tingkat produksi aktual di Kabupaten Jember. Usahatani cabai merah besar memiliki daya saing terhadap usahatani bawang merah dan kubis.
F. Kerangka Berpikir UKM Qalifa adalah usaha yang bergerak dibidang pengolahan hasil pertanian. Produk makanan olahan yang dihasilkan berupa, stik jagung. Stik jagung merupakan makanan ringan yang diolah oleh UKM Qalifa, yang cara pengolahannya mudah karena prosesnya relatif mudah dan harga terjangkau. Dengan adanya kegiatan usaha produksi tersebut maka akan terjadi suatu kegiatan yang dinamakan dengan produksi. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Dengan adanya produksi maka akan terbentuk sebuah harga atau dinamakan dengan harga produk. Harga produk itu sendiri merupakan harga atau jumlah uang yang ada pada salah satu produk/barang yang diinginkan. Dengan adanya sebuah harga maka akan timbul /terjadi biaya-biaya dan penerimaan. Biaya-biaya itu sendiri merupakan pengeluaran total produksi/ semua biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel. Sedangkan untuk penerimaan diperoleh dari penjualan sejumlah output atau dengan kata lain merupakan segala pendapatan yang diperoleh dari penjualan hasil produksinya. Dari biaya dan penerimaan yang diperoleh akan tercipta tiga
kemungkinan. Pertama, industri rumah tangga stick jagung (UKM Qalifa) mengalami kerugian yaitu apabila biaya lebih besar dari penerimaan. Kedua, industri rumah tangga stick jagung (UKM Qalifa) impas yaitu apabila biaya sama dengan penerimaan. Ketiga, industri rumah tangga stick jagung (UKM Qalifa) akan mengalami keuntungan apabila dapat melewati titik impas. Menghitung titik impas digunakan Analisis Break Even Poin. Analisis titik impas ini terdiri dari BEP Produksi yakni analisis ini digunakan untuk menghitung jumlah produksi pada saat terjadi titik impas. Sedangkan BEP Penerimaan digunakan untuk menghitung penerimaan pada saat titik impas. Dan untuk HPP (Harga Pokok Penjualan) adalah digunakan untuk menghitung keuntungan setiap kilogram produksi stick jagung dengan membandingkan harga jual dan biaya produksi dari setiap bungkus stick jagung yang diproduksi per bulan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.
UKM Qalifa
Stick Jagung
Harga
BEP Produksi
Produksi
BEP Penerimaan
Total Biaya Total Biaya Tetap Total Biaya Variabel
Harga Pokok Penjualan
Impas
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Titik Impas Stick Jagung pada UKM Qalifa, Kota Gorontalo.
G. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran teoritis maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Produksi, penerimaan, dan harga pokok penjualan Stick Jagung melewati titik impas sehingga menguntungkan dan layak dikembangkan.