13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pariwisata Menurut Menurut para ahli bahasa, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas dua suku kata, yaitu pari dan wisatawan, pari berarti seluruh, semua dan penuh, wisata berarti perjalanan, dengan demikian pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan penuh, yaitu berangkat dari suatu tempat, menuju dan singgah, di suatu di beberapa tempat, dan kembali ke tempat asal semula. Istilah “pariwisata” konon untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden Soekarno dalam suatu percakapan padanan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan, semua kegiatan pembangunan hotel, pemugaran cagar budaya, pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pekan pariwisata, penyediaan angkutan dan sebagainya semua itu dapat disebut kegiatan pariwisata sepanjang dengan kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan para wisatawan akan datang (Soekadijo, 1997: 2). Sementara itu A. J. Burkart dan S. Medlik mengungkapkan bahwa “Tourism, past, present and future”, berbunyi “pariwisata berarti perpindahan
14
orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat– tempat tujuan itu atau istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri, atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan (Soekadijo, 1997: 3). Disamping itu beberapa ahli memberi pendapat sebagaimana berikut ini: 1. Dr. Hubbert Gulden ( dalam Yoeti, 1996:117) ”Suatu seni dari lalu lintas dimana manusia berdiam disuatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan kediamannya itu tidak boleh tinggal atau menetap untuk melakukan pekerjaan selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, yang sifatnya masih berhubungan dengan pekerjaan”. 2. Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapt (dalam Yoeti,1996 : 115) Memberikan batasan yang bersifat teknis, mengatakan bahwa pariwisata adalah: ”Keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memeperoleh penghasilan dari aktivitas yang sifatnya sementara tersebut”. 3. Prof. Salah Wahab (bangsa Mesir) dalam bukunya berjudul “An Introduction On Tourist Theoraphy” (dalam Yoeti 1996 : 116)
15
Menjelaskan bahwa pariwisata adalah: “Suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapatkan pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri ataupun diluar negeri meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain (suatu negara) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beranekaragam dan berbeda dengan apa yang dialami di tempat ia memperoleh pekerjaan tetap”. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata, Pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, tennasuk pengusahaan obyek dan daya tarik serta usaha-usaha yang terkait dalam bidang tersebut. Wisata diartikan sebagai kegiatan perjalanan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Dengan demikian pengembangan pariwisata di Indonesia dilandaskan pada pengertian pariwisata secara luas. Ketetapan MPRS No. 1-II Tahun 1996 (dalam Yoeti, 1996:118) mengartikan bahwa pariwisata adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain (pariwisata luar negeri. Batasan lain mengenai arti pariwisata tercantum melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2012 tentang Pembangunan Pariwisata Jawa Tengah sebagai berikut: Pariwisata adalah kegiatan perjalanan
16
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Apabila ditinjau lebih jauh, batasan-batasan wisatawan adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan perjalanan dari suatu tempat ketempat lain. 2. Menukmati perjalanan itu tanpa ada unsur paksaan. 3. Lamanya tidak melebihi satu tahun. Pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya permintaan wisatawan yang dalam pengusahaannya baik berupa barang maupun jasa, dengan demikian kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat setempat untuk menjadi pengusaha wisma, homestay, waning, souvenir, angkutan, asongan, dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan pendapatan guna menunjang kehidupan rumah tangganya. Pariwisata sebagai suatu sistem yang mempunyai tatanan jaringan proses pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya dan teknologi serta kegiatan yang saling mempengaruhi untuk menarik dan melayani wisatawan. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah, kalangan
swasta
maupun
masyarakat.
Sejalan
dengan
pelaksanaan
pembangunan, pengembangan di bidang pariwisata termasuk rekreasi pantai
17
semakin mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah setempat. Menurut Spillane, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan industri pariwisata antara lain: a. Membuka kesempatan kerja Industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitarnya. b. Menambah pamasukan/pendapatan masyarakat daerah. Di daerah pariwisata tersebut masyarakat dapat menambah pendapatan dengan menjual barang dan jasa. c. Menambah devisa negara Dengan semakin banyaknya wisatawan asing yang datang ke Indonesia, maka akan semakin banyak devisa yang diterima. d. Merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia. Kebudayaan yang sudah ada di Indonesia dapat tumbuh karena adanya pariwisata. Wisatawan asing banyak yang ingin melihat kebudayaan asli Indonesia yang tidak ada duanya. Dengan demikian kebudayaan asli tersebut dapat tumbuh dengan suburnya. e. Menunjang gerak pembangunan di daerah. Di daerah pariwisata banyak timbul pembangunan jalan, hotel, restoran, dan lain-lain sehingga pembangunan di daerah itu lebih maju..
18
2.1.2. Pengembangan Pariwisata Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2007:538) memberikan definisi pengembangan adalah hal, cara atau hasil kerja mengembangkan. Sedangkan mengembangkan berarti membuka, memajukan, menjadikan maju dan bertambah baik. proses, cara, perbuatan mengembangkan. Ditambahkan oleh Poerwa Darminta (2002: 474) pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna. Pengembangan dalam penelitian ini diartikan sebagai proses atau perbuatan pengembangan dari belum ada, dari yang sudah ada menjadi lebih baik dan dari yang sudah baik menjadi lebih baik, demikian seterusnya. Tahapan pengembangan merupakan tahapan siklus evolusi yang terjadi dalam pengembangan pariwisata, sejak suatu daerah tujuan wisata baru ditemukan (discovery), kemudian berkembang dan pada akhirnya terjadi penurunan (decline). Menurut Butler (dalam Pitana, 2005: 103) ada 7 fase pengembangan pariwisata atau siklus hidup pariwisata (Destination Area Lifecycle) yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda, secara teoritis diantaranya: 1. Fase exploration (eksplorasi/penemuan). Daerah pariwisata baru mulai ditemukan, dan dikunjungi secara terbatas dan sporadis, khususnya bagi wisatawan petualang. Pada tahap ini terjadi kontak yang tinggi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, karena wisatawan menggunakan
19
fasilitas lokal yang tersedia. Karena jumlah yang terbatas dan frekuensi yang jarang, maka dampak sosial budaya ekonomi pada tahap ini masih sangat kecil. 2. Fase involvement (keterlibatan). Dengan meningkatnya jumlah kunjungan, maka sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat lokal masih tinggi, dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah mulainya suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata, yang ditandai oleh mulai adanya promosi. 3. Fase development (Pembangunan). Investasi dari luar mulai masuk, serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tesisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar berstandar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan, menambahkan atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa inpor termasuk tenaga kerja asing, untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat. 4. Fase consolidation (konsolidasi). Pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchises. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran
20
semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. 5. Fase stagnation (kestabilan). Kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui (di atas daya dukung, carrying capasity), sehingga menimbulkan masalah ekonomi, social dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensi/bisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer. 6. Fase decline (penurunan). Wisatawan sudah mulai beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing, dan yang tinggal hanya ’sisa-sisa’, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi, terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah atau secara total kehilangan jati diri sebagai destinasi wisata. 7. Fase rejuvenation (Peremajaan). Perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak), menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena inovasi dan
21
pengembangan produk baru, atau memanfaatkan sumber daya yang sudah ada. Ada beberapa pendapat para ahli tentang arti dari pengembangan itu sendiri. Menurut Paturusi (2001) mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu strategi yang dipergunakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata sehingga dapat dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi masyarakat disekitar objek dan daya tarik wisata maupun bagi pemerintah. Selanjutnya Suwantoro (1997:120) menyatakan bahwa pengembangan bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang
dan
bertahap.
Sedangkan
Poerwadarminta
(2002:474).
“Pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna”. Yoeti menegaskan bahwa pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan dan menambah jenis produk yang dihasilkan atau pun yang akan dipasarkan (Yoeti, 1996:53). Pengembangan suatu objek wisata harus dapat menciptakan product style yang baik, dimana diantaranya adalah: 1. Objek tersebut memiliki daya tarik untuk disaksikan maupun dipelajari. 2. Mempunyai kekhususan dan berbeda dari objek yang lainnya. 3. Tersedianya fasilitas wisata.
22
4. Dilengkapi dengan sarana-sarana akomodasi, telekomunikasi, transportasi dan sarana pendukung lainnya. Pengembangan objek wisata pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu: 1. Pembinaan produk wisata. Merupakan usaha meningkatkan mutu pelayanan dan sebagai unsur produk pariwisata seperti jasa akomodasi, jasa transportasi, jasa hiburan, jasa tour dan travel serta pelayanan di objek wisata. Pembinaan tersebut dilakukan dengan berbagai kombinasi usaha seperti pendidikan dan
latihan,
pengaturan
dan
pengarahan
pemerintah,
pemberian
rangsangan agar tercipta iklim persaingan yang sehat guna mendorong peningkatan mutu produk dan pelayanan. 2. Pembinaan masyarakat wisata Adapun tujuan pembinaan masyarakat pariwisata adalah sebagai berikut: a. Menggalakkan pemeliharaan segi-segi positif dari masyarakat yang langsung maupun tidak langsung yang bermanfaat bagi pengembangan pariwisata. b. Mengurangi pengaruh buruk akibat dari pengembangan pariwisata. c. Pembinaan kerjasama baik berupa pembinaan produk wisata, pemasaran dan pembinaan masyarakat.
23
3. Pemasaran terpadu Dalam pemasaran pariwisata digunakan prinsip-prinsip paduan pemasaran terpadu yang meliputi: a. Paduan produk yaitu semua unsur produk wisata seperti atraksi seni budaya, hotel dan restoran yang harus ditumbuh kembangkansehingga mampu bersaing dengan produk wisata lainnya. b. Paduan penyebaran yaitu pendistribusian wisatawan pada produk wisata yang melibatkan biro perjalanan, penerbangan, angkutan darat dan tour operator. c. Paduan komunikasi artinya diperlukan komunikasi yang baik sehingga dapat memberikan informasi tentang tersedianya produk yang menarik. d. Paduan pelayanan yaitu jasa pelayanan yang diberikan kepada wisatawan harus baik sehingga produk wisata akan baik pula. Dalam pengembangan suatu daerah untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata, agar menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan potensial dalam berbagai pasar, maka harus memiliki tiga syarat (Yoeti, 1996: 177), yaitu: 1. Daerah tersebut harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something to see”. Artiya di tempat tersebut harus ada objek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain. 2. Daerah tersebut harus tersedia dengan apa yang disebut sebagai “something to do”. Artinya di tempat tersebut setiap banyak yang dapat
24
dilihat dan disaksikan, harus pula disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lebih lama di tempat itu. 3. Daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut sebagai “something to buy”.Artinya di tempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja (shopping), terutama barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal wisatawan. Ketiga syarat tersebut sejalan dengan pola tujuan pemasaran pariwisata, yaitu dengan promosi yang dilakukan sebenarnya hendak mencapai sasaran agar lebih banyak wisatawan datang pada suatu daerah, lebih lama tinggal dan lebih banyak mengeluarkan uangnya di tempat yang mereka kunjungi. Disamping itu pengembangan pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah. Dengan adanya pembangunan pariwisata diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Dengan kata lain pengembangan pariwisata melalui penyediaan fasilitas infrastruktur, wisatawan dan penduduk setempat akan saling diuntungkan. Pengembangan tersebut hendaknyasangat memperhatikan berbagai aspek, seperti; aspek budaya, sejarah dan ekonomi daerah tujuan wisata.
Pada
dasarnya
pengembangan
pariwisata
dilakukan
untuk
25
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan permasalahan (Mill, 2000: 168) Pengembangan pariwisata secara mendasar memperhatikan beberapa konsep seperti: 1) Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan, 2) Pembangunan Wilayah Terpadu dan Pengembangan Produk Wisata; 3) Pembangunan Ekonomi Pariwisata; serta, 4) Pengembangan Lingkungan. Perencanaan dan pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan penyesuaian dan koreksi berdasar pada hasil monitoring dan evaluasi serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya yang merupakan dasar kebijaksanaan dan merupakan misi yang harus dikembangkan. Perencanaan dan pengembangan pariwisata bukanlah system yang berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang lain secara inter sektoral dan inter regional. Perencanaan pariwisata haruslah di dasarkan pada kondisi dan daya dukung dengan maksud menciptakan interaksi jangka panjang yang saling menguntungkan diantara pencapaian tujuan pembangunan pariwisata, peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, dan berkelanjutan daya dukung lingkungan di masa mendatang (Fandeli, 1995).
26
Pasal 4 UU no.10 Tahun 2009 tentang Pariwisata juga menguraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kepariwisataan bertujuan untuk: a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat. c. Menghapus kemiskinan. d. Mengatasi penganguran. e. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumberdaya. f. Memajukan kebudayaan. g. Mengangkat citra bangsa. h. Memupuk rasa cinta tanah air. i. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa. j. Mempererat persahabatan antar bangsa. Pengembangan kepariwisataan saat ini diharapkan dapat memperluas kesempatan berusaha disamping memberikan lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi pengangguran. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan wisata tersebut melalui keuntungan secara ekonomi. Dengan mengembangkan fasilitas yang mendukung dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk setempat saling diuntungkan.
27
Pengembangan daerah wisata hendaknya memperlihatkan tingkatnya budaya, sejarah dan ekonomi dari tujuan wisata. Perkiraan jumlah wisatawan di Karimunjawa sangat diperlukan untuk menciptakan
kesempatan
berusaha
atau
kesempatan
bekerja
serta
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar sehingga mereka tidak tertinggal oleh perkembangan usaha jasa dan sarana pariwisata. Ada dua pedoman umum untuk suatu organisasi pariwisata yang baik, yaitu harus terjalinnya kerjasama dan koordinasi diantara: 1. Para pejabat yang duduk dalam organisasi baik tingkat nasional, propinsi dan local. 2. Para pengusaha yang bergerak dalam industri pariwisata seperti usaha perjalanan, usaha penginapan. usaha angkutan, usaha rekreasi dan sektor hiburan, lembaga keuangan pariwisata, usaha cinderamata, dan pedagang umum. 3. Organisasi yang tidak mencari untung yang erat kaitannya dengan pariwisata (misalnya klub-klub wisata dan klub, mobil). 4. Asosiasi profesi dalam pariwisata. (Wahab, 1977: 267) Menurut James J. Spillane (1994: 63-72) suatu obyek wisata atau destination, harus meliputi lima unsur yang penting agar wisatawan dapat merasa puas dalam menikmati perjalanannya, maka obyek wisata harus meliputi:
28
1. Attractions Merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya attractions mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya, motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatutempat tujuan adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan atau permintaan, biasanya mereka tertarik pada suatu lokasi karena ciri-ciri khas tertentu, ciri-ciri khas yang menarik wisatawan adalah: a) Keindahan alam. b) Iklim dan cuaca. c) Kebudayaan. d) Sejarah. e) Ethnicity-sifat kesukuan. f) Accessibility-kemampuan atau kemudahan berjalan atau ketempat tertentu. 2. Facility Fasilitas cenderung berorientasi pada attractions disuatu lokasi karena fasilitas harus dekat dengan pasarnya, fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong pertumbuhan dan cenderung berkembang pada saat yang sama atau sesudah attractions berkembang. Suatu attractions juga dapat merupakan fasilitas, jumlah dan jenis fasilitas tergantung kebutuhan wisatawan. Seperti fasilitas harus cocok dengan
29
kualitas dan harga penginapan, makanan, dan minuman yang juga cocok dengan kemampuan membayar dari wisatawan yang mengunjungi tempat tersebut. 3. Infrastructure Attractions dan fasilitas tidak dapat tercapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Infrastruktur termasuk semua konstruksi di bawah dan di atas tanah dan suatu wilayah atau daerah, yang termasuk infrastruktur penting dalam pariwisata adalah: a) Sistem pengairan/air Kualitas air yang cukup sangat esensial atau sangat diperlukan, seperti penginapan membutuhkan 350 sampai 400 galon air per kamar per hari. b) Sumber listrik dan energi Suatu pertimbangan yang penting adalah penawar tenaga energy yang tersedia pada jam pemakaian yang paling tinggi atau jam puncak (peak hours), ini diperlukan supaya pelayanan yang ditawarkan terus menerus. c) Jaringan komunikasi Produk-produk komunikasi sangat dibutuhkan dalam lingkungan pariwisata. d) Sistem pembuangan kotoran/pembuangan air
30
Kebutuhan air untuk pembuangan kotoran memerlukan kira-kira 90 % dari permintaan akan air. Ini menunjukkan bahwa MCK adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkat kunjungan pariwisata. e) Jasa-jasa kesehatan Jasa kesehatan yang tersedia akan tergantung pada jumlah tamu yang diharapkan, umumnya, jenis kegiatan yang dilakukan atau faktorfaktor geografis lokal. f) Jalan-jalan/jalan raya Ada beberapa cara membuat jalan raya lebih menarik bagi wisatawan: 1) Menyediakan pemandangan yang luas dari alam semesta 2) Membuat jalan yang naik turun untuk variasi pemandangan 3) Mengembangkan tempat dengan pemandangan yang indah 4) Membuat jalan raya dengan dua arah yang terpisah tetapi sesuai dengan keadaan tanah 5) Memilih pohon yang tidak terlalu lebat supaya masih ada pemandangan yang indah. 4. Transportation Ada beberapa usul mengenai pengangkutan dan fasilitas yang dapat menjadi semacam pedoman termasuk:
31
a) Informasi lengkap tentang fasilitas, lokasi terminal, dan pelayanan pengangkutan lokal ditempat tujuan harus tersedia untuk semua penumpang sebelum berangkat dari daerah asal. b) Sistem keamanan harus disediakan di terminal untuk mencegah kriminalitas. c) Suatu sistem standar atau seragam untuk tanda-tanda lalu lintas dan simbol-simbol harus dikembangkan dan dipasang di semua bandara udara. d) Sistem informasi harus menyediakan data tentang informasi pelayanan pengangkutan lain yang dapat dihubungi diterminal termasuk jadwal dan tarif. e) Informasi terbaru dan sedang berlaku, baik jadwal keberangkatan atau kedatangan harus tersedia di papan pengumuman, lisan atau telepon. f) Tenaga kerja untuk membantu para penumpang. g) Informasi lengkap tentang lokasi, tarif, jadwal, dan rute dan pelayanan pengangkutan lokal. h) Peta kota harus tersedia bagi penumpang. 5. Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan yang sedang berada dalam lingkungan yang belum mereka kenal maka kepastian akan jaminan keamanan sangat penting, khususnya wisatawan asing.
32
Menurut Hari Lubis dan Martani Huseini, didalam sebuah organisasi melakukan pertumbuhan melalui pengembangan, menurut para ahli ada alasan mengapa melakukan pertumbuhan dalam organisasi yaitu: 1) Keinginan untuk menjadi lengkap (organizational self-realization) Para pimpinan organisasi umumnya memiliki keinginan agar organisasi menjadi lebih lengkap, mempunyai kegiatan yang lebih luas, dan mampu mencapai kemajuan Konsumen juga menginginkan kebutuhannya dapat dipenuhi oleh satu perusahaan, para pimpinan menjadi tertantang untuk melakukan setiap tantangan, itu menyebabkan organisasi mengalami pertumbuhan. 2) Mobilitas para eksekutif Organisasi yang mengalami pertumbuhan merupakan tempat bekerja yang menarik bagi para eksekutif. Pertumbuhan akan memberikan tantangan bagi para eksekutif, maupun kesempatan untuk maju. Hal ini menyebabkan organisasi selalu ingin tumbuh. 3) Faktor ekonomi Pertumbuhan organisasi mampu membawa berbagai jenis keuntungan financial, volume produksi yang tinggi menyebabkan ongkos-ongkos dapat berkurang karena skala ekonomis dapat dicapai atau dilampui.
33
4) Kemampuan menjaga kelangsungan hidup (survival) Menjaga kelangsungan hidup mungkin menjadi alasan utama dalam pertumbuhan organisasi. Organisasi akan tumbuh besar jika ingin kelangsungan hidupnya terjaga, karena persaingan sangatlah ketat (Lubis dan Huseini, 119-127) 2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat a. Masyarakat Masyarakat disekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan, untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada masyarakat, salah satunya adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka akan memperoleh keuntungan dari para wisatawan yang membelanjakan uangnya. Para wisatawan pun akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.
34
Di samping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan alam di sekitar objek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar. Lalu lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem fauna dan flora di sekitar objek wisata, oleh sebab itu perlu adanya upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu objek wisata. b. Pemberdayaan Masyarakat Secara
konseptual,
pemberdayaan
atau
pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan), karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan (Suharto, 2005: 57). Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya pemberdayaan sangat tergantung pada hal: 1. Kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah maka pemberdayaan tidak akan mungkin terjadi dalam keadaan apapun. 2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk
individu-individu
yang
mengalami
masalah
35
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat
yang
berdaya,
memiliki
kekuasaan,
atau
mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam memenuhi tugas- tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal seperti persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal seperti ditindas oleh struktur social yang tidak adil (Suharto, 2005: 58). Untuk mengetahui fokus pemberdayaan secara operasional perlu diketahui beberapa indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan orang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan. Schuler, Hashemi, dan Riley menembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan (Suharto, 2005: 63).
36
1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika ia mampu pergi sendirian. 2. Kemampuan membeli komoditas kecil, merupakan kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako, kebutuhan dirinya sendiri seperti rokok, minyak rambut dan lain-lain. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya, terlebih lagi jika ia menggunakan uangnya sendiri. 3. Kemampuan membeli komoditas besar, merupakan kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier, seperti televisi, lemari, baju dan lain-lain. Seperti hal indikator di atas, poin tinggi kepada individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin kepada pasangannya, terlebih jika ia menggunakan uangnya sendiri. 4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, seperti mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama anggota keluarga mengenai keputusan-keputusan keluarga. 5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga. 6. Kesadaran hukum dan politik. 7. Keterlibatan dalam kampanye ataupun protes-protes.
37
8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga; memiliki rumah, tanah,asset produktif maupun tabungan. Dalam konteks pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan memui tiga tiga aras atau matra pemberdayaan, yaitu (Suharto, 2005:66): 1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas- tugas kehidupannya. 2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap klien dalam memecahkan permasalahannya. 3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large- system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manejemen konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
38
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemberdayaan masyarakat lebih diartikan sebagai pengembangan daya masyarakat menuju kearah yang lebih maju. Upaya pengembangan daya tersebut dapat dilakukan dengan membangun potensi yang dimiliki masyarakat demi meningkatkan
taraf
hidup
masyarakat
itu
sendiri,
meningkatkan
kemampuan individu, dan membangun etos masyarakat yang bersangkutan. Menurut Vitayala (2000:23), pengertian pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment) adalah: Perwujudan bernuansa
pada
kapasitas
(capacity
pemberdayaan
building)
sumber
daya
masyarakat manusia
yang
melalui
pengembangan kelembagaan pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat pedesaan, seiring dengan pembangunan sistem sosial-ekonomi rakyat, prasarana dan sarana. Bahkan lebih jauh menurut kaidah ekonomi, pemberdayaan masyarakat adalah proses perolehan pelaku ekonomi untuk mendapatkan surplus value sebagai hak manusia yang terlibat dalam kegiatan produksi (Hubeis, 1997:37). Upaya ini dilakukan melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi (melalui kebijakan politik ekonomi yang tepat dengan kondisi dan tingkatan social budaya). Berbagai pandangan yang berkembang dalam teori pembangunan, baik di bidang ekonomi maupun di bidang administrasi, menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan
39
sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan. Dengan perkataan lain, masyarakat tidak hanya merupakan obyek tetapi juga sebagai subyek, pelaku pembangunan. Seiring dengan keberhasilan pembangunan yang ditunjukkan oleh berbagai statistik pembangunan, terutama membaiknya indikator kesejahteraan masyarakat, dijumpai pula kesenjangan yang belum secara tuntas dapat terpecahkan. Masyarakat di daerah pedesaan dan kawasan terpencil kondisi kehidupannya masih sangat terbelakang dan belum tersentuh oleh kehidupan modern (Bintarto, 1989:15). Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi kesenjangan tersebut adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan penanggulangan
masyarakat
masalah-masalah
bertalian
erat
pembangunan,
dengan
upaya
seperti
halnya
pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat ditekankan pada aspek politik, sosial, psikologis dan ekonomi. Kasryno (1986:43) memberikan pernyataan tentang efektivitas dan efsisiensi
pemberdayaan
masayarakat
desa
sebagai
berikut.
Arah
pemberdayaan masyarakat desa yang paling efektif dan lebih cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan masyarakat dan unsur pemerintahan yang memang “pro poor” dengan kebijakan pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan masyarakat desa dalam alokasi anggaran.
40
Dari kedua pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa agar pemberdayaan masyarakat dapat berfungsi dengan baik dan tepat sasaran maka perlu melibatkan peran serta masyarakat serta kebijakan yang berpihak pada program tersebut. Pemberdayaan masyarakat akan lebih terlihat buktinya apabila Dilaksanakan melalui Pembangunan Ekonomi Rakyat. Sebagaimana Sumodiningrat (1997:167) menyatakan bahwa: Ekonomi rakyat ditandai dengan perekonomian rakyat kecil sebagai pelaku ekonomi dengan pemilikan aset yang sedikit, skala usaha kecil, tingkat pendidikan rendah, sehingga keikutsertaan mereka dalam proses pembangunan tidak optimal dan menjadikan perbedaan (kesenjangan) diantara pelaku ekonomi yang maju dengan produktivitas tinggi. Keberpihakkan
perekonomian
terhadap
rakyat
berarti
telah
memberikan perhatian khusus kepada rakyat dalam upaya peningkatan ekonomi. Perhatian khusus ini perlu diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat kepada sumber daya pembangunan, disertai penciptaan peluang-peluang bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonomi. Agar perekonomian yang berpihak kepada rakyat dapat tercapai, maka diperlukan suatu strategi agar hal itu
41
dapat tercapai tepat pada sasaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumodiningrat (1997:166), bahwa: Ekonomi rakyat harus dikembangkan sehingga
memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam
perekonomian nasional. Perubahan struktur ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi yang lemah ke ekonomi yang tangguh, dari subsisten ke ekonomi pasar, dan dari kedudukan ketergantungan kepada kedudukan kemandirian. Tetapi dalam perekonomian yang berpihak pada rakyat seringkali terjadi permasalahan yang dapat menghambat proses ekonomi rakyat, antara lain adalah modal. Permodalan dalam perekonomian merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan suatu usaha. Untuk memperkuat pendapat di atas, Tambunan (2002:31) menyatakan bahwa: Dalam lingkup ekonomi mikro, ekonomi rumahtangga, modal usaha yang diperlukan oleh setiap anggota masyarakat dalam meningkatkan kegiatan produksinya haruslah bersumber dari kemampuan sendiri. Modal tersebut harus dihimpun dari tabungan yang diperoleh dari surplus pendapatan. Kelebihan pendapatan tersebut dijadikan investasi yang kemudian digunakan sebagai pembentukan modal. Dengan mekanisme ini produksi (kegiatan ekonomi) semakin meningkat, pendapatan, surplus, tabungan, dan investasi juga meningkat.
42
Oleh karena itu, modal usaha dalam ekonomi rumah tangga harus muncul dari kemampuan sendiri. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal pada akhirnya tidak menjadi kendala utama dalam pembangunan ekonomi rakyat. Masyarakat dapat melakukan pembangunan dengan menerapkan dan mengembangkan kemampuan sendiri dengan diiringi bimbingan dari lembaga-lembaga yang memang bergerak dalam bidangnya serta perhatian dari pihak pemerintah. Menurut Samsurijal (1997), Peran serta masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan dapat terbina bila masyarakat memahami manfaat pariwisata untuk kepentingan nasional, terutama bagi perbaikan hidup mereka sendiri. Apabila pariwisata dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, serta merata masyarakat akan mendukung pembangunan kepariwisataan. 2.1.4. Pengertian Nelayan Nelayan Nelayan menurut ensiklopedi Indonesia (1983:4) yang secara lengkap bunyi kutipannya adalah “Orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti para penebar dan penarik jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian”. Inti pengertian
43
batasan ini menyatakan, bahwa nelayan adalah pekerjaan orang yang kerja utamanya menangkap ikan. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut Direktorat Jenderal Perikanan Kementrian Perikanan, Jakarta, menyatakan nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Batasan ini tampak sekali hanya ingin memperjelas istilah di dalam Ensiklopedi Indonesia, nelayan adalah semua orang yang bekerja diatas perahu/kapal yang kegiatannya dilaut untuk mencari ikan, binatang dan tanaman air. 2.1.5. Pelaku Wisata a. Pengertian Pelaku Wisata Istilah pelaku wisata bisa diartikan sama dengan pelaku usaha sepadan dengan istilah pelaku bisnis dan pelaku ekonomi. Pelaku usaha adalah subjek yang melakukan kegiatan usaha atau melakukan kegiatan ekonomi. Pelaku bisnis adalah subjek yang melakukan kegiatan bisnis sama dengan pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi adalah subjek yang menjalankan/melakukan
kegiatan
ekonomi,
yang
dapat
berupa
44
memproduksi barang dan atau jasa, atau melakukan distribusi barang atau jasa. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengertian pelaku usaha dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1: “Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Pelaku wisata atau pelaku ekonomi atau pelaku usaha atau pelaku bisnis pada dasarnya terdiri atas kemungkinan-kemungkinan yaitu: 1). Pelaku ekonomi orang perorangan secara pribadi yang melakukan kegiatan ekonomi pada skala yang sangat kecil dengan kapasitas yang juga sangat terbatas dan terdiri atas para wirausahawan pada tingkat yang paling sederhana; 2). Pelaku ekonomi badan-badan usaha bukan badan hukum (Firma dan atau CV) dan badan-badan usaha badan hukum yang bergerak pada kegiatan ekonomi dengan skala usaha dan modal dengan fasilitas terbatas, pelaku ekonomi ini juga merupakan pelaku ekonomi dengan kapasitas terbatas, baik modal maupun teknologi;
45
3). Pelaku ekonomi badan-badan usaha badan hukum yang dapat meliputi koperasi dan perseroan terbatas, pelaku ekonomi ini biasanya bergerak pada bidang usaha yang bersifat formal, sudah memiliki atau memenuhi persyaratan-persyaratan teknis dan non teknis yang lebih baik dari pada pelaku ekonomi bukan badan hukum; 4). Pelaku ekonomi badan usaha badan hukum dengan kualifikasi canggih dengan persyaratan teknis/non teknis, termasuk persyaratan kemampuan finansial yang cukup dan didukung dengan sumber daya manusia yang profesional sesuai dengan bidangnya. b. Sapta Pesona Pengembangan pariwisata di Indonesia diikuti dengan gerakan penciptaan Sapta Pesona, pelaksanaan Sapta Pesona ini didasarkan pada kenyataan adanya kesan-kesan negatif yang dialami oleh para wisatawan khususnya dari manca negara yang telah melakukan kegiatan wisata di
Indonesia. Kesan negatif tersebut sangat
berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan pada waktu-waktu mendatang. Untuk mengatasi kesan negatif tersebut, Pemerintah mencanangkan dilakukannya gerakan sadar wisata yang didalamnya terdapat unsur Sapta Pesona yang di prakarsa Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, Soesilo Soedarman.
46
Mewujudkan Sapta Pesona identik dengan menambah pesona obyek-obyek pariwisata. Itu berarti, meningkatkan daya tarik atau daya pesona daerah-daerah tujuan wisata di Indonesia yang juga diikuti leh para pelaku wisata guna menerapkan sapta pesona. Hal tersebut dilakukan
dalam
rangka
mengurangi
citra
negatif
kemudian
menumbuhkan dan mengembangkan citra yang positif. Upaya mewujudkan Sapta Pesona harus berpijak pada kebijaksanaan yang sudah ada dan melakukan upaya peningkatan pelaksanaan pencapaian sasaran dengan bertitik tolak pada posisi keberhasilan selama ini serta memperhatikan kondisi dan kendata di lapangan. Di dalam mewujudkan Sapta Pesona sangat diperlukan adanya keutuhan dan kekompakan semua unsur yang terkait dalam pembangunan pariwisata. Secara otomatis hal tersebut perlu adanya koordinasi dan dukungan antar sektor serta pihak yang terkait juga semua elemen merasa berkepentingan dengan majunya pariwisata. Sapta
Pesona
merupakan
tujuh
unsur
yang
mampu
meningkatkan daya tarik maupun daya pesona terhadap obyek pariwisata di Indonesia. Ketujuh unsur tersebut meliputi: 1. Aman Aman merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberikan sesuatu yang tenang dan rasa tenteram bagi wisatawan.
47
Aman juga berarti bebas dari rasa takut dan kekhawatiran akan keselamatan diri beserta semua yang dibawa pada saat wisata termasuk didalamnya aman terhadap pemakaian sarana dan prasarana serta fasilitas yang digunakan. Menciptakan lingkunangan yang aman bagi wisatawan dan berlangsungnya kegiatan keperiwisataan, sehingga wisatawan tidak merasa cemas dan dapat menikmati kunjungannya ke suatu destinasi wisata. 2. Tertib Tertib merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan suasana tertib dan teratur serta disipilin dalam semua kehidupan
masyarakat.
Ketertiban
dimaksud
antara
lain:
mewujudkan budaya antri, Memelihara lingkungan dengan mentaati perturan
yang
berlaku,
disiplin
waktu/tepat
waktu
dalam
memberikan pelayanan kepada kepada wisatawan, serba teratur, rapi dan lancer. Tujuan dari tertib adalah menciptakan lingkungan yang tertib bagi
berlangsungnya
kegiatan
kepariwisataan
yang
memberikan layanan terarur dan efektf bagi wisatawan.
mampu
48
3. Bersih Keadaan bersih harus selalu tercermin pada lingkungan dan sarana pariwisata. Bersih dari segi lingkungan dimana wisatawan akan menemukan lingkungan yang bersih dan sehat serta bebas dari sampah, limbah, pencemaran maupun kotoran lainnya. Bersih dari segi bahan dimana wisatawan mendapatkan bahan yang bersih baik pada makanan, minuman maupun bahan lainnya yang digunakan dalam proses pelayanan. 4. Sejuk Sejuk merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang memberikan suasana segar dan nyaman. Kondisi tersebut dapat terwujud dengan upaya menciptakan suasana penataan lingkungan, pertamanan dan penghijauan pada jalur wisata. Memperindah wajah kota juga perlu dilakukan dengan berbagai pembangunan yang dapat membuat nyaman wisatawan, melaksanakan panghijauan dengan menanam pohon, memelihara penghijauan di objek dan daya tarik wisata serta jalur wisata, menjaga kondisi sejuk dalam ruangan umum, hotel, penginapan, restoran, dan alat transportasi dan tempat lainnya. Sehingga
tercipta
lingkungan
yang
raham
bagi
berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan
49
suasana yang nyaman, sejuk, sehingga menimbulkan rasa “betah” bagi wisatawan sehingga mendorong lama tinggal dan kunjungan lebih panjang. 5. Indah Indah
merupakan
suatu
kondisi
atau
keadaan
yang
mencerminkan penataan yang teratur, tertib dan serasi sehingga memancarkan
keindahan.
Keindahan
terutama
dituntut
dari
penampilan semua unsur yang berhubungan langsung dengan pariwisata seperti penampilan wajah kota serta obyek-obyek pariwisata yang ada. Indah dari segi alam dimana wisatawan akan mendapatkan lingkungan yang indah dikarenakan pemeliharaan dan pelestarian yang dilakukan secara teratur dan terus menerus dengan cara: a) Menjaga keindahan objek dan daya tarik wisata dalam tatanan yang alami dan harmoni. b) Menata tempat tinggal dan lingkungan secara teratur , tertib dan serasi serta menjaga karekter keelokan. c) Menjaga keindahan vegetasi, tanaman hias dan peneduh sebagai elemen estetika lingkungan yang bersifat natural. Sehingga
tercipta
lingkungan
yang
indah
bagi
berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan
50
suasana menarik dan menumbuhkan kesan yang mendalam bagi wisatwan, sehingga mendorong promosi ke kalangan/pasar yang lebih luas dan potensi kunjungan berulang. 6. Ramah Tamah Ramah tamah adalah sifat atau perilaku masyarakat yang antara lain ditunjukkan dengan perilaku akrab dalam pergaulan, hormat dan sopan dalam berkomunikasi, murah senyum, suka menyapa, suka memberikan pelayanan dan membantu tanpa pamrih baik yang diberikan oleh petugas maupun pengusaha pariwisata yang secara langsung melayani wisatawan, bersikap sebagai tuan rumah yang baik dan rela membantu wisatawan, memberi informasi tentang adat istiadat secar sopan, para petugas bisa menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji Sehingga mampu menciptakan lingkungan yang ramah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang akrab, bersahabat serta seperti di “rumah sendiri” bagi wisatawan, sehingga mendorong minat kunjungan ulang dan promosi yang positif bagi prospek pasar yang lebih luas. 2. Kenangan Kenangan ditunjukkan dengan tingkat kepuasan wisatawan terhadap semua hal yang diterimanya selama melakukan perjalanan
51
wisata. Kenangan ini akan membawa dampak yang besar bagi tingkat kunjungan wisatawan berikutnya. Kenangan
dapat
di
dapatkan
dengan
menggali
dan
mengankat keunikan budaya lokal, menyajikan makanan dan minuman khas lokal yang bersih, sehat dan menarik, menyediakan cinderamata yang menarik, unik/khas serta mudah dibawa. Sehingga
menciptakan
memori
yang
berkesan
bagi
wisatawan, pengalaman perjalanan kunjungan wisata yang dilakukan dapat terus membekas dalam benak wisatawan, dan menumbuhkan motivasi untuk kunjungan ulang dan mempromosikan ke sanak saudara. 2.1.6. Kesejahteraan Masyarakat a. Pendapatan Rumah Tangga Indikator Indikator kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat diukur dengan pendapatan rumah tangga yang diketahui dengan menjumlahkan semua sumber pendapatan, pendapatan disini dapat beragam jenisnya baik dari kegiatan utama maupun kegiatan sampingan, kegiatan utama yaitu usaha pokok yang dijadikan mata pencaharian sehari-hari, sedangkan kegiatan lainnya yaitu usaha yang dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi pariwisata sepeti pemandu wisata, kapal, hotel, berdagang makanan, souvenir, dan jasa lainya, yang kesemuanya
52
merupakan sumber pendapatan. Beragamnya sumber pendapatan tersebut sangat dimungkinkan, karena anggota keluarga yang ada melaksanakan lebih dari satu jenis usaha atau masing-masing anggota keluarga mempunyai kegiatan usaha yang berbeda satu sama lain. Pendapatan itu sendiri dapat diperoleh sebagai hasil kerja dari kegiatan yang dilaksanakan.
Kumpulan pendapatan dari berbagai sumber tersebut
merupakan total pendapatan rumah tangga/keluarga. Ananta (1988:54) menyatakan bahwa hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan sangat erat dan positif yaitu hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan pendapatan bersifat increasing return, dimana tingkat pendidikan tidak hanya memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan tetapi juga bahwa pengaruh positif tersebut makin besar dengan makin tingginya tingkat pendidikan itu sendiri. Sedangkan menurut Mangkuprawiro (1984:32), ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bekerja. Tiap anggota keluarga berusia kerja di rumah tangga akan terdorong bekerja untuk kesejahteraan keluarga. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan. Perbedaan tingkat pendapatan tidak saja disebabkan oleh tingkat pendidikan, akan tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti pengalaman kerja, keahlian, sektor usaha dan lokasi. Hal tersebut menunjukkan
53
bahwa anggota keluarga seperti istri dan anak-anak adalah sebagai penyumbang dalam berbagai kegiatan baik dalam pekerjaan rumah tangga maupun mencari nafkah. b. Kesejahteraan Masyarakat Pendapatan Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan hidup dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno, 1985:95). Tingkat kesejahteraan rumah tangga secara nyata dapat diukur dari tingkat pendapatan yang dibandingkan dengan kebutuhan minimum untuk hidup layak. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat melalui fasilitas tempat tinggal yang dimiliki. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang dalam pencapaian kehidupan
yang layak.
Selain
kualitas
rumah
tinggal,
tingkat
kesejahteraan juga dapat digambarkan dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas perumahan yang baik dan penggunaan fasilitas perumahan yang memadai akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Kondisi ini merupakan salah satu gambaran bahwa penghuni perumahan tersebut dapat dikatakan sejahtera. Tingkat pendidikan masyarakat sering dijadikan indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan
54
kesejahteraan masyarakat. Pendidikan pada masa sekarang ini telah dianggap
sebagai
kebutuhan
dasar
yang
tidak
dapat
ditunda
pemenuhannya. Pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas penduduk, karena kualitas sumberdaya manusia secara spesifik dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduk. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan memberikan gambaran tentang keadaan kualitas sumberdaya manusia (BPS, 2001:46). 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini dengan arahan dan metode yang berbeda pernah dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Guntur Sigit Jatmiko (2003) dengan judul Identifikasi Potensi Wilayah Untuk Pengembangan Kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri dengan metode analisis data sekunder. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dan membuat klasifikasi potensi kepariwisataan di setiap wilayah kecamatan untuk pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri. (2) merumuskan suatu arahan pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri. (3) membuat sistem Informasi di bidang kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri. Hasilnya arahan pengembangan kepariwisataan Kabupaten Wonogiri meliputi arahan pengembangan produk wisata, pemasaran, investasi, pengembangan aksesibilitas dan infrastruktur, pengembangan budaya dan sistem kelembagaan.
55
Nunik Wibowo Yekti (2001) dengan judul penelitian Potensi Ekoturisme untuk Pengembangan Ekoturisme yang Berwawasan Lingkungan di Kecamatan Tawangmangu dengan metode analisis data sekunder dan observsi lapangan. Tujuan dari penelitian ini (1) mengetahui potensi pariwisata yang ada didaerah penelitian dalam hal pengembangan ekoturisme (2) mengidentifikasi wilayah wilayah potensial untuk pengembangan ekoturisme di Kecamatan Tawangmangu (3) mengetahui hubungan antara potensi sediaan pariwisata dengan permintaan wisataan dalam pengembangan ekoturisme dikecamatan tawangmangu (4) mengetahui pengaruh pengembangan kegiatan ekoturisme terhadap kondisi social ekonomi masyarakat di Kecamatan Tawangmangu (5) mengetahui tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan kepariwisataan yang berwawasan lingkungan (ekoturisme) di Kecamatan Tawangmangu. Hasilnya arahan pengembangan ekowisata di Kecamatan Tawangmangu. Dedi Eka Syaputra (2001) dengan judul penelitian Potensi Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Lebak Untuk Pengembangan Pariwisata. Tujuan penelitiannya Membuat Arahan Pengembangan Pariwisata di kawasan Gunung Halimun. Di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Metode penelitiannya menggunakan . Metode deskriftif dan analisa data Sekunder. Hasilnya berupa Arahan Pengembangan Di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Di Kabupaten Bogor, Sukabumi Dan Lebak.Penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
56
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti
Judul
Guntur Sigit Jatmiko (2003)
Identifikasi Potensi wilayah untuk Pengembangan Kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri
2 Nunik Wibowo Potensi Ekoturisme Yekti (2001) untuk Pengembangan Ekoturisme yang Berwawasan Lingkungan di Tawangmangu 3 Dedi Eka Potensi Kawasan Syaputra Taman Nasional (2001) Gunung Halimun Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Lebak untuk Pengembangan Pariwisata 4 Wasis Analisis Potensi Romadhany Wilayah untuk (2006) Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Karimunjawa
Teknik Analisis Data Analisis data sekunder dan observasi lapangan
Hasil
Arahan pengembangan kepariwisataan Kabupaten wonogiri meliputi arahan pengembangan produk wisata, pemasaran, investasi, pengembangan aksesibilitas dan Infrastruktur, pengembangan budaya dan sistem Kelembagaan. Analisis data Hasilnya arahan sekunder pengembangan ekowisata Dan observsi di Tawangmangu lapangan
Metode deskriftif dan analisa data Sekunder
Arahan Pengembangan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Lebak
Metode Deskriftif observasi Dengan Analisis Data Sekunder
Pada arahan pengembangan ekowisata di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan potensi fisik, budaya flora dan fauna, dan sosial ekonomi masyarakat serta karakteristik wisatawan
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat dibuat kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1.
57
Masyarakat Usaha Pemanfaatan Potensi Wisata Potensi Wisata SDM Sarana Prasarana Sistem Aturan Pengembangan Pariwisata
Pemberdayaan Masyarakat Nelayanan Menuju Pelaku Wisata Kondisi masyarakat dengan memanfaatkan potensi pariwisata
Kesejahteraan Masyarakat • Pendapatan • Pendidikan • Kondisi Rumah
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Pemerintah Steak holder