BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 2.1.1 Pengertian STBM Sanitasi total berbasis masyarakat dilatar belakangi adanya kegagalan dalam program pembangunan sanitasi pedesaan. Dari beberapa studi evaluasi terhadap beberapa program pembangunan sanitasi pedesaan didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Banyak faktor penyebab mengenai kegagalan tersebut, salah satu diantaranya adalah tidak adanya demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan. STBM adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan. Pendekatan ini berawal di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut. Bahkan India, di satu negara bagiannya yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan STBM ke dalam program pemerintah secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodja, Afrika, Nepal, dan Mongolia telah menerapkan dalam porsi yang lebih kecil. STBM menekankan pada perubahan perilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman. Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah
subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali
2.1.2 Prinsip-Prinsip STBM Dalam pelaksanaanya program ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu : 1.
Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.
2.
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sasaran.
3.
Menciptakan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk mendukung terciptanya sanitasi total.
4.
Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan.
5.
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi
2.1.3 Lima Pilar STBM Lima Pilar STBM terdiri dari: 1.
Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit dengan dapat mengakses jamban.
2.
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.
3.
Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)
Masyarakat melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga. 4.
Pengamanan Sampah Rumah Tangga Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang)
5.
Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga. Masyarakat melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusan mata rantai penularan penyakit serta mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.
2.1.4 Metode Pendekatan STBM Pendekatan STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti : 1.
Pemetaan Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat). Alat yang diperlukan : - Tanah lapang atau halaman. - Bubuk putih untuk membuat batas desa.
- Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk. - Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran. - Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi. Proses yang dilakukan : - Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperti batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain. - Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut. - Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya. - Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada malam hari, saat hujan atau saat sakit perut. 2.
Transect Walk Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya. Proses yang dilakukan : - Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada hasil pemetaan). - Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut.
- Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang BAB di tempat tersebut pada hari itu. - Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan seperti itu. 3.
Alur Kontaminasi (Oral Fecal) Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Alat yang diperlukan : - Gambar tinja dan gambar mulut - Potongan-potongan kertas - Spidol Proses yang dilakukan : - Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yaakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut? - Menanyakan bagaimana tinja bisa ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut.
4.
Simulasi air yang telah terkontaminasi Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadapa air yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Alat yang diperlukan : - Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/ air minum) - Polutan air/ tinja Proses yang dilakukan : - Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya.
- Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan tinja. - Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang sudah terjadi selama ini. Apa yang akan dilakukan kemudian hari? 5.
Diskusi Kelompok (FGD) Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi: a. FGD untuk memicu rasa maluu dan hal-hal yang bersifat pribadi - Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya. - Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka dapat dilihat oleh orang lain. - Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain. b. FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit - Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di kampungnya dan kemana perginya tinja tersebut. - Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian taanyakan rumah mana saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal karena diare? c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan - Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan.
d. FGD menyangkut kemiskinan FGD ini biasanya berlangsung ketika masyaarakat ssudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban. - Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif dengan menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana. Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahanperilaku sanitasi dalam suatu komunitas (Depkes RI, 2008).
2.1.5 Tingkat Partisipasi Dalam STBM Masyarakat sasaran dalam STBM tidak dipaksa untuk menerapkan kegiatan program tersebut, akan tetapi program ini berupaya meningkatakan partisipasi masyarakat dalam kegiatannya. Tingkat partisipasi masyarakat sangat berbeda, dimulai tingkat partisipasi yang terendah sampai tertinggi : 1.
Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya sampai diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu).
2.
Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada komunikasi dua arah, dimana didalam kegiatan masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu.
3.
Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar, pada tahap ini masyarakat telah diajak untuk membuat keputusan secara bersama-sama untuk kegiatan yang dilaksanakan.
4.
Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan keputusan, pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat keputusan, akan tetapi telah ikut dalam kegiatan kontrol pelaksanaan program. Dilihat dari ke empat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah
tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat. Dalam prinsip STBM telah disebutkan bahwa keputusan bersama dan action bersama dari masyarakat itu sendiri merupakan kunci utama (Depkes RI, 2008).
2.2 Partisipasi 2.2.1 Pengertian Partisipasi Banyak pengertian partisipasi telah dikemukakan oleh para ahli, namun pada hakekatnya memiliki makna yang sama. Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Willie Wijaya, 2004). Pengertian yang sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2001), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, ketrampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya. H.A.R. Tilaar (2009) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain
perlunya perencanaan dari bawah (button-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.Menurut Soegarda Poerbakawatja partisipasi adalah Suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan di dalam perencanaan serta 13 pelaksanaan dari segala sesuatu yang berpusat pada kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya (Soegarda Poerbakawatja, 1981). Berdasarkan pengertian di atas, bahwa konsep partisipasi memiliki makna yang luas dan beragam. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan partisipasi adalah suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis.
2.2.2 Manfaat Partisipasi Menurut Pariatra Westra (Widi Astuti, 2008) manfaat partisipasi adalah: a. Lebih mengemukakan diperolehnya keputusan yang benar. b. Dapat digunakan kemampuan berpikir kreatif dari para anggotanya. c. Dapat mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi serta membangun kepentingan bersama. d. Lebih mendorong orang untuk bertanggung jawab. e. Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan. Pendapat lain dikemukakan oleh Burt K. Schalan dan Roger (Widi Astuti, 2008) bahwa manfaat dari partisipasi adalah: a. Lebih banyak komunikasi dua arah. b. Lebih banyak bawahan mempengaruhi keputusan. c. Manajer dan partisipasi kurang bersikap agresif.
d. Potensi untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif, diakui dalam derajat lebih tinggi. Dari pendapat-pendapat di atas tentang manfaat partisipasi, dapat disimpulkan bahwa partisipasi akan memberikan manfaat yang penting bagi keberhasilan organisasi yaitu: a. lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar karena banyaknya sumbangan yang berarti dan positif. b. Mengedepankan komunikasi dua arah sehingga baik bawahan maupun atasan memiliki kesempatan yang sama dalam mengajukan pemikiran. c. Mendorong kemampuan berpikir kreatif demi kepentingan bersama. d. Melatih untuk bertanggung jawab serta mendorong untuk membangun kepentingan bersama. e. Memungkinkan untuk mengikuti setiap perubahan yang terjadi.
2.2.3 Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi derajat partisipasi seseorang yang tercermin dalam perilaku dan aktifitasnya dalam suatu kegiatan. Faktor yang mempengaruhi derajat partisipasi antara lain pendidikan, penghasilan dan pekerjaan anggota masyarakat dalam hal ini. Tingkat pendidikan masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap partisipasinya dalam membantu pelaksanaan penyelenggaraan program. Menurut Soemanto R B, dkk. (Muryani Khikmawati, 1997) mengatakan bahwa mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya dalam pembangunan, hal mana karena dibawa oleh semakin kesadarannya terhadap pembangunan. Hal ini berarti semakin tinggi derajat partisipasi terhadap program pemerintah termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan. Faktor pendidikan juga berpengaruh pada perilaku seseorang dalam menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan baru. Masyarakat yang berpendidikan ada
kecenderungan lebih mudah menerima inovasi jika ditinjau dari segi kemudahan (eccessibility) atau dalam mendapatkan informasi yang mempengaruhi sikapnya. Seseorang yang mempunyai derajat pendidikan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menjangkau sumber informasi. Oleh karena itu, orang yang mempunyai pendidikan kuat akan tertanam rasa ingin tahu sehingga akan selalu berusaha untuk tahu tentang inovasi baru dari pengalaman-pengalaman belajar selama hidup. Faktor penghasilan merupakan indikator status ekonomi seseorang, faktor ini mempunyai kecenderungan bahwa seseorang dengan status ekonomi tinggi pada umumnya status sosialnya tinggi pula. Dengan kondisi semacam ini mempunyai peranan besar yang dimainkan dalam masyarakat dan ada kecenderungan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan terutama gejala ini dominan di masyarakat pedesaan. Pengaruh ekonomi jika diukur dalam besarnya kontribusi dalam kegiatan pembangunan ada kecenderungan lebih besar kontribusi berupa tenaga. Dalam hubungannya partisipasi orang tua siswa dalam membantu pengembangan proses pembelajaran pada tahapan pelaksanaan, faktor penghasilan mempunyai peranan, karena untuk melaksanakan inovasi membutuhkan banyak modal yang sifatnya lebih intensif. Faktor lain disampaikan oleh Angell dalam Ensiklopedia Wikipedia berjudul partisipasi (2011) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal. a. Usia Faktor usia merupakan faktor yang mepengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatankegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan
keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya. b. Jenis Kelamin Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik. c. Pendidikan Pendidikan dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. d. Pekerjaan dan Penghasilan Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan seharihari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatankegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian. e. Lamanya Tinggal Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
2.2.4 Macam-Macam Partisipasi Ada beberapa macam partisipasi yang dikemukakan oleh ahli. Menurut Sundariningrum (Sugiyah, 2010) mengklasifikasikan partisipasi menjadi dua berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu: a. Partisipsai langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya. b. Partisipasi tidak langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya pada orang lain. Pendapat lain disampaikan oleh Subandiyah (1982) yang menyatakan bahwa jika dilihat dari segi tingkatannya partisipasi dibedakan menjadi tiga yaitu: a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan b. Partisipasi dalam proses perencanaan dan kaitannya dengan program lain. c. Partisipasi dalam pelaksanaan. Lebih rinci Cohen dan Uphoff (Siti Irene A.D., 2011) membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Dalam partisipasi ini masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi pembangunan. Wujud dari partisipasi ini antara lain seperti kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program
yang ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi: menggerakkan sumber daya, dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas. Dari segi kualitas, dapat dilihat dari peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar prosentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang telah direncanakan sebelumnya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan macam partisipasi, yaitu: a. Partisipasi dalam proses perencanaan/ pembuatan keputusan. (participation in decision making). b. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementing). c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil d. Partisipasi dalam evaluasi (participation in benefits).
2.3 Kepuasan Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin satis artinya cukup baik, memadai dan facio artinya melakukan atau membuat. Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Tjiptono, 1997). Menurut kamus psikologi, satisfaction adalah perasaan enak subyektif setelah suatu tujuan dicapai baik tujuan itu fisik ataupun psikologis (Budiardjo, 1991). Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Tjiptono & Gregorius, 2005) mendeskripsikan kepuasan adalah perasaan baik ketika Anda mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang Anda ingin terjadi tidak terjadi, tindakan memenuhi kebutuhan atau keinginan. Kepuasan konsumen menurut Wilkie (1994) yaitu merupakan respon emosional terhadap evaluasi
pengalaman mengkonsumsi produk, toko atau jasa. Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Kotler dan Keller (2003) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai perasaan konsumen, baik itu berupa kesenangan atau kekecewaan yang timbul dari membandingkan penampilan sebuah produk dihubungkan dengan harapan konsumen atas produk tersebut. Apabila penampilan produk yang diharapkan konsumen tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka dapat dipastikan konsumen akan merasa tidak puas dan apabila penampilan produk sesuai atau lebih baik dari yang diharapkan konsumen, maka kepuasan atau kesenangan akan dirasakan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya. Ini merupakan penelitian evaluatif pascapemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan barang atau jasa tersebut (Mowen dan Minor, 2002).
2.4 Kebutuhan dan Harapan Dalam pengertian sehari-hari istilah kebutuhan sering disamakan dengan keinginan. Seringkali terjadi seseorang mengatakan kebutuhan padahal sebetulnya yang dimaksud adalah keinginan. Kedua istilah tersebutmengandung pengertian yang berbeda. Kebutuhan adalah kenginan terhadapbarang atau jasa yang harus dipenuhi, apabila tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang negatf. Jadi perbedaannya antara kebutuhan dan keinginan adalah bahwa kebutuhan harus dipenuhi tetapi kalu keinginan tidakharus dipenuhi.Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenisdan macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusiasejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. Di bawah ini akan diberikan jenis macam aneka ragam definisi atau pengertian dari tiap-tiap kebutuhan manusiaselama hidupnya di dunia: 1. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Tingkat Kepentingan / Prioritas)
a. Kebutuhan Primer (kebutuhan pokok) Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang haus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusai, seperti : dapat hidup sehat, berpakaian, dan berteduh serta memperoleh pendidikan. Kebutuhan primer ini apabila tidak dipenuhi dapat menimbulkan dampak yang negatif. b. Kebutuhan Sekunder (Pelengkap) Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi. Contoh kebutuhan skunder adalah kebutuhan akan radio, TV, atau sepeda motor bagi masyarakat yangpendapatannya masih tergolong rendah. c. Kebutuhan Tersier atau kebutuhan mewah adalah kebutuhan yang biasanya dipenuhi setelah kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder dipenuhi. Contoh kebutuhan tersier adalah kebutuhan akan mobil, alat rumah tangga mewah, dan perhiasan mahal. 2. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Sifat a. Kebutuhan Jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan badan lahiriah atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya. b. Kebutuhan Rohani adalah kebutuhan yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu bagi jiwanya secara kejiwaan. Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain. 3. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Waktu a. Kebutuhan
Sekarang
Kebutuhan
sekarang
adalah
kebutuhan
yang
benar-
benardiperlukan pada saat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangat lapar, pengobatan akibat kecelakaan, dan lainsebagainya. b. Kebutuhan Masa Depan Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang dapat ditunda serta dipenuhi di lain waktu di masa yang akan datang. Contoh yaitu pergi haji,
pendidikan tinggi, pahala untuk bekal akherat, membeli mobil Toyota yaris terbaru, dan lain sebagainya. 4. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Subjek / Subyek Penggunanya a. Kebutuhan Individual adalah jenis kebutuhan yang dibutuhkan oleh orang perseorangan secara pribadi. Contohnya adalah sikat gigi, menuntut ilmu, sholat lima waktu, makan, dan banyak lagi contoh lainnya. b. Kebutuhan Sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan sosial suatu kelompok masyarakat. Contohnya adalah jalan umum, penerangan tempat umum, berserikat mengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, dan lain-lain.