BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi juga ekonomis, maka perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis. Lapisan paling atas disebut dengan lapisan permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Dibawahnya terdapat lapis fondasi yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen, ataupun tanah liat. Material utama pembentuk lapisan perkerasan jalan adalah ageregat yaitu 90-95% dari berat campuran perkerasan. Daya dukung lapisan perkerasan ditentukan dari sifat butir-butir agregat agar terbentuk perkerasan kedap air. Perkerasan dengan mempergunakan aspal sebagai bahan pengikat disebut perkerasan lentur, dan perkerasan dengan mempergunakan semen disebut perkerasan kaku. Sedangkan perkerasan menggabungkan keduanya dinamakan perkerasan komposit. Untuk mendapatkan perkerasan jalan yang memenuhi mutu II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang diharapkan, maka perlu pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan agregat. Disamping itu, pengetahuan tentang sifat bahan pengikat seperti aspal dan semen menjadi dasar untuk merancang campuran sesuai jenis perkerasan yang diinginkan. 2.2
Jenis Perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat
dibedakan atas : a.
Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
b.
Konstuksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
c.
Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini tentang perbedaan utama antara
perkerasan kaku dan perkerasan lentur pada tabel 2.1 tentang perbedaan utama perkerasan kaku dan perkerasan lentur.
II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Perbedaan Utama Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
ASPAL
SEMEN
Bahan 1 Pengikat Timbul rutting Repetisi
Timbul retak-retak pada (lendutan pada jalur
2 Beban
permukaan roda)
Penurunan
Jalan bergelombang
Bersifat sebagai balok diatas
tanah dasar
(mengikuti tanah dasar)
perletakan
3
Modulus kekakuan Perubahan
berubah. Timbul
Modulus kekakuan tidak berubah
Temperatur
tegangan dalam yang
timbul tegangan dalam yang besar.
4
kecil Sumber : Perkerasan lentur jalan raya (1999)
Akibat kendaraan yang melewati permukaan jalan, lapisan keras akan mengalami 2 macam beban kendaraan yaitu beban statis dan beban dinamis. Beban statis terjadi pada saat kendaraan berhenti lama pada lapisan keras, yang menimbulkan gaya tekan vertikal statis. Beban dinamis terjadi pada kendaraan yang terjadi pada kendaraan yang sedang berjalan diatas lapisan-lapisan perkerasan, beban ini dapat berupa getaran-getaran. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi akan menerima
II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja. Pada penelitian kali ini, perkerasan lentur (Flexible Pavement) merupakan perkerasan yang akan diteliti pada penelitian kali ini. Konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu : a.
Syarat-syarat berlalu lintas Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut, dan tidak berlubang. 2. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya. 3. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tak mudah selip 4. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari b.
Syarat-syarat kekuatan/struktural Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat :
1. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ketanah dasar
II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan dibawahnya 3. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat cepat dialirkan 4. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut diatas, perencanaan dan pelaksaksanaan konstruksi perkerasan lentur jalan haruslah mencangkup : a. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metoda yang ada. b. Analisa campuran bahan Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia, direncanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi dari jenis lapisan yang dipilih. c. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi syarat, belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelaksanaan yang cermat mulai dari tahap penyiapan lokasi dan material
II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan. Pada umumnya jenis perkerasan yang dipakai di Indonesia adalah perkerasan lentur. Susunan struktur jalan (perkerasan lentur) di Indonesia pada umumnya mengacu kepada standar USA, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 dibawah ini.
Sumber : Muse-Enterprise.blogsport.com//struktur perkerasan lentur (2015)
Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Lentur 2.2.1 Lapis Permukaan (Surface Course) Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan dan berfungsi sebagai : a.
Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan
b.
Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap kelapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut
c.
Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus
II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
d.
Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek. Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang
terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis antara (blider course) a.
Lapis Aus (Wearing Course)
1. Sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang semakin lama semakin tipis karena langsung bersentuhan dengan roda-roda kendaraan lalu lintas, dan dapat diganti dengan yang baru 2. Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat (anti selip). b.
Lapis antara (Binder Course)
1. Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. 2. Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk mengurangi tegangan pada lapisan bawah struktur jalan. 3. Menyediakan permukaan jalan yang baik dan rata sehingga nyaman dilalui. Guna memenuhi fungsi tersebut, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia : a.
Lapisan bersifat non struktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :
II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Burtu (Laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm 2. Burda (Laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berturut-turut tebal padat maksimum 3.5 cm 3. Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan alam dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm 4. Buras (Laburan Aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal. Taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi 5. Latasbum (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm. 6. Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan nama Hot Roll Sheet (HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang di campur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2.5 – 3 cm. Jenis lapisan permukaan tersebut diatas walaupun bersifat non structural, dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
II-8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b.
Lapis bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda
1. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4-10 cm 2. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisannya antara 3-5 cm. 3. Laston (Lapis atas beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. 2.2.2 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari lapisan perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Karena terletak tepat dibawah permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling menderita. Secara umum lapis pondasi atas (base course) mempunyai fungsi sebagai berikut : a.
Bantalan atau lapis pendukung terhadap lapis permukaan
b.
Pemikul beban vertikal dan horizontal
c.
Meneruskan beban kelapisan dibawahnya II-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
d.
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
e.
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan bawahnya Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu pecah, krikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas. Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain : a.
Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :
1. Batu pecah kelas A 2. Batu pecah kelas B 3. Batu pecah kelas C Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B, batu pecah kelas B lebih kasar daripada batu pecah kelas C. Kriteria masing-masing jenis lapisan diatas lapisan diatas dapat diperoleh pada spesifikasi yang diberikan. b.
Pondasi Macadam
c.
Pondasi Telford
d.
Penetrasi Macadam (Lapen)
e.
Aspal Beton Pondasi (Asphalt Concrete Base/Asphalt Treated Base).
f.
Stabilitas yang terdiri dari : 1. Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base). 2. Stabilitas agregat dengan kapur (Lime Treated Base) II-10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Stabilitas agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base) 2.2.3 Lapis Pondasi Bawah (Subbase course) Lapis pondasi bawah adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut : a.
Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkaan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10%
b.
Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relative lebih murah dibandingkan dengan material lapisan perkerasan diatasnya
c.
Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal
d.
Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
e.
Lapisan pertama, agar perkerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan rodaroda alat berat
f.
Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia, antara
lain : a.
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
1. Sirtu/Pitrun kelas A 2. Sirtu/Pitrun kelas B 3. Sirtu/Pitrun kelas C
II-11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b.
Stabilitas
1. Stabilitas agregat dengan semen (Cement Treated Subbase) 2. Stabilitas agregat dengan kapur (Lime Treated Subbase) 3. Stabilitas tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization) 4. Stabilitas tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization) 2.2.4 Lapis Tanah dasar (Sub Grade) Tanah dasar (Sub Grade) adalah lapisan tanah setebal 50-100 cm yang di atasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah. Sebelum lapisan-lapisan lain diletakkan, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap volume, sehingga dapat dikatakkan bahwa kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Pemadatan yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan (jika tanah aslinya baik) tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan, atau tanah yang distabilisasi dengan abu atau bahan lainnya. Adapun fungsi tanah dasar adalah sebagai tempat peletak pondasi dan pemberi daya dukung terhadap lapisan diatasnya. Ditinjau dari muka tanah asli. Maka lapisan tanah dasar (subgrade) dapat dibedakan atas lapisan tanah dasar (tanah galian), lapisan tanah dasar (tanah timbunan), lapisan tanah dasar (tanah asli). Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar adalah :
II-12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a.
Perubahan bentuk tetap dari jenis tertentu akibat beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk mengalami hal tersebut. Lapisan-lapisan tanah lunak yang terdapat di bawah tanah dasar harus diperhatikan. Daya dukung tanah dasar yang ditunjukkan oleh nilai CBR nya dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.
b.
Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum sehingga mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang mungkin terjadi dapat dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga kemungkinan berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.
c.
Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat tanah dasar sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak meratanya daya dukung tanah dasar. Perencanaan tebal perkerasan dapat dibuat berbeda beda dengan membagi jalan menjadi segmen-segmen berdasarkan sifat tanah yang berlainan
d.
Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik. Hal ini akan lebih jelek pada tanah dasar dari jenis tanah berbutir kasar dengan adanya tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas ataupun akibat pembebanan lalu lintas ataupun akibat berat tanah dasar itu sendiri (pada tanah dasar tanah timbunan). Hal ini dapat diatasi dengan melakuakan pengawasan yang baik pada saat pelaksanaan pekerjaan tanah dasar. II-13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
e.
Perbedaan penurunan (Diffrensial Settlement) akibat terdapatnya lapisanlapisan tanah lunak dibawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan teliti. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor dapat memberikan gambaran yang jelas tentang lapisan tanah dibawah lapis tanah dasar.
f.
Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan dan lain sebagainya.
2.3
Pembebanan Perkerasan Jalan Kendaraan pada posisi berhenti di atas struktur yang diperkeras akan
menimbulkan beban langsung pada arah vertikal (tegangan statis) yang berkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan perkerasan. Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis pada arah horizontal akibat akselerasi pergerakan kendaraan serta pada arah vertikal akibat pergerakan kendaraan ke atas atau ke bawah karena perkerasan yang tidak rata. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramida dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan struktur perkerasan. Peningkatan distribusi tegangan tersebut mengakibatkan beban atau tegangan yang terdistribusi semakin ke bawah semakin kecil sampai permukaan lapis tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa II-14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
beban terbagi rata Po. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebar ke tanah dasar menjadi P1 yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.2
Sumber : azanurfauzi.blogsport.com//Distribusi beban pada struktur jalan (2015)
Gambar 2.2 Distribusi beban pada Struktur Jalan Lapisan perkerasan jalan akan mengalami dua pembebanan yaitu beban tekan dan beban tarik. Beban tarik sering menyebabkan retak, diawali dengan adanya retak awal (crack initation) pada bagian bawah lapisan perkerasan yang kemudian akan menjalat ke permukaan. Namun, retak awal juga dapat terjadi pada bagian atas lalu menyebar ke bawah permukaan. Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh peningkatan beban dan repetisi beban. Sebagian besar jalan di Indonesia menggunakan Asphalt Concrete (AC). Asphalt Concrete yang bergradasi menerus mempunyai ketahanan yang baik terhadap deformasi permanen, tetapi kurang tahan terhadap retak akibat kelelehan yang sering disebabkan retak pada lapisan beraspal. Cuaca menyebabkan lapisan beraspal menjadi rapuh, sehingga makin rentan terhadap retak dan pelepasan (disintegrasi). Apabila retak mulai meluas dan tidak segera diperbaiki maka retak akan terus meluas dengan cepat dan terjadi gompal (spalling) dan akhirnya akan terjadi lubang.
II-15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Retak yang disebabkan oleh pengulangan beban menyebabkan adanya gaya tarik yang dialami asphalt concrete. Berbeda dengan beban tekan yang secara empiris dapat diperoleh dengan pengujian Marshall secara langsung. Besarnya tambah tarik tidak dapat dilakukan pengujian secara langsung dengan Marshall karena terdapat ring/cincin penahan. Retak atau terjadinya deformasi permanen dan keretakan dijalan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.3 Deformasi permanen dan keretakan di jalan 2.4
Bahan Penyusun Lapis Atas Beton (Asphalt Concrete) Aspal beton (Asphalt Concrete) merupakan satu jenis perkerasan lentur
yang umum digunakan di Indonesia. Aspal beton merupakan lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras, dan agregat yang bergradasi menerus (well graded), dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Pembuatan lapis aspal beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung terukur yang dapat melindungi konstruksi di bawahnya. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi
II-16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 1987) Aspal beton merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat. Perkerasan percampuran dilakukan di pabrik pencampur, kemudian dibawa ke lokasi dan dihampar dengan mempergunakan alat penghampar sehingga diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata untuk selanjutnya dipadatkan dengan mesin pemadat dan akirnya diperoleh lapisan padat Aspal Beton (Silvia Sukirman, 1992). 2.5
Perkerasan Lentur Silvia Sukirman (1999) menyatakan bahwa perkerasan lentur harus
mempunyai beberpa persyaratan yaitu : a.
Permukaan harus rata, tidak bergelombang
b.
Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah mengalami perubahan bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya
c.
Permukaan tidak mengkilap sehingga pantulan dari sinar matahari tidak akan silau
d.
Permukaan cukup kasat dan akan memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan, sehingga tidak slip
e.
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar
f.
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan bawahnya
g.
Permukaan mudah mengalirkan air hujan dengan cepat Fungsi dari lapisan permukaan antara lain :
II-17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a.
Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban-beban roda selama masa pelayanan.
b.
Lapis kedap air, lapis permukaan harus kedap terhadap air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
c.
Lapisan aus (wearing course), lapisan yag langsung menerima gesekan dengan ban akibat rem kendaraan sehingga mudah terjadi aus
d.
Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih lemah. Selain itu lapis permukaan juga mempunyai persyaratan bahan-bahan
pencampurannya antara lain : a.
Aspal sebagai salah satu bahan pencampurannya tidak boleh mengandung parafin
b.
Aspal harus dapat mengadakan ikatan dengan batuan dan agregat
c.
Batuan atau agregat yang dipakai harus kuat, kokoh dan tidak mudah aus
d.
Bahan atau agregat harus dapat mengadakan ikatan yang baik dengan aspal
2.6
Gradasi Superpave Menurut Barnard K.L.M dan Vicky Ramahadian, dari Departemen of Civil
Engineering. JBPTITBSI/12-02-2005. Tahun 1980 an, banyak departemen transportasi negara yang mengalami kerusakan prematur luas aspal trotoar. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1987 The Strategic Higway Research Program (SHRP) melakukan penelitian tentang kemampuan dan durabilitas jalan diamerika. Produk akhir ini adalah suatu campuran panas agregat aspal yang dikenal dengan nama Superpave. Dibawah The Strategic Higway Research II-18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Program (SHRP), sebuah inisiatif yang dilakukan untuk meningkatkan pemilihan bahan dan desain campuran dengan menggembangkan sebuah metode desain baru campuran yang menyumbang beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Sebuah metode baru evaluasi pengikat aspal. Metode baru analisis campuran Ketika SHRP selesai pada tahun 1993, memperkenalkan tiga perkembangan ini dan memanggil inovasi tersebut sebagai Superior Pertunjukan Asphalt Pavement System (Superpave). Meskipun metode ini baru pengujian kinerja campuran belum ditetapkan tetapi metode desain campuran yang mapan. Campuran ini diharapkan dapat mencegah terjadinya deformasi plastis dan retak akibat lelah (fatique). Campuran aspal agregat jenis superpave adalah suatu campuran agregat dan aspal yang dicampur dalam keadaan panas pada suhu dan komposisi tertentu, dimana gradasi agregat mempunyai ciri-ciri utama yaitu adanya titik kontrol dari batas gradasi dan daerah penolakan yang harus dihindari oleh target gradasi. Gradasi adalah sifat yang sangat penting dari campuran beraspal panas, karena mempengaruhi semua aspek campuran. Ketika proposi agregat menjadi ukuran yang berbeda maka kontraktor dapat menentukan apa jenis tekstur permukaan perkerasan yang diinginkan. Spesifikasi gradasi adalah menggunakan grafik dengan power 0,45 untuk penentuan struktur agregat. Hal ini dapat digunakan untuk menunjukkan stabilitas, ketahanan
dan
constructability.
Struktur
agregat
padat
tidak
memberi
ruang/rongga untuk aspal. Metode desain campuran Superpave terdiri dari 7 langkah dasar : a.
Seleksi agregaat II-19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b.
Pemilihan pengikat aspal
c.
Persiapan sample (termasuk pemadatan)
d.
Kinerja Tes
e.
Kepadatan dan void perhitungan
f.
Optimum seleksi kadar aspal
g.
Evaluasi kerentanan Moisture. Tujuan diperkenalkannya spesifikasi superpave tersebut adalah untuk
mengatasi deformasi yang permanen, kelelahan retak dan retak pada temperatur rendah, yaitu melalui karakteristik campuran yang mempunyai : a.
Kadar aspal yang cukup untuk keawetan, yakni dengan rongga terisi aspal (VFB) yang tepat
b.
Rongga dalam agregat (VMA) dan rongga campuran (VIM) yang cukup
c.
Kemudahan pengerjaan yang cukup dan
d.
Kinerja yang memuaskan selama umur rencana perkerasan Pada spesifikasi campuran beraspal panas “Superpave” M 323-07 AASHTO
2004 rancangan campuran dibagi menjadi 5 kelas sesuai dengan rencana lalulintas, yaitu : a.
< 0,3 Juta ESALs
(Equivalent Standard Axle Loads)
b.
0,3 s/d < 3 Juta ESALs
(Equivalent Standard Axle Loads)
c.
3 s/d < 10 Juta ESALs
(Equivalent Standard Axle Loads)
d.
10 s/d < 30 Juta ESALs
(Equivalent Standard Axle Loads)
e.
> 30 Juta ESALs
(Equivalent Standard Axle Loads)
Masing- masing jalan mempunyai persyaratan kepadatan, dan volumetrik yang berbeda, serta persyaratan kualitas bahan (aspal dan agregat) yang berbeda II-20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
juga. Makin berat beban lalu lintas maka persyaratan yang diminta makin berat juga serta, temperatur udara akan berpengaruh pada persyaratan aspal yang dipakai. Karakteristik campuran kriteria persyaratan dibagi menjadi lima kecuali rasio bahan pengisi terhadap aspal (dust to binder ratio) yang sama sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Desain kelas lalu lintas diarahkan untuk mengantisipasi beban lalu-lintas pada lajur rencana dalam periode 20 tahun. Tabel 2.2 Persyaratan karakteristik campuran beraspal panas berdasarkan spesifikasi superpave. Kepadatan (% terhadap
Minimum Rongga dalam
Rongga
Desain
maksimum specific
Agregat (%)
Terisi
ESALs
gravity teoritis)
Ukuran Nominal Agregat (mm)
Aspal,
Rasio Abu terhadap (Juta)
VFB Ninitial
Ndesain
Nmax
37.5
25.0
19.0
12.5
aspal
9.5 (%)
<0.3
< 91.5
70-80
0.3 - <0.3
< 90.5
65-78
3 - <10 10 - <30
96.0 <89.0
< 98.0
11.0
12.0
13.0
14.0
15.0
0.6 - 1.2 65-75
> 30 Sumber : The Asphalt Institute’s (2007)
Banyak faktor yang mempengaruhi variabilitas, termasuk : sifat bahan, proses produksi/pembuatan, lokasi dan jenis sampling, jarak, area atau volume yang diwakili, metode pengujian dan waktu dimana karakteristik diukur. Variabilitas didefinisikan sebagai kualifikasi variasi tipikal diperoleh pada bahan atau proses konstruksi. Berdasarkan NCHRP 232 yang dicuplik oleh World Road
II-21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Association (2002) menggambarkan berbagai sumber variasi yang dapat dicatat menjadi 5 jenis, yaitu : a.
Variasi yang melekat adalah variasi acak sebenarnya dari bahan dan merupakan fungsi dari karakteristik bahan itu sendiri. Variasi ini ditentukan melalui pengambilan contoh dan pengujian dan mungkin bervariasi dalam besarnya
b.
Variasi pengujian sesuai dengan kurangnya pengulangan antara hasil test.
c.
Variabilitas terjadi ketika contoh yang diambil dengan proposi yang berbeda dari sekelompok bahan (batch) yang memiliki ke homogen yang sama, namun tidak menunjukkan hasil yang sama.
d.
Variasi dalam sekelompok bahan adalah perbedaan antara hasil uji bukan fungsi dari teknik pengambilan contoh tetapi berhubungan dengan variasi nyata karakteristik bahan.
e.
Variasi dari sekelompok-kelompok bahan (Batch to batch variation) adalah merupakan selisih dari satu kelompok bahan dengan yang lainnya untuk jenis bahan yang sama yang diproduksi. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatur karakteristik
campuran,
yaitu
jika
pengujian
menunjukkan
bahwa
campuran
tidak
menunjukkan bahwa campuran tidak memenuhi persyaratan desain campuran, saran-saran berikut ini diberikan (AASHTO R35) : a.
Atur VMA, perubahan pada gradasi agregat atau sumber agregat biasanya diperlukan untuk mengatur VMA. Terdapat 3 pilihan yang memungkinkan :
II-22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Ubah gradasi, bergerak kurva gradasi menuju garis kepadatan maksimum umumnya akan mengurangi VMA, bergerak menjauh dari garis kepadatan maksimum umumnya akan meningkatkan VMA. 2. Ubah material yang lolos No. 200 (0.075 mm). Meningkatkan bahan yang lolos No. 200 biasanya menurunkan VMA dan penurunan bahan yang lolos No. 200 biasanya akan meningkatkan VMA 3. Mengubah tekstur permukaan dan/atau bentuk partikel fraksi agregat halus, peningkatan penggunaan suatu agregat dengan tekstur kasar pada umumnya akan meningkatkan VMA, dan meningkatkannya penggunaan agregat bulat akan mengurangi VMA. b.
Menyesuaikan VFB, batas bawah rentang VFB jika VMA memenuhi persyaratan, selalu harus dipenuhi pada VIM = 4%. Jika batas atas VFB terlampaui, maka VMA secara substansial diatas minimum yang dipersyaratkan. Hasilnya dapat merupakan campuran beraspal panas yang tidak akan mendukung lalu lintas yang padat. Jika ini terjadi, langkahlangkah yang dibahas di atas harus diamil untuk mengurangi VMA. Material yang akan digunakan sebagai bahan campuran dengan gradasi
superpave terdiri dari campuran agregat dan aspal. Agregat kasar, agregat halus, dan filler berupa semen portland dan filler pengganti yaitu Abu batu bara. Gradasi rencana menggunakan gradasi tengah 19 mm, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan Gambar grafik 2.3 dibawah ini :
II-23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.3 Batas Gradasi Agregat Campuran Superpave ukuran 19 mm Spesifikasi Jumlah Persen (%) Ukuran Saringan Min Max Lolos Tertahan 1 1/2"
37.5 mm
1"
25 mm
100
100
100
0
3/4"
19 mm
90
100
95
5
1/2"
12.5 mm
90
100
95
5
No.8
2.36 mm
23
49
36
64
No.200
0.075 mm
2
8
5
95
0
0
0
100
Sumber : SHRP A-407 (1994) 120 100 80
min 60
max lolos
40 20 0 37.5
25.0
19.0
12.5
2.360
0.075
Gambar 2.4 Grafik Gradasi Agregat Superpave Ukuran 19 mm Salah satu hasil utama dari The Strategic Higway Research Program (SHRP) adalah metode perancangan campuran superpave. Metode desain campuran Superpave dirancang untuk menggantikan Hveem dan Marshall metode. Analisa volumetrik umum untuk Hveem dan Marsahall metode II-24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
menyediakan dasar metode desain campuran Superpave. Sistem Superpave mengikat pengikat aspal dan seleksi agregat dalam proses desain campuran dan menggangap lalu lintas dan iklim juga. Perangkat pemadatan dari Hveem dan Marshall prosedur telah digantikan oleh pemadat gyratory dan upaya pemadatan dalam desain campuran terikat dengan lalu lintas yang diharapkan. Terdapat 3 compactive efforts yang ditetapkan pada prosedur perencanaan campuran superpave : a.
N init (Compative Effort Awal) adalah jumlah putaran digunakan sebagai ukuran compactability selama konstruksi.Campuran yang kompak terlalu cepat (rongga udara di N initial terlalu rendah) bisa menjadi lembut selama konstruksi dan tidak stabil ketika mengalami lalu lintas. Sering kali, ini merupakan indikasi yang baik kualitas agregat – HMA dengan pasir alam berlebih sering gagal persyaratan N initial. Campuran dirancang untuk lebih besar dari atau sama dengan 3 juta ESALs dengan rongga udara 4% di Ndesain harus memiliki setidaknya 11% rongga udara di Ninitial.
b.
N desain (Compative Effort Rencana) adalah jumlah desain perputaran diperlukan untuk menghasilkan sampel dengan densitas yang sama seperti yang diharapkan dilapangan setelah jumlah yang ditunjukkan lalu lintas. Campuran dengan rongga udara 4% di N desain diinginkan dalam desain campuran.
II-25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4 Jumlah Girasi Rencana (N desain) ` Lalu lintas Jumlah gradasi rencana sesuai Rencana
temperatur udara rencana rata-rata (°C)
(ESALs)
< 39
39 - 41
41 - 43
43 - 45
<3 x
10^5
68
74
78
82
<1 x
10^6
76
83
88
93
<3 x
10^6
86
95
100
105
<1 x
10^7
96
106
113
119
<3 x
10^7
109
121
128
135
<1 x
10^8
126
139
146
153
>1 x
10^8
143
158
165
172
Sumber : SHRP (1994)
c.
N max (Compative Effort Maksimum) adalah jumlah putaran diperlukan untuk menghasilkan kerapatan laboratorium yang tidak boleh melebihi di lapangan. Jika rongga udara pada Nmax terlalu rendah, maka campuran lapangan dapat kompak terlalu banyak di bawah lalu lintas yang mengakibatkan rongga udara terlalu rendah dan potensi rutting. Rongga udara konten di N max tidak boleh di bawah rongga udara 2%.
2.7
Agregat Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras
dan padat. ASTM di definisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari material padat, berupa masa berukuran besar atau pun fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan yaitu 90-95% agregat berdasarkan presentase berat, 75-85% agregat berdasarkan presentase II-26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. 2.7.1 Jenis Agregat Agregat dapat dibedakan berdasarkan kelompok terjadinya, pengolahan, dan ukuran butiran. Berdasarkan proses terjadinya agregat dapat dibedakan menjadi agregat beku (igneous rock), agregat sedimen (sedimentary rock), dan agregat metamorfik (metamorphic rock). Agregat beku (igneous rock) adalah agregat yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Agregat beku luar (extrusive igneous rock) dibentuk dari magma yang keluar ke permukaan bumi di saat gunung merapi meletus, dan akibat pengaruh cuaca mengalami pendingin dan membeku. Umumnya agregat beku luar berbutir halus seperti batu apung, andesit, basalt, obsidian, pumice. Agregat sedimen (sedimentary rock) dapat berasal dari campuran partikel material, sisa-sisa hewan dan tanaman yang mengalami pengendapan dan pembekuan. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya. Berdasarkan proses pembentukannya agregat sedimen dapat dibedakan atas: a.
Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses mekanik, seperti : breksi, konglomerat, batu pasir, batu lempung. Agregat ini banyak mengandung silica.
b.
Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses organis, seperti : batu gemping, batu bara, opal
c.
Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses kimiawi, seperti : batu gamping, garam, gips, flint. II-27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Agregat Metamorfik (Metamorphic rocks) adalah agregat sedimen atau pun agregat beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur kulit bumi. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan atas agregat metamorf yang massif seperti marmer, kwarsit, dan agregat metamorf yang berfoliasi, berlapis seperti batu sabak, filit, sekis. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dibedakan atas Agregat kasar, Agregat Halus dan bahan pengisi (Filler). Batasan dari masing-masing agregat ini seringkali berbeda, sesuai institusi yang menentukannya. The Asphalt Institut dan Depkimpraswil dalam spesifikasi baru campuran panas, 2002 membedakan agregat menjadi : a.
Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan nomor 8 (2,36 mm)
b.
Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan nomor 8 (2,36 mm)
c.
Bahan pengisi (filler) adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan nomor 30 (0,60 mm) Bina Marga membedakan agregat menjadi :
a.
Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No. 4 (4,75 mm)
b.
Agregat halus, adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No. 4 (4,75 mm)
c.
Bahan Pengisi (Filler) adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan No. 200 (0.075 mm)
II-28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.7.2 Sifat agregat sebagai material perkerasan jalan Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan & ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan dengan aspal. Gradasi agregat merupakan sifat yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan a.
Gradasi Agregat Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri dari saringan berukuran 4 inchi, 3 ½ inchi, 2 ½ inchi, 2 inchi, 1 ½ inchi, ¾ inchi, 3/8 inchi, No. 4, No. 8, No. 16, No. 30, No. 50, No.100, No. 100, dan No. 200. Gradasi agregat dinyatakan dalam presentase lolos atau presentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran besar sampai kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yang II-29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil. Jenis agregat yang dikatakan bergradasi baik adalah yang kasar dan halus sedangkan bergradasi buruk yang seragam, senjang, dan terbuka. Agregat bergradasi baik atau buruk dapat diperiksa dengan menggunakan Rumus Fuller adalah sebagai berikut : ( ) Dimana : P
= Persen lolos saringan dengan bukan saringan d mm
d
= Ukuran agregat yang diperiksa, mm
D
= Ukuran maksimum agregat yang terdapat dalam campuran, mm
Gradasi agregat merupakan kondisi agregat yang dapat dibentuk untuk mencapai persyaratan yang diinginkan. Jika agregat yang tersedia terlalu kasar maka dicampur dengan agregat yang lebih halus, demikian pula sebaliknya. Penentuan komposisi dari masing- masing fraksi agregat untuk mendapatkan agregat sesuai dengan gradasi yang diinginkan. b.
Ukuran Maksimum Agregat Ukuran maksimum agregat dapat dinyatakan dengan mempergunakan :
1. Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100% 2. Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari II-30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
10%. Ukuran maksimum agregat adalah satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum. c.
Kebersihan Agregat (Cleanliness) Kebersihan agregat ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang lolos saringan No. 200, seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumbuhan-tumbuhan pada campuran agregat. Jika diperguakan untuk bahan campuran beton aspal, beton aspal ini akan berkualitas rendah, yang disebabkan karena material halus membungkus partikel agregat kasar, sehingga ikatan antara agregat dan bahan pengikat, yaitu aspal, akan berkurang dan berakibat mudah lepasnya ikatan antara aspal dan agregat. Tabel 2.5 Jenis Pengujian Kebersihan Ageregat Jenis Pengujian
Pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos
SNI
AASTHO
SNI-M-02T 11-90
saringan No. 200
1994-03
Pengujian agregat halus atau pasir yang mengandung
Pd M-03-
bahan plastis dengan cara setara pasir
1996-03
T 176-86
Pengujian adanya gumpalan lempung dalam agregat
T112-87
Sumber : Departemen pekerjaan umum (2010)
d.
Daya tahan agregat Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi, akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan perkerasan jalan II-31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(penimbunan, penghamparan, pemadatan), pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembapan, kepanasan dan perubahan suhu sepanjang hari. Daya tahan agregat terhadap beban mekanis diperiksa dengan melakukan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi los angeles, sesuai dengan SNI-03-2417-1991 atau AASHTO T 96-87. e.
Bentuk dan tekstur agregat Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan sebagai berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecahan. Agregat kasar terbaik yang dipergunakan untuk material perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tidak ada, maka agregat yang mempunyai minimal satu bidang pecahan dapat dipergunakan. Permukaan agregat yang kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan butir agregat yang kuat, sehingga lebih mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas.
f.
Daya lekat aspal terhadap agregat Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap air. Agregat berupa diorit, andesit merupakan hydro pobic yaitu agregat yang mudah diresapi air, hal ini mengakibatkan agregat tersebut tak mudah terikat air, tetapi mudah terikat dengan aspal. Pengujian kelekatan aspal terhadap agregat dilakuakan mengikuti standar SNI-03-2494-1991 atau manual AASHTO T182-84.
II-32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
g.
Berat jenis agregat Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat volume air. Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume yang besar, atau berat yang ringan. Terdapat 3 jenis berat jenis (specific gravity) adalah sebagai berikut :
1. Berat jenis (bulk specific gravity) adalah berat jenis yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat 2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering permukaan jadi merupakan berat jenis agregat kering + berat air yang meresap kedalam pori agregat, dan seluruh volume agregat 3. Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat yang tidak dapat diresapi oleh air. 4. Berat jenis efektif (effective specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering dan volume agregat yang tidak dapat diresapi aspal Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis agregat dilakukan dengan mempergunakan Hukum Arcimedes yaitu berat benda didalam air akan berkurang sebanyak berat zat cair yang dipindahkan. Dengan mengasumsi berat jenis dan berat volume air adalah selalu sama dengan satu, maka volume agregat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan. Prosedur penentuan volume agregat dilakukan sebagai berikut : 1. Agregat dicuci untuk menghilangkan bagian-bagian halus yang melekat II-33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Agregat dikeringkan didalam oven, untuk mendapatkan berat kering agregat, Bk 3. Agregat direndam dalam air, untuk mendapatkan kondisi kering permukaan, Bj adalah berat agregat dalam keadaan kering permukaan 4. Agregat ditimbang dalam air, diperoleh berat Ba 5. Volume agregat yang massif dan tak dapat diresapi air ditentukan sebagai berat kering dikurangi berat dalam air. (Vs + Vi) = Bk – Ba 6. Volume agregat termasuk pori atau volume total dari agregat yaitu volume yang dapat diresapi air ditentukan sebagai berat kering permukaan dikurangi berat dalam air (Vs + Vi + Vp + Vc) = Bj – Ba Jadi, dapat diuraikan rumus untuk mencari berat jenis sebagai berikut : 1. Berat jenis bulk
= =
2. Berat jenis kering permukaan = 3. Berat jenis semu (apparent) =
= =
4. Berat jenis efektif = Ketiga jenis berat jenis agregat halus ditentukan dengan mempergunakan metode pengujian SNI-03-1986-1990; SK SNI M-09-1989-F atau AASHTO T 8488.
II-34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
No.
Tabel 2.6 Spesifikasi Pemeriksaan Agregat Jenis Pemeriksaan Syarat Standard
1
Keausan (%)
Max.40
2
Penyerapan (%)
Max. 3
3
Berat Jenis Bulk (gr/cc)
Min 2,5
4
Berat jenis SSD (gr/cc)
Min 2,5
Sumber : Petunjuk pelaksanaan lapis aspal beton untuk jalan raya (AASHTO T96-7)
Sumber : hendynoe.blogsport.com
Gambar 2.5 Grafik Gradasi Agregat 2.8
Aspal Bitumen adalah zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap, yang
dapat diperoleh di alam ataupun hasil produksi. Bitumen terutama senyawa hidrokarbon seperti aspal, tar, atau pich. Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh dialam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan
II-35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
mencair jika dipanaskan sampai temperature tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun.
Sumber : unikindo.blogsport.com//proses penyulingan (2015)
Gambar 2.6 Proses Penyulingan minyak bumi untuk menghasilkan aspal 2.8.1 Jenis Aspal Berdasarkan tempat diperoleh, aspal dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu aspal alam dan aspal minyak. a.
Aspal Alam Aspal alam adalah aspal yang didapat disuatu tempat dialam dan dapat digunakan sebagaimana diperoleh atau dengan sedikit pengolahan. Aspal alam di Indonesia terdapat di pulau buton yang aspalnya sering dikenal sebagai Aspal Batu Beton (Asbuton).
II-36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral yang ditemukan begitu saja dialam, maka kadar bitumen yang dikandung sangat bervariasi. Produksi asbuton dapat dibagi menjadi 2 kelompok 1. Produksi asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt. 2. Produksi asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi atau proses kimiawi. b.
Aspal Minyak Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap bumi dapat menghasilkan residu jenis Asphaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude, oil yang banyak mengandung parafin atau mixed base crude oil yang mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak asphaltic base crude oil. Jika dilihat dari bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu :
1. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan menjadi cari jika dipanaskan. Aspal padat dikenal juga dengan nama semen aspal (Asphalt Cement). Oleh akarena itu seman aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat 2. Aspal cair (cutback asphalt), yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan
II-37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Bahan pencair membedakan aspal cair menjadi : a)
Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
b)
Medium curing back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah (kerosene)
c)
Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair solar (minyak disel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap.
c.
Aspal Emusi Aspal Emusi (emulsified asphalt), adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair daripada aspal cair. Didalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik. Berdasarkan muatan listrik yang dikandung, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
1. Aspal katonik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang berbutiran aspalnya bermuatan aspal listrik positif 2. Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang berbutir aspalnya bermuatan negatif 3. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak menghantarkan listik. Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas : II-38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Rapid setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali 2. Medium setting (MS) 3. Slow setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras. 2.8.2 Sifat Kimiawi Aspal Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain, sesuai jenis minyak bumi dan proses pengolahannya. Metode Rostler menentukan komponen fraksional aspal melalui daya larut aspal didalam aspal belerang (sulfuric acid). Terdapat 5 komponen fraksional aspal berdasarkan daya reaksi kimiawinya didalam asam sulfuric acid, yaitu : a.
Asphaltenes (A)
b.
Nitrogen bases (N)
c.
Acidaffin 1 (A1)
d.
Acidaffin 2 (A2)
e.
Paraffins (P)
2.8.3 Fungsi Aspal sebagai Material Perkerasan Jalan Aspal yang digunakan sebagai bahan material perkerasan jalan berfungsi sebagai : a.
Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesame aspal
b.
Bahan pengisi, mengisi rongga antar burie agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri
II-39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan aspal pada perkerasaan jalan dapat melalui dicampurkan pada agregat sebelum dihamparkan (pra hampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregatagregat yang lebih halus (pasca hampar), seperti perkerasan penetrasi macadam atau peleburan. Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan yaitu proses pencampuran prahampar, dan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang dicampurkan
dengan agregat akan membungkus atau
menyelimuti butir-butir agregat mengisi pori antar butir dan meresap kedalam pori masing-masing butir. Pada proses pascahampar, aspal disiramkan pada lapisan agregat yang telah dipadatkan, lalu diatasnya ditaburi butiran agregat halus. Aspal yang baik adalah yang kekentalannya tidak mudah terpengaruh oleh perubahan temperatur, karena konstruksi menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, oleh karena itu aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : a.
Daya tahan (durasibilitas), yaitu kemampuan mempertahankan sifat aspal, akibat pengaruh suhu/cuaca selama pelayanannya
b.
Sifat adhesi dan kohesi. Sifat adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat dan sufat kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat ditempatnya setelah terjadi pengikatan
c.
Memberi sifat elastis yang baik
2.8.4 Pemeriksaan Sifat Semen Aspal Pemeriksaan semen aspal perlu dilakukan untuk menentukan sifat fisik dan kimiawi aspal. Secara garis besar sesuai tujuannya pemeriksaan semen aspal dapat dikelompokkan atas 6 kelompok pengujian, yaitu : II-40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a.
Pengujian untuk menentukan komposisi aspal
b.
Pengujian untuk mendapatkan data yang berguna bagi keselamatan bekerja
c.
Pengujian konsistensi semen aspal
d.
Pengujian durabilitas aspal
e.
Pengujian kemampuan mengikat agregat
f.
Pengujian berat jenis semen aspal yang dibutuhkan untuk merencanakan campuran aspal dengan agregat Beberapa kegiatan pengujian aspal yang dapat dilaksanakan di laboratorium
guna mendapatkan nilai aspal itu sendiri : a.
Pengujian kekerasan aspal digunakan menggunakan pengujian penetrasi
b.
Pengujian titik nyala dan titik bakar berguna untuk mengetahui temperatur dimana aspal mulai menyala, dan temperatur dimana aspal mulai terbakar
c.
Pengujian daktilitas digunakan untuk mengetahui sifat kohesi dan plastisitas aspal
d.
Pengujian titik lembek guna mengetahui kepekaan aspal terhadap temperatur Berdasarkan nilai penetrasinya, AASHTO membagi semen aspal kedalam 5
kelompok jenis aspal, yaitu aspal 40-50, aspal 60-70, aspal 85-100, aspal 120-150, dan aspal 200-300. Spesifikasi dari masing-masing kelompok aspal tersebut seperti pada Tabel 2.5 dibawah ini :
II-41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.7 Spesifikasi AASHTO untuk berbagi nilai penetrasi aspal, AASTHO M 20-70 (1990) Jenis aspal (sesuai penetrasi) 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300 Penetrasi (25°C, 100gr, 5 40-50
60-70
85-100
120-150
200-300
≥ 235
≥ 235
≥ 235
≥ 220
≥ 180
≥ 100
≥ 100
≥ 100
≥ 100
≥ 100
≥ 99
≥ 99
≥ 99
≥ 99
≥ 99
≤ 0.8
≤ 0.8
≤1
≤ 1.3
≤ 1.5
≥ 58
≥ 54
≥ 50
≥ 46
≥ 40
≥ 50
≥ 75
≥ 100
≥ 100
det) Titik Nyala, Cleveland °C Daktilitas (25°C, 5cm/men, cm) Solubilitas dalam CCI4, % TFOT, 3.2 mm, 5 jam, 163°C Kehilangan berat, % Penetrasi setelah kehilangan berat Daktilitas setelah kehilangan berat, (25°C, 5 cm/men, cm) Sumber : Dep.Pek.Umum, Pekerjaan Lapis Pemukaan Aspal, 1999
Di Indonesia aspal digunakan untuk perkerasan jalan dibedakan atas aspal pen 60 dan aspal pen 80. Persyaratan kualitas aspal pada umumnya digunakan di Indonesia seperti pada Tabel 2.6, diambil dari Buku Materi Pembekalan Tenaga Inti Konsultan Supervisi, Modul-VI, 1999.
II-42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.8 Spesifikasi Bina Marga untuk berbagai nilai penetrasi aspal di Indonesia Jenis Aspal (sesuai penetrasi) 60/70 80/100 Penetrasi (25°C, 100 gr, 5 det)
60-79
80-99
Titik nyala, cleveland °C
≥ 200
≥ 225
Daktalitas (25°C, 5cm/men, cm)
≥ 100
≥ 100
Solubilitas dalam CCI4, %
≥ 99
≥ 99
Kehilangan berat %
≤ 0.4
≤ 0.6
Penetrasi setelah kehilangan berat % semula
≥ 75
≥ 75
1
1
TFOT, 3.2mm, 5 jam, 163°C
Berat Jenis (25°C) Sumber : Dep.Pek.Umum, Pekerjaan Lapis Pemukaan Aspal, 1999
2.8.5 Aspal Beton Campuran Panas Aspal beton campuran panas merupakan salah satu jenis dari lapisan perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Untuk mengeringkan agregat dan mendapatkan tingkat kecairan yang cukup dari aspal sehingga diperoleh kemudahan untuk mencampurnya, maka kedua material harus dipanaskan dulu sebelum dicampur. Karena dicampurkan dalam keadaan hangat maka sering disebut “Hot Mix”. Pekerjaan pencampuran dilakukan dipabrik pencampur, kemudian dibawa kelokasi dan dihamparkan dengan mempergunakan alat penghampar (paving machine) sehingga diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata selanjutnya dipadatkan dengan mesin pemadat dan akhirnya diperoleh lapisan padat aspal beton.
II-43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan fungsinya aspal beton campuran panas dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis dibawahnya dari rembesan air.
b.
Sebagai lapis pondasi atas
c.
Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas :
a.
Aspal Beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institut
b.
Aspal beton berdurabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan dikembangkan oleh CQCMU, Bina Marga, Indonesia Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton
campuran panas adalah : a.
Stabilitas Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, pengucian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
1. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded) 2. Agregat dengan permukaan yang kasar 3. Agregat berbentuk kubus II-44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4. Aspal dengan penetrasi rendah 5. Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir b.
Durabilitas (Keawetan/Daya tahan) Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan. Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton asalah : 1. Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi tinggi. 2. VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas. 3. VMA besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.
c.
Flekibilitas (Kelenturan) Flekibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan : 1. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar. 2. Penggunaan aspal lunak (Aspal dengan penetrasi yang tinggi) II-45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil. d.
Skid Resistence (Tahanan geser / Kekesatan) Tahanan geser adalah kekesatan yang memberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan atau basah maupun waktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antar permukaan jalan dan ban kendaraan. Tahanan geser tinggi jika : 1. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tak terjadi bleeding 2. Penggunaan agregat dengan permukaan kubus 3. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar 4. Penggunaan agregat kasar yang cukup
e.
Ketahanan, Kelelahan (Fatique Resistance) Ketahanan, Kelelahan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur (ruting) dan retak. Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelehan adalah : 1. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat 2. VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel
f.
Kemudahan pelaksanaan (workability) Yang bermaksud dengan kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. II-46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Faktor yang mempengaruhi kemudahan dalam pelaksanaan adalah : 1. Gradasi agregat. Agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada agregat bergradasi lain 2. Temperatur campuran, yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis. 3. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih sukar 2.9
Filler Filler adalah suatu material yang sebagian besar lolos saringan nomor 200
(0,075 mm). Pada umumnya filler berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly (1967), dengan meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi memperkecil rongga udara (air void) dalam campuran. Meskipun demikian komposisi dari filler dalam campuran tetap dibatasi, terlalu tinggi kadar filler dalam campuran mengakibatjan campuran menjadi getas (brittle) dan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan menyebabkan campuran terlalu lunak pada saat cuaca panas. Pada konstruksi perkerasan filler berfungsi sebagai pengisi ruang kosong (voids) diantara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan kerapatan massanya lebih besar. Dengan bubuk isian yang berbutir halus maka luas permukaan akan bertambah, sehingga luas bidang kontak yang dihasilkan juga akan bertambah luasnya, yang mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser
II-47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
menjadi lebih besar sehingga stabilitas geseran akan bertambah. Menurut Bina Marga 1987 macam dari filler adalah : a.
Abu batu
b.
Abu batu kapur (limestone dust)
c.
Abu terbang (fly ash)
d.
Semen Portland
e.
Kapur Padam
Persyaratan filler dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Agregat yang lolos saringan nomor 100
b.
Lebih dari 75% lolos saringan nomor 200
c.
Bersifat non plastis
d.
Spesific Gravity lebih dari atau sama dengan 2.75 gr/cm³ Penelitian ini menggunakan tambahan serat serabut kelapa, dimana serat
serabut kelapa diperoleh dari depok dengan panjang serat yang beragam diharapkan bisa mengisi celah-celah kecil dan memperkuat suatu campuran. Lapis Aspal untuk campuran penelitian kali ini adalah LASTON (Lapis Aspal Beton) yaitu lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. (SNI 03-1737-1989). Pembuatan lapis permukaan dari beton aspal diperlukan agregat dengan gradasi tertentu, untuk itu biasanya dibutuhkan, disamping agregat kasar, agregat halus juga bahan pengisi (filler). Campuran agregat-agregat itu akan membentuk gradasi tertentu sesuai dengan yang dipersyaratkan. Dalam campuran beton aspal,
II-48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
filler memiliki peranan tersendiri, untuk mendapatkan beton aspal yang memenuhi ketentuannya. Jika dikaitkan dengan agregat, akan tampak bahwa : Tabel 2.9 Perbandingan agregat kasar dan filler Parameter Butiran Agregat Kasar
Filler
Ukuran butiran
Besar
Kecil
Bentuk butiran
Disc/Blade/Round/Cubical
Cubical / Round
Gradasi
Dense/Open/Gap
Open
Luas permukaan
-
Lebih Luas
Daya affinity
Tergantung sumber bahannya
-
Sumber : Bina Marga (1987)
Tabel 2.10 Gradasi bahan pengisi (filler) Ukuran Saringan Presentase berat yang lolos (%) No. 30 (0.590 mm)
100
No. 50 (0.279 mm)
95-100
No.100 (0.149 mm)
90-100
No. 200 (0.074 mm)
70-100
Sumber : Bina Marga (1987)
Penggunaan filler dalam campuran aspal beton akan sangat mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut, efek tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : a.
Efek penggunaan filler terhadap karakteristik campuran aspal filler diantaranya adalah :
1. Efek penggunaan filler terhadap viskositas campuran dimana efek penggunaan berbagai jenis filler terhadap viskositas campuran tidak sama, luas permukaan filler yang makin besar akan menaikkan viskositas II-49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
campuran dibanding dengan yang berluas permukaan kecil, dan adanya daya afinitas yang menyebabkan jumlah aspal yang dapat diresap oleh berbagai filler cukup bervariasi. Pada keadaan dimana viskositas naik, jumlah aspal yang diserap semakin besar. 2. Efek penggunaan filler terhadap daktilitas dan penetrasi campuran yaitu kadar filler yang semakin tinggi akan menurunkan daktilitas, hal ini juga terjadi pada berbagai suhu,akan menurunkan penetrasi aspal dan jenis filler akan menaikkan viskositas aspal 3. Efek suhu dan pemanasan dimana jenis dan kadar filler memberikan pengaruh yang berbeda pada berbagai temperatur. b.
Efek pengaruh penggunaan filler terhadap karakteristik campuran beton aspal. Kadar filler dalam campuran akan mempengaruhi dalam proses pencampuran, penggelaran, dan pemadatan. Disamping itu kadar dan jenis filler akan berpengaruh terhadap sifat elastik campuran dan sensifitas terhadap air. Terdapat beberapa hasil penelitian pengaruh penggunaan filler terhadap
campuran beton aspal adalah sebagai berikut : a.
Filler diperlukan untuk meningkatkan kepadatan, kekuatan dan karakteristik lain beton aspal.
b.
Filler dapat berfungsi sebagai :
1. Bagian dari agregat, filler akan mengisi rongga dan menambah bidang kontrak antar butir agregat sehingga akan meningkatkan kekuatan campuran
II-50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang berkonsentrasi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersamasama c.
Sifat aspal (daktilitas, penetrasi, viskositas) diubah secara drastic oleh filler, walaupun kadarnya relative lebih rendah dibandingkan pada campuran beton aspal. Penambahan filler pada aspal akan meningkatkan konsistensi aspal.
d.
Pada kadar filler
yang umum digunakan dalam campuran beton aspal,
daktilitas campuran aspal-filler akan mencapai nol. Sedangkan pada suhu dan kadar filler yang sama nilai penetrasi campuran aspal-filler akan turun sampai < 1/3 dari penetrasi semula. e.
Viskositas campuran aspal-filler pada suhu tinggi sangat bervariasi pada kisaran lebar, tergantung pada jenis dan kadarnya. Perbedaan ini menjadi kecil pada suhu lebih rendah.
f.
Hasil tes menunjukkan bahwa ada hubungan yang baik antara viskositas aspal dan usaha pemadatan campuran. Disarankan suhu perlu dinaikkan bila memadatkan campuran aspal-filler dengan konsentrasi tinggi
g.
Hasil tes menunjukkan ada hubungan yang baik antara stabilitas campuran dan kekentalan aspal pada pemadatan campuran dengan kadar void yang sama.
h.
Sensitivitas campuran terhadap air pada tipe dan kadar filler berbeda menunjukkan variasi yang besar. Hasil tes menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap air dapat diturunkan dengan mengurangi kadar filler pada sensitive air. II-51
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10 Serat Serabut Kelapa Limbah serat serabut kelapa merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfatkan sebagai salah satu partikel. Serabut kelapa memiliki kulit kelapa yang terdiri dari serat yang terdiri dari serat yang terdapat diantara kulit dalam yang keras (batok), tersusun kira-kira 35% dari berat total buah kelapa yang dewasa untuk varietas kelapa yang berbeda tentunya prosentase diatas akan berbeda pula. Serat serabut kelapa tersusun atas unsur organik dan mineral yaitu : pectin dan hemisellulose (merupakan komponen yang larut dalam air), lignin dan sellulose (komponen yang tidak larut dalam air), kalium, kalsium, magnesium, nitrogen serta protein. Perbandingan komponen diatas tergantung dari umur serabut kelapanya, lignin pada serat kelapa berkisar 40%-50% serat serabut tergolong relatif pendek, sel seratnya sepanjang kira-kira 1mm dengan diameter 15 micron dan sehelai serat terdiri dari 30-300 sel atau lebih, dilihat dari panajng penampang lintangnya. Panjang serat serabut berkisar 15-35 cm dengan diameter 0,1-1,5 mm. Serat serabut kelapa memiliki daya apung yang tinggi, tahan terhadap bakteri,tahan terhadap air garam dan murah, sedangkan kelemahannya ialah tidak dapat di gintir dengan baik dan tergolong serat kaku. Mutu serat serabut kelapa atau coconut fibre, ditentukan oleh warna, prosentase kotoran, kadar air dan proposi antara bobot serat panjang dan serat pendek. Dari penelitian sebelumnya didapatkan nilai modulus elastisitas tertinggi dari serat serabut kelapa sebesar 89,2009 kg/mm² pada perbandingan kompresi 4:1 , untuk berat jenis terbaik dengan komposisi berat 1:5 didapat nilai berat jenis II-52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
serat serabut kelapa adalah 0,587286241 g/cm³.Sedangkan untuk tengangan tarik rata-rata didapatkan 3,46 N/mm², regangan didapat 0,36%, dan modulus elastisitas E adalah 9,64 N/mm².
Sumber : www.id .wikipedia.org// serat serabut kelapa (2015)
Gambar 2.6 Serat Serabut Kelapa Sabut merupakan bagian mesokrap (selimut) yang berupa serat-serat kasar kelapa. Sebut biasanya disebut sebagai limbah dan hanya ditumpuk di bawah tegakan tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk dan kering. Serat serabut kelapa memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Serabut kelapa jika diurai menghasilkan serat sabut (cocofibre) dan cserbuk sabut (cococoir). Dalam penelitian kali ini mengambil serat serabut kelapa (cocofibre) untuk dimanfaatkan menjadi bahan tambahan dari campuran perkerasan jalan. II-53
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Hannant, dalam Here, Scornov (2004) serabut kelapa terdiri dari dua bagian yaitu sel-sel serat dan sel-sel non serat atau debu yang sering disebut pith. Sebagai bahan tambahan Campuran superpave serat serabut kelapa harus dipisahkan dengan debunya terlebih dahulu supaya didapatkan kekuatan serabut kepala yang sesuai. Dibandingkan dengan serat nabati lainnya, serabut kelapa memiliki presentase terendah selulosa (36-43%), namun jumlah lignin (41-45%) adalah sekitar dua kali nilai yang ada untuk rami dan sisal, memberikan reterensi yang besar dan kekerasan lebih baik dibandingkan serat lainnya. Kandungan serat serabut kelapa (coco feat) terdiri dari : a.
Trichoderma molds sejenis enzim dari jamur yang dapat mengurai penyakit dalam tanah, menjaga tanah tetap gembur, subur, dan memudahkan akar baru tumbuh dengan cepat dan lebat
b.
Memiliki pori-pori yang memudahkan terjadinya pertukaran udara dan masuknya sinar matahari
c.
Unsur-unsur hada dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman, berupa Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Nitrogen (N), Fospor (P) dan Kalium (K). Adapun keunggulan serat serabut kelapa yaitu mempunyai daya serap
tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, ramah lingkungan, menyerap sinar matahari dan sebagai bahan untuk pengendalian erosi.
II-54
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.8 Scanning Electron Miscroscopy Serat Serabut Kelapa Pada satu buah kelapa mengandung 525 gram serat (75% dari sabut), dan 175 gram gabus (25% dari sabut). Serat serabut kelapa sangat tahan lama dibawah kondisi cuaca normal. Produksi serat serabut kelapa di dunia pada tahun 2014 berjumlah 243.254 ton. Sebagai pembanding Indonesia mengexpor 595 ton serat serabut kelapa sementara india dan srilangka masing–masing mengexpor 46.223 ton dan 51973 ton per tahun. Penyumbang produksi serat serabut kelapa terbesar adalah India dan Srilangka. Produksi pemanfaatan limbah serat serabuk kelapa di Indonesia saat ini berkembang secara pesat, terutama di daerah Kalimantan yang merupakan penghasil limbah kelapa terbesar. 2.11 Kinerja Campuran Beraspal dengan Uji Marshall Campuran beraspal adalah campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Metode perencanaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris, dengan mempergunakan alat marshall. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall seperti dari gambar 2.8. Pemeriksaan ini pertama kali II-55
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
diperkenalkan oleh Burce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh US. Corps of Engineer. Saat ini pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-62T.
Gambar 2.9 Alat Marshall Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”. Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Benda uji berbentuk silender dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inchi (45,7 cm), dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit.
II-56
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dari proses persiapan benda uji dampai pemeriksaan dengan alat marshall, diperoleh data-data sebagai berikut : a.
Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma
b.
Berat volume dinyatakan dalam ton/m³
c.
Stabilitas dinyatakan dalam bilangan bulat. Stabilitas menunjukkan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (ruting).
d.
Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Flow dapat merupakan indicator terhadap lentur.
e.
VIM, persen rongga dalam campuran, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma. VIM merupakan indikator dari durabilitas, kemungkinan bleeding.
f.
VMA, persen rongga terhadap agregat, dinyatakan dalam bilangan bulat. VMA bersama dengan VIM merupakan indikator dari durabilitas
g.
Hasil dari marshall (kuosien marshall, merupakan hasil bagi stabilitas dan flow. Dinyatakan dalam KN/mm) merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap ketakan.
h.
Penyerapan aspal, persen terhadap berat campuran sehingga diperoleh gambaran berapa kadar aspal efektifnya.
i.
Tebal lapisan aspal (film aspal), dinyatakan
dalam mm. Film aspal
merupakan petunjuk tentang sifat durabilitas campuran. j.
Kadar aspal efektif, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma. II-57
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa tahap pekerjaan untuk mendapatkan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) campuran aspal bergradasi superpave dengan uji Marshall yaitu: a.
Memilih dan melakukan analisa saringan, serta pengujian agregat serta filler agar memenuhi persyaratan gradasi superpave
b.
Menimbang atau menentukan banyaknya kadar masing-masing agregat, filler, dan aspal yang ditentukan
c.
Memanaskan dengan suhu 160°C, sekaligus mencampur bahan-bahan tadi hingga tercampur rata.
d.
Campuran beraspal tersebut, lalu dimasukkan ke dalam mol untuk dicetak dan ditumbuk atau dipadatkan sebanyak 75 tumbukkan dengan panas yang dijaga minimal 110°C
e.
Sampel yang sudah ditumbuk dibiarkan hingga suhunya turun, lalu didiamkan selama 15 menit, setelah itu dikelurkan dari mol tersebut dengan cara sampel didongkrak
f.
Sampel kemudian ditimbang, lalu direndam selama 24 jam didalam waterbath dengan 60°C, kemudian dilakukan uji marshall.
g.
Uji marshall dilakukan dengan cara pembacaan proving ring dan flow meter pada saat sampel mengalami keruntuhan Langkah-langkah rancangan campuran Metode Marshall adalah :
a.
Mempelajari spesifikasi gradasi agregat campuran yang diinginkan dari spesifikasi campuran pekerjaan
II-58
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b.
Merancang proposi dari masing-masing fraksi agregat yang tersedia untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai butir 1
c.
Menentukan kadar aspal total dalam campuran adalah kadar aspal efektif yang membungkus atau menyelimuti butir-butir agregat, mengisi pori antara agregat, ditambah dengan kadar aspal yang akan terserap masuk ke dalam pori masing-masing butir agregat. Kadar aspal tengah/ideal dapat pula ditentukan dengan mempergunakan beberapa rumus dibawah ini :
1. Dari The Asphalt Institure P = 0,035a + 0,045b + Kc + F 2. Spesifikasi Depkimpraswil 2002 P = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (% filler) + K 3. Dengan mempergunakan persyaratan tebal selimut aspal minimal sebesar 7,5 mikron. Tebal selimut aspal dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Tebal selimut aspal = (Pae/Ga)(1/LP.Ps)(1000μm) d.
Membuat benda uji atau briket beton aspal. Terlebih dahulu disiapkan agregat dan aspal sesuai jumlah benda uji yang dibuat.
e.
Melakukan uji marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelehan (flow) benda uji mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991 atau AASHTO T205-90. Penimbang yang dibutuhkan berkaitan dengan perhitungan sifat volumetik campuran dilakukan terlebih dahulu sebelum uji marshall dilakukan
f.
Mengikuti parameter marshall yaitu VIM, VMA, VFA, berat volume, dan parameter lain sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran.
II-59
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
g.
Kecenderungan bentuk lengkung hubungan antara kadar aspal parameter marshall adalah :
1. Stabilitas akan meningkat jika kadar aspal bertambah, sampai mencapai nilai maksimum dan setelah itu stabilitas akan menurun 2. Kelelahan atau flow akan terus meningkat dengan meningkatkan kadar aspal 3. Lengkung berat volume identik dengan lengkung stabilitas, tetapi nilai maksimum tercapai pada kadar aspal yang sedikit lebih tinggi dari kadar aspal untuk mencapai stabilitas maksimum 4. Lengkung VIM akan terus menurun dengan bertambahnya kadar aspal sampai secara ultimit mencapai nilai minimum 5. Lengkung VMA akan turun sampai mencapai nilai minimum dan kemudian bertambah dengan bertambahnya kadar aspal. h.
Nilai kadar aspal optimum yaitu dengan menempatkan batas-batas spesifikasi campuran pada gambar tersebut. Kadar aspal optimum adalah nilai tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi semua spesifikasi campuran
i.
Rumus rancang campuran atau DMF (Desain Mix Formula) adalah : 1. Ukuran nominal agregat 2. Sumber-sumber agregat 3. Prosentase (proposi) setiap fraksi agregat 4. Gradasi agregat campuran yang memenuhi gradasi yang disyaratkan 5. Kadar aspal total dan efektif terhadap berat total campuran 6. Temperature pencampuran
II-60
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
7. Grafik dan data-data hasil pengujian yang dilakukan sebagai rangkaian proses menentukan DMF. Kecenderungan karakteristik Marshall yang akan didapat pada pengujian adalah sebagai berikut : a.
Nilai stabilitas naik sampai maksimum kemudian menurun dengan naiknya kadar aspal.
b.
Nilai kelelehan naik dengan naiknya kadar aspal
c.
Kurva kepadatan hamper menyerupai kurva nilai stabilitas kecuali nilai kepadatan maksimum umumnya terjadi pada kadar aspal sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar aspal dimana terjadinya nilai stabilitas maksimum
d.
Persen rongga udara (VIM) turun dengan meningkatkan kadar aspal dalam campuran sampai akhirnya mencapai suatu nilai rongga minimum
e.
Persen rongga udara dalam agregat (VMA) biasanya menurun sampai batas minimum kemudian naik kembali dengan naiknya kadar aspal
f.
Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butir kasar sampai butir halus. Spesifikasi campuran berbeda-beda, dipengaruhi oleh :
a.
Perencanaan tebal perkerasan, yang dipengaruhi oleh metode apa yang digunakan
b.
Ekspresi gradasi agregat, yang dinyatakan dalam nomor saringan. Nomornomor saringan mana saja yang umum dipergunakan dalam spesifikasi
II-61
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c.
Kadar aspal yang umum dinyatakan dalam persen terhadap berat campuran seluruhnya
d.
Komposisi dari campuran meliputi agregat dengan gradasi seluruhnya.
2.12 Kinerja Campuran Beraspal dengan uji Wheel Tracking Campuran beton aspal adalah campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Metode perencanaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris, dengan mempergunakan alat marshall Pengujian wheel tracking memiliki persyaratan nilai dynamic stability (DS) yaitu 2500 lintasan/mm. Uji wheel tracking dilakukan pada suhu 60°C dengan beban 6.4 ± 0.15 kg/cm² yang setara beban kendaraan berat (Japan Road Association,1998). Langkah-langkah pengujian wheel tracking adalah sebagai berikut : a.
Siapkan agregat campuran hasil penggabungan dari beberapa fraksi agregat sesuai dengan gradasi untuk pengujian dengan alat marshall
b.
Keringkan agregat campuran tersebut pada suhu 28°C diatas temperature pencampuran dan sekurang - kurangnya 4 jam di dalam oven
c.
Panaskan wadah pencampuran kira-kira pada suhu 28°C diatas temperature pencampuran
d.
Masukkan agregat campuran yang telah dipanaskan ke dalam wadah pencampuran
II-62
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
e.
Tuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan sesuai dengan campuran formula kerja ke dalam agregat campuran yang sudah dipanaskan kemudian diaduk sampai seluruh agregat terselimuti oleh aspal
f.
Bersihkan perlengkapan cetakan untuk benda uji serta bagian telapak penumbuk dan panaskan sampai temperature antara 90-150°C
g.
Letakkan benda uji diatas cetakan dan oleskan pelumas pada bagian dalam cetakan kemudian letakkan kertas saring dengan ukuran sesuai cetakan
h.
Masukan seluruh campuran beraspal ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran tersebut dengan spatula
i.
Letakkan kertas saring di atas permukaan benda uji dengan ukuran sesuai cetakan
j.
Siapkan dan stel alat pemadat roda baja sehingga posisi roda baja sesuai untuk pemadatan kemudian atur setelan beban pemadat dengan menggeser beban sesuai skala pengukur beban
k.
Setel pengatur jumlah lintasan
l.
Letakkan cetakan yang sudah berisi dengan alat penggerak landasan pemadatan secara manual
m. Padatkan campuran beraspal dengan menggunakan alat pemadat roda baja n.
Keluarkan benda uji dan biarkan pada suhu ruangan
II-63
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sumber : www.upc.edu // alat wheel tracking
Gambar 2.10 Alat wheel tracking 2.13 Penelitian Sebelumnya Penelitian
dilakukan
dengan
membuat
benda
uji
menggunakan
perbandingan berat 3% additive serat serabut kelapa dan variasi filler serbuk bentonit dengan abu batu 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, dan 0:4. Kadar aspal untuk masingmasing variasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9% dan 10%. Selain itu juga sebagai perbanding dibuat HRS-Base dan HRS-WC tanpa menggunakan additive dan filler serbuk bentonit. Masing-masing variasi dibuat duplo, sehingga jumlah selurug benda uji 144 buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serat serabut kelapa sebagai bahan tambahan dan filler serbuk bentonit pada HRS-Base hanya memenuhi syarat pada variasi 1 (bentonit:abubatu = 4:0) dan variasi 4 (1:3) dengan kadar aspal 9%dan 10%. Pada HRS-WC tidak memenuhi syarat, sehingga tidak
direkomendasikan
untuk
digunakan
pada
HRS-WC.
(Linggo,Jf.Soandrihanie dan P.Eliza Purnamasari.Studi penambahan serat sebagai bahan tambah dengan filler serbuk bentonit pada HRS-Base dan HRSWC. Program Studi Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta) II-64
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini menganalisis lebih lanjut mengenai karakter campuran beton aspal yang menggunakan filler gabungan antara abu kayu dan abu batu pada akhirnya mendapatkan titik optimum dengan rasio 50% abu kayu dan 50% abu batu dimana komposisi tersebut adalah batas maksimal rasio jumlah abu kayu dalam filler yang menghasilkan campuran aspal beton memenuhi persyaratan the asphalt institute. Campuran tersebut juga memiliki kuat tarik secara tak langsung yang signifikan dengan campuran berfiller abu batu biasa. Selain itu angka retained stabilitynya lebih tinggi dari campuran abu batu biasa. Selain ini angka retained stability lebih tinggi dari campuran abu batu biasa yang berarti memiliki keawetan lebih baik. (Lucas, Benny Hardyanto.2002. Pengaruh Abu Serbuk Kayu sebagai Filler dalam Campuran Beton Aspal, Universitas Katolik Parahyangan, Fakultas teknik Program Studi Teknik Sipil, Bandung) Nilai VMA, Stabilitas dan flow terus meningkat seiring peningkatan suhu pemadatan, sebaliknya dengan Nilai VIM nya. Hasil IKS yang didapat dari pengujian indeks perendaman lebih besar dari spesifikasi standar yang ada. Untuk stabilitas dinamis melalui pengujian wheel tracking, tidak memenuhi spesifikasi standar yang berlaku.(Purwanto, Verry.2014. Pengaruh suhu pemadatan aspal minyak dengan modifier asbuton dan serat alam (jerami) untuk campuran laston AC-WC,Fakultas Teknik Program studi Teknik Sipil Universitas Mercu Buana ). Dari hasil penelitian didapatkan nilai kadar serabut kelapa optimum sebesar 0,3% untuk campuran beraspal split mastic. Didapatkan pula variasi komposisi aspal
+
BNA
optimum
dengan
perbandingan
75/25.
(Lasminto,Subekti.2012.Fakultas Teknik Perencanaan dan desain, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercubuana) II-65
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dari hasil pengujian didapat nilai kadar aspal optimum yang nilainya 7,6% pada kadar aspal ini keseluruhan syarat parameter marshall bisa terpenuhi. Adapun yang didapat pada pengujian stabilitas pada tiap perendaman yang nilai terbesar didapat kadar abu batu bara 2% dengan masing-masing perendaman 30 menit yang nilainya adalah 2388,01 kg, 24 jam yang nilainya 2362,36 kg, 3 hari 2254,62 kg, sedangkan pada perendaman 7 hari yang nilainya 2101,52 kg, terpenuhi standar persyaratan minimum yang nilainya adalah 700 kg. Didapat nilai IKS pada kadar abu batu bara 2% adalah 98,92%, hasil ini masih memenuhi persyaratan Bina Marga/SNI dari hasil penambahan kadar abu batu bara dan hasil perendaman didapatkan abu batu bara optimum sebesar 2,45%. (Hartanto, Adhy Tri. 2010. Evaluasi kinerja marshall pada campuran gradasi superpave dengan filler abu batu bara (fly ash) dan semen. Fakultas Sipil dan Perencanaan Teknik Sipil). Dari hasil studi menunjukkan bahwa secara umum abu ampas tebu layak digunakan sebagai filler pengganti untuk campuran Superpave. Semakin besar presentase penggantian filler debu batu Clereng oleh abu ampas tebu ke dalam campuran Superpave menghasilkan nilai stabilitas, VITM, VMA yang semakin menurun, sedangkan nilai flow, MQ, VFMA, dan Index of Retaind Strength campuran semakin tinggi. Semakin besar proposi abu ampas tebu semakin besar pula kadar aspal optimum yang dibutuhkan. (Fuziah, Mifatahul, dkk. 2014. Pengaruh Abu Ampas Tebu sebagai Filler pengganti terhadap karakteristik marshall campuran Superpave).
II-66
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dari Hasil penelitian dapat diuraikan aspal porus memakai TAFPACKSuper dengan kadar 15% memberikan kinerja campuran terbaik dibuktikan dengan nilai Stabilitas marshall tertinggi (536,97 kg), presentase nilai stabilitas sisa (90,47%) dan nilai stabilitas dinamis tinggi (15750 lintasan/mm dan 3938 lintasan/mm) dari percobaan wheel tracking pada suhu 45°C dan 60°C. (Busnial. 2005. Kajian karakteristik campuran Aspal Porus dengan TAFPACK-Super terhadap Wheel Tracking Test). Dari hasil penelitian wheel tracking pada temperature 30°C, 45°C, dan 60°C menunjukkan bahwa semakin padat campuran ACWC kemampuan menahan jejak roda kendaraan semakin baik. Semakin tinggi temperatur campuran ACWC kemampuannya menahan jejak roda kendaraan semakin menurun. Semakin tinggi temperatur, kepadatan tidak begitu berpengaruh terhadap kemampuannya menahan jejak roda. (Widodo, Sri. 2013. Ketahanan Asphalt concrete Wearing concrete bergradasi halus terhadap terjadinya jejak roda kendaraan pada berbagai
temperature
dan
kepadatan.Universitas
Muhamadiah
Surakarta.Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil).
II-67
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.11 Penelitian Sebelumnya Jenis Campuran
Jenis Alat
No.
Judul AC
CB
HRS
Superpave
Porus
M
Penulis/Pengarang
Keterangan
WT
1
Penggunaan Serat serabut kelapa sebagai Studi pengaruh bahan tambah dan filler serbuk betonit serat serabut Linggo, JF.Soandrijanie dan
pada HRS-Base memenuhi syarat variasi 1
P. Eliza Purnamasari
dan 3 dengan kadar 9% dan 10%
kelapa sebagai bahan tambah x
Program studi Teknik Sipil Pada HRS-WC tidak ada yang memenuhi
dengan filler x
Universitas Atma jaya syarat
serbuk bentonit Yogyakarta pada HRS-Base
Tidak direkomendasikan untuk digunakan dan HRS-WC HRSWC 2
x
Pengaruh abu
Lucas, Benny
Menganalisis karakteristik campuran beton
serbuk kayu
Hardyanto.2002.Universitas
aspal menggunakan filler gabungan antara
sebagai filler
Katolik Parahyangan,
serbuk kayu dengan serbuk batu
dalam campuran
Fakultas Teknik Program
Dari kedua gabungan itu didapat angka
x
II-68
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
beton aspal
studi Teknik Sipil, Bandung
retained stability lebih tinggi dibandingkan campuran abu batu biasa yang berarti memiliki keawetan yang lebih baik
3
Pengaruh Suhu Pemadatan Aspal Purwanto,
Nilai VMA, Stabilitas dan flow terus
Verry.2013.Fakultas Teknik,
meningkat seiring peningkatan suhu
Program studi Teknik Sipil,
pemadatan untuk pengujian wheel tracking
Universitas Mercu Buana,
tiddak memenuhi spesifikasi standar yang
Jakarta
ada.
Laminto,
Bahan aspal pen 60/70 dengan modifier
Minyak dengan x x
modifier asbuton
x dan serat alam (jerami) untuk campuran Laston AC-WC
4
x
x
Kinerja Campuran
II-69
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Split Mastic
Subekti.2012.Fakultas Teknik
buton natural asphalt dan bahan stabilizer
Asphalt dengan
Perencanaan dan Desain.
sabut kelapa
Bahan Aspal pen
Program Studi Teknik Sipil,
Dari hasil penelitian didapat kadat serabut
60/70 dengan
Universitas Mercu Buana
kelapa optimum sebesar 0,3%
modifier buton Dari penelitian yang telah dilaksanakan natural asphalt didapatkan variasi komposisi aspal + BNA dan bahan optimum dengan perbandingan sebesar stabilizer sabut 75/25 kelapa 5
Evaluasi kinerja
Kadar aspal optimum 7,6% dan memenuhi
marshall pada
Hartanto, Adhy Tri. 2010
campuran gradasi
Universitas Mercubuana,
superpave dengan
Fakultas Sipil dan
filler abu batu
Perencanaan, program studi
bara (flyash) dan
Teknik Sipil.
syarat parameter marshall bisa dipenuhi
Nilai IKS pada kadar abu batu bara 2% x
x
sebesar 98,92%, hasil ini memenuhi persyaratan Bina Marga /SNI hasil penambahan kadar abu batu bara semen 6
x
x
Pengaruh abu
Fauziah, Mifstshul, dkk. 2014
Secara umum abu ampas tebu layak
II-70
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ampas tebu
Universitas Islam Indonesia
digunakan sebagai filler pengganti untuk
sebagai filler
campuran superpave.
pengganti
Semakin besar presentase penggantian
terhadap
filler maka menaikkan nilai Flow, MQ,
karakteristik
VFMA, dan index of retaind stregth. Dan
marshall
menurunkan nilai stabilitas, VITM, VMA
campuran
Semakin besar proposi abu ampas tebu
superpave
semakin besar kadar aspal optimum yang dibutuhkan
7
x
8
x
x
X
x
Kajian
Aspal porus memakai TAFPACK-Super
karakteristik
dengan kadar 15% memberikan kinerja
campuran aspal
campuran terbaik dibuktikan dengan nilai
porus dengan
Busnial.2005.
stabilitas marshall tertinggi dan nilai
TAFPACK-Super
stabilitas dinamis menggunakan uji wheel
terhadap Wheel
tracking tertinggi pula pada setiap
Tracking Test
suhunya.
Ketahanan
Widodo, Sri. 2013.
Menunjukkan bahwa semakin padat
II-71
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Asphalt concrete
Universitas Muhamadiah
campuran ACWC kemampuan menahan
Wearing concrete
Surakarta.Fakultas Teknik
jejak roda kendaraan semakin baik.
bergradasi halus
Program Studi Teknik Sipil
Semakin tinggi temperatur campuran
terhadap
ACWC kemampuannya menahan jejak
terjadinya jejak
roda kendaraan semakin menurun.
roda kendaraan
Semakin tinggi temperatur, kepadatan
pada berbagai
tidak begitu berpengaruh terhadap
temperature dan
kemampuannya menahan jejak roda.
kepadatan
II-72
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.14 Kerangka Berpikir Secara garis besar kerangka berpikir pada penelitian kali ini adalah : Latar Belakang Masalah Pemanfaatan limbah serat serabut kelapa sebagai bahan penambah pada uji Marshall dan Wheel Tracking Rumusan Masalah 1. Apakah campuran Superpave dengan menggunakan serat serabut kelapa memenuhi persyaratan karakteristrik marshall revisi SNI03-1737-1989? 2. Apakah serat serabut kelapa dapat mempengaruhi untuk nilai pada 2 pengujian tersebut?
Tujuan Penelitian 1. Menentukan karakteristik fisik aspal dan agregat 2. Mencari kadar aspal optimum untuk campuran gradasi superpave dengan tambahan serat serabut kelapa yang memiliki panjang yang berbeda-beda 3. Mencari karakteristik campuran bergradasi superpave 4. Menganalisa pengaruh pemanfaatan tambahan serat serabut kelapa pada gradasi campuran superpave 5. Menentukan nilai stanilitas meggunakan pengujian wheel tracking
Penelitian Laboratorium a. Perencanaan Campuran dan pembuatan benda uji b. Marshall Test dan Wheel Tracking Analisa data Tujuan Penelitian
Kesimpulan Bagan 2.1 Kerangka Berfikir II-73