16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Struktur Keuangan
2.1
2.1.1 Pengertian Struktur Keuangan
Desain struktur keuangan suatu perusahaan, berhubungan dengan komposisi jatuh tempo sumber-sumber pendanaan perusahaan dan porsi sumber pendanaan permanen yang digunakan perusahaan. Dalam membuat desain struktur keuangan, aturan umum yang berlaku adalah aktiva permanen didanai dari sumber-sumber dana yang bersifat permanen (jangka panjang), dan aktiva yang keberadaannya di perusahaan bersifat sementara didanai dari sumber-sumber dana yang bersifat temporer atau sementara (jangka pendek). Dengan demikian, struktur aktiva perusahaan menentukan pemilihan bauran pendanaan yang digunakan untuk mendanai aktiva perusahaan tersebut. Dari buku karangan Weston dan Copeland yang berjudul Managerial Finance 8th Ed. (revised edition), yang diterjemahkan oeh Wasana dan Kirbrandoko, mengatakan bahwa : “Struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya. Struktur keuangan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan neraca (passiva). Ini terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal pemegang saham.” (Wasana dan Kirbrandoko,1992:19).
17
Dalam buku lain yang berjudul Kebijakan Pendanaan dan
Restrukturisasi Perusahaan, Sawir menjelaskan pula mengenai struktur keuangan perusahaan sebagai berikut : “Struktur modal merupakan komposisi pendanaan permanen perusahaan, yaitu bauran pendanaan jangka panjang perusahaan. Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan, sehingga hubungan antara struktur keuangan dan struktur modal dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: struktur keuangan-utang lancar = struktur modal.” (Sawir,2004:1). Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa struktur keuangan adalah bauran pendanaan yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan, yang terdiri dari hutang, baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang dan modal sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan, yakni struktur keuangan dikurangi hutang jangka pendek.
2.1.2 Komponen Struktur Keuangan Pada sub bab sebelumnya, penulis sudah memaparkan bahwa struktur keuangan perusahaan merupakan bauran pendanaan yang digunakan untuk mendanai aktivanya. Struktur keuangan ini dapat dilihat pada seluruh sisi kanan neraca. Dalam buku Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Sawir menyatakan bahwa: “Neraca merupakan laporan yang memberikan informasi mengenai jumlah harta, hutang, dan modal perusahaan pada saat tertentu. Angka-angka yang ada dalam neraca memberikan informasi yang sangat banyak mengenai keputusan yang telah diambil oleh perusahaan. Informasi tersebut dapat bersifat operasional atau strategis, baik kebijakan modal kerja, investasi, maupun kebijakan struktur permodalan yang telah diambil perusahaan.” (Sawir,2005:3).
18
Pada sisi sebelah kanan (passiva) neraca, menunjukkan sumber-
sumber dana untuk membiayai investasi tersebut, bail sumber dana jangka panjang maupun sumber dana jangka pendek. Passiva diklasifikasikan
menjadi dua yaitu hutang dan modal sendiri. Di dalam buku Analisis
Laporan Keuangan, Munawir menjelaskan bahwa:
“Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi. Hutang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang jangka panjang. Hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan.” (Munawir,2004:18) Dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan, Munawir (2004:18) menguraikan pula mengenai hutang jangka pendek, yaitu terdiri dari: a. Hutang dagang adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan secara kredit. b. Hutang wesel adalah hutang yang disertai dengan janji tertulis (yang diatur dengan undang-undang) untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu di masa yag akan datang. c. Hutang pajak, baik pajak untuk perusahaan yang bersangkutan maupun pajak pendapatan karyawan yang belum disetorka ke kas negara. d. Biaya yang masih harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
19
e. Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian
pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya. f. Penghasilan yang diterima di muka adalah penerimaan uang untuk
penjualan barang/jasa yang belum direalisir.
(seluruh) hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka
Sedangkan yang dimaksud dengan hutang jangka panjang menurut Munawir (2004:19), dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan menjelaskan bahwa hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca), yang meliputi: a. Hutang obligasi b. Hutang hipotik adalah hutang yang dijamin dengan aktiva tetap tertentu c. Pinjaman jangka panjang yang lain Komponen selanjutnya yaitu modal sendiri, pengertian modal menurut Munawir dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan adalah sebagai berikut: “Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dengan pos modal (modal saham), surplus, dan laba ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya.” (Munawir,2004:19). Berdasarkan uraian-uraian tersebut,
penulis
dapat
menarik
kesimpulan bahwa struktur keuangan digunakan untuk mendanai aktiva perusahaan. Struktur keuangan ini dapat dilihat dari seluruh sisi kanan
20
(passiva) neraca, yakni merupakan bauran pendanaan yang terdiri dari dua
komponen, yaitu modal sendiri dan hutang. Hutang itu sendiri dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jangka waktu pembayarannya, yaitu hutang lancar dan hutang jangka panjang.
Perlu diketahui pula di dalam struktur keuangan terdapat struktur
modal.
Dalam
buku
Kebijakan
Pendanaan
dan
Restrukturisasi
Perusahaan, Sawir Menyatakan bahwa: “Struktur modal merupakan bauran sumber dana permanen (jangka panjang) yang digunakanperusahaan untuk membiayai investasinya. Tujuan manajemen struktur modal adalah menciptakan suatu bauran sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan tujuan manajemen keuangan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tercapai. Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan manajemen ini disebut struktur modal optimal (optimal capital structure).” (Sawir,2004:43). Menurut Agus Sartono dalam buku Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, mengemukakan bahwa “Struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek yang permanen, utang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa.” (Sartono,2001:225). Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan struktur modal adalah sumber dana permanen yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai investasinya, yang terdiri dari jumlah hutang jangka pendek yang permanen, hutang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa.
21
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Keuangan
Dari buku karangan Weston dan Copeland (1997:35) yang berjudul
Managerial Finance 8th Ed. (revised edition), yang diterjrmahkan oleh
Wasana dan Kirbrandoko, diungkap mengenai beberapa faktor-faktor
empiris yang berkaitan dengan struktur keuangan perusahaan, adalah
sebagai berikut:
a. Tingkat Pertumbuhan Penjualan Tingkat pertumbuhan penjualan masa depan merupakan ukuran sampai sejauh mana laba per lembar saham dari suatu perusahaan dapat ditingkatkan oleh leverage. Jika penjualan dan laba meningkat, pembiayaan dengan hutang dengan beban tetap tertentu akan meningkatkan pendapatan pemilik saham. Tetapi saham biasa suatu perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan pejualan dan laba yang naik, akan mempunyai harga tinggi, ini membantu pembiayaan modal.
Perusahaan
menggunakan
leverage
harus
mempertimbangkan
dengan
adanya
keuntungan
kesempatan
untuk
meningkatkan modal saham ketika harga sahamnya tinggi.
b. Stabilitas Arus Kas Stabilitas arus kas dan rasio hutang berkaitan erat sekali. Bila stabilitas penjualan dan laba lebih besar, maka beban hutang tetap yang terjadi pada suatu perusahaan akan mempunyai risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang penjualan dan labanya menurun
22
tajam. Bila laba kecil, maka perusahaan akan menemui kesulitan untuk
membayar bunga tetap dari obligasinya.
c. Karakteristik Industri
Kemampuan
untuk
membayar
hutang
tergantung
pada
profitabilitas dan juga pada volume penjualan. Dengan demikian,
stabilitas margin laba adalah sama pentingnya dengan stabilitas penjualan. Mudahnya perusahaan baru untuk memasuki suatu industri dan kemampuan perusahaan pesaing untuk memperluas kapasitasnya, kedua-duanya akan mempengaruhi margin laba. Industri yang sedang berkembang menjanjikan margin laba yang tinggi, tetapi margin laba tersebut cenderung menurun apabila industri itu merupakan industri dimana jumlah perusahaan dapat meningkat dengan cepat karena masuknya perusahaan baru.
d. Struktur Aktiva Struktur aktiva mempengaruhi sumber-sumber pembiayaan melalui beberapa cara. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, terutama jika permintaan akan produk mereka cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum), akan banyak menggunakan hutang hipotik jangka panjang. Perusahaan yang sebagian besar aktivanya berupa piutang dan persediaan barang yang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan tingkat profitabilitas masing-masing
23
perusahaan (misalnya perusahaan grosir dan pengecer), tidak begitu
tergantung pada pembiayaan hutang jangka panjang dan lebih tergantung pada pembiayaan jangka pendek.
e. Sikap Manajemen
Sikap manajemen yang paling berpengaruh dalam memilih cara
pembiayaan adalah sikapnya terhadap pengendalian perusahaan dan risiko. Perusahaan besar yang sahamnya dimiliki banyak orang akan memilih penambahan penjualan saham biasa, karena penjualan ini tidak akan banyak mempengaruhi pengendalian perusahaan. Sebaliknya pemilik perusahaan kecil mungkin lebih senang menghindari penerbitan saham biasa dalam usahanya untuk tetap mengendalikan perusahaan sepenuhnya. Karena mereka biasanya sangat yakin terhadap prospek perusahaan mereka dan karena mereka dapat melihat laba yang besar yang akan mereka peroleh dari leverage, pimpinan perusahaan ini sedang bersedia untuk mengambil hutang yang tinggi. Hal yang sebaliknya tentu saja dapat terjadi pemilik sekaligus manajer suatu perusahaan kecil mungkin lebih konservatif daripada manajer sebuah perusahaan besar.
f. Sikap Pemberi Pinjaman Tanpa memperhatikan pendapat manajemen, sikap para pemberi pinjaman
menentukan
struktur
keuangan.
Perusahaan
akan
24
membicarakan struktur keuangannya dengan pemberi pinjaman dan hal
ini banyak mempengaruhi nasihat mereka. Tetapi, jika manajemen ingin menggunakan leverage melampaui batas normal untuk bidang
industrinya, pemberi pinjaman mungkin tidak bersedia untuk memberi
tambahan pinjaman. Pemberi pinjaman berpendapat bahwa hutang yang
terlalu besar akan mengurangi posisi kredit dari peminjam dan penilaian
kredibilitas yang dibuat sebelumnya. Berdasarkan hal-hal di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa struktur keuangan dipengaruhi oleh beberapa faktor empiris diantaranya tingkat pertumbuhan penjualan, stabilitas arus kas, karakteristik industri, struktur aktiva, sikap manajemen, dan sikap pemberi pinjaman.
2.2
Tinjauan Umum Debt to Total Assets Ratio (DAR)
2.2.1 Pengertian Debt to Total Assets Ratio (DAR) Menurut Sutrisno dalam buku Manajemen Keuangan, Teori, Konsep, dan Aplikasi memberikan pengertian mengenai Debt to Total Assets Ratio yaitu: “Rasio total hutang dengan total aktiva yang biasa disebut rasio hutang (debt ratio), mengukur sejauh mana persentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Yang dimaksud dengan hutang adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang memiliki waktu jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.”(Sutrisno,2007:249).
25
Selain itu pengertian Debt to Total Assets Ratio menurut James C.
Van Horne dan John M. Wachowicz Jr dalam buku Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny
Arnos Kwary menerangkan “Rasio ini menekankan pada peran penting
pendanaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva
perusahaan yang didukung oleh pendanaan hutang.”(Fitriasari&Kwary,
2005:210). Dari beberapa pengertian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Debt to Total Assets Ratio merupakan rasio hutang yang digunakan untuk mengukur persentase jumlah pendanaan aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Kreditor ataupun investor biasanya lebih menyukai Debt to Total Assets Ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya semakin baik. Semakin tinggi Debt to Total Assets Ratio menunjukkan perusahaan semakin rendah. Semakin berisiko, kreditor maupun investor meminta imbalan semakin tinggi. Rasio ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan rasio debt to equity. Misalnya, 45 persen dari aktiva perusahaan didanai oleh hutang (dari berbagai jenis), sementara sisanya 55 persen pendanaan berasal dari ekuitas pemegang saham biasa. Secara teoritis jika perusahaan dilikuidasi sekarang, aktiva yang dijual dengan nilai bersih minimal 45 persen sebelum kreditor menghadapi kerugian. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase pendanaan yang disediakan oleh ekuitas pemegang saham, semakin besar jaminan perlindungan yang didapat oleh investor ataupun kreditor
26
perusahaan. Singkatnya semakin tinggi Debt to Total Assets Ratio semakin
besar pula risiko keuangannya, semakin rendah rasio ini maka akan semakin rendah risiko keuangannya.
2.3
Tinjauan Umum Laba/Rugi
2.3.1 Pengertian Laba/Rugi
Laba merupakan tujuan akhir semua perusahaan yang berorientasi bisnis. Namun perhitungan laba untuk suatu jangka waktu tertentu hanya mendekati ketepatan atau layak saja, karena perhitungan yang tepat baru dapat terjadi jika perusahaan mengakhiri kegiatan usahanya dan menjual sewa aktiva yang ada. Adapun pengertian laba dalam Kamus Istilah Akuntansi yang ditulis oleh Joel G Siegel dan Jae K Shim yang diterjemahkan oleh Moh. Kurdi dijelaskan bahwa “Laba merupakan kelebihan harga jual atas harga pokok atau untuk suatu perusahaan secara keseluruhan, merupakan kelebihan pendapatan atau seluruh beban.” (Kurdi,2002:107). Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diperoleh pengertian bahwa laba adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh melalui penjualan produk perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selama jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, laba dapat ditingkatkan dengan dua cara yaitu: 1. Dengan meningkatkan pendapatan atau penjualan.
27
2. Dengan menurunkan biaya, yang salah satunya melalui peningkatan
efisiensi.
2.3.2 Konsep Laba Perusahaan Tujuan umum pelaporan laba adalah bahwa laba haruslah
merupakan hasil penerapan aturan dan prosedur yang logis serta konsisten
secara internal. Diasumsikan bahwa jika para pemakai laporan keuangan memahami
aturan-aturan
ini,
maka
mereka
akan
dapat
menginterpretasikan arti laba. Karena laba akuntansi didasarkan pada konsep seperti realisasi pendapatan dan onsep penandingan (matching) beban dengan pendapatan, maka umumnya dianggap bahwa kegiatan utama perusahaan dapat diukur dan dilaporkan. Dari sudut pandang akuntansi keuangan, laba adalah perubahan aktiva bersih selain dari perubahan investasi para pemilik yang dibuat dalam
periode
tertentu.
Besarnya
laba
ditentukan
dari
proses
mempertemukan secara wajar antara semua pendapatan dengan semua beban yang terjadi di dalam periode yang sama di dalam suatu laporan rugi-laba. Laba bersih (net income) diperoleh jika jumlah pendapatan lebih besar dibandingkan dengan jumlah beban dalam periode yang sama. Rugi bersih diderita jika jumlah pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah beban dalam periode yang sama. “Impas dicapai jika jumlah pendapatan besarnya sama dengan jumlah beban dalam periode yang sama.” (Supriyono,1993:88)
28
Laba dalam pengerian akuntansi keuangan terbatas pada masa lalu
(historical income). Dalam akuntansi manajemen, pengertian laba meliputi laba masa lalu maupun laba masa depan (future income). Laba masa lalu
adalah laba bersih atau rugi bersih yang dicapai oleh perusahaan pada
masa lalu, laba ini mencerminkan kemampuan laba sesungguhnya yang
dicapai oleh perusahaan di masa lalu. Dalam proses pengendalian, laba
sesungguhnya yang dicapai pada masa lalu dibandingkan dengan perencanaan laba yang sudah ditetapkan sehingga dapat dievaluasi penyimpangan yang terjadi. Laba masa lalu umumnya tidak relevan untuk pembuatan keputusan dan perencanaan masa depan, laba masa lalu hanya merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan di dalam memprediksi laba masa depan. Laba masa depan adalah laba yang diprediksikan akan diperoleh di masa depan jika suatu keputusan dibuat. Umumnya laba pada masa depan berbeda pada setiap alternatif keputusan yang mungkin dipilih. Informasi laba masa depan bermanfaat untuk pembuatan keputusan perencanaan laba masa depan.
2.3.3 Penggolongan Laba Dalam menyajikan laporan laba rugi akan terlihat penggolongan dalam penetapan pengukuran laba sebagai berikut: 1. Laba kotor atas penjualan, merupakan selisih dari penjualan bersih dan harga pokok penjualan, laba ini dinamakan laba kotor hasil
29
penjualan bersih sebelum dikurangi dengan beban operasi lainnya
2. Laba bersih operasi perusahaan yaitu laba kotor dikurangi dengan sejumlah biaya penjualan, biaya administrasi dan umum.
3. Laba bersih sebelum potongan pajak, merupakan pendapatan
untuk periode tertentu.
perusahaan secara keseluruhan sebelum potongan pajak perseroan,
yaitu perolehan apabila laba dikurangi atau ditambah dengan selisih pendapatan biaya lain-lain. 4. Laba kotor sesudah potongan pajak yaitu laba bersih setelah ditambah atau dikurangi dengan pendapatan dan biaya non operasi dan dikurangi dengan pajak perseroan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggolongan laba dalam hubungannya dengan penetapan pengukuran laba terdiri dari laba kotor penjualan yaitu selisih dari penjualan bersih dan harga pokok penjualan, dan laba bersih operasi yaitu laba kotor dikurangi dengan jumlah biaya penjualan kemudian laba bersih sebelum potongan penjualan dan laba kotor setelah potongan pajak yaitu pendapatan dikurangi atau ditambah dengan biaya non operasi.
2.3.4 Fungsi Laba Laba Sebagai Pengukuran Efisiensi Operasi yang efisien dari perusahaan mempengaruhi baik arus dividen yang sedang berjalan maupun penggunaan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan arus dividen di masa yang akan datang.
30
Oleh karena itu, semua pemilik ekuitas, khususnya pemegang saham biasa,
berkepentingan dalam efisiensi manajemen. Para pemegang ekuitas yang sekarang dapat melakukan langkah-langkah yang perlu untuk memperoleh
manajemen baru, jika manajemen yang sekarang tidak beroperasi secara
efisien. Para pemegang saham prospektif akan berusaha mengevaluasi
efisien manajemen sebelum berinvestasi atau memberi nilai pada saham
perusahaan. Dalam masalah manapun, pengukuran efisiensi perusahaan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan. Tujuna pengukuran efisiensi perusahaan ini tercermin dalam FASB Statement Of Financing Concepts, memberikan
yang
menyatakan
informasi
bahwa
mengenai
“Pelaporan
keuangan
pelaksanaan/prestasi
harus
keuangan
perusahaan selama satu periode.” (Hendriksen,1995:143-144). “Efisiensi memiliki arti yang nyata, paling tidak dalam konsep. Salah satu interprestasi adalah bahwa efisiensi menunjukkan kemampuan relatif untuk memperoleh keluaran maksimum dengan sejumlah sumber daya tertentu, keluaran yang konstan dengan penggunaan sejumlah sumber daya minimum, atau kombinasi optimum dari sumber daya dengan permintaan tertentu akan produk untuk memberikan hasil pengembalian maksimum bagi pemilik.” (Hendriksen,1995:144) Efisiensi adalah istilah relatif dan hanya memiliki arti apabila dibandingkan dengan pasar yang ideal atau suatu dasar lainnya. Efisiensi juga
tergantung pada
apakah
sasaran
perusahaan
adalah
untuk
memaksimasi laba atau untuk memberikan hasil pengembalian yang wajar atau layak atas investasi. Jika modal yang dipakai perusahaan adalah konstan dari tahun ke tahun, maka angka laba itu sendiri mungkin akan berguna sebagai pengukuran efisiensi perusahaan. Laba dari tahun berjalan
31
dapat dibandingkan dengan laba tahun sebelumnya, dan harus dianalisis
apakah laba setiap tahun telah mencapai, berkurang, atau melebihi dari sasaran yang telah ditentukan. Akan tetapi, jika modal yang diinvestasikan
berubah dari tahun ke tahun, maka laba harus dibandingkan dengan suatu
besaran yang berubah, seperti modal yang diinvestasikan atau total
pendapatan.
Laba Sebagai Alat Ramal
FASB Statement Of Financial Concepts menyatakan bahwa para investor, kreditor, dan pihak lainnya ingin menilai prospek arus kas masuk kas bersih perusahaan, tetapi mereka saling menggunakan laba untuk membantu mereka mengevaluasi daya laba (earning power), meramal laba yang akan datang, atau menaksir risiko berinvestasi atau memberikan pinjaman kepada perusahaan. Jadi, diasumsikan ada hubungan antara laba yang dilaporkan dan arus kas, termasuk distribusi kas kepada pemilik. (Hendriksen,1995:133). Nilai berjalan dari perusahaan dan nilai saham perusahaan tergantung pada arus distribusi mendatang yang diharapkan bagi pemegang saham. Berdasarkan pengharapan ini, pemegang saham yang ada sekarang dapat memutuskan untuk menjual saham atau terus memilikinya. Investor yang bukan pemegang saham saat ini dapat memutuskan membeli saham perusahaan itu atau menanamkan modalnya di perusahaan lain. Jadi, harapan mengenai distribusi yang akan datang merupakan hal yang penting dalam keputusan investasi ini. Jika terdapat
32
hubungan antara laba yang dilaporkan dan distribusi dividen, maka para
investor memusatkan perhatiannya pada pengharapannya akan laba perusahaan di masa yang akan datang. Bagi banyak perusahaan, peramalan
laba dianggap lebih relevan dalam meramalkan harga pasar saham di masa
yang akan datang ketimbang peramalan distribusi dividen jangka pendek,
dan distribusi jangka panjang dianggap tergantung pada laba yang ditahan
dan faktor pertumbuhan. Oleh karena itu, pengharapan akan laba yang akan datang digunakan oleh banyak investor sebagai faktor utama dalam meramalkan distribusi dividen di masa yang akan datang , dan dividen yang diharapkan merupakan faktor penting untuk menetapkan nilai berjalan atas sebagian saham atau atas keseluruhan perusahaan. (Hendriksen,1995:145)
2.4
Tinjauan Umum Tentang Rentabilitas
2.4.1 Pengertian Rentabilitas Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan adalah memperoleh laba atau keuntungan guna meningkatkan kesejahteraan pemilik secara maksimal. Namun, suatu perusahaan tidak hanya mendapatkan laba yang besar lalu dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah
bekerja
dengan
efisien.
Efisiensi
dapat
diketahui
dengan
membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang dapat menghasilkan laba tersebut. Dengan demikian, maka yang harus diperhatikan
oleh
manajemen
perusahaan
dituntut
tidak
hanya
33
memperbesar laba tetapi juga mencapai rentabilitas yang maksimal sesuai
yaitu: 1. Berdasarkan buku Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan dinyatakan
bahwa:
dengan target yang telah ditetapkan. Berikut ini pendapat dari beberap ahli,
“Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dapat dikatakan, rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.” (Riyanto,2001:35). 2. Menurut Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan dijelaskan “Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktiva secara produktif, dengan demikian rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.” (Munawir,2004:33).
2.4.2 Penilaian Rentabilitas Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Ada berbagai macam cara dalam penilaian rentabilitas suatu perusahaan, sehingga jiak ada beberapa perusahaan yang berbeda dalam menghitung rentabiltasnya, yaitu rentabilitas yang digunakan sebagai alat pengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan.
34
Menurut Riyanto (2001:36), ada dua cara yang dapat dilakukan
dalam penilaian terhadap rentabilitas, yaitu: a) Rentabilitas Ekonomi
Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan antara laba usaha
dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk
menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Maka
rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba. b) Rentabilitas Modal Sendiri Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak, dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tesebut di pihak lain. Dengan kata lain rentabilitas modal sendiri merupakan kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan. Laba yang diperhitungkan dalam rentabilitas ini adalah laba usaha setelah dikurangi pajak (laba bersih), sedangkan modal yang digunakan hanyalah modal sendri yang bekerja di dalam perusahaan.
35
2.5
Tinjauan Umum Return On Equity (ROE)
2.5.1 Pengertian Return On Equity (ROE)
Rentabilitas modal sendiri sering digunakan untuk mengukur
berapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri yaitu
dengan membandingkan antara laba bersih dengan total modal. Dengan
kata lain, kemampuan perusahaan dengan modal yang dimiliki, sehingga
dapat menghasilkan keuntungan. Berikut ini pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian rentabilitas modal sendiri, yaitu: 1) Menurut Sartono (2001:124) mengemukakan bahwa “Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan”. 2) Menurut Gitman (2003:65) mengemukakan bahwa return on equity (ROE) “measures the return earned on the common stockholders’ invesment in the firm”. 3) Berdasarkan buku Manajemen Keuangan karangan Syamsuddin dinyatakan “Rentabilitas modal sendiri merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang diinvestasikan di dalam perusahaan”. (Syamsuddin,2001:64). Dari beberapa pengertian di atas, maka secara umum dapat disimpulkan, rentabilitas modal sendiri merupakan suatu ukuran dari keuntungan yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang telah
36
diinvestasikan pada suatu perusahaan tertentu, sehingga semakin besar
perusahaan tersebut dalam menghasilkan laba bagi pemilik modal perusahaan.
rentabilitas modal sendiri diperoleh, maka semakin besar pula kemampuan
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return On Equity (ROE)
Rentabilitas modal sendiri (return on equity) menunjukkan suatu
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemilik perusahaan. Menurut Gitman (2003:73), faktor yang mempengaruhi rentabilitas modal sendiri jika dilihat dari DuPont System terdapat 3 komponen, yaitu sebagai berikut: Net profit margin yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Net profit margin tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Apabila rendah menunjukkan penjualan yang terlalu rendah untuk biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi keduanya. Perputaran total aktiva menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan di dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi perputaran total aktiva berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva di dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini penting bagi para kreditur dan pemilik perusahaan, tetapi akan lebih penting lagi manajemen perusahaan. Hal ini
37
dikarenakan perputaran aktiva dapat menunjukkan efisien tidaknya
penggunaan seluruh aktiva di dalam perusahaan. Financial leverage multiplier (FLM) adalah perbandingan antara total
aktiva (utang ditambah dan ekuitas/modal) dengan total modal. Apabila
rasio ini tinggi menunjukkan penggunaan hutang lebih besar daripada
modal.