BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 1993). Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007). Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan.
Universitas Sumatera Utara
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar. 2.1.1. Perilaku Dalam Bentuk Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (Know) Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan. 2. Pemahaman (Comprehension) Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasiformulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Perilaku Dalam Bentuk Sikap Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003). Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954) dalam Soekidjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri sikap adalah : 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat. 2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa. 4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999). Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni : 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa
Universitas Sumatera Utara
dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih. 4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Perilaku Dalam Bentuk Tindakan Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003). Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respon Terpimpin (Guided Response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2.2.
Bentuk-Bentuk Perilaku Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor
Universitas Sumatera Utara
(psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari: 1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). 3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: A. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. B. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior. Dari
Universitas Sumatera Utara
penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu : 1. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik. 2. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007). 2.3.
Teori Perilaku Atribusi (Faktor Internal – Eksternal) Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau
organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus internal maupun stimulus aksternal. Namun demikian, sebagian besar dari perilaku individu itu sebagai respons terhadap stimulus eksternal. Hal ini sejalan dengan teori atribusi yang disampaikan oleh Heider (1958) yang mengemukakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi bagaimana orang mempersepsi perilakunya maupun perilaku orang lain. Teori atribuasi memberikan penjelasan mengenai penyebab perilaku tersebut. Menurut Heider, perilaku orang dapat dijelaskan melalui dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Atribusi internal melihat bahwa perilaku itu merupakan
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab internal individu atau kelompok itu sendiri, sedangkan atribusi eksternal melihat bahwa perilaku lebih disebabkan oleh faktor luar. Ada 3 teori atribusi, yaitu: 1. Theory of Correspondent Inference Apabila perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal, berarti dengan melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut. Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (correspondent inference). 2. Model of Scientific Reasoner Harrold Kelley mengajukan konsep untuk memahami penyebab perilaku seseorang dengan memandang pengamat seperti ilmuwan, disebut ilmuwan naif. Untuk sampai pada suatu kesimpulan atribusi seseorang, diperlukan tiga informasi penting. Masing-masing informasi juga harus menggambarkan tinggi-rendahnya. Tiga informasi itu, adalah: a. Distinctiveness Konsep ini merujuk pada bagaiman seorang berperilaku dalam kondisi yang berbeda-beda. Distinctiveness yang tinggi terjadi apabila orang yang bersangkutan mereaksi secara khusus pada suatu peristiwa. Sedangkan distinctiveness rendah apabila seseorang merespon sama terhadap stimulus yang berbeda. b. Konsistensi Hal ini menunjuk pada pentingnya waktu sehubungan dengan suatu peristiwa. Konsistensi dikatakan tinggi apabila seseorang merespon smaa untuk stimulus yang
Universitas Sumatera Utara
sama pada waktu yang berbeda. Apabila responnya tidak menentu maka seseorang dikatakan konsistensinya rendah. c. Konsensus Apabila orang lain tidak bereaksi sama dengan seseorang, berarti konsensusnya rendah, dan sebaliknya. Selain itu konsep tentang consensus selalu melibatkan oranglain sehubungan dengan stimulus yang sama. Dari ketiga informasi diatas, dapat ditentukan atribusi pada seseorang. Menurut Kelley ada 3 atribusi, yaitu: a. Atribusi Internal, dikatakan perilaku seseorang merupakan gambaran dari karakternya
bila
distinctivenessnya
rendah,
konsensusnya
rendah,
dan
konsistensinya tinggi. b. Atribusi Eksternal, dikatakan demikian apabila ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, konsensus tinggi, dan konsistensinya juga tinggi. c. Atribusi Internal-Eksternal, hal ini ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, konsensus rendah, dan konsistensi tinggi. 3. Konsensus Ada dua macam dimensi pokok: a. Keberhasilan dan kegagalan memiliki penyebab internal atau eksternal. b. Stabilitas penyebab, stabil atau tidak stabil. 2.4.
Kemasan Plastik Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi
pilihan bagi konsumen. Banyak konsumen yang menggunakan plastik sebagai pengemas makanan, namun ada juga konsumen yang khawatir akan dampak
Universitas Sumatera Utara
penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan kemudian beralih menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi tanpa disadari, kertas cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini menunjukkan betapa populernya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari (Siregar, 2011). Kelebihan dari kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan membutakan masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Koswara, 2006). 2.4.1. Jenis dan Sifat Fisio-Kimia Plastik A. Termoset Plastik termoset adalah jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang atau dicetak, contohnya saran atau poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan untuk botol-botol minuman, politetra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat pada peralatan dapur seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk kemasan permen dan sosis yang dapat dimakan (Wikipedia, 2009). B. Termoplastik Plastik termoplastik adalah jenis plastik yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan makanan dan dapat didaur-ulang/dicetak kembali, contoh plastik kresek dan plastik lainnya (Wikipedia, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Untuk melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan oleh proses daur ulang plastik ini, maka diciptakanlah sebuah standar penggunaan kemasan plastik. Standar penggunaan ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu pada standar penggunaan plastik tersebut biasanya ada di bagian bawah wadah plastik berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah angka di dalamnya (simbol daur ulang). Angka ini menunjukkan jenis plastik dan keamanan penggunaannya. 1. Poliester atau Polietilen Treptalat (PET/PETE)
PET/PETE biasa terdapat pada botol plastik transparan seperti pada kemasan air mineral atau minuman yang siap untuk diminum seperti minuman ringan yang bersoda (terkarbonasi). Bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat atau panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang bisa menyebabkan kanker bila digunakan dalam jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
2. Polietilen (PE-HD/HDPE)
Biasa dipakai untuk botol plastik susu yang berwarna putih susu, Tupperware, galon air minum dan lain-lain. Botol plastik jenis HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. 3. Polivinil Klorida (PVC/C)
Ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap) dan botol plastik-botol plastik. PVC mengandung DEHA (Diethyl Hydroxylamine) yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan langsung dengan makanan tersebut karena DEHA ini meleleh pada suhu -15°C. 4. Low Density Poliethilena (LDPE/PE-LD)
Biasa digunakan untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol yang lunak. Kemasan plastik jenis ini sulit dihancurkan tapi dapat didaur ulang. Bahan
Universitas Sumatera Utara
plastik ini cocok dan baik digunakan sebagai kemasan makanan maupun minuman, karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan maupun minuman yang dikemas dengan bahan jenis ini. 5. Polipropilen (PP)
Biasanya plastik ini digunakan untuk packing makanan kering (snack), sedotan, kantong obat, tempat makanan dan botol minum bayi. Plastik ini biasanya berwarna transparan, bening, tembus pandang, tahan terhadap suhu tinggi (150⁰C) sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan dan dapat pecah meski tidak melukai penggunanya sehingga cocok untuk peralatan makan bayi. 6. Polistiren (PS)
Polistiren termasuk kemasan sekali pakai, contoh: cup, sendok plastik dan styrofoam. Kandungan kimia pada polistiren berbahaya bagi kesehatan manusia. Styrene bisa bercampur dengan makanan saat makanan panas dan berminyak dimasukkan ke dalam wadah ini (BPOM, 2009), hal ini disebabkan sifat styrene yang lunak pada suhu 90-95⁰C. Styrene berbahaya untuk jaringan otak, sistem saraf, dan dianggap sebagai bahan pemicu kanker (karsinogenik) pada tubuh.
Universitas Sumatera Utara
7. OTHER (Termoplastik selain kelompok etilen)
Polikarbonat (PC) biasanya digunakan untuk botol galon air minum dan sebagai salah satu bahan untuk perlengkapan makanan dan minuman (melamin) yang dapat digunakan sampai 140⁰C (Wikipedia, 2009). 2.4.2. Pemilihan Kemasan Plastik Sebagai Kemasan Selain dengan melihat pengkodean yang telah ditetapkan, aman-tidaknya wadah plastik (food grade dan non-food grade) bisa diketahui dari simbol atau pertanda khusus yang tertera di wadah plastik tersebut, diantaranya (Anonimous, 2010): 1. Simbol Food Grade: Bergambar gelas dan garpu, artinya wadah tersebut aman digunakan untuk makanan dan minuman. 2. Simbol Non-Food Grade: Gambar garpu dan gelas dicoret, artinya wadah tersebut tidak didesain untuk makanan karena kandungan zat kimia di dalamnya bisa membahayakan kesehatan. 3. Simbol Microwave Save Gambar garis bergelombang, artinya wadah aman untuk digunakan sebagai penghangat makanan di dalam microwave karena tahan suhu yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
4. Simbol Non-Microwave Gambar garis bergelombang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk menghangatkan makanan di dalam microwave karena tidak tahan suhu yang tinggi atau panas. 5. Simbol Oven Save Gambar oven (dua garis horizontal), artinya aman digunakan sebagai penghangat makanan di dalam oven. Meski terbuat dari plastik, wadah ini tahan terhadap suhu tinggi. 6. Simbol Non-Oven Gambar dua garis horizontal dicoret, artinya wadah tidak tahan suhu tinggi. 7. Simbol Grill Save Gambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), artinya wadah aman digunakan untuk suhu tinggi. 8. Simbol Non-Grill Save Gambar pemanggang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk memanggang. 9. Simbol Freezer Save Gambar bunga salju, artinya wadah aman digunakan untuk menyimpan makanan atau minuman dengan suhu rendah atau beku. 10. Simbol Non-Freezer Save Gambar bunga salju dicoret, artinya wadah tidak boleh untuk disimpan dalam lemari pendingin.
Universitas Sumatera Utara
11. Simbol Cut Save Gambar pisau, artinya wadah aman digunakan sebagai alas saat memotong bahanbahan makanan. 12. Simbol Non-Cut Save Gambar pisau dicoret, artinya tidak untuk wadah memotong. 13. Simbol Dishwasher Save Gambar gelas terbalik, artinya wadah aman untuk dicuci dalam mesin pencuci. 14. Simbol Non-Dishwasher Save Gambar gelas dicoret, artinya gelas harus dicuci manual. 2.4.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan Adapun zat-zat penyusun plastik yang berbahaya bagi kesehatan adalah (Koswara, 2006): 1. Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA dan mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama kanker hati. 2. Monomer vinil sianida (akrilonitril), bereaksi dengan adenin pada DNA dan memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan penyakit kanker. Dampak akrilonitril sudah terbukti pada hewan percobaan yaitu menimbulkan cacat lahir pada tikus yang memakannya. 3. Monomer vinil asetat, telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati (liver) pada hewan. 4. Monomer lainnya, seperti akrilat, stirena, metakriat dan senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat
Universitas Sumatera Utara
organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan akrilonitril yang dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung. Selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan diantaranya: 1. Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang populer digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu ternyata DBP dan DOP ternyata menyimpan suatu zat kimia yaitu zat benzen. Benzen termasuk larutan kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak dapat dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah atau leukemia (Koswara, 2006). 2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif untuk mencegah kerusakan pada plastik. 3. Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam plastik yang bersifat karsinogenik (Winarno, 1994). 4. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu sistem endokrin (Anonimous, 2009). 5. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan zat aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar resiko pada kehamilan (Anonimous, 2008). 6. Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai bahan untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent dan ikut
Universitas Sumatera Utara
menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan PCB ini berupa pigmentasi pada kulit dab benjolan-benjolan, gangguan pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada wanita hamil PCB dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Pada keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan hati dan kanker hati (Anonimous, 2009). 7. Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna pada kantong plastik kresek yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pada kantong plastik yang berwarnawarni sering tidak diketahui bahan pewarna yang digunakan. Begitu juga dengan plastik yang tidak berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Koswara, 2006). 2.4.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Lingkungan Dari segi lingkungan, plastik sangat berbahaya karena plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (non-biodegradable). Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 500 tahun agar dapat terdekomposisi dengan sempurna. Sampah kantong plastik yang ditimbun di tempat pembuangan akhir dapat mencemari tanah dan air tanah sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia (Anonim 2008). Tentang bahan pembuat plastik, (umumnya polimer polivinil) terbuat dari polychlorinated biphenyl (PCB) yang mempunyai struktur mirip DDT. Serta kantong plastik yang sulit untuk diurai oleh tanah hingga membutuhkan waktu antara 100 hingga 500 tahun. Hal ini berakibat antara lain: •
Tercemarnya tanah, air tanah dan makhluk bawah tanah.
Universitas Sumatera Utara
•
Racun-racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing.
•
PCB yang tidak dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan.
•
Kantong plastik akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah.
•
Menurunkan kesuburan tanah karena plastik juga menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah.
•
Kantong plastik yang sukar diurai, mempunyai umur panjang, dan ringan akan mudah diterbangkan angin hingga ke laut sekalipun.
•
Hewan-hewan dapat terjerat dalam tumpukan plastik. Konsumsi berlebih terhadap plastik, pun mengakibatkan jumlah sampah
plastik yang besar. Karena bukan berasal dari senyawa biologis, plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (non-biodegradable). Biasanya limbah plastik yang sudah tidak berguna akan dibuang atau dibakar. Sampah plastik yang dibuang ke lingkungan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai oleh mikroorganisme sehingga akan menumpuk dan menjadi sarang penyakit dan mengganggu ekosistem sekitar. Sedangkan pembakaran sampah yang tidak menggunakan teknologi tinggi dapat berakibat pada pencemaran lingkungan. Sebab hal ini dapat menghasilkan senyawa kimia berbahaya dan beracun yang dikenal dengan nama dioksin (Chandra, 2009). Jika dioksin berada diudara maka akan dapat terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam sistem pernafasan. Risiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin diterima tetap sehingga dioksin akan mengendap dalam tubuh manusia
Universitas Sumatera Utara
walaupun dalam satuan takaran kecil. Dioksin menimbulkan kanker, bertindak sebagai pengacau hormon, diteruskan dari ibu ke bayi selama menyusui dan mempengaruhi sistem reproduksi. Selain mengakibatkan penyakit tersebut, dioksin dengan demikian juga mempengaruhi kemampuan belajar anak yang sangat peka terhadap pencemaran udara (Chandra, 2009). 2.5.
Kemasan Styrofoam Kemasan styrofoam adalah kemasan makanan dari merek dagang Dow
Chemichals yang berbahan dasar expandable polystyrene atau foamed polystyrene (FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren (PS) atau yang memiliki kode-6 dalam pengkodean plastik (BPOM, 2009). Styrofoam terbuat dari polystyrene yaitu polimer yang tersusun dari banyak monomer (styrene). Untuk menjadi styrofoam, maka ditiupkan udara ke dalam polystyrene dengan menggunakan blowing agents yang disebut khloroflourokarbon (CFC) sehingga membentuk buih (foam) (Khomsan, 2003). Dalam penggunaannya sebagai kemasan makanan, styrofoam memiliki beberapa sifat yang menjadi keunggulannya, diantaranya relatif tahan bocor, praktis dan mampu menjaga suhu makanan dengan baik, jadi makanan panas akan tetap panas di dalam styrofoam (Khomsan, 2003). 2.5.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan Menurut Khomsan (2003), masyarakat khususnya konsumen sering beranggapan bahwa bila sesuatu itu sudah ada dimana-mana dan dipakai oleh banyak orang, maka sesuatu tersebut pasti aman. Demikian pula dengan penggunaan styrofoam yang semakin meluas saat ini, sedikitpun tidak memunculkan kekhawatiran apakah penggunaan styrofoam aman atau tidak untuk kesehatan. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa bahan dasar styrofoam (styrene) dan bahan aditif lainnya seperti butadien yang berfungsi sebagai bahan penguat juga DOP ataupun BHT yang berfungsi sebagai pemlastis (plasticizer) ternyata bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker) (Yuliarti, 2007). Penelitian di Rusia pada tahun 1975 menemukan adanya gangguan menstruasi pada wanita yang bekerja dan selalu menghirup styrene dalam konsentrasi rendah. Gangguan menstruasi tersebut menyangkut siklus menstruasi yang tidak teratur dan terjadinya pendarahan berlebihan (hypermenorrhea) ketika menstruasi. Styrene juga dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi wanita (penurunan kesuburan bahkan mandul) (Khomsan, 2003). Pada tahun 1986, National Human Adipose Tissue Survey di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa 100% jaringan lemak penduduk Amerika mengandung styrene dan pada tahun 1988 kandungan styrene tersebut mencapai 8-350 ng/g. Konsentrasi styrene 350 ng/g adalah sepertiga dari ambang batas yang dapat memunculkan gejala neurotoxic (gangguan syaraf). Neurotoxic akan menimbulkan gejala-gejala seperti kelelahan, nervous dan kadar hemoglobin rendah. Hemoglobin (Hb) adalah bagian dari sel darah merah yang memiliki peran sangat penting yaitu mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Penurunan kadar hemoglobin pada tubuh (anemia) akan menyebabkan kekurangan oksigen (O2) pada sel-sel tubuh dan menimbulkan gejala letih, lesu dan lemah (3L). Anemia kronis dapat berakibat fatal seperti kematian (2003). Studi di New Jersey (AS) menemukan bahwa 75% air susu ibu (ASI) telah terkontaminasi
Universitas Sumatera Utara
styrene dan dapat dibayangkan bahwa bayi-bayi yang belum pernah makan atau minum menggunakan wadah styrofoam ternyata dapat mengkonsumsi (terpapar) styrene melalui ASI ibunya. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pada ibu-ibu yang sedang mengandung, styrene dapat bermigrasi ke janin melalui plasenta, sedangkan pada anak-anak, styrene dapat mengakibatkan kehilangan kreativitas (pasif) dan karsinogenik (2003). Sifat styrene yang memiliki titik lebur rendah dan lunak pada suhu 90⁰-95⁰C menyebabkan styrofoam dapat lunak pada suhu 102⁰-106⁰C. Penggunaan styrofoam sebagai wadah untuk memanaskan makanan yang mengandung vitamin A akan melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah vitamin A menjadi toluene dan toluene ini adalah pelarut styrene (2003). Keterpaparan benzena dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan penyakit pada kelenjar tiroid, kerusakan sum-sum tulang belakang, anemia, penurunan sistem imun tubuh, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Pada wanita, zat ini dapat berakibat buruk terhadap siklus menstruasi, mengancam kehamilan, dan menyebabkan kanker payudara juga kanker prostat (Anonimous, 2009). 2.5.2. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Lingkungan Selain berefek negatif bagi kesehatan, styrofoam juga sering menimbulkan masalah pada lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Kemasan plastik jenis polystyrene ini sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan secara alami dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh pemulung. Proses daur ulang styrofoam yang telah dilakukan selama ini sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
hanyalah dengan menghancurkan styrofoam lama kemudian membentuknya menjadi styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi wadah makanan dan minuman. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat setiap tahun diproduksi 3 juta ton bahan ini, tetapi hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga sisanya masuk ke lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, styrofoam akan menumpuk begitu saja dan menjadi sumber sampah yang mencemari lingkungan, baik lingkungan air maupun tanah (InfoPOM, 2008). Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam, meskipun bukan gas yang beracun, memiliki sifat mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun (Sulchan & Endang, 2007). Dalam pembuatan styrofoam ternyata 90% CFC yang digunakan akan dilepaskan di atmosfer yang kemudian akan mengikis lapisan ozon. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan stratosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanker (Khomsan, 2003). Menurut Presiden National Wildlife Federation, sebuah cup terbuat dari styrofoam mengandung 10 pangkat 18 molekul CFC. Ketika mereka terpecah karena radiasi ultraviolet, maka setiap molekul CFC akan menghancurkan 100.000 molekul ozon (Khomsan, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Internal: − Umur − Jenis Kelamin − Suku − Jumlah Uang Saku
Faktor Eksternal: − Kelompok Referensi − Keluarga − Media Informasi
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Mahasiswa
Mahasiswa
Mahasiswa
Dalam
Dalam
Dalam
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Kemasan
Kemasan
Kemasan
Plastik dan
Plastik dan
Plastik dan
Sesuai dengan teori atribusi yang disampaikan oleh ahli Heider, skema di atas menggambarkan faktor internal (yakni umur, jenis kelamin, suku, dan jumlah uang saku) dan faktor eksternal (yakni kelompok referensi, keluarga, dan media informasi) yang mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam menggunakan plastik dan styrofoam sebagai kemasan makanan di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara