Bab II Tinjauan Pustaka
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ruang Lingkup Persediaan
2.1.1 Definisi Persediaan Salah satu upaya perusahaan manufaktur untuk dapat mempertahankan kelancaran dan kesinambungan proses produksi dan penjualan barang-barang hasil produksinya adalah dengan adanya persediaan. Hal ini disebabkan karena baik proses produksi maupun penjualan barang hasil produksi harus menunggu waktu selama barang belum dipakai atau belum dijual. Selain itu tanpa adanya persediaan perusahaan akan dihadapkan pada resiko pada suatu jangka waktu tertentu dimana mereka tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu dibutuhkan dana atau mungkin strategi manajemen yang khusus untuk menangani masalah persediaan agar tersedianya persediaan dengan jumlah dan kualitas yang baik serta biaya persediaan yang relatif murah. Definisi persediaan menurut Sofyan Assauri (2004;169) adalah: “Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunanya dalam suatu proses produksi”. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Indonesia (PSAK No 14) pengertian persediaan adalah: “Persediaan adalah aktiva: • Tersedia untuk dijual dalam kegiatan-kegiatan usaha normal • Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau • Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. (2002;14.1) Dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan bahan atau barang-barang yang sengaja disediakan oleh perusahaan untuk dipergunakan di masa yang akan datang dan disimpan untuk sementara waktu untuk tujuan tertentu.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
14
2.1.2 Jenis-jenis Persediaan Pada umumnya jenis persediaan yang terdapat pada perusahaan manufaktur dikelompokkan oleh Lukman Syamsudin (2002:281-285) menjadi: 1. Persedian bahan baku (raw materials stock) Merupakan persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi atau barang yang diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari pemasok/perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan industri yang menggunakan. 2. Persediaan barang dalam proses (work in process/progress stock) Merupakan barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau barang yang sudah dirubah bentuknya tetapi perlu diproses kembali menjadi barang jadi. 3. Persediaan barang jadi (finished goods stock) Merupakan persediaan barang yang telah selesai diproses tapi belum dijual namun telah siap dijual kepada pelanggan atau konsumen. 4. Persediaan bahan pembantu, Merupakan barang-barang yang diperlukan untuk membantu dalam proses produksi guna berhasilnya proses produksi perusahaan. 2.1.3 Fungsi Persediaan Proses produksi dalam suatu perusahaan tidak dapat berjalan tanpa adanya bahan baku pada saat dibutuhkan. Persediaan timbul karena adanya penawaran dan permintaan yang berada pada tingkat yang berbeda-beda, sehingga material yang tersedia berbeda dengan yang dibutuhkan. Fungsi persediaan biasanya dihubungkan dengan kegiatan penyediaan bahan-bahan yang dianggap perlu dalam arti jumlah, mutu, dan pada saat serta tempat yang tepat dengan memperhitungkan biaya yang terendah selaras dengan kualitas yang direncanakan terlebih dahulu untuk menjamin kontinuitas proses produksi. Adapun alasan perusahaan (manfaat yang diperoleh) dari menyimpan persediaan, seperti dikemukakan oleh Supriyono dalam bukunya Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen untuk teknologi Pemanufakturan Maju (1994;310) adalah: 1. Menyeimbangkan biaya pemesanan (setup) dan biaya penyimpanan. 2. Memenuhi permintaan pelanggan (memenuhi tanggal pengiriman). 3. Menghindari penghentian fasilitas pemanufakturan Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
15
4. Memanfaatkan keuntungan potongan harga. 5. Mengantisipasi kenaikan harga di masa depan. 2.2
Pengendalian Persediaan
2.2.1 Definisi Pengendalian Persediaan. Pengendaliaan persediaan merupakan bagian dalam perencanaan jangka pendek yang berarti memiliki peran yang penting dalam proses produksi. Pengendalian persediaan akan menentukan kelancaran proses produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan. Tersedianya bahan baku pada saat dibutuhkan dengan jumlah dan kualitas yang tepat merupakan syarat dalam menunjang kelancaran proses produksi, selain faktor tenaga kerja, mesin dan modal. Bila pengendalian persediaan dilakukan dengan baik maka efisiensi dan efektivitas produksi yang diharapkan akan tercapai yang berarti produktivitas perusahaan akan meningkat. Definisi pengendalian persediaan menurut Sofyan Assauri (2004;176) adalah: “Pengendalian persediaan adalah mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum yang dapat memenuhi kebutuhan bahanbahan dalam jumlah, mutu dan pada waktu yang tepat serta jumlah biaya yang rendah seperti yang diharapkan”. Adapun definisi pengendalian persediaan menurut Supriyono (1999;400), yaitu: “Pengendalian persediaan adalah suatu fungsi terkoordinasi di dalam organisasi yang terus-menerus disempurnakan untuk meletakkan pertanggungjawaban atas pengelolaan bahan dan persediaan pada umumnya, serta menyelenggarakan suatu pengendalian internal yang menjamin adanya dokumen dasar pembukuan yang mendukung sahnya suatu transaksi yang berhubungan dengan bahan” Jadi masalah persediaan tidak terbatas pada penetapan jumlah serta komposisi persediaan saja, tetapi memiliki pengertian yang lebih luas kerena didalamnya tercakup pula masalah bagaimana mempertahankan pelaksanaan pengendalian yang efektif dan efisien.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
16
Namun pengendalian persediaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya perencanaan yang baik. Oleh karena itu sebelum proses produksi dilaksanakan, perusahaan harus memuat perencanaan yang baik. Rencana produksi tersebut memuat antara lain jumlah barang yang dihasilkan (tujuan produksi), jumlah kebutuhan bahan baku untuk mencapai tujuan tersebut dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (aktivitas yang harus dilakukan), serta hal-hal yang harus dipersiapkan untuk mengantisipasi penyelewenganpenyelewengan yang mungkin terjadi.
2.2.2 Tujuan Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan dijalankan untuk memelihara keseimbangan antara kerugian serta penghematan dari adanya suatu tingkat persediaan tertentu, dan besarnya biaya dan modal yang dibutuhkan untuk mengadakan persediaan tersebut. Tujuan pengendalian persediaan menurut Sofyan Assauri (2004;177) adalah: 1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan mengalami kehabisan persediaan, sehingga dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi. 2. Menjaga agar pengadaan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya-biaya yang timbul tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena hal ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. Dari tujuan di atas, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian persedian adalah untuk memperoleh kuantitas dan kualitas bahan baku yang tepat, pada
waktu yang tepat dan dengan biaya yang minimum.
Dengan kata lain pengendalian persediaan bertujuan menjamin tersedianya bahan baku pada tingkat yang optimal, agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar pada tingkat biaya minimum.
2.2.3 Manajemen Persediaan Just In Time Just In Time pada awal mulanya merupakan suatu manajemen persediaan. Manajemen persediaan Just In Time menolak pandangan tradisional yang Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
17
menganggap persediaan sebagai salah satu alat untuk mengatasi masalah produksi. Dimana menurut pandangan tradisional, persediaan pada tingkat tertentu dianggap dapat mengatasi masalah-masalah pada proses produksi yang dapat menyebabkan proses produksi terhenti. Filosofi Just In Time menyatakan bahwa persediaan tidak dapat memecahkan masalah yang ada, namun hanya menutupi atau menyembunyikan masalah. Semua tipe persediaan dianggap sebagai kewajiban; barang dalam proses, bahan baku, barang jadi, komponen dan lain sebagainya. Dengan mengeliminsi ruang penyimpanan, tidak saja kita menghemat ruang, tetapi juga tidak mengijinkan persediaan yang rusak bisa tersembunyi sampai semua orang tidak tahu siapa yang melakukan hal tersebut. Dengan persediaan yang minimal atau tanpa persediaan, pengendalian material dapat menjadi lebih mudah dan tidak mahal. Manajemen persediaan Just In Time merupakan bagian-bagian dari sistem pembelian atau produksi Just In Time secara keseluruhan. Sistem Just In Time menekankan pada pengurangan pemborosan serta menemukan cara-cara yang efisien dan produktif untuk mengerjakan sesuatu. Sistem produksi Just In Time mengurangi persediaan ke titik yang tidak signifikan dengan cara: 1. Mereorganisasi pemanufakturan ke dalam sel-sel. 2. Menggunakan pendekatan demand pull (tarikan permintaan). 3. Mengembangkan hubungan kemitraan dalam laba dengan para pemasok. 4. Menekankan pengendalian mutu total dan pemeliharaan pencegahan total. Menurut Hansen dan Mowen (1998:90) persediaan Just In Time adalah: “Just In Time inventory policy is an operating policy that calls for materials, partially processed good, and finished good to be delivered to the location. Where they are to be processed or sold, at exactly the time they are needed. In a perfect application, minimal inventories would be held in a Just In Time environment”. Dalam Just In Time setiap operasi, pabrik hanya memproduksi apa yang diperlukan untuk operasi berikutnya atau untuk memuaskan pelanggan. Bahan
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
18
atau sub perakitan datang tepat waktu untuk produksi sehingga dapat memenuhi permintaan. Salah satu pengaruh Just In Time adalah mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat rendah, dan jika memungkinkan sampai sama dengan nol. Pengejaran target persediaan nol sangat penting bagi keberhasilan Just In Time.Namun gagasan untuk pengejaran persediaan nol harus menentang alasanalasan tradisional untuk menyimpan persediaan yang tidak lagi dipandang valid. Salah satu tujuan sistem Just In Time adalah untuk menghilangkan persediaan penyangga “buffer inventories” yang dulunya digunakan untuk menyokong jalur produksi.
2.3
Konsep Just In Time
2.3.1 Definisi Just In Time Pemanufakturan Just In Time mempunyai arti memproduksi produk yang diperlukan dengan jumlah sesuai dengan keperluan pada waktu diperlukan. Definisi Just In Time menurut The American Production and Inventory Control Soceity (APICS) adalah : “A philosophy of manufacturing based on planned elimination of all waste and continuous improvement of productivity it encompasses the succesfull execution of all manufacturing activities required to produce a final product, from design engineering to delivery and including all stages of conversion from raw material onward the primary elements include having only the required inventory when needed; to improve quality to zero defects; to reduce lead time by reducing setup times, queue lengths ands lot sizes, to incrementally revise the operations themselves; and to accomplish these things at minimum cost”. Adapun pengertian Just In Time menurut Supriyono (1999;124) adalah sebagai berikut: “Just In Time adalah suatu filosofi yang memusatkan pada eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi produk sesuai dengan permintaan konsumen dan hanya membeli bahan sesuai dengan kebutuhan produksi”.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
19
Berdasarkan definisi Just In Time diatas maka dapat disimpulkan bahwa Just In Time merupakan suatu filosofi sistem produksi yang berdasarkan pada penghapusan semua pemborosan pada aktivitas yang tidak menambah nilai produk dan perbaikan yang berkesinambungan pada produktivitas. Hal ini dapat tercapai bila penghapusan pemborosan tersebut berhasil dilaksanakan pada semua aktivitas pemanufakturan yang dilakukan, mulai dari pembuatan teknik produksi sampai dengan pengiriman dan meliputi semua tahapan yang diperlukan untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Elemen utama untuk penghapusan pemborosan meliputi: memiliki persediaan sesuai dengan keperluaan pada saat diperlukan, memperbaiki kualitas untuk mencapai kecacatan nol, mengurangi tenggang waktu produksi dengan mengurangi waktu yang diperlukan untuk menyiapkan mesin dan pekerjaan selanjutnya, panjang antrian dan ukuran lot, meninjau kembali proses produksi dan mencapai hal tersebut dengan biaya yang minimum. Sistem produksi Just In Time berprinsip bahwa suatu produk diproduksi hanya pada saat dibutuhkan dan hanya sejumlah yang diminta oleh konsumen. Bila proses produksi terdiri atas beberapa tahap, maka tahap berikutnya tidak akan produksi sampai ada tanda dari tahap berikutnya yang menunjukkan suatu kebutuhan untuk produksi. Bahan atau subperakitan datang tepat waktu (Just In Time) untuk memproduksi sehingga dapat memenuhi permintaan. Sistem produksi Just In Time merupakan filosofi dari perbaikan yang berkesinambungan (continous improvement) dimana aktivitas tidak bernilai tambah yang mengakibatkan pemborosan ditentukan dan dihilangkan. Tujuan penghilangan aktivitas tersebut untuk mengurangi biaya, memperbaiki kualitas, memperbaiki
performa,
memperbaiki
kinerja
pengiriman
produk,
serta
meningkatkan fleksibilitas terhadap perubahan permintaan.
2.3.2 Dasar-Dasar Just In Time Pendekatan Just in Time berakar dari kanban, sistem pergerakan bahan baku yang dipelopori oleh Toyota. Gagasan Just In Time telah berkembang dari Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
20
akarnya, teknologi arus bahan baku. Hal itu mempunyai pengaruh yang penting pada strategi perusahaan, tidak saja pada pemanufakturannya, tetapi juga pada pemasok dan pengaturan pendistribusian. Dasar-dasar Just In Time menurut Steven Nahmias (2001;358) adalah sebagai berikut: 1. Persediaan barang setengah jadi ( work in process) dikurangi sampai mendekati minimum. Berapa jumlah barang setengah jadi yang diperbolehkan merupakan ukuran seberapa ketat sistem Just In Time tersebut dijalankan. Lebih sedikit barang setengah jadi yang ditetapkan dalam sistem, maka berbagai tahapan produksi akan bekerja dengan lebih seimbang. 2. Just In Time adalah produksi dengan sistem tarik. Produksi pada setiap tahapan dilakukan hanya bila diminta. Arus informasi pada sistem Just In Time diteruskan secara berurutan dari satu tahap ke tahap selanjutnya. 3. Just In Time meluas melebihi batasan pabrik pemanufakturan. Hubungan yang khusus dengan para pemasok harus dilakukan untuk menjamin pengiriman berdasarkan pada keperluan. Pemasok dan pemanufakturan harus mempunyai lokasi yang cukup berdekatan jika penerapam Just In Time mengikutsertakan pemasok. 4. Keuntungan Just In Time meluas melebihi penghematan pada persediaan dan biaya yang terkait dengan persediaan. Pabrik dapat berjalan dengan lebih efisien tanpa ada kekacauan yang disebabkan oleh persediaan bahan baku dan barang setengah jadi yang menghambat sistem dan produksi. Masalah yang berhubungan dengan kualitas dapat diidentifikasi pengerjaan ulang dan pemeriksaan barang jadi diminimalkan. 5. Pendekatan Just In Time memerlukan komitmen yang serius dari manajemen tingkat atas dan para pekerjanya. Pekerja perlu memelihara kewaspadaan mereka terhadap sistem dan produk dan mereka juga diberi kuasa untuk dapat menghentikan proses produksi jika mereka melihat ada sesuatu yang salah. Manajemen harus memberikan kepada para pekerja suatu fleksibilitas. 2.3.3 Sejarah Just In Time Setelah perang dunia ke-2, kebanyakan perusahaan jepang mulai melakukan
usaha
untuk
memperbaiki
produktivitas
dan
menghapuskan
pemborosan pada fasilitas manufaktur mereka. Just In Time adalah filosofi manajemen jepang yang telah diterapkan sejak tahun 1970-an oleh banyak Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
21
perusahaan manufaktur di jepang. Filosofi ini pertama kali dikembangkan oleh Toyota Motor Company di jepang oleh Taiichi Ohno sebagai alat untuk memenuhi permintaan konsumen dengan mengusahakan keterlambatan yang minimum. Taiichi Ohno sering disebut bapak dari Just In Time (JIT). Untuk mengetahui kenapa sistem produksi Just In Time dikembangkan, penting bagi kita untuk mengerti sedikit tentang sejarah dan budaya jepang. Jepang adalah negara kecil dengan sumber daya yang sedikit dan mempunyai populasi yang besar. Oleh karena itu, orang-orang di jepang selalu hati-hati untuk tidak membuang-buang sumber daya mereka dengan percuma termasuk juga ruang (terutama tanah) serta waktu dan tenaga kerja. Pemborosan adalah hal yang tidak disukai karena negara tersebut mempunyai ruang yang sangat kecil dan sumber-sumber daya alam yang sedikit. Sejak saat itu, orang-orang jepang telah termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan dari sumber daya yang mereka miliki, walaupun jumlahnya sedikit. Penting juga bagi masyarakat untuk memelihara rasa penghargaan diantara mereka dengan tujuan agar mereka dapat bekerja dan hidup bersama dengan baik dan efektif dalam populasi yang padat. Sebagai hasilnya, prilaku kerja mereka tercermin dalam filosofi untuk meminimalkan pemborosan dan memelihara rasa penghargaaan terhadap sesama. Just In Time sebagai contoh dari filosofi ini, berdasarkan pada tiga aturan yaitu: (1) meminimalkan segala bentuk pemborosan, (2) memperbaiki proses dan sistem produksi secara terus- menerus, (3) memelihara pemberian penghargaan kepada semua pekerja.
2.4
Elemen-elemen Just In Time Sistem produksi dengan filosofi Just In Time berusaha menghilangkan
pemborosan. Menurut Russel (1998;715) elemen-elemen Just In Time adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Tenaga kerja yang fleksibel Tata letak pabrik berbentuk manufaktur sel Sistem produksi tarik Ukuran lot kecil Penyiapan mesin cepat
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
6. 7. 8. 9.
22
Perataan tingkat produksi Pengendalian mutu total Pemeliharaan pencegahan kerusakan mesin Jaringan kerja dengan pemasok
2.4.1 Tenaga Kerja yang Fleksibel Filosofi Just In Time memberikan penghargaan yang besar kepada tenaga kerja. Tenaga kerja menjadi komponen yang penting, karena merekalah yang menjalankan proses produksi dan mengetahui jalan proses produksi. Agar sistem produksi dengan filosofi Just In Time dapat berjalan dengan baik diperlukan tenaga kerja yang multifungsi dan dapat membantu menemukan serta memecahkan masalah. Sistem produksi Just In Time memerlukan tenaga kerja yang multifungsi karena Just In Time bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dan peningkatan produktivitas pekerja. Pekerja multifungsi menurut Schroeder (2000;374) adalah: 1. Mampu mengoperasikan berbagai mesin dalam satu kelompok kerja 2. Mampu menghentikan mesin dan pindah dari satu pekerja ke pekerjaan lain dimana komponen diperlukan 3. Mampu menyiapkan mesin-mesin untuk produksi selanjutnya 4. Mampu melakukan pemeliharaan mesin secara rutin 5. Mampu melakukan pemeriksaan pada komponen Untuk seorang pekerja bisa menjadi seorang pekerja yang multifungsi maka pekerja tersebut diberikan pelatihan dan dilakukan rotasi pekerjaan secara rutin. Pemberdayaan pekerja dilakukan dengan memberikan otorisasi kepada personil operasional untuk merencanakan, mengendalikan dan mengambil keputusan tanpa otorisasi eksplisit dari manajemen tingkat menengah dan puncak (Hansen,1998;133). Pekerja mempunyai partisipasi yang besar dalam organisasi karena berperan dalam menemukan dan memecahkan masalah. Para pekerja bekerja secara tim. Dengan hal tersebut pekerja jadi merasa memiliki andil dan penghargaan sehingga rasa tanggung jawab pekerja terhadap pekerjaan dapat meningkat.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
23
2.4.2 Tata Letak Pabrik Bentuk Sel Pemanufakturan Perubahan pada tata letak pabrik diperlukan agar dapat menerapkan Just In Time dengan baik. Tata letak pabrik harus mendukung penyederhanaan dan perbaikan proses dan arus produksi. Sistem produksi Just In Time menggunakan sel-sel pemanufakturan untuk tata letak produksinya. Definisi Manufacturing Cell menurut Hansen (1998;132) adalah: “ Manufacturing cell is a plant layout whereby production equipment is arranged so all pieces of equipment required to produce a particular part are grouped together to minimize the movement of semiprocessed units during the production process. Sometimes called a minifactory”. Berdasarkan definisi Hansen, sel-sel manufaktur tersebut berisi mesin-mesin yang dikelompokkan dalam satu kelompok, biasanya dalam semiproses. Mesin-mesin tersebut diatur sehingga mereka dapat digunakan untuk melakukan berbagai operasi secara beraturan. Setiap sel ditetapkan untuk membuat produk tertentu atau kelompok produk. Produk pindah dari satu mesin ke mesin lain mulai dari proses pertama sampai produk itu selesai diproduksi. Tiap sel manufaktur tersebut jadi seperti pabrik kecil, dimana tiap tim pekerja dalam sel dapat mengatur operasi mereka sendiri. Suatu komponen atau bahan baku yang masuk ke sel manufaktur akan keluar saat sudah menjadi produk jadi. Dengan tata letak sel pemanufakturan, jarak antara satu mesin atau peralatan dengan mesin atau peralatan lain menjadi dekat, sehingga penyampaian komponen atau barang setengah diproses dari satu mesin ke mesin lain menjadi lebih mudah. Bentuk pemanufakturan sel dengan model u, dapat memudahkan pekerja untuk pindah dari satu mesin ke mesin lain tanpa harus berjalan jauh sehingga dapat mengoperasikan lebih dari satu mesin. Pekerja ditugaskan pada sel tesebut dan dilatih agar ia dapat mengoperasikan semua mesin dalam sel tersebut. Oleh karena itu pekerja pada perusahaan Just In Time mempunyai multidisciplinary skill, bukan terspesialisasi.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
24
2.4.3 Sistem Produksi Tarik Filosofi Just In Time pada sistem produksi adalah memproduksi produk pada saat diperlukan dan hanya pada jumlah yang diminta oleh konsumen, permintaan menarik produk melalui proses produksi. Setiap proses memproduksi hanya sebanyak yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dari proses selanjutnya. Tidak ada produksi yang dilakukan sampai ada tanda dari proses selanjutnya yang mengindikasi bahwa perlu ada produksi. Bahan baku dan komponen datang tepat waktu (Just In Time) untuk digunakan oleh produksi. Maka berdasarkan filosofi tersebut sistem produksi Just In Time menggunakan sistem produksi tarik (System Demand Pull). Sistem produksi tarik yang dikembangkan oleh perusahaan manufaktur Jepang, memadukan pengendalian dengan tingkat sediaan yang rendah. Sistem produksi tarik penting untuk diterapkan karena hal tersebut merupakan hal yang kritikal untuk dapat tercapainya pelaksanaan Just In Time yang sukses. Definisi sistem produksi tarik menurut Evereet E. Adam (1992;576) adalah: “Pull manufacturing system is a system of production in which products are produced only as they are ordered by customer or to replace those taken for use”. Berdasarkan definisi di atas sistem produksi tarik adalah suatu sistem produksi dimana produk diproduksi hanya pada saat mereka dipesan oleh konsumen dan untuk menggantikan produk yang telah diambil untuk digunakan oleh operasi berikutnya. Sistem produksi tarik, sering dideskripsikan sebagai sistem produksi Just In Time, menekankan pada kesederhanaan dan koordinasi yang erat antara pusatpusat kerja. Perusahaan mengadaptasi jadwal produk jadi saat permintaan produk berubah. Dalam bereaksi terhadap permintaan konsumen, perakitan terakhir menempatkan pesanan produksi untuk perakitan pendahuluan dan komponen yang dibutuhkan yang diteruskan lewat sistem. Arus informasi pada sistem produksi Just In Time diteruskan secara berurutan dari satu tahap ke tahap yang selanjutnya. Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
25
Penerapan sistem produksi tarik dapat dibantu dengan penerapan sistem kanban. Sistem kanban menurut Yasuhiro (1993;21) adalah suatu sistem informasi yang secara serasi mengendalikan jumlah produksi atas dasar tarikan permintaan (demand pull) dalam setiap proses. Sistem kanban bertanggung jawab untuk menjamin produk (komponen) yang diperlukan diproduksi pada jumlah yang sesuai kebutuhan dan pada waktu diperlukan. Sistem kanban dapat memelihara kedisiplinan pelaksanaan sistem tarik karena ia mengotorisasi produksi dan pergerakan bahan baku atau komponen (Russel, 1998;719)
2.4.4 Ukuran Lot Kecil Sistem produksi Just In Time adalah produksi dengan lot ukuran kecil. Maksud lot ukuran kecil disini adalah usaha pencapaian produksi lot satuan atau satu potong. Idealnya tiap unit produk diproduksi dengan ukuran lot satuan (Hernadez, 1993;14). Produksi lot kecil maksudnya adalah agar produksi dilakukan dalam batch kecil dan persediaan dapat dikurangi. Ukuran lot satuan dapat diberlakukan untuk ukuran produksi tiap unit dan pemesanan komponen. Produksi dengan lot satuan dapat meningkatkan fleksibilitas terhadap perubahan permintaan dan permintaan konsumen dapat dengan cepat diproses. Produksi dengan lot satuan hanya ekonomis bila waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan mesin dan perlengkapan singkat atau mendekati nol. Pada sistem produksi Just In Time kuantitas satu adalah ukuran lot yang ideal untuk sebuah produk dibuat melalui proses. Dengan produksi lot satuan maka persediaan barang setengah jadi menjadi berkurang atau bisa menjadi nol karena produk langsung diproses oleh proses selanjutnya. Pemesanan komponen dengan lot satuan dapat mengurangi jumlah persediaan yang berada pada jalur produksi. Ukuran lot yang ideal adalah bila lot yang dikirimkan ke pusat kerja hanya mencukupi pasokan komponen untuk satu hari kerja produksi saja (Hernadez, 1993;14). Dengan menguragi ukuran lot, bahan baku didistribusikan melalui proses hanya mengalami sedikit penambahan dan arus menjadi stabil. Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
26
2.4.5 Penyiapan Mesin Cepat Produksi berdasarkan permintaan biasanya memproduksi sejumlah kecil produk. Memproduksi dalam jumlah kecil hanya ekonomis jangka waktu penyiapan singkat. Akivitas penyiapan melalui pemindahan bahan baku, perubahan setelan mesin, penyiapan peralatan dan melakukan pengetesan, semua yang harus dilakukan pada saat produksi diubah untuk membuat satu model ke model lainnya. Memendekkan waktu penyiapan dapat dilakukan dengan membuat jalur produksi untuk produk tunggal jika peralatan disusun untuk membuat produk tunggal, maka penyiapan akan dapat dihilangkan dan produk dapat diproduksi pada ukuran batch apa aja, bahkan bisa dengan ukuran batch yang sangat kecil. Single setup mengarah pada waktu penyiapan dengan satu digit menit, yaitu kurang dari sepuluh menit (Schoeder, 2000;373)
2.4.6 Perataan Tingkat Produksi Manajer membuat jadwal induk produksi dengan membuat rencana penjualan bulanan. Setiap bulan, bagian penjualan memperkirakan permintaan untuk tiga bulan berikutnya. Perkiraan ini didaftar sesuai dengan model dan spesifikasi
utama.
Selain
data
penjualan
para
manajer
juga
harus
mempertimbangkan kapasitas produksi pabrik pada waktu membuat rencana produksi. Proses dari perencanaan produksi berawal dari rencana produksi jangka panjang, yang dibagi lagi menjadi rencana tahunan, bulanan, dan harian. Jadwal produksi dibuat untuk jadwal produksi bulanan (mingguan) dan harian, sehingga produksi yang seragam dapat tercapai. Jadwal produksi harus stabil agar dapat tercapai suatu jadwal produksi yang stabil. Kestabilan ini diperlukan untuk dapat menentukan jumlah sediaan komponen yang dibutuhkan dan tingkat produksi bulanan dan harian (Schroeder, 2000;376). Ketika jadwal produksi bulanan telah dibuat, maka informasi tersebut
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
27
harus disampaikan kepada semua pekerja dan pemasok. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mengatur kapasitas mereka yaitu yang berkaitan dengan jumlah pekerja yang diperlukan, overtime, subcontracting dan kemungkinan peralatan baru. Master skedul menggambarkan permintaan konsumen dalam basis harian. Jadwal produksi dapat mengurangi persediaan work in process dan bahan mentah atau bahan baku. Master skedul merupakan kunci menstabilkan proses poduksi dan persyaratan pemasok.
2.4.7 Pengendalian Kualitas Pengendalain kualitas menjadi fungsi dari arus yang berkelanjutan pada operasi manufaktur. Agar sistem Just In time dapat berjalan dengan baik maka kualitas harus benar-benar baik, karena tidak ada cadangan persediaan yang dapat menggantikan produk yang cacat. Pencapaian cacat nol adalah tujuan Just In Time. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara perusahan mencari masalah kualitas pada sumber masalah, memecahkan masalah tersebut dan tidak membiarkan produk yang cacat tersebut terlewatkan. Sejak awal pembuat komponen dan produk bertanggung jawab untuk memproduksi komponen dan produk dengan kualitas yang sempurna. Sistem kualitas Just In Time mendorong untuk memecahkan segala masalah dengan pemasok sebelum part tersebut dikirimkan dan masalah pada pekerja saat produk tersebut dibuat (Hernadez, 1993;15). Oleh karena tujuan tersebut, tanggung jawab atas kualitas produk ada pada pekerja, bukan pada inspektor dan tanggung jawab atas kualitas komponen ada pada pemasok. Pekerja diberi otoritas yaitu bila pekerja menemukan suatu yang abnormal pada jalur produksi maka ia dapat menghentikan jalur produksi dengan menekan kenop penyetop dan seluruh jalur produksi akan berhenti. Dan pemasok harus mengirimkan komponen-komponen dengan kualitas yang sempurna. Partisipasi pekerja pada tiap tingkatan sangat penting untuk kesuksesan Just In
Time.
Pekerja
berpartisipasi
dalam
menemukan
masalah
kualitas,
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
28
menghentikan produksi bila diperlukan, memberikan ide-ide untuk perbaikan dan menganalisa proses produksi.
2.4.8 Pemeliharaan Pencegahan Total Pada perusahaan yang menerapkan Just In Time, kerusakan mesin bisa menghentikan seluruh peralatan dan mesin-mesin di bagian hilir produksi karena tidak ada komponen yang dapat dikerjakan. Oleh karena itu perusahaan dengan produksi Just In Time menerapkan pemeliharaan pencegahan secara luas sehingga penghentian tersebut tidak akan muncul. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance), merupakan filosofi Just In Time dimana dilakukan pengecekan serta perbaikan pada perlengkapan produksi secara harian dan periodik, sehingga waktu gunanya dapat lebih panjang dibandingkan dengan batas waktu tradisional (Adam, 1992;538). Kegagalan atau kerusakan mesin sebesar nol adalah tujuan dari pemeliharaan pencegahan. Dengan memberikan banyak perhatian pada pemeliharaan, kebanyakan kemacetan mesin dapat dihindari. Pemeliharaan untuk pencegahan mesin yang dapat menghentikan kerja mesin adalah dengan cara mengoperasikan mesin-mesin serta peralatan dengan lebih lambat dan stabil untuk menghindari kapasitas berlebih (Meredith, 1992;543). Tujuan ini relatif lebih mudah dicapai pada lingkungan pemanufakturan Just In Time karena pekerjanya mempunyai keahlian interdiciplined. Pekerja tersebut dilatih untuk dapat melakukan aktivitas pemeliharaan mesin-mesin yang mereka operasikan, terutama untuk melakukan perawatan dan perbaikan kecil karena sifat sistem tarikan (pull trough) pada Just In Time.
2.4.9 Jaringan Kerja dengan Pemasok Jaringan kerja dengan pemasok yang dapat diandalkan juga merupakan hal yang penting bagi Just In Time. Just In Time menginginkan pengiriman komponen yang sering dan tepat sampai diproses produksi pada saat dibutuhkan. Komponen Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
29
yang dikirimkan juga harus berkualitas tinggi karena tidak ada persedian komponen untuk menggantikan kualitas yang jelek. Hal ini dapat dilakukan dengan mempunyai sedikit pemasok. Pemasok yang tersertifikasi dan membangun hubungan erat serta kontrak kerja jangka panjang dengan mereka. Dengan penggunaan kontrak jangka panjang, pemasok kadang-kadang bersedia untuk kondisi special seperti menempatkan pabriknya pada radius tertentu dari perusahaan Just In Time, mengadopsi teknik pengendalian mutu total, dan mengijinkan pemeriksaan yang sering oleh eksekutif perusahaan dan spesialis kualitas.
2.5
Keuntungan Penerapan Produksi Just In Time Sistem Just In Time pada pengurangan pemborosan serta menemukan cara-
cara yang efisien dan produktif untuk mengerjakan sesuatu. Dengan melakukan perbaikan secara terus-menerus pada proses produksinya maka Just In Time akan memperbaiki proses produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya, meningkatkan fleksibilitas. Menurut Meredith (1992;545) secara umum ada 3 keuntungan utama dari segi keuangan yaitu: 1. Penghematan biaya, karena pengurangan persediaan, pengurangan produk cacat, kerusakan yang lebih sedikit, meningkatkan jam kerja, mengurangi pengerjaan ulang. 2. Peningkatan pendapatan, karena pelayanan dan kualitas lebih baik kepada konsumen. Lebih cepat merespon permintaan konsumen dan waktu tunggu yang lebih pendek berpengaruh kepada margin dan level penjualan yang lebih tinggi. 3. Penghematan investasi, karena ruang untuk menyimpan yang digunakan lebih sedikit, persediaan dikurangi sehingga perputarannya mencapai 50 sampai 100 kali setahun, volume pekerjaan yang dilakukan pada fasilitas yang meningkat. Keuntungan penerapan Just In Time dilihat dari sisi non keuangan menurut Russel (1998;733) adalah:
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
30
1. Peningkatan kualitas Penerapan produksi Just In Time dapat meningkatkan kualitas. Tujuan produksi Just In Time adalah mencapai kualitas yang sempurna dengan cara menerapkan elemen-elemen Just In Time. 2. Peningkatan produktivitas Pengurangan aktivitas yang tidak bernilai tambah dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam bekerja. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya output unit produksi per jam kerja produksi. Selain itu produktivitas tenaga kerja juga meningkat karena penggunaan sumber daya yang lebih baik yaitu sumber daya manusia yang fleksibel. 3. Pengurangan tenggang waktu produksi Tenggang waktu produksi adalah waktu yang diperlukan mulai dari pesanan atau permintaan diterima sampai dengan menjadi barang jadi (Horngren, 2000;888). Tenggang waktu produksi meliputi waktu proses, waktu pergerakan, waktu menunggu, waktu penyiapan. 4. Penurunan tingkat persediaan Salah satu efek dari Just In Time adalah mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat rendah dan jika mungkin ke tingkat nol. Pengejaran target persediaan nol sangat penting bagi keberhasilan Just In Time. Penerapan produksi Just In Time mengurangi persediaan ke titik yang tidak signifikan dengan cara: a) Mereorganisasi pemanufakturan ke dalam sel-sel b) Menggunakan pendekatan tarikan permintaan (demand pull). c) Mengembangkan hubungan kemitraan dalam laba dengan para pemasok d) Menekankan pengendalian mutu total dan pemeliharaan pencegahan total. 5. Pengurangan setup times Pengurangan waktu penyiapan mesin dapat dilakukan dengan cara mengurangi tata letak mesin berbentuk sel pemanufakturan. Bila waktu penyiapan telah dikurangi, maka perusahaan tidak saja memperoleh keuntungan dari arus produksi yang lebih lancar, tenggang waktu produksi yang lebih pendek dan penurunan tingkat persediaan tetapi juga tercapainya fleksibilitas terhadap perubahan jadwal produksi yang terjadi karena adanya suatu kejadian, kerusakan yang tidak diharapkan, masalah konsumen dan lain sebagainya. 6. Perbaikan pada performa pengiriman Kinerja pengiriman tepat waktu merupakan situasi dimana produk atau jasa tersebut diantarkan tepat pada jadwal yang telah ditetapkan (Horngren, 1997;996). Kinerja pengiriman tepat waktu merupakan suatu elemen penting dalam kepuasan pelanggan sebab pelanggan berharap mendapatkan barang atau jasa seperti yang diharapkannya.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
31
7. Meningkatkan fleksibilitas perusahaan dalam menanggapi permintaan konsumen dalam hal kualitas yang lebih baik dan ragam yang lebih banyak Fleksibilitas merupakan kemampuan dari sistem pemanufakturan untuk secara sukses beradaptasi pada perubahan kondisi lingkungan dan kebutuhan proses (Adam, 1992;581). Fleksibilitas dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bersaing. Tenggang waktu produksi yang lebih pendek dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi pengiriman tepat waktu dan cepat tanggap terhadap permintaan pasar. 2.6
Kinerja Perusahaan
2.6.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Menurut Mulyadi (1997;419) menyatakan mengenai penilaian kinerja ini sebagai berikut: “Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawanya berdasarkan sasaran, standar, dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1995;503.690): “Penilaian mempunyai arti proses atau cara menilai. Dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan kata measurement yang berarti sistem pengukuran” “Kinerja mempunyai pengertian kemampuan kerja. Dalam bahasa inggris sering diartikan dengan performance yang mempunyai arti pelaksanaan” Menurut Kohler’s Dictionary For Accounting (1984;347) “General term applied to part or all the conduct or activities of an organization over a periode time, often with reference to some standard such as post or projected cost an efficiency base, management responsibility or accountability or the like” 2.6.2 Pentingnya Kinerja Perusahaan Non Keuangan Informasi non keuangan dapat menjadi indikator kunci untuk mengetahui seberapa baik penerapan strategi yang telah dipilih oleh perusahaan. Kebanyakan akuntan, manajer dan para manajer lain telah mengetahui bahwa kegunaan prestasi non keuangan tidak terbatas pada evaluasi prestasi. Ukuran prestasi non
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
32
keuangan dapat menjadi piranti bagi perencanaan dan pengendalian proses produksi serta untuk mengevaluasi prestasi suatu departemen, tim pekerja dan manajer produk atau pabrik Alasan meningkatnya perhatian yang diberikan pada ukuran ini mencakup (Hammer, 1996;34) adalah: 1. Ketidakpuasan terhadap ukuran yang hanya berhubungan dengan keuangan semata-mata. Ukuran prestasi keuangan komprehensif seperti total biaya atau laba akuntansi yang dilaporkan oleh lini produk atau divisi tidak selalu dianggap tepat untuk keperluan pengambilan keputusan secara khusus. 2. Meningkatnya pengakuan di antara orang-orang non akuntan bahwa ukuran keuangan yang dihasilkan oleh sistem akuntansi dasar suatu perusahaan mencakup ukuran akuntansi biaya yang dipengaruhi oleh fenomena yang tidak selalu relevan dengan tujuan tertentu yang telah dibuat. 3. Ketidakpuasan terhadap cara kerja yang lambat dimana akuntansi perusahaan dan departemen pemrosesan data dapat menambah, menghapus dan memodifikasi ukuran-ukuran keuangan tradisional pada saat kebutuhan meningkat. Data akuntansi termasuk ukuran akuntansi biaya, biasanya diproses dengan apa yang disebut sistem pemrosesan data yang besar dan sangat sistematis. 4. Ketidakpuasan terhadap ukuran keuangan dalam penggunaannya di pabrik. Ukuran ini mudah sekali diinterprestasikan secara salah sebagai dorongan yang tidak tepat untuk penggunaan berlebihan atas kapasitas yang ada hanya untuk meningkatkan ukuran pemanfaatan yang dilaporkan. 5. Ketidakpuasan terhadap ukuran keuangan pada efisiensi pemrosesan. Dalam praktek, beberapa sistem biaya gagal mengambil keuntungan dari keluwesan berbagai ukuran pengendalian. Beberapa ukuran prestasi non keuangan menghitung atau mempresentasekan peristiwa yang diinginkan atau yang tidak dan bermaksud mengukur efisiensi atau keefektifan proses produksi.
2.6.3 Kinerja Perusahaan Non Keuangan untuk Penerapan Just In Time Pengukuran kinerja untuk mengevaluasi dan mengendalikan sistem produksi Just In Time menurut Horngren(1997;762) adalah:
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
33
1. 2. 3. 4.
Jumlah hari persediaan disimpan Unit yang diproduksi per jam Tenggang waktu produksi Total waktu penyiapan mesin Total waktu produksi 5 Jumlah unit yang memerlukan pengerjaan ulang atau cacat Total unit yang dimulai dan selesai diproduksi Pengukuran kinerja untuk mengukur reliabilitas sistem Just In Time menurut Atkinson (2001;244) adalah:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Defect rates Cycle times Percentage of time that deliveries on time Order accurancy Actual production as a percentage of planned production Actual machine time available compared with planned machine time available.
Kinerja non keuangan tersebut adalah: 1. Efektifitas produksi Adalah bahwa produk yang diproduksi oleh perusahaan harus dapat membawa hasil atau berguna bagi perusahaan. 2. Efisiensi waktu produksi Adalah bahwa produk yang diproduksi oleh perusahaan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. 3. Ketepatan waktu pengiriman Adalah bahwa produk yang akan dikirimkan kepada pelanggan harus tepat waktu sesuai dengan perjanjian. 4. Kualitas produksi Adalah bahwa perusahaan harus bisa menghasilkan produksi yang berkualitas agar dapat bersaing dengan para kompetitor. 5. Efisiensi kerja mesin Adalah bahwa kerja mesin untuk memproses produksi harus dapat dipergunakan secara efisien.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
34
6. Lamanya persediaan disimpan Adalah bahwa seberapa lama persediaan tersebut disimpan di dalam gudang.
2.7
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan Just In Time adalah usaha untuk meningkatkan produktivitas dengan cara
mengurangi pemborosan yang selalu dilakukan pada proses produksi. Pemborosan tersebut disebabkan karena adanya aktivitas yang tidak bernilai tambah, tetapi aktivitas tersebut tetap dilakukan. Pemborosan tersebut dapat dihilangkan dengan cara menghilangkan atau mengurangi aktivitas tidak bernilai tambah tersebut, karena dengan pengurangan serta penghilangan aktivitas yang tidak bernilai tambah maka proses produksi dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Untuk mengetahui sejauh mana perusahaan telah mencapai hasil tersebut maka dapat dilakukan pengukuran dan evaluasi pada segi non keuangannya. Informasi mengenai non keuangan tersebut dapat dijadikan indikator kunci untuk mengetahui seberapa baik penerapan strategi yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa proses produksi yang menerapkan Just In Time akan meningkatkan laba perusahaan termasuk juga kinerja non keuangan.
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
Bab II Tinjauan Pustaka
Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan
35