BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
State Of The Art Review Peramalan beban listrik jangka pendek merupakan suatu proses untuk
memperkirakan berapa kebutuhan listrik di masa mendatang yang digunakan dalam hal penjadwalan ekonomis kapasitas pembangkitan, penjadwalan pemeliharaan jangka pendek dan penjadwalan pembelian bahan bakar. Peramalan beban listrik jangka pendek terdiri atas peramalan beban listrik harian, mingguan dan bulanan. Sampai saat ini telah banyak metode yang dikembangkan untuk meramalkan beban listrik jangka pendek. Beberapa tahun terakhir ini metode peramalan beban listrik mulai dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kecerdasan buatan seperti Artificial Neural Networks, Fuzzy Inference System dan Neuro-Fuzzy. Peramalan beban listrik dengan menggunakan metode Artificial Neural Network pernah dilakukan oleh Ismayani (2004), yakni Pemakaian Jaringan Syaraf Tiruan Perambatan Balik Dalam Peramalan Beban Jangka Pendek Sistem Kelistrikan Bali, yang pada penelitiannya dilakukan suatu peramalan beban listrik jangka pendek (tiap jam) di Bali untuk pola hari biasa (Senin sampai Minggu) dan pola hari khusus (Tahun Baru, Natal, Nyepi, Imlek dan Idul Fitri). Dari hasil peramalan yang dilakukan diperoleh persentase rata-rata kesalahan unjuk kerja program pada mode pengujian adalah 4,086227% untuk pola hari biasa dan 11,8797124% untuk pola hari khusus. Nilai tersebut merupakan tingkat keberhasilan JST dalam meramalkan beban listrik di Bali dengan menggunakan data tahun 2002 sampai dengan 2005. Selain oleh Ismayani, peramalan beban listrik menggunakan metode Artificial Neural Network telah pula dilakukan oleh Dinar (2007), yakni Peramalan Kebutuhan Beban Jangka Pendek Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation, pada penelitiannya digunakan variabel masukan berupa data beban listrik dan data temperatur lingkungan pada masa lampau. Hasil
7
8
peramalan diperoleh dengan menambahkan rata-rata data hari-hari similar yang telah dipilih. Persentase kesalahan rata-rata absolut antara hasil peramalan yang menggunakan contoh data beban listrik wilayah Jateng & DIY dengan beban aktualnya adalah sebesar 2,39 %. Peramalan beban listrik dengan menggunakan metode fuzzy inference system telah dilakukan oleh Widnya (2007), yakni Peramalan Beban Puncak Untuk Hari-Hari Libur Menggunakan Metode Fuzzy Inference System. Pada penelitiannya,
dilakukan
peramalan
beban
puncak
saat
hari-hari
libur
menggunakan metode inference system yang menggunakan 20 item hari libur pada sistem tenaga Listrik Bali. Hasil peramalannya memperlihatkan error ratarata yang sangat kecil, yaitu sebesar 0,97737433 % pada peramalan tahun 2005, serta 1,64464519 % pada peramalan tahun 2006. Namun metode ini memiliki kelemahan yakni diperlukan suatu metode optimasi dalam menentukan fungsi keanggotaannya untuk memperoleh fungsi keanggotaan yang optimal. Selain menggunakan metode Artificial Neural Network (ANN) dan Fuzzy Inference System, dalam perkembangan selanjutnya digunakan pula metode Neuro-Fuzzy untuk meramalkan beban listrik. Metode Neuro-Fuzzy merupakan metode gabungan antara metode Artificial Neural Network (ANN) dengan Fuzzy Inference System. Metode ini pernah digunakan oleh Syukriyadin (2012), yakni Prakiraan Beban Listrik Jangka Pendek Kota Banda Aceh Berbasis Logika Fuzzy. Pada penelitiannya, dilakukan prakiraan beban listrik jangka pendek berdasarkan jam beban puncak (17.30 โ 22.30 WIB) untuk pembebanan harian pada Unit Penyaluran Transmisi Banda Aceh P3B PT PLN Persero wilayah Aceh 150-20 kV dengan mengaplikasikan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Pada penelitiannya, hasil estimasi beban menggunakan ANFIS tersebut dibandingkan dengan metode rata-rata bergerak. Dari simulasi prakiraan yang dilakukannya diperoleh hasil bahwa model ANFIS menghasilkan MAPE sebesar 3,42 %, sedangkan prakiraan menggunakan metode rata-rata bergerak menghasilkan MAPE sebesar 6,58 %. Dari hasil yang diperoleh, terlihat bahwa peramalan beban listrik menggunakan metode ANFIS lebih akurat dibandingkan peramalan beban listrik menggunakan metode rata-rata bergerak, untuk itu saya
9
ingin melakukan peramalan beban listrik jangka pendek pada sistem kelistrikan Bali menggunakan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Hasil dari peramalan beban listrik menggunakan metode ANFIS tersebut nantinya akan dibandingkan dengan hasil peramalan beban listrik menggunakan metode Artificial Neural Network (ANN). Pada penelitian ini dilakukan peramalan beban listrik jangka pendek pada sistem kelistrikan Bali, yakni dengan peramalan beban listrik mingguan selama sebulan dan peramalan beban listrik bulanan selama setahun menggunakan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) yang bertujuan untuk memperoleh pemodelan terbaik yang dapat digunakan dalam peramalan beban listrik jangka pendek di Bali. Metode ini dipilih karena metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) adalah metode yang bersifat adaptive yang merupakan gabungan dari metode Artificial Neural Network dan Fuzzy Inference System. Metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) didasarkan pada Fuzzy Inference System yang kemudian dilatih menggunakan algoritma pembelajaran dari Artificial Neural Network yang berfungsi dalam hal mengotomatisasi proses tersebut sehingga dapat mengurangi waktu pencarian. Dengan demikian, metode ANFIS memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh sistem inferensi fuzzy dan sistem jaringan syaraf tiruan. Dengan penggunaan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) ini diharapkan waktu yang diperlukan untuk meramalkan beban listrik dapat lebih singkat dengan hasil peramalan yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi. 2.2
Energi Listrik Dewasa ini energi listrik sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat.
Besarnya konsumsi energi listrik menjadi salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa. Berbagai peralatan rumah tangga maupun industri yang ada menggunakan energi listrik sebagai sumber tenaganya, sehingga kebutuhan energi listrik pun menjadi sangat besar. Besarnya energi listrik yang digunakan pada suatu waktu tidak dapat dihitung secara pasti.
10
Energi listrik yang dibangkitkan (dihasilkan) tidak dapat disimpan, melainkan langsung habis digunakan oleh konsumen. Oleh karena itu, daya yang dibangkitkan harus selalu sama dengan daya yang digunakan oleh konsumen (Marsudi, 2005). Pengaturan pembangkitan listrik yang berubah-ubah dalam mengikuti perubahan kebutuhan daya dari konsumen memerlukan perencanaan operasi pembangkitan yang cukup rumit dan menyangkut biaya bahan bakar yang tidak kecil, diperlukan peramalan beban atau peramalan kebutuhan daya konsumen sebagai dasar perencanaan produksi. 2.3
Sistem Kelistrikan Bali
2.3.1 Kondisi Kelistrikan Bali Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan industri pariwisata dan tata kota, kebutuhan energi listrik di Bali pun ikut meningkat dengan pesat. Sampai saat ini, sebagian besar energi listrik yang digunakan di Bali berasal dari pembangkit listrik yang berada di Jawa. Kontinyuitas penyaluran daya untuk sistem Bali disuplai oleh tiga pembangkit yaitu Sistem Pembangkit Pesanggaran, Sistem Pembangkit Pemaron dan Sistem Pembangkit Gilimanuk dengan total daya mampu sebesar 495,8 MW (PLN Sub Region Bali, 2011) serta tambahan suplai dari kabel laut dengan daya mampu 200 MW melalui sistem interkoneksi Jawa-Bali. Dari daya mampu pembangkitan tersebut sistem Bali memiliki total suplai daya sebesar 695.8 MW. Beban puncak tertinggi yang pernah dicapai pada sub sistem Bali pada tahun 2011 yakni pada siang hari mencapai 488.6 MW dan pada malam hari telah mencapai 557.3 MW. Dengan demikian dapat terlihat bahwa sistem kelistrikan Bali masih beresiko mengalami pemadaman. Dengan kondisi kelistrikan Bali tersebut diperlukan suatu manajemen perencanaan operasi sistem tenaga listrik yang baik. Dalam melakukan perencanaan operasi sistem tenaga listrik yang baik diperlukan suatu model peramalan yang merupakan kegiatan awal dari suatu proses perencanaan sehingga diperoleh suatu pola pelayanan yang optimal.
11
2.3.2 Pola Beban Bali Pola beban adalah pola konsumsi tenaga listrik dalam kurun harian,bulanan maupun tahunan. Berikut merupakan grafik pola beban puncak pada sistem kelistrikan Bali dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.
Gambar 2.1 Grafik Pola Beban Puncak Sistem Bali Tahun 2007 Sumber : http://plnbali.co.id/apd/
Gambar 2.2 Grafik Pola Beban Puncak Sistem Bali Tahun 2008 Sumber : http://plnbali.co.id/apd/
12
Gambar 2.3 Grafik Pola Beban Puncak Sistem Bali Tahun 2009 Sumber : http://plnbali.co.id/apd/
Gambar 2.4 Grafik Pola Beban Puncak Sistem Bali Tahun 2010 Sumber : http://plnbali.co.id/apd/
Gambar 2.5 Grafik Pola Beban Puncak Sistem Bali Tahun 2011 Sumber : http://plnbali.co.id/apd/
13
Gambar 2.6 Grafik Pola Beban Puncak Sistem Bali Tahun 2012 Sumber : http://plnbali.co.id/apd/
Berdasarkan grafik pola beban puncak sistem Bali dari tahun 2007 sampai dengan 2012 di atas, terlihat bahwa pola beban yang terjadi bersifat fluktuatif dimana terjadi perubahan beban perbulan pada tiap tahunnya. Fluktuasi beban listrik yang terjadi diakibatkan oleh pola konsumsi energi yang berbedabeda akibat dari perbedaan karakteristik beban pada setiap konsumen. 2.4
Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di
masa mendatang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan. Peramalan merupakan
studi
terhadap
data
historis
untuk
menemukan
hubungan,
kecenderungan dan pola yang sistematis. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produkโproduk yang diharapkan akan terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan merupakan kegiatan awal dari proses perencanaan. Peramalan di bidang tenaga listrik pada dasarnya merupakan peramalan kebutuhan energi listrik dan peramalan beban tenaga listrik. Keduanya sering disebut dengan istilah Demand and Load Forecasting. Hasil peramalan ini dipergunakan
untuk
membuat
rencana
pemenuhan
kebutuhan
maupun
pengembangan penyediaan tenaga listrik setiap saat secara cukup dan baik serta
14
berkelanjutan. Secara garis besar pembuatan peramalan kebutuhan tenaga listrik dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu (Suswanto, 2009): a.
Pengumpulan dan penyiapan data.
b.
Pengolahan dan analisa data.
c.
Penentuan metode dan pembuatan model. Peramalan sangat diperlukan untuk menentukan kapan suatu peristiwa
akan terjadi atau suatu kebutuhan akan timbul, sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang perlu dilakukan. Kegunaan dari suatu peramalan dapat dilihat pada saat pengambilan keputusan. 2.4.1 Jangka Waktu Peramalan Peramalan beban listrik dapat dikelompokkan menurut jangka waktunya : 1.
Peramalan Beban Jangka Panjang/Long Term Forecasting (LTF) Peramalan ini mencakup jangka waktu untuk 3 tahun kedepan. Peramalan jangka panjang bermanfaat dalam hal perencanaan dan konstruksi generator-generator baru dalam sistem pembangkit, perencanaan sistem transmisi dan sistem distribusi.
2.
Peramalan Beban Jangka Menengah/Medium Term Forecasting (MTF) Waktu peramalan yakni antara beberapa bulan sampai 3 tahun. Peramalan jangka menengah bermanfaat dalam hal penjadwalan pemeliharaan pembangkit hydrothermal tahunan dan koordinasi pengaturan pembagian tenaga listrik (power sharing).
3.
Peramalan Beban Jangka Pendek/Short Term Forecasting (STF) Peramalan ini mencakup jangka waktu hingga 1 tahun. Peramalan jangka pendek
bermanfaat
dalam
hal
penjadwalan
ekonomis
kapasitas
pembangkitan, penjadwalan pemeliharaan jangka pendek dan penjadwalan pembelian bahan bakar. Dalam tugas akhir ini akan dilakukan peramalan beban jangka pendek yakni peramalan beban listrik mingguan selama sebulan dan peramalan beban listrik bulanan selama setahun.
15
2.4.2 Metode Peramalan Beban Listrik Ada beberapa metode yang dipakai untuk meramalkan beban adalah (Marsudi,1990): 1.
Metode Least Square Metode ini dapat dipakai untuk meramalkan beban puncak yang akan
terjadi dalam sistem tenaga listrik untuk beberapa tahun yang akan datang. Beban dimasa-masa yang silam dicatat dan kemudian ditarik garis ekstrapolasi sedemikian sehingga ๐12 + ๐22 + ๐32 + โฏ adalah minimum.
Gambar 2.7 Metode least square Sumber : Marsudi, 1990
2.
Metode Eksponensial Metode ini dapat dipakai jika sistem tenaga listrik yang dibahas masih
jauh dari kejenuhan dan ada suatu target kenaikan penjualan yang digariskan.
Gambar 2.8 Metode Eksponensial Sumber : Marsudi, 1990
Dimana, B o = Beban puncak pada saat sekarang
16
3.
p
= Persentase kenaikan beban per tahun yang ditargetkan.
t
= Jumlah tahun yang akan datang.
Metode Curve Fit Metode ini dapat digunakan apabila sudah terlihat adanya kejenuhan
pada sistem tenaga listrik. Kejenuhan bisa terjadi misalnya karena semua orang telah memakai tenaga listrik dan tidak ada pengembangan industri. Beban
Beban Puncak = Bo S
-at
Bo
Tahun
Gambar 2.9 Metode Curve Fit Sumber : Marsudi, 1990
Dimana, Bo = Beban puncak pada saat sekarang
4.
t
= Jumlah tahun yang akan datang
a
= Konstanta Metode Koefisien Beban Metode ini dipakai untuk meramalkan beban harian dari suatu sistem
tenaga listrik. Beban untuk setiap jam diberi koefisien yang menggambarkan besarnya beban pada jam tersebut dalam perbandingannya terhadap beban puncak. Koefisien-koefisien ini berbeda untuk hari Senin sampai dengan Minggu dan untuk hari libur bukan minggu. Setelah didapat perkiraan kurva beban harian dengan metode koefisien, masih perlu dilakukan koreksi-koreksi berdasarkan informasi-informasi terakhir mengenai peramalan suhu dan kegiatan masyarakat.
17
5.
Metode Pendekatan Linier Cara ini hanya dipakai untuk peramalan beban beberapa puluh menit
kedepan. Untuk meramalkan beban pada saat t :
Gambar 2.10 Metode Pendekatan Linier Sumber : Marsudi, 1990
Dimana : B = Beban pada saat t a = Suatu konstanta yang harus ditentukan bo = Beban pada saat t = to 6.
Metode Markov Metode ini dipakai untuk meramalkan beban puncak sistem tenaga
listrik dalam jangka panjang dengan memperhitungkan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam suatu negara secara makro. 2.5
Artificial Neural Network (ANN) Pada banyak literatur berbahasa Indonesia, Artificial Neural Network
(ANN) sering diterjemahkan sebagai Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Artificial Neural Network (ANN) adalah suatu arsitektur jaringan untuk memodelkan cara kerja sistem saraf manusia (otak) dalam melaksanakan tugas tertentu. Pemodelan ini didasari oleh kemampuan otak manusia dalam mengorganisasi sel-sel penyusunnya (yang disebut neuron), sehingga memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu khususnya pengenalan pola dengan efektivitas jaringan sangat tinggi (Suyanto, 2008). Sebagai sistem yang mampu menirukan perilaku manusia, umumnya sistem mempunyai ciri khas yang menunjukkan kemampuan dalam hal : 1.
Menyimpan informasi.
18
2.
Menggunakan informasi yang dimiliki untuk melakukan suatu pekerjaan dan menarik kesimpulan.
3.
Beradaptasi dengan keadaan baru.
4.
Berkomunikasi dengan penggunanya. Keunggulan yang utama dari sistem ANN adalah adanya kemampuan
untuk โbelajarโ dari contoh yang diberikan. Sedangkan kelemahan utama dari sistem ANN yakni dibutuhkan pelatihan untuk pengoperasiannya dan dibutuhkan waktu yang lama untuk memproses Artificial Neural Network (ANN) yang besar. Tetapi, model ANN yang ada tentu saja sangat jauh lebih sederhana dibandingkan dengan sistem saraf manusia yang sebenarnya. Suatu jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh 3 hal : 1.
Pola-pola hubungan antar neuron yang disebut arsitektur jaringan.
2.
Metode penentuan bobot penghubung yang disebut metode training/ learning/ algoritma.
3.
Fungsi aktivasi yang digunakan. Berdasarkan jumlah layer, arsitektur Artificial Neural Network (ANN)
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelas yang berbeda, yaitu : 1.
Jaringan layar tunggal (single layer network) : Semua unit input dalam jaringan ini dihubungkan dengan semua unit output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda.
Gambar 2.11 Single Layer Network Sumber : http://ansonabey.hubpages.com
2.
Jaringan layar jamak (multi layer network) : Jaringan layar jamak merupakan perluasan dari layar tunggal. Jaringan layar jamak memperkenalkan satu atau
19
lebih layar tersembunyi (hidden layer) yang mempunyai simpul yang disebut neuron tersembunyi (hidden neuron).
Gambar 2.12 Multi Layer Network Sumber : http://ansonabey.hubpages.com
Berdasarkan arah aliran sinyal masukan, arsitektur Artificial Neural Network (ANN) dapat diklasifikasikan menjadi dua kelas yang berbeda, yakni : 1.
Jaringan Umpan Maju (Feedforward Network), dalam jaringan umpan maju, sinyal mengalir dari unit input ke unit output dalam arah maju.
3.
Jaringan dengan Umpan Balik (Recurrent Networks), pada jaringan recurrent terdapat neuron output yang memberikan sinyal pada unit input (sering feedback loop).
2.5.1 Perambatan Balik (Backpropagation) Jaringan Backpropagation merupakan salah satu model jaringan yang populer pada Artificial Neural Network (ANN). Model ini banyak digunakan untuk diaplikasikan pada penyelesaian suatu masalah yang berkaitan dengan identifikasi, prediksi, pengenalan pola dan sebagainya. 2.5.1.1 Arsitektur Backpropagation Secara garis besar Backpropagation terdiri atas tiga lapis (layer) yaitu input layer, hidden layer, dan output layer.
20
Gambar 2.13 Arsitektur Backpropagation Sumber : http://edvinramadhan.blogspot.com
Input layer dan hidden layer dihubungkan dengan bobot wij dan antara hidden layer dan output layer dihubungkan oleh bobot wโjk. Pada pelatihan Backpropagation, ketika ANN diberi pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut akan menuju ke unit pada hidden layer untuk diteruskan pada unit yang berada pada output layer. Keluaran sementara pada hidden layer uj akan diteruskan pada output layer dan output layer akan memberi tanggapan yang disebut output sementara uโk. Ketika uโk ๏น ok dimana ok adalah output yang diharapkan, maka selisih (error) output sementara uโk akan disebarkan mundur (backward) pada hidden layer dan diteruskan ke unit pada input layer. Oleh karena itu proses tersebut disebut propagasi balik (backpropagation). 2.5.1.2 Algoritma Pelatihan Backpropagation Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari input layer hingga output layer menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara output jaringan dengan target yang diinginkan merupakan error yang terjadi. Error tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di output layer. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan error yang terjadi. Untuk jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Langkah 0 : Pemberian inisialisasi faktor bobot (ambil bobot awal dengan nilai acak yang cukup kecil).
21
Langkah 1 : Menetapkan maksimum epoch, target kesalahan, dan learning rate (๏ก). Langkah 2 : Inisialisasi epoch = 0, MSE (Mean Square Error) = 1. Langkah 3 : Selama epoch < maksimum epoch, dan MSE > target kesalahan, maka lakukan : 1. Epoch = Epoch +1 2. Untuk setiap pasangan pelatihan lakukan langkah berikut : 1. Feedforward Langkah 4 : Setiap unit input (xi) menerima sinyal dan meneruskan sinyal ini ke unit tersembunyi diatasnya. Langkah 5 : Setiap unit pada suatu lapisan tersembunyi
yj (j = 1,2,โฆ.,p)
menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot. ๐ฆ_๐๐ ๐ = ๐ค๐๐ + โ๐๐=1 ๐ฅ๐ ๐ค๐๐ ........................................................... 2.1 Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya : ๐ฆ๐ = ๐(๐ฆ_๐๐๐ ) =
1 1+๐
โ๐ฆ_๐๐๐
.......................................................... 2.2
Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unitunit output). Langkah ini dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersembunyi. Langkah 6 : Setiap unit output zk (k = 1,2,โฆ.,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot. ๐ง_๐๐๐ = ๐ค๐๐ + โ๐๐=1 ๐ฆ๐ ๐คโฒ๐๐ ..................................................... 2.3 Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya : 1
๐ง๐ = ๐(๐ง_๐๐๐ ) = 1+๐ โ๐ง_๐๐๐ก๐ ..................................................... 2.4 Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output). 2. Backpropagation Dari Errornya Langkah 7 : Setiap unit output zk menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pelatihan, hitung informasi kesalahan : ๐ฟ2๐ = (๐ก๐ โ ๐ง๐ )๐โฒ(๐ง_๐๐๐ ) ......................................................... 2.5
22
๐2๐ = ๐ฟ๐ ๐ฆ๐ ................................................................................. 2.6 ๐ฝ2๐ = ๐ฟ๐ ..................................................................................... 2.7 Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk : โ๐คโฒ๐๐ = ๐ผ๐2๐ ............................................................................ 2.8 Menghitung koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wok) : โ๐ค๐๐ = ๐ผ๐ฝ2๐ ............................................................................. 2.9 Langkah ini juga dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersembunyi, yaitu
menghitung
informasi
kesalahan
dari
suatu
lapisan
tersembunyi ke lapisan tersembunyi lainnya. Langkah 8 : Menghitung faktor ๏ค hidden layer berdasarkan error di setiap hidden layer. ๐ฟ_๐๐๐ = โ๐ ๐=1 ๐ฟ๐ ๐คโฒ๐๐ ................................................................ 2.10 Mengalikan dengan turunan fungsi aktivasi untuk menghitung informasi error. ๐ฟ๐ = ๐ฟ_๐๐๐ ๐โฒ(๐ฆ_๐๐๐ ) ................................................................. 2.11 ๐1๐๐ = ๐ฟ๐ ๐ฅ๐ ............................................................................... 2.12 ๐ฝ1๐ = ๐ฟ๐ .................................................................................... 2.13 Menghitung koreksi bobot (digunakan untuk mengubah wij selanjutnya) โ๐ค๐๐ = ๐ผ๐1๐๐ ........................................................................... 2.14 dan menghitung koreksi bias (digunakan untuk mengubah woj selanjutnya) โ๐ค๐๐ = ๐ผ๐ฝ1๐ ............................................................................ 2.15 3. Memperbaiki Bobot dan Bias Langkah 9 : Tiap output layer mengubah bias dan bobot-bobotnya ๐คโฒ๐๐ (๐๐๐๐ข) = ๐คโฒ๐๐ (๐๐๐๐) + โ๐คโฒ๐๐ ....................................... 2.16 ๐ค๐๐ (๐๐๐๐ข) = ๐ค๐๐ (๐๐๐๐) + โ๐ค๐๐ ........................................ 2.17
23
Tiap hidden layer (yj) mengubah bias dan bobot (i) ๐ค๐๐ (๐๐๐๐ข) = ๐ค๐๐ (๐๐๐๐) + โ๐ค๐๐ ............................................. 2.18 ๐ค๐๐ (๐๐๐๐ข) = ๐ค๐๐ (๐๐๐๐) + โ๐ค๐๐ .......................................... 2.19 Langkah 10 : Uji kondisi pemberhentian, hitung MSE (Mean Square Error). 2.6
Fuzzy Logic System Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar-samar. Logika
Fuzzy merupakan suatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (fuzzyness) antara benar atau salah. Dalam teori logika fuzzy suatu nilai biasanya bernilai benar atau salah secara bersama. Namun berapa besar keberadaan dan kesalahan sesuatu tergantung pada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Logika fuzzy memiliki derajat keanggotaan dalam rentang 0 hingga 1. Berbeda dengan logika tegas (crisp) yang hanya memiliki dua nilai 1 atau 0. Logika fuzzy digunakan untuk menerjemahkan suatu besaran yang diekspresikan menggunakan bahasa (linguistic), misalkan besaran kecepatan laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat, cepat, dan sangat cepat. Dan logika fuzzy menunjukan sejauh mana suatu nilai itu benar dan sejauh mana suatu nilai itu salah. Tidak seperti logika klasik (crisp)/tegas, suatu nilai hanya mempunyai 2 kemungkinan yaitu merupakan suatu anggota himpunan atau tidak. Derajat keanggotaan 0 (nol) artinya nilai bukan merupakan anggota himpunan dan 1 (satu) berarti nilai tersebut adalah anggota himpunan. Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output, mempunyai nilai kontinyu. Fuzzy dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu, sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang sama (Kusumadewi, 2004). Logika Fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan dan juga hitam dan putih, dan dalam bentuk linguistik, konsep tidak pasti seperti "sedikit", "lumayan" dan "sangat" (Zadeh, 1965).
24
Secara umum dalam sistem logika fuzzy terdapat empat buah elemen dasar, yaitu: 1.
Berbasis rule, yang berisi aturan-aturan secara linguistik yang bersumber dari pakar atau data training.
2.
Suatu
mekanisme pengambilan keputusan
memodelkan bagaimana pakar mengambil
(inference engine), suatu
yang
keputusan dengan
menerapkan pengetahuan (knowledge). 3.
Proses fuzzification, yang mengubah nilai crisp ke nilai fuzzy.
4.
Proses defuzzification, yang mengubah nilai fuzzy hasil inference ke nilai crisp. Dibandingkan dengan sistem logika lain, fuzzy logic system bisa
menghasilkan keputusan yang lebih adil dan lebih manusiawi. Fuzzy logic system memodelkan perasaan atau intuisi dengan cara mengubah nilai crisp (nilai tegas) menjadi nilai linguistik dengan fuzzification dan kemudian memasukkannya ke dalam rule yang dibuat berdasarkan knowledge. Selain itu Fuzzy logic system dapat mengekspresikan konsep yang sulit untuk dirumuskan. Dalam mendesain fuzzy logic system, sering ditemukan kesulitan dalam menentukan preferensi atau parameter agar output yang dihasilkan akurat, yakni dalam penentuan model inference harus tepat, fungsi keanggotaan yang harus disesuaikan dengan permasalahan, dan harus dapat menentukan fuzzy rule yang tepat. 2.6.1 Fungsi Keanggotaan Fuzzy Logic System Fungsi keanggotaan (membership function) adalah fungsi yang digunakan untuk memetakan setiap input data ke dalam nilai keanggotaanya (derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Beberapa fungsi yang dapat digunakan yakni (Suyanto, 2008) :
25
1.
Fungsi Linear Merupakan fungsi yang paling sederhana dengan bentuk berupa garis lurus. Setiap nilai x (anggota crisp set) dipetakan ke dalam interval [0,1] berdasarkan garis lurus yang didefinisikan. Fungsi linear bisa monoton naik atau turun. m (x)
0, ๐ฅ โค ๐ ๐ฅโ๐ ,๐ โค ๐ฅ โค ๐ ๐ฟ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ (๐ฅ, ๐, ๐) = { ๐โ๐ 1, ๐ฅ โฅ ๐
1
x 0
a
b
m (x)
0, ๐ฅ โฅ ๐ ๐โ๐ฅ ๐ฟ๐๐๐๐๐ ๐๐ข๐๐ข๐ (๐ฅ, ๐, ๐) = { ,๐ โค ๐ฅ โค ๐ ๐โ๐ 1, ๐ฅ โค ๐
1
0
x
a
b
Gambar 2.14 Fungsi Linear Monoton Naik dan Monoton Turun
2.
Fungsi Sigmoid Fungsi ini berbentuk kurva sigmoidal seperti huruf S dengan setiap nilai x (anggota crisp set) dipetakan ke dalam interval [0,1]. Fungsi ini juga bisa monoton naik atau turun. 0, ๐ฅ โค ๐ 2((๐ฅ โ ๐)/(๐ โ ๐))2 , ๐ < ๐ฅ โค ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ (๐ฅ, ๐, ๐, ๐) = { 1 โ 2((๐ โ ๐ฅ)/(๐ โ ๐))2 , ๐ < ๐ฅ < ๐ 1, ๐ โค ๐ฅ
m (x)
1
x 0
a
b
c
26
m (x)
1, ๐ฅ โค ๐ 1 โ 2((๐ฅ โ ๐)/(๐ โ ๐))2 , ๐ < ๐ฅ โค ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ (๐ฅ, ๐, ๐, ๐) = { 2((๐ โ ๐ฅ)/(๐ โ ๐))2 , ๐ < ๐ฅ < ๐ 0, ๐ฅ โฅ ๐
1
x 0
a
b
c
Gambar 2.15 Fungsi Sigmoid Monoton Naik dan Monoton Turun
3.
Fungsi Segitiga Pada fungsi ini hanya terdapat satu nilai x yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika x = b. Tetapi nilai-nilai di sekitar b memiliki derajat keanggotaan yang turun cukup tajam (menjauhi 1). m (x)
0, ๐ฅ โค ๐, ๐ฅ โฅ ๐ ๐๐๐๐๐ก๐๐๐ (๐ฅ, ๐, ๐, ๐) = { (๐ฅ โ ๐)/(๐ โ ๐), ๐ < ๐ฅ โค ๐ โ(๐ฅ โ ๐)/(๐ โ ๐), ๐ < ๐ฅ โค ๐
x
0 a
b
c Gambar 2.16 Fungsi Segitiga
4.
Fungsi Trapesium Pada fungsi ini terdapat beberapa nilai x yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika b๏ฃ x ๏ฃc. Tetapi derajat keanggotaan untuk a<x
0
0, ๐ฅ โค ๐, ๐ฅ โฅ ๐ (๐ฅ โ ๐)/(๐ โ ๐), ๐ < ๐ฅ < ๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐ข๐ (๐ฅ, ๐, ๐, ๐, ๐) = { 1, ๐ โค ๐ฅ โค ๐ โ(๐ฅ โ ๐)/(๐ โ ๐), ๐ < ๐ฅ โค ๐
x a
b
c
d
Gambar 2.17 Fungsi Trapesium
27
5.
Fungsi Berbentuk Bell Terdapat banyak fungsi yang memiliki bentuk lonceng (bell). Tiga diantaranya adalah fungsi Phi, Beta, dan Gauss. ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ (๐ฅ, ๐ โ ๐, ๐ โ , ๐) , ๐ฅ โค ๐ 2 ๐โ๐ (๐ฅ, ๐, ๐) = { ๐ 1 โ ๐๐๐๐๐๐๐ (๐ฅ, ๐, ๐ + , ๐ + ๐) , ๐ฅ > ๐ 2
m (x)
1
0.5
0
c โ b/2
c
x
c + b/2 b
(a) m (x)
๐ต๐๐ก๐ (๐ฅ, ๐, ๐) = 1
1 ๐ฅโ๐ 2 (1 + | | ) ๐
0.5
0
cโb
c
x
c+b
(b) m (x) 2
๐บ๐๐ข๐ ๐ (๐ฅ, ๐, ๐) = ๐ โ๐(๐โ๐ฅ)
1
0
x
c b
(c) Gambar 2.18 Fungsi Keanggotaan (a) Phi, (b) Beta, dan (c) Gauss
28
2.6.2 Fuzzy Inference System (FIS) m
m
Crisp Input
Fuzzification Fuzzy Rules Fuzzy Input
Inference Output m Fuzzy Output
Defuzzification Crisp Value Gambar 2.19 Diagram Blok Sistem Berbasis Aturan Fuzzy
1.
Fuzzification Masukan-masukan yang nilai kebenarannya bersifat pasti (crisp input) dikonversi ke bentuk fuzzy input, yang berupa nilai linguistik yang sematiknya ditentukan berdasarkan fungsi keanggotaan.
2.
Inference Untuk membedakan dengan First-Order Logic secara sintaks, suatu aturan fuzzy dituliskan sebagai : IF antecendent THEN consequent Dalam suatu sistem berbasis aturan fuzzy, proses inference memperhitungkan semua aturan yang ada di dalam basis pengetahuan. Hasil dari proses inference direpresentasikan oleh suatu fuzzy set untuk setiap variabel bebas (pada consequent). Derajat keanggotaan untuk setiap nilai variabel tidak bebas menyatakan ukuran kompatibilitas terhadap variabel bebas (pada antecendent).
29
Terdapat beberapa model aturan fuzzy yang bisa digunakan yakni: a.
Model Mamdani IF x1 is A1 AND โฆ AND xn is An THEN y is B dimana A1,โฆAn, B adalah nilai-nilai linguistic (fuzzy set) dan โx1 is A1โ menyatakan bahwa nilai variabel x1 adalah anggota fuzzy set A1.
b.
Model Takagi Sugeno Model ini dikenal juga sebagai Takagi-Sugeno-Kang (TSK). Model ini memiliki aturan yang berbentuk : IF x1 is A1 AND โฆ AND xn is An THEN y = f ( x1,โฆ,xn) Terdapat dua kategori pada model Takagi Sugeno, yaitu orde nol dan orde satu. Pada model Takagi Sugeno orde nol, fungsi f berupa konstanta sehingga bisa dituliskan sebagai f (x1,โฆ,xn) = w0. Sedangkan pada model Takagi Sugeno orde satu, fungsi f berupa kombinasi linier dari variabelvariabel input yakni : f(x1,โฆ,xn) = w0 + w1x1 + โฆ + wnxn
c.
Model Tsukamoto Model Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton. Pada model Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IFTHEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan
๏ก-predikat (fire strength). 3.
Defuzzification Merupakan proses pemetaan himpunan fuzzy ke himpunan tegas (crips). Proses ini merupakan kebalikan dari proses fuzzyfikasi.
2.7
Neuro-Fuzzy Neuro-Fuzzy merupakan gabungan atau integrasi antara 2 metode yaitu
Artificial Neural Network (ANN) dengan sistem Fuzzy, dimana 2 metode tersebut memiliki karakteristik yang bertolak belakang akan tetapi apabila digabungkan akan menjadi suatu metode yang lebih baik. Artificial Neural Network (ANN) dan
30
Fuzzy Logic Systems dapat digunakan untuk mengolah informasi yang kurang presisi, tidak lengkap dan memiliki kebenaran parsial. Artificial Neural Network (ANN) memiliki kemampuan Learning, tetapi tidak bisa menjelaskan proses penalaran yang dilakukan karena pengetahuan yang dimilikinya hanya berupa bobot-bobot sinapsis yang biasanya bernilai real. Artificial Neural Network (ANN) tidak memiliki aturan-aturan IF-THEN sama sekali, sebaliknya sistem Fuzzy tidak memiliki kemampuan Learning, tetapi bisa menjelaskan proses penalaran yang dilakukannya berdasarkan aturan-aturan (rules) dalam basis pengetahuan yang dimilikinya. Perbandingan kedua metode tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Perbandingan Artificial Neural Network (ANN) dan Fuzzy Logic Systems
Kriteria Sangat baik untuk masalah dengan informasi yang kurang presisi dan memiliki kebenaran parsial? Memiliki kemampuan untuk menjelaskan proses penalaran? Memiliki kemampuan learning?
Artificial Neural Network (ANN) Tidak
Fuzzy Logic Systems Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Sumber : Suyanto, 2008
2.7.1 Interaksi Artificial Neural Network (ANN) dan Fuzzy Logic Systems Pada fuzzy systems, penentuan kemiringan fungsi keanggotaan dan aturan-aturan fuzzy (fuzzy rules) biasanya dilakukan oleh seorang pakar yang memiliki pengetahuan tentang karakteristik setiap variabel masukan dan keluaran serta aturan penalarannya. Kelebihan Artificial Neural Network (ANN) yang memiliki kemampuan belajar (learning) untuk mengatur kemiringan fungsi keanggotaan dan/atau fuzzy rules yang paling optimum dapat dipergunakan bila tidak terdapat seorang pakar. Pengetahuan yang dimiliki Artificial Neural Network (ANN) adalah bobot-bobot sinaptik yang tidak stabil (hasil belajar) yang bisa digunakan untuk melakukan penalaran untuk masukan yang berupa numerik. Artificial Neural Network (ANN) tidak memiliki aturan penalaran (rules) sama sekali. Tetapi, kita dapat menggunakan fuzzyness untuk membangun Artificial Neural Network
31
(ANN) sehingga bisa memiliki aturan penalaran. Dalam hal ini dibangun neuron dan jaringan berdasarkan konsep fuzzy. Sehingga dapat dilihat adanya interaksi yang sangat kuat dan saling melengkapi antara Artificial Neural Network (ANN) dan fuzzy systems seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut : Fuzzy Neural Networks
Artificial Neural Networks (ANN)
Fuzzy Sets
Learning pada fungsi keanggotaan dan/atau aturan
Gambar 2.20 Diagram Interaksi Artificial Neural Network (ANN) dan Fuzzy Logic Systems Sumber : Suyanto, 2008
Terdapat tiga macam kombinasi yang dibuat antara Artificial Neural Network (ANN) dan Fuzzy Logic Systems, yaitu (Soft Computing, A.Tettamanzi dan M.Tomassini) : 1.
Co-operative a. Off-line : Artificial Neural Network (ANN) mempelajari fungsi keanggotaan dan/atau aturan sistem fuzzy hanya sekali untuk selamanya. b. On-line : Artificial Neural Network (ANN) mempelajari fungsi keanggotaan dan/atau aturan sistem fuzzy ketika sistem sedang berjalan (running).
2.
Concurrent (Sekuensial) Pada kombinasi ini, Artificial Neural Network (ANN) digunakan
sebagai pre-processing atau post-processing. 3.
Hybrid Pada kombinasi ini, fuzzy logic systems direpresentasikan sebagai
struktur jaringan seperti Artificial Neural Network (ANN) yang memiliki
32
kemampuan learning. Kombinasi ini sering disebut sebagai Fuzzy Neural Networks (FNN). 2.8
Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) adalah penggabungan
mekanisme fuzzy inference system yang digambarkan dalam arsitektur jaringan saraf. Keunggulan fuzzy inference system adalah dapat menerjemahkan pengetahuan dari pakar dalam bentuk aturan-aturan, namun biasanya dibutuhkan waktu yang lama untuk menentukan fungsi keanggotaannya. Oleh sebab itu dibutuhkan teknik pembelajaran dari jaringan saraf tiruan untuk mengotomatisasi proses tersebut sehingga dapat mengurangi waktu pencarian, hal tersebut menyebabkan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) sangat baik diterapkan dalam berbagai bidang. Sistem inferensi fuzzy yang digunakan adalah fuzzy inference system model Tagaki-Sugeno-Kang (TSK) orde satu dengan pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi. 2.8.1
Arsitektur Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) Untuk memudahkan dalam menjelaskan arsitektur Adaptive Neuro
Fuzzy Inference System (ANFIS), di sini diasumsikan fuzzy inference system hanya mempunyai dua input, x1 dan x2, serta satu output yang dilambangkan Y. Pada model Sugeno orde satu, himpunan aturan menggunakan kombinasi linier dari input-input yang ada yang dapat diekspresikan sebagai : Rule 1 :
IF x1 is A1 AND x2 is B1
THEN
premise Rule 2 :
IF x1 is A2 AND x2 is B2
Y1 = p1x1 + q1x2 + r1 consequent
THEN
premise
Y2 = p2x1 + q2x2 + r2 consequent
Input : x1 dan x2. Consequent-nya adalah Y. Sehingga mekanisme penalaran pada model ini adalah : ๐=
๐ค1 ๐1 +๐ค2 ๐2 ๐ค1 + ๐ค2
= ๐ค ฬ
1 + ๐ค ฬ
2 .......................................................................... 2.20
33
Selanjutnya, arsitektur ANFIS untuk kasus dua input, x1 dan x2, serta satu output yang dilambangkan Y diilustrasikan oleh gambar berikut : Layer 1
Layer 2
Layer 3
Layer 4 x1
Layer 5
x2
A1 Wโ1
W1
ฯ
x1
N Wโ1 Y1
A2
S
Y
B1 Wโ2 Y2
ฯ
x2
N W2
Wโ2
B2 x1
x2
Gambar 2.21 Arsitektur ANFIS Sumber : Suyanto, 2008
Arsitektur ANFIS Takagi Sugeno terdiri dari lima layer (lapisan) yang memiliki node pada masing-masing lapisan. Terdapat dua macam node yaitu node adaptif (bersimbol kotak) dan node tetap (bersimbol lingkaran). Fungsi masingmasing layer dapat dijelaskan sebagai berikut (Suyanto, 2008): Layer 1 : Berfungsi sebagai proses fuzzyfication. Output dari node I pada layer 1 dinotasikan sebagai O1,i . Setiap node pada layer 1 bersifat adaptive dengan output : O1,i = mAi (x1),
i = 1,2 โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ.2.21
O1,i = mBi (x2),
i = 3,4 โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ2.22
Dimana x1 dan x2 adalah nilai-nilai input untuk node tersebut dan Ai atau Bi adalah himpunan fuzzy. Jadi, masing-masing node pada layer 1 berfungsi membangkitkan derajat keanggotaan (bagian premise). Fungsi keanggotaan untuk A dan B yang biasa digunakan adalah fungsi Generalized-Bell yang dirumuskan : ๐ ๐ด๐ (๐ฅ1 ) =
1 ๐ฅ โ๐ 1+ | 1 ๐ |
2๐๐
โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ..2.23
๐๐
Fungsi Generalized-Bell pertama-tama akan dipakai sebagai fungsi keanggotaan dari masukan, parameter awal/premise (pi, qi, ri) dan
34
jumlah input himpunan fuzzy diberi masukan secara acak. Nantinya parameter premise pi, qi, ri akan diubah dengan cara pembelajaran. Layer 2 : Dinotasikan ฯ. Setiap node pada layer ini berfungsi untuk menghitung kekuatan aktivasi (firing strength) pada setiap rule sebagai product dari semua input yang masuk atau sebagai operator t-norm (triangular norm): O2,i = wi = mAi (x1) ฮmBi (x2),
i = 1,2โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ.2.24
Sehingga : ๐ค1 = ๐๐ด1 (๐ฅ1 ) ๐ด๐๐ท ๐๐ต1 (๐ฅ2 ) โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ. 2.25 ๐ค2 = ๐๐ด2 (๐ฅ1 ) ๐ด๐๐ท ๐๐ต2 (๐ฅ2 ) โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ. 2.26 Layer 3 : Dilambangkan dengan N. Setiap node pada lapisan ini bersifat nonadaptif yang berfungsi hanya untuk menghitung rasio antara firing strength pada rule ke-i terhadap total firing strength dari semua rule : ๐3,๐ = ๐ค ฬ
๐ =
๐ค๐ ๐ค1 + ๐ค2
, ๐ = 1,2 โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ.. 2.27
Output dari layer ini disebut normalized firing strength. Layer 4 : Setiap node pada lapisan ini bersifat adaptif sebagai fungsi : ๐4,๐ = ๐ค ฬ
๐ ๐๐ = ๐ค ฬ
๐ (๐๐ ๐ฅ1 + ๐๐ ๐ฅ2 + ๐๐ ) โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ.. 2.28 Dimana ๐ค ฬ
๐ adalah output dari layer 3 dan {๐๐ ๐ฅ1 + ๐๐ ๐ฅ2 + ๐๐ } adalah himpunan parameter pada fuzzy model Sugeno orde pertama. Layer 5 : Satu node tunggal yang dilambangkan S pada layer ini berfungsi mengagregasikan seluruh output dari layer 4 (yang didefinisikan sebagai penjumlahan dari semua sinyal yang masuk) : ๐5,๐ = โ๐ ๐ค ฬ
๐ ๐๐ =
โ๐ ๐ค๐ ๐๐ โ๐ ๐ค๐
โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ... 2.29
Dengan demikian, kelima layer tersebut akan membangun suatu adaptive-network yang secara fungsional ekivalen dengan fuzzy model Sugeno orde satu.
35
Pada studi ini digunakan ANFIS dengan algoritma pembelajaran hybrid untuk mengidentifikasi parameter fuzzy inference system model Takagi Sugeno. Pada saat premise parameters ditemukan, output yang terjadi akan merupakan kombinasi linear dari consequent parameters. Dengan demikian, ANFIS menggunakan kombinasi metode least-square (untuk menentukan parameter consequent) dan metode gradient-desent backpropagation (untuk mempelajari parameter premise guna memperbaiki error sinyal yang terjadi). 2.8.2 Evaluasi Akurasi Peramalan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) Akurasi peramalan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) pada tugas akhir ini dihitung dengan menggunakan kriteria Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Pousinho, 2010): ๐๐ด๐๐ธ (%) =
1 ๐
โ๐ ๐=1
|๐ฬ
โ โ๐โ | ๐ฅ100% ๐ฬ
โ
.................................................... 2.30
Dimana : ๐ฬ
โ = Beban aktual ๐โ = Beban hasil peramalan N
= Jumlah data
Jika nilai MAPE kurang dari 25 %, maka hasil peramalan dapat diterima secara memuaskan (Sri Wahyuni, 2010). 2.9
Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) Toolbox Pada Matlab
2.9.1 ANFIS Editor Pada Matlab Cara termudah dalam membuat program ANFIS menggunakan Matlab adalah lewat toolbox yang sudah berbasis GUI. Untuk membuka Editor ANFIS pada Matlab dapat dilakukan dengan cara mengetik โanfiseditโ pada command window.
36
a
g d
b
f
c
e
Gambar 2.22 ANFIS Editor Matlab Sumber : Rahmadya, 2012
Keterangan : a.
Menu pilihan yang mengijinkan anda untuk membuka, menyimpan dan mengedit atau menampilkan sistem ANFIS.
b.
Ikon input data Pada bagian ini anda dapat memanggil data yang akan digunakan. Data yang diambil untuk proses pembelajaran berupa file (berekstensi Dat) dan workspace (dari command window). File berekstensi Dat dapat dibuat dengan bantuan aplikasi Notepad dan tekseditor lainnya dengan menyimpan dalam format ekstensi Dat, misalnya โtrain.datโ, โlearning.datโ dan lain sebagainya.
c.
Ikon Generate FIS Pada bagian ini anda dapat membentuk FIS yang akan dilatih, dengan jenisjenis fungsi keanggotaan yang menyertainya dan jumlah fuzzy set yang digunakan.
d.
Ikon Structure Pada saat anda mengklik bagian ini, maka akan ditampilkan gambar struktur ANFIS dengan neuron-neuron pembentuknya.
37
e.
Ikon Train FIS Pada bagian ini anda dapat menentukan toleransi kesalahan dan jumlah epoch serta metode pembelajaran yang dipakai.
f.
Ikon Test FIS
g.
Grafik Output Pada bagian ini akan ditampilkan hasil dari pembelajaran (data target dan hasil learning). Jenis ANFIS menggunakan toolbox pada Matlab yang diperkenankan
hanya tipe Takagi Sugeno. Tipe Mamdani hanya dibuat untuk FIS tanpa proses pembelajaran. 2.9.2 Data ANFIS Berbeda dengan FIS, pada ANFIS keberhasilan sistem ditentukan oleh data yang menjadi sumber pembelajaran. Data terdiri dari masukan dan target pembelajaran. Kolom matriks data digunakan disesuaikan dengan masukan pada ANFIS yang anda rencanakan. Data yang digunakan pada editor ANFIS Matlab berupa matriks masukan dan target sekaligus (Rahmadya, 2012). Misalkan anda merancang ANFIS dengan dua masukan untuk satu keluaran, maka data yang dimasukkan ke editor ANFIS Matlab harus berupa matriks dengan tiga kolom. Kolom pertama merupakan data-data masukkan pertama, kolom kedua merupakan data-data masukkan kedua dan kolom ketiga merupakan data-data target. Jumlah baris menyatakan jumlah data yang akan dilatih, makin banyak dan lengkap maka akan semakin baik. ๐1 ๐2 ( ๐3 โฎ
๐1 ๐2 ๐3 โฎ
๐1 ๐2 ) ๐3 โฎ
Gambar 2.23 Matriks Data Masukan (a dan b), Target (c)