BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Wireless Sensor Network (WSN) Wireless Sensor Network (WSN) dapat didefinisikan sebagai jaringan dari
beberapa perangkat yang dinotasikan sebagai node yang dapat merasakan lingkungan dan mengkomunikasikan informasi yang dikumpulkannya dari bidang yang dimonitor (misalnya suatu area atau volume) melalui jaringan nirkabel. Node ini dapat bersifat statis ataupun bergerak dan dapat berupa node yang homogen atau tidak (Buratti, 2009). Wireless Sensor Network termasuk ke dalam Low-rate Wireless Personal Area Networks karena bit-rate rendah dan tidak memerlukan jarak komunikasi yang jauh. Node sensor sebagai pembangun komunikasi/transceiver sebagai media pengiriman data dan manajemen daya untuk menjamin keseluruhan sistem dapat berjalan dengan optimal. Sistem ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Berdaya dan berbiaya rendah, dimensi kecil, dan jumlah node sensor yang banyak. b. Rentang komunikasi pendek, bersifat broadcast, dan multi-hop routing. c. Pengaturan
jaringan
mandiri
(network
self-organization
dan
maintenance) terhadap perubahan topologi jaringan. Meskipun termasuk ke dalam kelas jaringan ad-hoc, tetapi wireless sensor network memiliki perbedaan yang tidak dimiliki jaringan ad-hoc biasa, antara lain: a. Aktifitas penginderaan dengan jumlah node yang banyak. b. Data-rate rendah. c. Duty-cycle rendah. d. Power yang terbatas. e. Sensor
node
umumnya
menggunakan
broadcast.
5
paradigma
komunikasi
Perkembangan dari WSN sebenarnya sudah dimulai dari kebutuhan dalam bidang militer seperti pemantauan pada saat perang, tetapi saat ini WSN sudah digunakan dalam bidang industri dan penggunaan untuk kemudahan masyarakat sipil, yakni melingkupi pengawasan dan pengontrolan proses dalam industri, mesin pengawasan kesehatan, pemantauan kondisi lingkungan, aplikasi untuk kesehatan, otomatisasi pada rumah, dan pengaturan lalu lintas (Jati, 2011).
Gambar 2.1 Wireless Sensor Network (Sumber: www.purelink.ca)
Dengan kemajuan pada mikro elektronik, perangkat sensor nirkabel telah dibuat jauh lebih kecil dan lebih terintegrasi, juga dalam jaringan sensor nirkabel skala besar. Skala besar utamanya berarti daerah dengan luas atau kepadatan jaringan yang tinggi. Dalam WSN skala besar, paket dari node sumber ditransmisikan melalui relay multi-hop untuk mencapai node tujuan. Jumlah hop dari node tujuan bergantung pada jumlah hop node sumber dan didefinisikan sebagai jumlah multi-hop terkecil/paling sedikit yang diperlukan untuk mengirim satu paket dari sumber ke tujuan (Ma, 2010).
2.2
Personal Area Network (PAN) Personal Area Network (PAN) adalah jaringan komunikasi suatu
perangkat dengan perangkat lainnya dalam jarak sangat dekat, yaitu hanya dalam beberapa meter saja. Saat ini PAN merujuk secara eksklusif untuk komunikasi
6
nirkabel, baik radio ataupun optik. Dalam hal jarak, PAN dianggap memiliki rentang jarak 10 meter (~ 33 kaki) untuk hardware PAN secara khusus.
2.3 IEEE 802.15.4 IEEE 802.15.4 adalah spesifikasi dari lapisan fisik (physical layer) dan lapisan media access control (MAC layer) untuk low-rate wireless personal area network (LR-WPAN) yang menekankan pada aplikasi sederhana dan rendah biaya. Perangkat pada jaringan ini memiliki kemampuan komunikasi data rate rendah dan daya terbatas, tetapi diharapkan beroperasi dalam jangka waktu lama sehingga hemat energi. Gambar 2.2 menunjukkan posisi IEEE 802.15.4 sebagai standar LR-WPAN dalam kelompok standar nirkabel LAN/MAN IEEE 802.
Gambar 2.2 Keluarga Standar LAN/MAN IEEE 802 (Sumber: www.eetasia.com)
IEEE 802.15.4 memiliki dua topologi dasar, yaitu star dan peer-to-peer. Perangkat pada LR-WPAN terdiri dari full function device (FFD) dan reduced function device (RFD). Sebuah device dirancang sebagai PAN coordinator yang bertanggungjawab memelihara jaringan dan mengelola perangkat lain. Sebuah FFD memiliki kemampuan menjadi PAN coordinator atau berasosiasi dengan PAN coordinator yang sudah ada. Dan sebuah RFD hanya dapat mengirim atau
7
menerima data dari PAN coordinator yang telah berasosiasi dengannya. Tiap perangkat pada IEEE 802.15.4 memiliki alamat unik sepanjang 64 bit. Setelah berasosiasi dengan coordinator, perangkat akan diberi alamat dalam 16 bit pendek. Yang kemudian alamat 16 bit pendek ini digunakan dalam pertukaran data. Standar 802.15.4 memberi spesifikasi sensitivitas minimum receiver adalah -85 dBm untuk 2.4 GHz dan –92 dBm untuk frekuensi 900 MHz. dalam tabel 2.1 ditunjukkan beberapa parameter PHY dari standart IEEE 802.15.4 Tabel 2.1 Parameter PHY 802.15.4 (www.rfdesign.com) Parameter Sensitivity @ 1 % PER Receiver Maximum Input Level Adjacet Channel Rejection Alternate Channel Rejection Output Power (Lowest Maximum) Transmit Modulation Accuracy Number of Channel Channel Spacing Transmission Rates Data Rate Symbol Rate Chip Rate Chip Modulation Rx –Tx and Tx-Rx turnaround time
2.4 GHz -85 dBM
868/915 MHz -92 dBm -20 dBm 0 dBm 30 dBm -3 dBm
EVM < 35 % untuk 1000 chips 16
1/10 Single channel / 2 MHz
250kb/s 62.5 ksymbol/s 2 Mchip/s O-QPSK with half-sine pulse shaping (MSK)
20/40 kb/s 20/40 ksymbol/s 300/600 kchips/s BPSK with raised cosine pulse shaping
12 symbols
2.4 Zigbee Zigbee adalah standar protokol komunikasi untuk data rate rendah dan jaringan nirkabel jarak pendek. Zigbee nirkabel bekerja pada frekuensi 868 MHz, 915 MHz, dan 2,4 GHz. Data rate maksimal adalah 250 Kbps. Zigbee ditujukan terutama untuk aplikasi baterai yang bertenaga
di
mana data rate rendah, biaya rendah, dan baterai yang tahan lama. Dalam banyak aplikasi zigbee, total waktu perangkat nirkabel yang terlibat dalam setiap jenis
8
aktivitas sangat terbatas. Perangkat menghabiskan sebagian besar waktu dalam mode power-saving, juga
dikenal
sebagai
modus tidur
(sleep
mode).
Akibatnya, zigbee memungkinkan perangkat untuk mampu beroperasi selama beberapa tahun sebelum baterai mereka perlu diganti. Zigbee dikembangkan oleh ZigBee Alliance untuk personal area network (PAN). ZigBee Alliance adalah konsorsium yang
mempromosikan standar
zigbee untuk
sensor nirkabel low-
rate/low-power dan jaringan kontrol. Zigbee stack protokol dibangun di atas standar IEEE 802.15.4 yang mendefinisikan Media Access Control (MAC) dan lapisan fisik (physical layer) untuk low rate–wireless personal area network (LRWPAN). Standar zigbee menawarkan profil stack yang mendefinisikan jaringan, keamanan, dan lapisan aplikasi.
Gambar 2.3 Protokol Stack Zigbee (Sumber: www.eetasia.com)
Standar zigbee membantu mengurangi biaya pelaksanaan dengan menyederhanakan protokol komunikasi dan mengurangi data rate. Persyaratan minimum untuk memenuhi IEEE 802.15.4 dan spesifikasi zigbee relatif mudah dibandingkan
dengan
standar
lainnya
seperti IEEE 802.11 karena
mengurangi kompleksitas dan biaya pelaksanaan. Dalam tabel 2.2 ditunjukkan perbandingan zigbee dan teknologi wireless lain (Faharani 2008).
9
Tabel 2.2 Perbandingan Zigbee dan Teknologi Wireless Lain (Sumber: www.digi.com) Zigbee (802.15.4)
GSM/GPRS CDMA
802.11
Bluetooth
Focus Application
Monitoring dan Kontrol
Wide Area Voice dan Data
High-Speed Internet
Device Connectivity
Battery Life
Years
1 Week
1 Week
Bandwidth
250 Kbps
Up to 2 Mbps
1 Week Up to Mbps
Typical Range
100+ meters
Several Kilometers
50-100 Meters
10-100 Meters
Advantages
Low power, cost
Existing Infrastructure
Speed, Ubiquity
Convenience
54
720 Kbps
Tabel 2.3 Spesifikasi Umum Zigbee (Sumber: http://www.sfu.ca/~mingl/) Jarak Transmisi (meter) Konsumsi Baterai (hari) Network size (of nodes) Throughput (kb/s)
2.5
Zigbee 802.15.4 1 – 100 100 – 1000 >64000 20 – 250
Aplikasi Zigbee Teknologi zigbee cocok untuk berbagai aplikasi otomatisasi bangunan,
industri, medis, dan kontrol residensiil serta aplikasi monitoring. Pada dasarnya aplikasi yang membutuhkan interoperabilitas atau karakteristik kinerja RF dari standar IEEE 802.15.4 dapat memanfaatkan solusi zigbee.
Gambar 2.4 Aplikasi Zigbee
10
Zigbee Alliance mengembangkan beberapa profil aplikasi, diantaranya: a.
Smart energy: zigbee dapat digunakan untuk membaca meter listrik, gas, dan air secara cepat. Jaringan zigbee smart energy memungkinkan komunikasi nirkabel antara advanced metering infrastructure (AMI) dan jaringan homearea, yaitu jaringan smart energy akan menghubungkan peralatan rumah dengan perusahaan listrik untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengelola permintaan puncak.
b.
Commercial building automation: pada bangunan komersial, zigbee dapat menjadi alat yang tak terpisahkan dalam pemeliharaan bangunan. Zigbee nirkabel dapat digunakan untuk memantau operasi deteksi asap dan posisi pintu api. Misalkan bahwa sebuah bangunan bertingkat tinggi memiliki 50 lantai dengan masing masing lantai memiliki 50 kamar dan setiap kamar dilengkapi dengan detektor asap. Untuk alasan keamanan masing-masing detektor asap harus diuji setiap bulan. Zigbee memungkinkan sebuah central station untuk memantau deteksi asap jarak jauh. Sebuah perangkat zigbee juga dapat digunakan untuk menghidupkan dan mematikan lampu tanpa meggunakan kabel apapun.
c.
Home automation: zigbee home automation mendefinisikan perangkat yang digunakan untuk aplikasi perumahan dan komersial. Zigbee dapat digunakan untuk kontrol pencahayaan, pemanasan, pendinginan, dan mekanisme penguncian pintu jarak jauh. Disamping itu juga dapat memonitor detektor asap dan sistem keamanan rumah.
d.
Personal, home, and hospital care (PHHC): profil ini digunakan untuk memantau kesehatan pribadi pasien di rumah tanpa membatasi mobilitas pasien. Sebagai contoh, monitor tekanan darah dan detak jantung jarak jauh.
e.
Telecom applications: penambahan perangkat zigbee ke dalam ponsel atau PDA menciptakan perangkat baru yang disebut zigbee mobile device. Sebuah perangkat zigbee mobile device dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan perangkat zigbee lainnya. Pengguna perangkat zigbee mobile device dapat mengirim dan menerima pesan dan berbagi nada dering, kontak ataupun gambar. Lebih penting lagi, perangkat zigbee mobile bahkan dapat
11
berkomunikasi dengan perangkat zigbee yang menggunakan profil aplikasi yang berbeda. f.
Remote control for consumer electronics (ZigBee RF4CE): saat ini sebagian besar kontroler menggunakan teknologi infrared (IR), yang memerlukan line of sight. Zigbee RF4CE adalah sebuah protokol yang menggunakan frekuensi radio (RF) untuk menggantikan teknologi IR sebagai pengendali jarak jauh alat elektronik.
g.
Industrial process monitoring and control: zigbee menawarkan solusi untuk sensor nirkabel dan kontrol. Sehingga zigbee dapat digunakan untuk memantau dan mengendalikan proses industri tanpa kabel. Sebagai contoh, dalam pelacakan persediaan, setiap peralatan dapat ditandai dengan sensor nirkabel dan kemudian dapat ditemukan dengan node zigbee. Proses ini disebut identifikasi frekuensi radio (RFID). Zigbee dapat memantau kondisi mesin dan kinerja operasi peralatan dalam industri. Zigbee dapat merekam dan mengirimkan informasi penting seperti suhu, tekanan, aliran, level tangki, kelembaban, dan getaran (Elahi, 2009).
Gambar 2.5 Contoh Aplikasi Zigbee Smart Energy (Sumber: www.mitscomponent.com)
12
2.6 Arsitektur Zigbee Gambar 2.6 menunjukkan arsitektur zigbee yang ditetapkan oleh IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dan Zigbee Alliance.
Gambar 2.6 Arsitektur Zigbee (Sumber : http://www.sfu.ca/~mingl/)
Arsitektur Zigbee terdiri dari 4 layer. Spesifikasi dari 2 layer teratas (Application dan Network) ditetapkan oleh Zigbee Alliance untuk menetapkan standar produksi. Sedangkan spesifikasi dari 2 layer terbawah (Medium Access Control dan Physical) ditetapkan oleh standar IEEE 802.15.4-2006 untuk memastikan keberadaan Zigbee tanpa interferensi dari protokol wireless lainnya, misalnya WiFi ( http://www.sfu.ca/~mingl/, 5 Februari 2011).
13
Gambar 2.7 Lapisan Zigbee (Sumber: Zigbee Alliance)
2.6.1
Application Layer Layer aplikasi diperlukan dalam network zigbee. Sebagai contoh,
application untuk monitoring temperatur, kelembaban atau parameter kondisi udara lainnya yang memungkinkan pada layer ini. Layer ini merancang peralatan agar dapat digunakan. Sebuah node dapat digunakan lebih dari 1 application. Application dapat digunakan pada rentang nomor 1 – 240, maksudnya dalam 1 peralatan zigbee mampu memberikan maksimum 240 application. Application number 0 merupakan application number yang unik disimpan pada semua peralatan zigbee. Nomor ini digunakan untuk menyebarkan sebuah pesan untuk semua application pada node (Faharani, 2008). 2.6.1.1 Zigbee Device Object (ZDO) Application ini merupakan application spesial pada setiap peralatan zigbee. Application ini menyediakan fungsi-fungsi yang mendefinisikan tipe dari peralatan zigbee (end device, router dan coordinator) yang menerangkan sebuah node, menginisialisasikan network, dan juga tentunya bagaimana terbentuknya dalam sebuah network (Faharani, 2008).
14
2.6.2
Zigbee Network Layer Pada jaringan zigbee, lapisan network menyediakan transmisi yang reliabel
dan aman diantara perangkat. Perangkat zigbee diantaranya adalah zigbee coordinator, zigbee router, dan zigbee end device. Perbedaan tipe dari node akan memiliki perbedaan fungsi dalam network layer, tetapi semua tipe memiliki aplikasi yang sama (Leung, 2009). Untuk setiap jaringan zigbee hanya terdiri dari sebuah coordinator. Node ini bertanggung jawab untuk menginisialisasikan jaringan, memilih channel yang tepat, dan mengijinkan peralatan lainnya untuk terkoneksi dengan jaringannya. Node ini juga bertanggung jawab untuk trafik routing pada sebuah jaringan zigbee. Pada topologi star, coordinator berada di tengah-tengah dan semua trafik dari end device manapun harus melewati node ini. Hal ini memungkinkan untuk semua end device terkoneksi dengan end device lainnya, tetapi message harus diroute melalui coordinator. Pada topologi tree, coordinator berada diatas dan pada topologi mesh berada pada bagian bawah (root). Sebuah zigbee coordinator mengambil bagian dalam hal service keamanan. Zigbee router memungkinkan untuk melewati message pada sebuah jaringan dan memungkinkannya terkoneksi dengan node-node kecil baik node itu berupa router lainnya atau sebuah end device. Fungsi router hanya digunakan pada topologi tree atau mesh karena pada topologi star semua trafik dihubungkan melalui center node (coordinator). Router dapat ditempatkan sebagai end device, tetapi fungsi routing akan tidak terlalu diperlukan pada kasus ini. Jika jaringan mendukung proses beacon maka router akan berada dalam keadaan inactive dan kemudian hidup secara periodik untuk mengindikasikan jaringan dari proses tersebut. Fitur dari power saving dari jaringan zigbee difokuskan pada end device. Karena node ini tidak digunakan untuk trafik routing maka dapat dalam keadaan sleep pada keseluruhan waktu. Node ini hanya berfungsi untuk berkomunikasi dengan node parentnya, yaitu dapat berupa router atau coordinator. Sebuah end device tidak memiliki kemampuan untuk mengijinkan node lainnya terkoneksi
15
dengan jaringan melalui end device, tetapi harus terkoneksi ke jaringan melalui router lainnya atau melalui coordinator langsung (Leung, 2009). 2.6.2.1 Topologi Zigbee Zigbee menggunakan spesifikasi standart IEEE 802.15.4 2003 untuk lapisan fisik dan lapisan MAC. Topologi pada IEEE 802.15.4 diantaranya star, tree, cluster tree, dan mesh. Sedangkan zigbee hanya memiliki tiga topologi, yaitu star, tree, dan mesh. a.
Topologi Star Topologi Star terdiri dari sebuah coordinator dan beberapa buah end
device (nodes), seperti yang terlihat pada gambar. Pada topologi ini, end device hanya berkomunikasi dengan coordinator. Perpindahan paket data antar end device harus melewati coordinator. Kekurangan dari topologi ini adalah pengoperasian jaringan bergantung pada coordinator. Dan karena semua paket yang dikirim antar device harus melewati coordinator maka coordinator mudah mengalami bottleneck. Pada topologi ini juga tidak ada jalur alternatif untuk sumber ke destinasi. Keuntungan dari topologi star ini adalah merupakan topologi yang sederhana dan paket dilewatkan hanya dalam dua hop untuk sampai ke tujuan.
Gambar 2.8 Topologi Star (Sumber: Elahi, 2009)
b.
Topologi Tree Pada topologi ini, jaringan terdiri dari central node (root tree), yaitu
coordinator, beberapa router, dan end device seperti yang terlihat pada gambar 2.9. Fungsi dari router adalah untuk memperluas jangkauan jaringan. Suatu end node yang terhubung ke coordinator atau router disebut children. Hanya router
16
dan coordinator yang bisa memiliki children. Tiap end device hanya dapat berkomunikasi dengan parentnya (router atau coordinator). Dan sebuah end device tidak bisa memiliki children maka dari itu tidak dapat pula menjadi parent. Kekurangan dari topologi tree, diantaranya: a. Jika salah satu parent node menjadi tidak aktif maka node yang menjadi childrennya tidak dapat berkomunikasi dengan device lainnya dalam jaringan. b. Walaupun ada dua node yang secara geografis terletak saling berdekatan, keduanya tidak dapat berkomunikasi secara langsung.
Gambar 2.9 Topologi Tree (Sumber: Elahi, 209)
c.
Topologi Cluster Tree Topologi cluster tree adalah kasus spesial pada topologi tree dimana suatu
parent-node bersama childrennya disebut cluster, seperti yang terlihat pada gambar 2.10. Tiap cluster teridentifikasi oleh sebuah cluster ID.
Gambar 2.10 Topologi Cluster Tree (Sumber: Elahi, 2009)
17
d.
Topologi Mesh Topologi mesh terdiri dari sebuah coordinator, beberapa router, dan
beberapa end device. Seperti yang tampak pada gambar 2.11. Berikut ini merupakan karakteristik dari topologi mesh: a. Topologi mesh adalah jaringan multihop. Paket data dilewatkan melalui beberapa hop untuk sampai ke tujuan. b. Jarak jangkauan jaringan dapat bertambah dengan menambahkan device dalam jaringan. c. Dapat mengurangi dead zones. d. Topologi mesh mampu menemukan jalur alternatif ke tujuan jika terjadi kegagalan. e. Device dapat saling berdekatan karena itu topologi ini menggunakan daya lebih sedikit. f. Penambahan atau pengurangan device mudah. g. Semua device yang menjadi sumber dapat berkomunikasi dengan setiap device tujuan dalam jaringan (Elahi, 2009).
Gambar 2.11 Topologi Mesh (Sumber: Elahi, 2009)
2.6.2.2 Network Formation Perangkat yang mampu
bertindak
sebagai coordinator
dan
sedang
tidak bergabung dengan jaringan dapat menjadi calon coordinator zigbee. Sebuah perangkat yang menjadi coordinator akan memindai semua saluran untuk menemukan salah satu yang cocok. Setelah memilih saluran, perangkat ini menyiarkan beacon yang berisi pengenal PAN untuk menginisialisasi PAN. Sebuah perangkat yang mendengar beacon dari jaringan yang ada dapat
18
bergabung dalam jaringan ini dengan melakukan prosedur asosiasi dan menentukan perannya, sebagai router atau sebagai perangkat akhir (end device). Beacon pengirim akan menentukan apakah akan menerima perangkat ini atau tidak dengan mempertimbangkan kapasitas saat ini dan durasi asosiasi yang diijinkan. Kemudian respon asosiasi dapat dilakukan oleh beacon. Jika perangkat berhasil
terasosiasi,
asosiasi
respon
akan
berisi
alamat
singkat
16-
bit untuk permintaan pengirim. Alamat pendek tersebut akan menjadi alamat jaringan untuk perangkat tersebut (Tseng, - ).
Gambar 2.12 Pemindaian PAN (Sumber: Tseng, - )
2.6.2.3 Penetapan Address pada Jaringan Zigbee Dalam sebuah jaringan zigbee, network address ditetapkan ke perangkat melalui skema distribusi. Setelah membentuk jaringan, zigbee coordinator menentukan jumlah maksimum children (Cm) dari sebuah router, jumlah maksimum child router (Rm) dari parent node, dan depth/kedalaman jaringan (Lm). Perlu diketahui bahwa Cm ≥ Rm dan parent node dapat memiliki sejumlah (Cm - Rm) end device sebagai children node. Dalam algoritma ini, address perangkat ditetapkan oleh parentnya. Untuk sebuah coordinator, seluruh address space dibagi ke dalam 1 blok Rm. Blok Rm yang pertama ditetapkan untuk router yang menjadi children node langsung dari coordinator dan blok terakhir ditetapkan untuk child node dari coordinator yang berupa end device. Dalam skema berikut, sebuah parent node menggunakan Cm, Rm, dan Lm untuk menghitung parameter yang disebut Cskip yang digunakan untuk menghitung address awal dalam children address pools. Cskip untuk coordinator atau router dalam suatu depth d di berikan dalam persamaan berikut:
19
1 + 𝐶𝑚 ∙ (𝐿𝑚 − 𝑑 − 1), 𝑖𝑓 𝑅𝑚 = 1 (𝑎) 𝑓(𝑥) = { 1+𝐶𝑚−𝑅𝑚−𝐶𝑚∙𝑅𝑚𝐿𝑚−𝑑−1 1−𝑅𝑚
, 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒 (𝑏)
…(2.1)
Coordinator dikatakan berada dalam depth 0 sedangkan node yang merupakan child dari node lainnya dalam depth d dikatakan berada dalam depth d + 1. Setiap node x dalam depth d dan setiap node y adalah child node dari x. Nilai dari Cskip (d) menunjukkan jumlah maksimum node pada sub-tree berakar pada y (termasuk y). Sebagai contoh, pada gambar 2.13 karena nilai Cskip dari B adalah 1 maka sub-tree dari C tidak akan lebih dari 1 node. Karena nilai Cskip dari A adalah 7 sehingga sub-tree B tidak akan lebih dari 7 node. Ukuran dari sub-tree berakar pada node y dapat ditentukan dari persamaan berikut: 𝐶𝑠𝑘𝑖𝑝(𝑑) = 1 + 𝐶𝑚 + 𝐶𝑚𝑅𝑚 + 𝐶𝑚𝑅𝑚2 + ⋯ + 𝐶𝑚𝑅𝑚𝐿𝑚−𝑑−2
…(2.2)
Karena depth dari sub-tree adalah Lm- d-1, maka: 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛(2.2) = 1 + 𝐶𝑚(1 + 𝑅𝑚 + 𝑅𝑚2 + ⋯ + 𝑅𝑚𝐿𝑚−𝑑−2 =1+
𝐶𝑚(1−𝑅𝑚𝐿𝑚−𝑑−1 ) 1−𝑅𝑚
= 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛(2.1𝑏)
Penetapan address dimulai dari zigbee coordinator dengan menetapkan address 0 pada dirinya sendiri dan depth d = 0. Jika parent node pada depth d memiliki address Aparent maka child router ke-n ditetapkan dengan address: 𝐴𝑝𝑎𝑟𝑒𝑛𝑡 + 𝑅𝑚 × 𝐶𝑠𝑘𝑖𝑝 (𝑑) + 𝑛
…(2.3)
Nilai Cskip dari coordinator diperoleh dari persamaan (1) dengan nilai d = 0, Cm = 6, Rm = 4, dan Lm = 3. Sehingga child router pertama, kedua, dan ketiga dari coordinator adalah 0 + (1 - 1) x 31 + 1 = 1, 0 + (2 - 1) x 31 + 1 = 32, dan 0 + (3 1) x 31 + 1 = 63. Dan dua buah child end device adalah 0 + 4 x 31 + 1 = 125 dan 0 + 4 x 31 + 2 = 126 (Tseng, - ).
20
Gambar 2.13 Penetapan Address pada Jaringan Zigbee (Sumber: Tseng, -) 2.6.2.4 Zigbee Routing Protocol Algoritma zigbee routing berdasarkan dari beberapa ide teknik routing diantaranya: 1. AODV Routing 2. Tree Routing
1.
AODV Routing Algoritma AODV pada zigbee routing merupakan pengembangan dari
routing Distance Vector (DV) dimana Zigbee router bertanggung jawab dalam pengiriman frame dari sumber tertentu menuju tujuan tertentu dengan menggunakan entry tabel routing untuk alur routing. Entry ini, merupakan catatan baik sebuah jarak logis menuju destination dan address dari router selanjutnya dalam jalan menuju destination. AODV adalah metode routing messages antar mobile computer. Metode ini mengijinkan mobile computer atau node untuk melewatkan messages melalui neighbornya untuk node yang tidak bisa berkomunikasi secara langsung. AODV
21
melakukannya dengan menemukan alur routing yang dapat melewatkan messagenya. AODV memastikan routing ini tidak akan terjadi loop dan berusaha untuk menemukan alur routing terpendek yang paling memungkinkan. AODV juga mampu untuk menangani perubahan routing dan dapat membentuk alur routing baru jika terjadi error. Gambar 2.14 menunjukkan 4 buah perangkat pada sebuah wireless network. Lingkaran berikut mengilustrasikan jangkauan komunikasi untuk masing-masing node. Karena jangkauan yang terbatas, masing-masing node hanya dapat berkomunikasi dengan node selanjutnya.
Gambar 2.14 Proses Pengiriman Message (Sumber: Augusto, 2008)
Node yang dapat berkomunikasi secara langsung akan dianggap sebagai neighbor dengan mendengarkan untuk sebuah message “HELLO” yang dibroadcast oleh masing-masing node pada interval yang ditentukan. Ketika sebuah node memerlukan untuk mengirim sebuah message menuju node lainnya yang tidak merupakan neighbor, ia akan membroadcast sebuah message route request (RREQ). Message ini terdiri dari beberapa key bit informasi, yaitu: sumber, tujuan, dan lifespan dari message dan rangkaian nomor yang merupakan sebuah ID unik.
22
Contohnya, pada gambar 2.15 node 1 ingin mengirimkan sebuah message ke node 3. Neighbor dari node 1 adalah 2 dan 4. Karena node 1 tidak bisa berkomunikasi langsung dengan node 3, node 1 akan mengirimkan sebuah RREQ yang selanjutnya didengar oleh node 4 dan node 2.
Gambar 2.15 Proses Broadcast Message (Sumber: Augusto, 2008)
Ketika neighbor dari node 1 menerima message RREQ, ia memiliki dua pilihan. Jika mereka mengetahui routing menuju destination atau jika mereka adalah destination mereka akan mengirimkan balasan message Route Reply (RREP) ke node 1, jika tidak ia akan membroadcast ulang RREQ menuju neighbor selanjutnya. Message tersebut akan tetap dibroadcast ulang sampai lifespan dari message tersebut habis. Jika node 1 tidak menerima balasan pada suatu set waktu seperti pada gambar 2.16, ia akan membroadcast ulang request tersebut dimana message RREQ baru ini memiliki lifespan yang lebih lama dan memiliki sebuah ID yang baru. Semua node menggunakan rangkaian nomor pada RREQ untuk memastikan
23
agar mereka tidak membroadcast ulang RREQ. Sebagai contoh, node 2 memiliki alur routing menuju node 3 dan membalas RREQ dengan mengirimkan RREP. Lain hal pada node 4 yang tidak memiliki alur routing menuju node 3 maka ia akan membroadcast ulang RREQ.
Gambar 2.16 Proses Pengiriman RREP dan RREQ (Sumber: Augusto, 2008)
Rangkaian nomor disajikan seperti layaknya perangko waktu. Hal ini mengijinkan node-node untuk membandingkan seberapa baru informasinya pada node lainnya. Setiap waktu sebuah node mengirimkan message tipe apapun maka akan meningkatkan rangkaiannya nomornya. Rangkaian nomor yang lebih tinggi mengindikasikan routing yang lebih baru. Hal ini memungkinkan untuk node lainnya untuk mengetahui informasi
24
mana yang lebih akurat. Sebagai contoh pada gambar 2.20, node 1 mengirimkan RREP untuk node 4. Hal ini menunjukkan bahwa routing pada RREP memiliki rangkaian nomor yang lebih baik dibandingkan routing pada list routing. Node 1 kemudian akan menempatkan kembali routing yang secara tepat memiliki routing sebagai RREP.
Gambar 2.17 Penerimaan RREP (Sumber: Augusto, 2008)
Route Error Message (RERR) mengijinkan AODV untuk mengatur routing ketika node bergerak. Ketika sebuah node menerima RERR yang terlihat pada tabel routing dan akan menghilangkan semua routing yang berisi node yang error. Gambar 2.18 mengilustrasikan 3 keadaan dimana node akan membroadcast sebuah RERR ke neighbornya. Pada skenario pertama, node menerima sebuah packet data yang seharusnya dikirimkan, tetapi ia tidak memiliki alur routing menuju destination. 25
Masalah utamanya adalah node tersebut tidak memiliki alur routing karena nodenode lainnya mengira alur routing menuju destination adalah melewati node tersebut. Pada skenario kedua, node menerima RERR hal ini karena seharusnya setidaknya satu dari alur routing sudah tidak berlaku lagi. Jika ini terjadi, node kemudian akan mengirimkan sebuah RERR dengan semua node baru yang sekarang tidak mampu dicapai. Pada skenario ketiga, node mendeteksi bahwa ia tidak bisa berkomunikasi dengan satu dari neighbor lainnya. Ketika hal ini terjadi ia akan melihat pada tabel routing untuk alur routing yang digunakan pada neighbor untuk next hop dan menandainya sebagai invalid. Kemudian ia akan mengirimkan RERR dengan neighbor dan invalid alur routing.
Gambar 2.18 Proses Pengiriman RERR (Sumber: Augusto, 2008)
26
Karakteristik AODV: -
Hanya akan menemukan alur routing yang diperlukan.
-
Menggunakan rangkaian nomor untuk mengikuti informasi yang akurat.
-
Hanya menjaga track next hop untuk keseluruhan alur routing yang tersedia.
-
Menggunakan message “HELLO” secara periodik untuk menemukan neighbor.
2.
Tree Routing Mekanisme routing ini berdasarkan pada skema short addressing dan
awalnya diperkenalkan oleh MOTOROLA. Masing-masing device, pada saat datangnya sebuah data frame, akan membaca informasi routing dan mengecek address dari destination. Jika destinationnya adalah child dari device tersebut maka device akan menyampaikan paket menuju address tersebut. Jika destination address bukan child dari device tersebut maka device harus mengecek dimana A adalah network address device tersebut, D address tujuannya, dan d depth device pada network (Ricardo. 2008). 𝐴 < 𝐷 < 𝐴 + 𝐶𝑠𝑘𝑖𝑝 (𝑑 − 1)
…(2.4)
Address next hop (N) ketika routing didapat dari rumus berikut: 𝐷−(𝐴+1)
𝑁 = 𝐴 + 1 + [ 𝐶𝑠𝑘𝑖𝑝(𝑑) ] × 𝐶𝑠𝑘𝑖𝑝(𝑑)
…(2.5)
Jika address destinationnya bukan dalam satu turunan, device akan mengirim packet tersebut menuju parentnya. Berikut ilustrasi sebuah network dengan parameter Lm = 3; Cm = 6; Rm = 4. Nilai Cskip (jumlah address yang tersedia pada masing-masing depth) dipresentasikan dalam tabel 2.3: Tabel 2.4 Jumlah Cskip dari Masing-masing Depth (Sumber: Augusto, 2008) Depth 0 1 2
Cskip(Depth) 31 7 1
27
Gambar 2.19 menunjukkan contoh addressing pada tree routing dengan masing-masing nilai Cskipnya:
Gambar 2.19 Contoh Addressing pada Tree Routing (Sumber: Augusto, 2008)
Jika ZR 0x0002 mengirimkan sebuah message menuju ZR 0x0028, protokol tree routing akan melakukan hal berikut: 1. ZR 0x0002 membangun data frame dan mengirimkannya menuju parentnya (0x0001). Data frame itu diantaranya: -
MAC destination address: 0x0001.
-
MAC source address: 0x0002.
-
Network Layer Routing Destination Address: 0x0028.
-
Network Layer Routing Source Address: 0x0002.
2. ZR 0x0001 menerima data frame, merealisasikan bahwa message tersebut bukan untuknya, dan harus dikirim selanjutnya. Device mengecek tabel neighbor untuk routing address destination, mencoba untuk menemukan jika destination adalah salah satu dari child devicenya. Kemudian device akan mengecek jika routing dari address destination adalah turunannya dengan mengkondisikan formula persamaan (2.4). Dengan hasil = 0x0001 < 0x0028 < 0x0001 + 7
28
ZR 0x0001 adalah depth 1 dari network setelah ditemukan bahwa destination bukanlah turunannya, ZR 0x0001 meneruskan data frame menuju parentnya, yakni ZC 0x0000. Dengan membentuk data frame berikut: -
MAC destination address: 0x0000.
-
MAC source address: 0x0001.
-
Network Layer Routing Destination Address: 0x0028.
-
Network Layer Routing Source Address: 0x0002.
3. ZC 0x0000 menerima data frame dan memeriksa jika address destinationnya terdapat pada neighbor tabel routing. Setelah menemukan bahwa device tujuannya bukanlah neighbornya dan karena ZC adalah akar dari tree network dan tidak bisa dirouting up lagi, next hop address dikalkulasikan seperti berikut:
0 x0028 (0 x0000 1) N 0 x0000 1 x31 31 Hasil next hop address adalah N = 32 (decimal) = 0x0020. Maka dibentuk data frame berikut: -
MAC destination address: 0x0020.
-
MAC source address: 0x0000.
-
Network Layer Routing Destination Address: 0x0028.
-
Network Layer Routing Source Address: 0x0002.
4. ZR 0x0020 menerima data frame dan mengecek tabel routing untuk routing address
destination.
Setelah
menemukan
bahwa
addressnya
adalah
neighbornya, message akan diteruskan kepadanya. Next hop diberikan dengan address pendek yang dipresentasikan pada tabel routing. Data frame yang dibentuk adalah sebagai berikut: -
MAC destination address: 0x0028.
-
MAC source address: 0x0020.
-
Network Layer Routing Destination Address: 0x0028.
-
Network Layer Routing Source Address: 0x0002.
Dari teknik tree routing dapat diketahui maksimum device yang bisa tergabung dalam suatu network zigbee dengan rumus berikut:
29
1 + 𝐶𝑚 ∙ (𝐿𝑚 − 𝑑 − 1), 𝑖𝑓 𝑅𝑚 = 1 (𝑎) 𝐶𝑠𝑘𝑖𝑝(𝑑) = { 1+𝐶𝑚−𝑅𝑚−𝐶𝑚∙𝑅𝑚𝐿𝑚−𝑑−1 , 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒 (𝑏) 1−𝑅𝑚
…(2.6)
Gambar 2.20 Skema Address pada Zigbee (Sumber: Augusto, Ricardo. 2008)
Gambar diatas menunjukkan skema addrees yang tersedia pada zigbee coordinator (0x0000). Berdasarkan parameter network diatas, zigbee coordinator mengijinkan hingga 4 router dan 2 end device untuk bergabung pada suatu kelompok address. Di lain sisi, zigbee router (0x0020) mengijinkan hingga 4 zigbee router dan 6 zigbee end device untuk bergabung. Fitur sinkronisasi (mode beacon-enabled) dari topologi cluster tree memiliki keuntungan namun juga kerugian. Di satu sisi, sinkronisasi memungkinkan untuk mengatur energi tiap cluster sehingga memungkinkan node end device dan router untuk menyimpan energi dengan menggunakan sleep mode. Kontrasnya, topologi mesh seperti yang didefinisikan pada standar spesifikasi IEEE 802.15.4 hanya node end device yang mampu berada pada periode inactive. Periode penyimpanan energi ini memungkinkan perpanjangan lifetime dari network yang merupakan salah satu hal penting yang ditawarkan oleh wireless sensor network. Di lain sisi, mekanisme sinkronisasi pada network cluster tree merupakan sebuah tantangan. Bahkan dapat diambil keuntungan dengan sinkronisasi antara zigbee router yaitu masalah ini dapat meningkatkan network dari cluster tree (depth yang lebih tinggi). Melihat dari teknik routing, teknik routing tree pada cluster tree merupakan tambahan untuk teknik routing pada topologi mesh
30
(AODV) dalam hal keperluan memori. Overhead pada routing jika dibandingkan dengan AODV pada topologi mesh akan dapat dikurangi. Hal ini melihat bahwa teknik routing pada topologi tree hanya memberikan satu jalan routing dari sumber manapun menuju tujuan manapun, hal demikian yang tidak memberikan beberapa jalan routing yang merupakan kebalikan dari AODV. Disamping beacon scheduling (inactive period) dan masalah single-pointfailure, terdapat beberapa tantangan untuk topologi tree, diantaranya: 1. Resinkronisasi network, untuk dalam kasus cluster baru yang join atau meninggalkan network. 2. Susunan ulang dalam kasus router failure. 3. Penggabungan dari address space yang dialokasikan untuk masing-masing router. 4. Dalam hal mendukung mobilitas dari node, router bahkan semua cluster.
Pada Zigbee network, routing management dilakukan dengan command frame dari network, diantaranya command-command tersebut adalah: -
Route request: command untuk mencari sebuah routing menuju sebuah spesifik device atau dapat juga digunakan untuk memperbaiki sebuah routing.
-
Route reply: command yang dikirim dalam merespon dari sebuah route request, dapat juga digunakan untuk merequest informasi state.
-
Route error: pemberitahuan dari sebuah sumber device dari data frame tentang failure pada frame berikutnya.
-
Leave: pemberitahuan dari sebuah device yang meninggalkan network.
-
Route record: pemberitahuan dari list dari node-node yang digunakan untuk pengiriman data frame.
-
Rejoin request: pemberitahuan dari device yang rejoin dari network.
-
Rejoin response – respon rejoin dari rejoin request (Ricardo. 2008).
31
2.7
Network Coverage dan Connectivity
Beberapa faktor harus ditentukan ketika membangun perencanaan untuk coverage sebuah jaringan sensor. 2.7.1
Cakupan (Coverage) Jangkauan efektif dari sensor yang melekat pada sensor node
mendefinisikan area cakupan sensor node. Cakupan jaringan mengukur tingkat cakupan dalam area yang di monitor oleh sensor node. 2.7.2
Tipe Cakupan (Coverage) Cakupan (coverage) adalah salah satu evaluasi kinerja dalam jaringan
sensor nirkabel (wireless sensor network). Coverage mewakili seberapa baik field of interest (FoI) yang dapat dipantau oleh satu set sensor. Sebuah titik dalam FoI dikatakan tercakup jika terletak setidaknya dalam jangkauan penginderaan (sensing range) satu buah sensor dan dikatakan k-covered jika terletak dalam sensing range sejumlah k sensor, dimana k ≥ 1. Coverage dapat dianggap sebagai ukuran kualitas layanan (quality of service) yang menjamin bahwa semua titik dalam FoI tercakup setidaknya oleh sebuah sensor. Jumlah sensor yang diperlukan harus optimal. Coverage dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Blanket coverage: merupakan salah satu tipe masalah coverage yang sering dipelajari. Blanket coverage adalah untuk memantau atau mencakup daerah tertentu (FoI). Gambar menunjukkan contoh dari cakupan wilayah dengan penyebaran acak. Lingkaran hitam menunjukkan node yang aktif dalam FoI (Mulligan, 2010).
Gambar 2.21 Blanket Coverage (Sumber: Mulligan, 2010)
32
b. Barrier coverage: tujuan utama dari barrier coverage adalah untuk mendeteksi intrusi dari seluruh objek dalam FoI untuk mengurangi kemungkinan intrusi yang tidak terdeteksi pada objek dalam FoI. Pada gambar adalah contoh dari barrier coverage yang menunjukkan titik awal dan akhir dengan penyebaran sensor secara acak.
Gambar 2.22 Barrier Coverage (Sumber: Mulligan, 2010)
c. Point coverage: point coverage bertujuan untuk mencakup sejumlah titik yang diberikan dalam FoI. Gambar menunjukkan contoh point coverage dengan penyebaran sensor acak. Node hitam yang terhubung merupakan node yang aktif.
Gambar 2.23 Point Coverage (Sumber: Mulligan, 2010)
d. Path coverage: path coverage bertujuan untuk mencakup jalur tertentu yang dilalui objek untuk mencapai node tujuan. e. Exposure: exposure bertujuan untuk menemukan berapa lama sebuah objek terkena sensor saat melintasi FoI. f. Surface coverage: mengacu pada jaringan sensor tiga dimensi dimana pemantauan FoI dalam lingkup tiga dimensi dan sensor dapat disebar hanya pada permukaan (Mulligan, 2010).
33
2.7.3
Penyebaran (deployment) Penyebaran jaringan sensor biasanya dapat dikategorikan sebagai dense
deployment (penyebaran padat) atau sparse deployment (penyebaran jarang). Dense deployment memiliki sejumlah node sensor yang relatif tinggi di bidang tertentu. Sedangkan sparse deployment akan memiliki lebih sedikit node. Model dense deployment digunakan dalam situasi dimana sangat penting bagi setiap kejadian untuk dideteksi atau ketika penting memasang beberapa sensor untuk menjangkau suatu daerah. Sparse deployment dapat digunakan ketika biaya sejumlah sensor menghalangi untuk membuat suatu dense deployment atau ketika jangkauan maksimum ingin diraih hanya dengan jumlah sensor minimal. Node sensor yang disebar pada suatu area dengan menempatkan sensor di lokasi yang telah ditentukan (deterministic) atau menyebar node secara acak (random) (Mulligan, 2010).
Gambar 2.24 Penempatan Deterministik (Sumber: Mulligan, 2010)
Gambar 2.25 Penempatan Acak (Sumber: Mulligan, 2010)
34
2.7.4 Tipe Node Sejumlah node yang dipilih dalam jaringan sensor dapat berupa kelompok node homogen atau heterogen. Sebuah kelompok homogen adalah sekelompok node yang memiliki kemampuan sensing yang sama. Sedangkan kelompok heterogen adalah jika ada sebuah ato beberapa node yang memiliki daya sensing yang lebih disbanding node yang lain (Mulligan, 2010).
Gambar 2.26 Kelompok Sensor Homogen (Sumber: Mulligan, 2010)
Gambar 2.27 Kelompok Sensor Heterogen (Sumber: Mulligan, 2010)
2.7.5 Coverage Berdasarkan Strategi Penyebaran Strategi
penyebaran
sensor
akan
memaksimalkan
cakupan
serta
mempertahankan jaringan global yang terhubung grafik. Beberapa strategi penyebaran telah dipelajari untuk mencapai suatu sensor yang memiliki arsitektur jaringan optimal yang akan meminimalkan biaya, memberikan penginderaan coverage tinggi, tahan terhadap kegagalan node acak, dsb (Mulligan, 2010). 2.7.5.1 Imprecise Detections Algorithm (IDA) Dhilon et al mengusulkan sebuah algoritma jaringan cakupan yang memastikan bahwa setiap gridpoint dicakup dengan tingkat kepercayaan minimal. Tampilan minimalis dari jaringan sensor adalah dengan mengerahkan jumlah
35
sensor minimum pada grid yang akan mengirimkan jumlah minimum data. Model ini memberikan dua nilai probabilitas pij dan pji untuk setiap pasangan gridpoint (i,j), dimana pij adalah probabilitas bahwa target di gridpoint j adalah terdeteksi oleh sensor di gridpoint i. Dan pji adalah probabilitas bahwa target di gridpoint i adalah terdeteksi oleh sensor di gridpoint j. Dalam keadaan nilai nilai simetris yaitu pij = pji (Ghosh, 2006).
Gambar 2.28 Dua Nilai Probabilitas pij dan pji pada model line-of-sight statis (Ghosh, 2006).
2.7.6
Konektivitas Sensor Network Sebuah jaringan sensor dianggap terhubung hanya jika ada setidaknya satu
jalur antara setiap pasangan node dalam jaringan. Konektivitas tergantung terutama pada keberadaan jalur. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan dalam topologi akibat mobilitas, kegagalan node, serangan dan sebagainya. Konsekuensi dari kejadian tersebut meliputi hilangnya link, isolasi node, partisi jaringan, peningkatan jalan, dan re-routing. Konektivitas dapat dimodelkan sebagai grafik G (V,E) dimana V adalah himpunan simpul (node) dan E adalah himpunan sisi (link). Grafik ini dikatakan kconnected jika setidaknya ada jalur disjioint k antara setiap pasangan node u, v ∈ V. Konektivitas adalah ukuran toleransi kesalahan atau keragaman jalur dalam jaringan (Zhang, 2005).
2.8
Quality of Service 802.15.4 (Zigbee) QoS (Quality of Service) merupakan kemampuan dalam menyediakan
tingkatan layanan untuk transmisi data pada suatu jaringan. QoS jaringan wireless sensor zigbee antara lain berdasarkan throughput jaringan, end to end delay, dan delivery ratio.
36
1.
Throughput Network Throughput adalah ukuran jumlah data yang dikirim dari sumber
ke tujuan dalam satuan waktu (detik). Throughput dilihat dalam satuan bits/sec dan memberikan gambaran kesuksesan suatu jaringan dalam mengirimkan data melalui media transmisi. Throughput dari suatu node diukur dengan terlebih dahulu menghitung jumlah total paket data yang berhasil diterima yang kemudian dibagi
dengan
total
runtime
simulasi.
Sedangkan
throughput
jaringan
didefinisikan sebagai rata-rata throughput dari semua node yang terlibat dalam transmisi data.
𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝑜𝑓 𝑎 𝑛𝑜𝑑𝑒 =
𝑁𝑒𝑡𝑤𝑜𝑟𝑘 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 =
(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎)
…(2.7)
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑛𝑜𝑑𝑒
…(2.8)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑒
Throughput (TP) maksimum dapat dihitung setelah paket delay ditentukan. Delay adalah secara keseluruhan yaitu delay pada saat data dikirim dan delay yang disebabkan oleh semua elemen urutan frame. 8.𝑥
…(2.9)
𝑇𝑃 = 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 (𝑥)
Dimana x adalah jumlah bytes yang diterima dari lapisan yang lebih tinggi (Latre, 2006).
2.
End to End Delay End to end delay adalah waktu yang diperlukan paket data ketika
ditransmisikan untuk mencapai node tujuan atau dari transmitter menuju receiver. Delay dari setiap paket dapat dihitung dengan: 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦(𝑥) = 𝑇𝐵𝑂 + 𝑇𝑓𝑟𝑎𝑚𝑒 (𝑥) + 𝑇𝑇𝐴 + 𝑇𝐴𝐶𝐾 + 𝑇𝐼𝐹𝑆 (𝑥)
.
..(2.10)
37
Dimana: 𝑇𝐵𝑂
= Back off periode (second)
𝑇𝑓𝑟𝑎𝑚𝑒 (𝑥) = waktu tramsmisi untuk payload dalam x-byte 𝑇𝑇𝐴
= putaran waktu (turn around time)
𝑇𝐴𝐶𝐾
= waktu transmisi ACK
𝑇𝐼𝐹𝑆 (𝑥)
= waktu IFS(inter frame space)
Untuk IFS, SIFS (Short Inter Frame Space) digunakan ketika MPDU (= LMAC_HDR + LMAC_FTR + payload) lebih kecil atau sama dengan 18 bytes. Selain itu, digunakan LIFS (Long Inter Frame Space). Period backoff dapat dihitung dengan persamaan: 𝑇𝐵𝑂 = 𝐵𝑂𝑠𝑙𝑜𝑡𝑠 + 𝑇𝐵𝑂𝑠𝑙𝑜𝑡𝑠
..(2.11)
Dimana: 𝐵𝑂𝑠𝑙𝑜𝑡𝑠 = jumlah backoff slots 𝑇𝐵𝑂𝑠𝑙𝑜𝑡𝑠 = waktu untuk backoff slots Jumlah dari backoff slots adalah acak dengan interval (0, 2BE-1) dengan BE adalah back off exponent yang memiliki nilai minimum 3. Jika asumsi hanya satu buah pengirim dan BER adalah nol, nilai BE tidak akan berubah. Oleh Karena itu, jumlah back off slots dapat direpresentasikan sebagai interval: (0, 2BE-1)/ 2 atau 3,5. Total durasi frame adalah :
𝑇𝑓𝑟𝑎𝑚𝑒 (𝑥) = 8 ∗
𝐿𝑃𝐻𝑌 +𝐿𝑀𝐴𝐶_𝐻𝐷𝑅 +𝐿𝑎𝑑𝑑𝑟𝑒𝑠𝑠 +𝐿𝑀𝐴𝐶_𝐹𝑇𝑅 𝑅𝑑𝑎𝑡𝑎
..(2.12)
Dimana : 𝐿𝑃𝐻𝑌
= panjang PHY header dalam bytes
𝐿𝑀𝐴𝐶𝐻𝐷𝑅 = panjang MAC header dalam bytes
38
𝐿𝑎𝑑𝑑𝑟𝑒𝑠𝑠 = panjang MAC address dalam bytes 𝐿𝑀𝐴𝐶_𝐹𝑇𝑅 = panjang MAC footer dalam bytes 𝑅𝑑𝑎𝑡𝑎
= raw data rate
𝐿𝑎𝑑𝑑𝑟𝑒𝑠𝑠 adalah total panjang MAC address yang tergabung dalam info field, termasuk PAN-identifier
untuk
pengirim
dan penerima jika
keduanya
menggunakan address. Panjang dari 1 PAN-identifier adalah 2 bytes.
Sementara durasi acknowledgement dihitung dengan:
𝑇𝐴𝐶𝐾 (𝑥) = 8 ∗
𝐿𝑃𝐻𝑌 +𝐿𝑀𝐴𝐶_𝐻𝐷𝑅 +𝐿𝑀𝐴𝐶_𝐹𝑇𝑅 𝑅𝑑𝑎𝑡𝑎
..(2.13)
Jika ACK tidak digunakan, Tturnaround dan Tack diabaikan (Latre, 2005).
2.9
Model Propagasi Free Space Loss FSL merupakan model propagasi yang digunakan dengan mengkondisikan
transmitter dan receiver berada pada lingkungan tanpa bangunan ataupun halangan lain yang dapat menimbulkan difraksi, refraksi, absorbsi maupun blocking. Model propagasi tersebut baik apabila digunakan untuk perancangan tahap awal suatu jaringan sehingga dapat diketahui karakteristik jaringan sesuai standar yang diterapkan. Besar redaman ruang bebas secara matematis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: 𝑃
𝐿𝑓𝑠 = 𝑃𝑡
𝑟
..(2.14)
Keterangan: Lfs
= Free space loss (dB)
Pt
= Daya pancar di transmitter (dBm)
Pr
= Daya terima di receiver (dBm)
39
Persamaan umum FSL diatas dapat diturunkan sehingga diketahui parameter khusus yang mempengaruhi nilai tersebut. Besar rapat daya (F) dengan jarak (d) dari suatu antenna isotropis transmitter dengan daya pancar (Pt) adalah: 𝑃
𝑡 𝐹 = 4.𝜋.𝑑 2
..(2.15)
Pada sisi receiver dengan luas tangkap (aperture) antena isotropis bernilai
𝜆2 4.𝜋
,
maka besar daya yang ditangkap (Pr) adalah: 𝜆2
𝑃𝑟 = 𝐹. 4.𝜋 𝑃 𝜆2
= 4.𝜋𝑑𝑡. 2 4.𝜋 2
𝜆
= 𝑃𝑡 (4.𝜋.𝑑)
..(2.16)
Sehingga dengan memasukkan persamaan 2.3 ke 2.1 akan didapat persamaan yang diturunkan sebagai berikut: 𝑃
𝐿𝑓𝑠 = 𝑃𝑡
𝑟
𝑃𝑡
= 𝑃𝑡 (
𝜆 2 ) 4.𝜋.𝑑
4.𝜋.𝑑 2
=(
𝜆
)
..(2.17)
Persamaan 2.4 dapat disederhanakan melalui perhitungan dimana λ = c/f dengan c adalah cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa (3x108 m/sec), d dalam Km dan f dalam MHz. Sehingga besar FSL didapat dengan persamaan berikut: 2
𝐿𝑓𝑠 =
4.𝜋.𝑑 (𝑐 ) ⁄𝑓
4.𝜋.𝑑.103 .𝑓.106
=(
3.108
2
) =(
4.𝜋.𝑑.𝑓.109 3.108
2
) =(
4.𝜋.𝑑.𝑓 2 0,3
)
4.𝜋.𝑑.𝑓 2
= 10 log (
0,3
)
40
4.𝜋
= 20 log 0,3 + 20 log 𝑑 (𝐾𝑚) + 20 log 𝑓 (𝑀𝐻𝑧) = 32,45 + 20 log 𝑑 + 20 log 𝑓
..(2.18)
Dari persamaan FSL diatas, dapat diketahui nilai jarak antara transmitter dengan receiver melalui persamaan berikut (Ahmad, 2007): 𝐿𝑓𝑠
= 32,45 + 20 𝑙𝑜𝑔 𝑑 (𝑘𝑚) + 20 𝑙𝑜𝑔 𝑓 (𝑀𝐻𝑧)
𝐿𝑓𝑠
= 92,4 + 20 log 𝑑 (km) + 20 log 𝑓 (GHz)
20 log 𝑑 = 𝐿𝑓𝑠 − 92,4 − 20 log 𝑓 𝐿𝑓𝑠 −92,4−20 log 𝑓
= log −1 (
𝑑
20
)
..(2.19)
Keterangan:
2.10
Lfs
= Free space loss (dB)
d
= Jarak antara transmitter dan receiver (Km)
f
= Frekuensi (GHz)
Simulator Opnet Modeler
2.10.1 Pengenalan Simulator Opnet Modeler Opnet (Optimize Network Engineering Tools) Modeler adalah salah satu software untuk network modelling yang sering digunakan dalam mendesain atau optimasi suatu jaringan. OPNET memiliki banyak modul yang disesuaikan dengan equipment dari banyak vendor yang digunakan pada banyak perusahaan. Dukungan inilah yang mempermudah user ataupun designer dalam merancang maupun melakukan optimasi suatu jaringan. Perkembangan Opnet Modeler dimulai tahun 1986 oleh MIL3 Inc., dimana perusahaan tersebut saat ini dikenal sebagai OPNET Technologies, Inc. yang
menjadi
perusahaan
publik
pada
bulan
Agustus
2000
(http://en.wikipedia.org/wiki/OPNET). Pada awalnya software Opnet Modeler dikembangkan untuk kepentingan militer, namun saat ini telah berkembang menjadi alat bantu simulasi jaringan komersil dunia yang terdepan.
41
Opnet Modeler dengan tampilan awal seperti pada gambar 2.29 memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan simulator jaringan lainnya yaitu pengguna tidak perlu mengetahui pengetahuan pemrograman yang mendalam karena terdapat GUI (Graphical User Interface), library yang komprehensif berupa protokol dan model jaringan, serta interface berupa grafik untuk melihat hasil simulasi.
Gambar 2.29 Opnet Modeler 14.5 – Educational Version (Sumber: www.sa469.wordpress.com)
2.10.2 Struktur Hirarki Opnet Modeler Opnet Modeler berdasarkan struktur hirarkinya terbagi menjadi tiga seperti pada gambar 2.25, yaitu Network domain, Node domain, dan Process domain. Secara garis besar, network domain menggambarkan bentuk jaringan yang disimulasikan, node domain menggambarkan konfigurasi perangkat yang ada pada network domain, sedangkan process domain menggambarkan konfirurasi objek yang ada pada node domain.
Node model
Network model
Gambar 2.30 Network Domain, Node Domain, dan Process Domain
42
Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga domain tersebut: 1.
Network Domain Network domain merupakan bagian struktur dari Opnet Modeler dimana
pengguna dapat melakukan simulasi jaringan dengan menkonfigurasi topologi jaringan, node, link, skenario jaringan, dan sub jaringan melalui project editor seperti yang ditunjukkan gambar 2.31. Pada network domain terdapat network model yang menggambarkan objek pada sistem dalam bentuk lokasi fisik, interkoneksi, dan konfigurasi. Node dalam network domain menunjukkan perangkat jaringan dan group dari perangkat, sedangkan link menunjukkan hubungan point-to-point.
Gambar 2.31 Project Editor
2.
Node Domain Node domain merupakan bagian struktur dari Opnet Modeler dimana
menunjukkan struktur internal dari node jaringan. Domain ini digunakan untuk menggambarkan perilaku dari node atau sistem dalam suatu jaringan. Salah satu node domain pada Opnet Modeler adalah node model Zigbee seperti pada gambar 2.32.
43
Gambar 2.32 Node Model pada Zigbee Station
3.
Process Domain Process domain pada gambar 2.33 merupakan bagian struktur dari Opnet
Modeler dimana digunakan untuk menunjukkan perilaku dari prosesor dan modul antrian yang berada pada node domain. Modul pada process domain terdiri dari state transition diagram/Finite State Machines (FSMs), blok kode dari C, dan state/temporary variables.
Gambar 2.33 Process Model Zigbee
44
2.10.3 Zigbee Model Pemodelan Zigbee pada simulator Opnet Modeler diperlukan diantaranya: 1.
Zigbee Object Palette Gambar 2.34 menunjukkan Zigbee object palette pada Opnet Modeler.
Gambar 2.34 Zigbee Object Palette
Dari Zigbee object palette pada gambar 2.34, masing-masing model dapat dideskripsikan pada tabel 2.4.
Tabel 2.5 Zigbee Node Model Node Model Zigbee_coordinator Zigbee_end_device Zigbee_router
2.
Deskripsi Zigbee coordinator node model Zigbee end device node model Zigbee router node model
Zigbee Model Attributes: Attributes yang terdapat pada Zigbee model:
A.
Local Attributes Berikut adalah attributes yang terdapat untuk konfigurasi Zigbee device
model yang ditunjukkan pada gambar 2.35: • Application Traffic attributes: -
Destination
-
Packet Interarrival Time
-
Packet Size
-
Start Time
-
Stop Time 45
• Zigbee Parameters -
MAC Parameters
-
Network Parameters
-
PAN ID
-
Physical Layer Parameters
Gambar 2.35 Zigbee Device Model Attributes
B.
Global Attributes Zigbee model terdiri dari global attributes berikut (diakses dari dialog box
Configure/Run Simulation): • Network Formation Threshold • Report Snapshot Time
2.10.4 Tools pada Opnet Modeler Simulasi menggunakan Opnet Modeler dapat dilakukan dengan terlebih dahulu membuat skenario jaringan yang direncanakan. Berikut ini merupakan langkah untuk membuat sebuah skenario melalui project editor Opnet Modeler: 1. Mulai.
46
2. Buka pada menu bar Opnet Modeler, File-New-Project. 3. Masukkan nama Project name dan Scenario name. 4. Pilih topology awal yang diinginkan (untuk membuat skenario baru maka pilih Create empty scenario). 5. Pilih tipe skala jaringan yang akan disimulasikan (World/Enterprise/Campus/ Office/Logical/Choose from maps) 6. Masukkan nilai skala skenario yang akan disimulasikan (X span, Y span, dan unit satuan jarak). 7. Pilih teknologi yang akan digunakan pada simulasi. 8. Selesai. Skenario jaringan yang akan disimulasikan dapat dibuat dengan menggunakan tools pada Opnet Modeler yang tersedia di project editor. Beberapa tools yang umumnya digunakan dalam mensimulasikan skenario jaringan antara lain: 1.
Object Palette Object Palette pada gambar 2.36 merupakan tools untuk menampilkan
perangkat/objek sesuai dengan teknologi yang telah dipilih pada langkah membuat skenario melalui project editor Opnet Modeler.
Gambar 2.36 Object Palette
47
2.
Choose Individual DES Statistic DES (Discrete Event Simulation) statistic pada gambar 2.37 merupakan
parameter yang digunakan untuk menganalisa simulasi jaringan. Parameter yang dapat diamati bergantung pada teknologi yang digunakan. Pemilihan parameter didasari oleh kebutuhan pengguna akan analisis hasil simulasi.
Gambar 2.37 Individual DES Statistic untuk Zigbee
3.
Configure/Run Discrete Event Simulation Konfigurasi DES (Discrete Event Simulation) pada gambar 2.38 dilakukan
pada durasi yang diatur sesuai dengan waktu simulasi akan dijalankan hingga sistem stabil. Pengguna dapat menjalankan simulasi dengan memilih Run.
Gambar 2.38 Configure/Run Discrete Event Simulation
48
4.
Results Contoh hasil simulasi berdasarkan DES (Discrete Event Simulation)
statistic seperti pada gambar 2.39 yang telah dipilih sebelumnya dapat dilihat setelah simulasi dijalankan dari View Results pada menu bar DES. Hasil simulasi berupa grafik dan data statistik.
Gambar 2.39 Result Browser
49