17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Zat Aditif Zat Aditif merupakan bahan yang di tambahkan pada bahan bakar kendaraan bermotor, baik mesin bensin maupun mesin diesel. Zat Aditif digunakan untuk memberikan peningkatan sifat dasar tertentu yang telah dimiliki oleh bahan bakar seperti aditif anti detonasi untuk bahan bakar mesin bensin dan mesin pesawat terbang. Juga untuk meningkatkan kemampuan bertahan terhadap terjadinya oksidasi pada pelumas. Kebutuhan Zat Aditif pada masa sekarang telah meningkat dalam beberapa tahun ini dikarenakan perubahan komposisi bensin yang timbul oleh karena tiga alasan utama, yaitu: 1. Perubahan Harga Minyak 2. Persyaratan Gas Buang Kendaraan. 3. Persyaratan Konsumsi Bahan Bakar
2.2 Klasifikasi Zat Aditif Sehubungan dengan proses pembakaran yang terjadi, aditif yang digunakan di dalam bahan bakar bensin dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: a. Aditif bensin sebelum pembakaran b. Aditif bensin pada saat proses pembakaran
2.2.1
Aditif Bensin Sebelum Pembakaran Aditif yang digunakan untuk pra pembakaran dapat dibagi lagi dalam
beberapa bagian, yaitu: a. Aditif Antioksidasi Sama halnya dengan kebanyakan bahan organik lain, premium atau bensin merupakan sasaran terjadinya penguraian oleh karena reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi ini dpat terjadi baik pada saat penyimpanan dan pada saat digunakan didalam mesin. Oksidasi memberikan
Universitas Sumatera Utara
18
peningkatan terbentuknya jumlah endapan dalam bentuk lem (gum) atau deposit yang akan secara serius memberi pengaruh pada kinerja bahan bakar bensin. Masalah yang ditimbulkannya adalah menyumbat saluran dan saringan, timbunan endapan berupa lumpur yang tinggi pada tangki dan bensin menjadi keruh. Untuk mengatasi masalah ini maka diperlukan zat aditif antioksidasi atau penghindar oksidasi. . b. Aditif Deaktivator Logam Sejumlah kecil dari ikatan-ikatan logam yang tidak melarut, khususnya tembaga yang bersifat sebagai katalis pada oksidasi hidrokarbon dan memberikan doronganterbentuknya secara cepat endapan dalam jumlah yang banyak. Aditif logam deactivator dapat mengatasi hal ini dengan cara membentuknya menjadi logam dan membuatnya menjadi tidak aktif. Penambahan zat aditif ini biasanya berkisar 4 sampai 12 ppm dan biasa dijual dalam bentuk larutan untuk menghindari pembekuan pada suhu lingkungan yang rendah.
2.2.2 Aditif Bensin Pada Saat Proses Pembakaran Proses pembakaran yang terjadi pada mesin dengan penyalan busi ternyata jauh dari bentuk ideal. Untuk menghasilkan efisiensi termal yang maksimum dari pembakaran bahan bakar hidrokarbon secara ideal dapat dilakukan dengan membebaskan tenaga panas bahan bakar di bawah volume konstan. Kejadian ini memberi syarat pembakaran yang terjadi harus secra spontan dan secara homogen dengantidak ada perubahan dari siklus mesin yang satu ke siklus berikutnya. Sifat pembakaran ideal yang demikian dari campuran bahan bakar dan udara memerlukan lucutan api yang berulang secara sempurna. Proses penyalaan ini berlangsung sangat cepat dan berulang, sehingga tidak ada panas yang hilang pada dinding ruang bakar dan silinder dan tidak ada asap dari sebagian bahan bakar yang terbakar atau hasil pembakaran lain yang tidak diinginkan. Aditif yang digunakan untuk saat pembakaran dapat dibagi lagi dalam beberapa bagian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
19
a. Aditif Anti Detonasi Salah satu aditif anti detonasi yang dikenal adalah Tetraethyl lead (TEL) dan Tetramethyl lead (TML) yang merupakan ikatan logam Pb. TEL dan TML mengandung logam Pb dikarenakan untuk menaikkan angka oktan bahan bakar bensin. Dimana masa depan aditif ini bergantung pada kemajuan dan perubahan dari peraturan lingkungan yang diberlakukan disuatu Negara. b. Aditif Kenaikan Kebutuhan Angka Oktana Kenaikan Kebutuhan Angka Oktana (KKO) adalah berhubungan dengan segi waktu atau umur mesin bensin digunakan, oleh karena terjadi penumpukan deposit di ruang bakar mesin. Penumpukan deposit ini mengakibatkan ruang bakar menjadi lebih sempit, sehingga menaikkan perbandingan kompresi mesin. Oleh karena itu untuk pembakaran yang baik diperlukan bahan bakar bensin dengan angka oktan yang tinggi. Dengan pemberian aditif jenis ini diharapkan akan menaikkan angka oktan bahan bakar yang dapat menghambat atau menghilangkan terbentuknya deposit pada ruang bakar bensin. c. Aditif Peningkat Kerja Pelumas Beberapa dari aditif bensin dirancang untuk berfungsi membantu pelumas setelah bertahan tidak berubah di dalam mengalami proses pembakaran di ruang bakar. Aditif ini bekerja dengan dua jalan. Pertama, pada saat mesin dihidupkan ataupun dimatikan, mesin berputar beberapa kali sebelum atau sesudah pembakaran. Dan ini berarti bensin yang mengandung aditif dimasukkan ke dalam ruang bakar tanpa dibakar. Bensin kemudian mengalir turun melalui cincin piston masuik ke dalam karter, mengencerkan pelumas yang digunakan, sehingga kandungan aditif yang dikandung bensin dapat memberi pengaruh pada daerah cincin piston dan pada pelumas itu sendiri. Kedua, jika aditif-aditif memiliki stabilitas oksidasi, sebagian kecil dari aditif ini akan tetap masih aktif sesudah proses pembakaran, yang kemudian mencapai cincin piston dan turun masuk ke dalam pelumas karter.
Universitas Sumatera Utara
20
2.3 Zat Aditif Pada Premium Menaikkan angka oktan pada premium adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas premium. Angka oktan premium sendiri didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji. Terdapat dua jenis angka oktan, yaitu: 1. Angka Oktan Riset (RON) yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset 2. Angka Oktan Motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi.
Ada
berbagai macam aditif
peningkat angka oktan yang digunakan
selama ini maupun yang akan datang. Hal ini disebabkan kebutuhan akan angka oktan premium yang tinggi semakin meningkat seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi kendaraan bermotor. Dan kebutuhan akan lingkungan yang lebih bersih juga menjadi salah satu penyebab berkembangnya penelitian untuk menemukan aditif-aditif baru yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan kesehatan. Adapun zat aditif yang terdapat pada premium sebagai zat yang dapat meningkatkan nilai oktan adalah sebagai berikut: 1. Tetraethyl Lead (TEL) Zat aditif yang masih digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah Tetraethyl Lead (TEL). Namun penggunaan zat aditif tersebut diduga sebagai penyebab utama keberadaan timbal di atmosfer. Ada beberapa pertimbangan mengapa timbal digunakan sebagai aditif premium, di antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas tinggi dalam meningkatkan angka oktan, di mana setiap tambahan 0.1 gram timbal per 1 liter premium mampu menaikkan angka oktan sebesar 1.5 - 2 satuan angka oktan. Di samping itu, timbal merupakan komponen dengan harga relatif murah
Universitas Sumatera Utara
21
untuk kebutuhan peningkatan 1 satuan angka oktan dibandingkan dengan menggunakan senyawa lainnya. Pertimbangan lain adalah bahwa pemakaian timbal dapat menekan kebutuhan aroma sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan produksi premium tanpa timbal. Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan bahwa dengan menambahkan senyawa timbal pada premium berangka oktan rendah akan didapatkan premium dengan angka oktan tinggi melaui proses produksi berbiaya murah meski berdampak inefisiensi pada perawatan mesin dibandingkan dengan proses produksi premium dengan campuran senyawa lainnya. Dampak positif lainnya bahwa adanya timbal dalam premium juga bermanfaat dengan kemampuannya memberikan fungsi pelumasan pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya untuk kendaraan produksi tahun lama. Adanya fungsi pelumasan ini akan mendorong dudukan katup terlindung dari proses keausan sehingga lebih awet untuk mobil yang diproduksi tahun lama.
2. Senyawa Oksigenat
Di Amerika dan beberapa negara-negara Eropa Barat, penggunaan TEL sebagai aditif anti ketuk di dalam bensin makin banyak digantikan oleh senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti alkohol (methanol, etanol, isopropil alkohol) dan eter (Metil Tertier Butil Eter (MTBE), Etil Tertier Butil Eter (ETBE) dan Tersier Amil Metil Eter (TAME)). Oksigenat adalah senyawa organik cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Selama pembakaran, oksigen tambahan di dalam bensin dapat mengurangi emisi karbon monoksida, CO dan material- material pembentuk ozon atmosferik. Selain itu senyawa oksigenat juga memiliki sifat-sifat pencampuran yang baik dengan premium. Penggunaan alkohol sebagai zat aditif pengganti TEL masih terbatas karena beberapa masalah antara lain tekanan uap dan daya hidroskopisnya yang tinggi. Oleh karena itu senyawa eter lebih banyak digunakan daripada alkohol. Senyawa eter yang telah banyak digunakan
Universitas Sumatera Utara
22
adalah MTBE, sedangkan ETBE dan TAME masih terbatas karena teknologi prosesnya masih belum banyak dikembangkan. Namun berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian dalam satu dasawarsa ini, MTBE juga menimbulkan masalah pencemaran air tanah, sehingga penggunaannya sebagai zat aditif premium banyak ditinjau lagi. Penggunaan eter tersebut sebagai zat aditif saat ini agaknya mulai digantikan dengan alternatif aditif yang lain, seperti di Amerika mulai dilakukan pengkajian terhadap penggunaan etanol sebagai pengganti MTBE. Metanol memiliki angka oktan yang tinggi dan mudah didapat serta penggunaannya sebagai aditif bensin tidak menimbulkan pencemaran udara. Namun perbedaan struktur molekul methanol yang sangat berbeda dengan struktur hidrokarbonpremium menimbulkan permasalahan dalam penggunaannya, antara lain kandungan oksigen yang sangat tinggi dan rasio stoikiometri udara per bahan bakar. Nilai bakarnya pun hanya 45% dari premium. Metanol merupakan cairan alkohol yang tak berwarna dan bersifat berbahaya. Pada kadar tertentu (kurang dari 200 ppm) methanol dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata, kulit dan selaput lendir dalam tubuh manusia. Efek lain jika keracunan methanol adalah meningkatnya keasaman darah yang dapat mengganggu kesadaran.
3. Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT)
Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT) adalah senyawa organologam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL, dan telah digunakan selam dua puluh tahun terakhir di Kanada, Amerika Serikat serta beberapa negara Eropa lainnya. Penggunaan MMT hingga 18 mg Mn/liter premium dapat meningkatkan angka oktan premium sebesar 2 poin, namun masih kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan peningkatan angka oktan yang lebih tinggi yang dihasilkan senyawa oksigenat. Dalam penerapannya MMT memiliki tingkat bahaya yang lebih rendah daripada TEL.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Naphtalene
Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatic hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif premium untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan.
2.4 Manfaat Zat Aditif Adapun manfaat dari zat aditif untuk meningkatkan performansi mesin mulai dari durabilitas, akselerasi sampai power mesin. Kegunaan lain dari zat aditif adalah sebagai berikut: 1. Membersihkan karburator pada saluran bahan bakar. Endapan yang terjadi pada karburator umumnya terjadi karena adanya kontaminasi pada bahan bakar. Kontaminasi ini bisa terjadi misalnya karena tercampur dengan minyak tanah, tercampur dengan logam maupun senyawa lain yang disebabkan oleh proses kimia tertentu di saluran bahan bakar. Entah karena disengaja atau tidak, proses kimia ini dapat menghasilkan residu dan mengendap saat berada di saluran bahan bakar. Ketika kendaraan sedang tidak digunakan, maka tidak terjadi aliran bahan bakar ke ruang bakar. Dalam karburator, kondisi diam ini memberi kesempatan residu dan deposit untuk mengendap. Bahkan dalam jangka waktu yang lama dapat melekat pada dindingdinding karburator dan saluran bahan bakar, sehingga walau bahan bakar sudah mengalir, deposit ini tidak terbawa ke ruang bakar. Senyawa semi polar dari zat aditif bekerja dengan cara melarutkan endapan yang terdapat pada karburator hingga dapat terbawa ke ruang bakar.
Universitas Sumatera Utara
24
2. Mengurangi karbon atau endapan senyawa organik pada ruang bakar Karbon atau endapan senyawa organik terjadi ketika bahan bakar tidak terbakar sempurna. Semakin sering terjadi pembakaran yang tidak sempurna, karbon ini akan melekat dan semakin tebal. Hal ini dapat dilihat pada kerak yang melekat pada ruang bakar. Jika kerak ini sudah begitu tebal dan keras, bukan tidak mungkin akan bergesekan dengan piston atau ring piston. Secara tidak langsung akan berpengaruh pada rasio kompresi, karena volume ruang bakar berubah atau kompresi yang bocor. Dengan penggunaan fuel vitamin secara bersamaan ketika bahan bakar membasahi ruang bakar. Diharapkan akan melarutkan endapan dan membuatnya terbakar secara sempurna. Pada pemakaian awal, umumnya emisi gas buang akan meningkat, karena karbon dan senyawa organik yang terbakar sempurna disalurkan bersama gas buang. Pemakaian fuel vitamin secara rutin dapat mengikis lapisan kerak sedikit demi sedikit. Jika kondisi di saluran bahan bakar dan ruang bakar sudah bersih, maka akan didapatkan emisi gas buang yang sempurna.
3. Menambah tenaga mesin Secara umum tenaga mesin dihasilkan dari pencampuran udara dan bahan bakar, lalu di ledakkan dalam ruang bakar. Namun hal ini akan tidak maksimal jika bahan bakar mengalami penurunan kualitas. Kualitas udara juga berpengaruh terhadap proses pembakaran, asumsikan semua spare part dalam kondisi normal, jadi udara bersih bisa didapatkan setelah melalui saringan udara. Seperti telah dijelaskan, penurunan kualitas bahan bakar terjadi karena adanya kadar air yang berlebih dan atau terkontamisinya bahan bakar dengan senyawa lain. Pemberian zat aditif akan membersihkan bahan bakar dari kontaminasi semacam itu. Terlebih dengan kombinasi angka oktan 100-118 akan memberikan tambahan oktan pada bahan bakar awal. Selain itu zat aditif yang diberi harus mengandung oksigen yang akan memberikan optimalisasi pembakaran.
Universitas Sumatera Utara
25
4. Mencegah korosi. Dalam bahan bakar sendiri memang mengandung kadar air, akan tetapi dalam batas tertentu. Dengan kondisi wilayah tropis yang lembab, kadar ini dapat meningkat hingga melebihi batas. Air ini menyebabkan meningkatnya kemungkinan reaksi dengan udara dan logam tangki penyimpanan. Selain itu menyediakan media bagi bakteri aerob dan anaerob untuk berkembang biak dalam tangki dan saluran bahan bakar. Bakteri ini dapat menguraikan sulphur yang terkandung dalam bahan bakar, secara tidak langsung ion sulphur akan mengikat logam tangki sehingga tercipta korosi. Setiap bahan bakar minyak mengandung sulphur dalam jumlah sedikit, namun keberadaan sulphur ini tidak diharapkan, dikarenakan sulphur ini bersifat merusak. Dalam proses pembakaran sulphur akan teroksidasi dengan oksigen menghasilkan senyawa SO2 dan SO3 yang jika bertemu dengan air akan mengakibatkan korosi. Padahal dalam pembakaran yang sempurna pasti akan dihasilkan air. Jika dua senyawa tersebut bertemu maka akan menimbulkan korosi baik di ruang bakar maupun di saluran gas buang. Jika didiamkan korosi ini akan merusak tangki bahan bakar, tangki menjadi berlubang. Korosi ini pun bahkan bisa terbawa ke ruang bakar dan meninggalkan residu/kerak karbon jika tidak terbakar sempurna. Selain menghasilkan korosi kadar air ini dapat meninggalkan gum (senyawa berbentuk seperti lumut kecoklatan) yang menempel pada dinding tangki. Zat aditif yang digunakan harus berbahan surfaktan, dimana bahan ini bekerja dengan selaput monomolekul airnya melekat pada permukaan bagian dalam saluran pipa, sehingga dapat melindungi permukaan tersebut dari korosi. Dengan pemakaian zat aditif secara rutin dapat mencegah berkembangnya bakteri penyebab korosi dan melarutkan ion-ion terlarut seperti: Ca, Mg, Chloride, dan SO4. 5. Menghemat BBM dan mengurangi emisi gas buang Premium beroktan tinggi pada mobil yang memiliki spesifikasi oktan di atas 90 membuat konsumsi bahan bakar lebih irit. Ini disebabkan bensin lebih lama terbakar sehingga mesin bisa efisien. Dengan sedikit bahan bakar,
Universitas Sumatera Utara
26
bisa menghasilkan tenaga yang banyak, dengan menggunakan zat aditif akan memecah molekul bahan bakar menjadi lebih lembut sehingga menimbulkan reaksi seketika mudah terbakar dalam ruang bakar yang menjadi pembakaran lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan tenaga & akselerasi. Kadar oktan dalam premium juga sering dikait-kaitkan dengan soal ramah lingkungan. Dengan menggunakan campuran zat aditif dan premium akan menjadikan kualitas premium yang bebas timbal sehingga ramah lingkungan. Faktor ramah lingkungan pada premium ditentukan oleh ada tidaknya kandungan timbal (tetraethyl lead/TEL) dalam premium.
2.5 Motor Bensin Motor bensin yang mengerakkan mobil penumpang, truk, sepeda motor, skuter, dan jenis kendaraan lain saat ini merupakan perkembangan dan perbaikan mesin yang sejak semula dikenal dengan motor Otto. Motor bensin dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini maka motor bensin disebut juga sebagai Spark Ignition Engine.
Sedangkan karburator
merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar. Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar yang dihisap ke dalam silinder dimampatkan dengan torak kemudian dibakar untuk memperoleh tenaga panas. Gas-gas yang terbakar akan meningkatkan suhu dan tekanan di dalam silinder, sehingga torak yang berada di dalam silinder akan bergerak turunnaik (bertranslasi) akibat menerima tekanan yang tinggi.
2.6 Performansi Motor Bensin Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bensin, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus
Universitas Sumatera Utara
27
dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.
2.6.1
Torsi dan Daya
Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power). Persamaan untuk menghitung daya adalah sebagai berikut:
PB =
2. .n T 60
dimana : PB = Daya keluaran (Watt)
2.6.2
n
= Putaran mesin (rpm)
T
= Torsi (N.m)
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka persamaan untuk konsumsi bahan bakar spesifik adalah: .
m f x 10 3 Sfc = PB dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h). .
m f = laju aliran bahan bakar (kg/jam).
Universitas Sumatera Utara
28
.
Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( m f ) dihitung dengan persamaan berikut : mf
sg f .V f .10 3 tf
x 3600
dimana : sg f = spesific gravity. V f = volume bahan bakar yang diuji. tf
= waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik).
2.6.3
Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR)
Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut : .
AFR =
ma .
mf dimana : ma = laju aliran masa udara (kg/jam). Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 milibar dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut : C f = 3564 x Pa x
(Ta 114) Ta2,5
dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)
2.6.4
Effisiensi Volumetris
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka
Universitas Sumatera Utara
29
itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik ( v ) dirumuskan dengan persamaan berikut :
v =
Berat udara segar yang terisap Berat udara sebanyak volume langkah torak .
ma 2 . Berat udara segar yang terisap = 60 n Berat udara sebanyak langkah torak = a . V s Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi volumetris : .
2. m a 1 v = . 60.n a .Vs dengan : a = kerapatan udara (kg/m3) V s = volume langkah torak =
4
D2L =
4
(80,5) 2 73 = 0,371 x 10-3 (mm3)
Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :
a =
Pa R.Ta
Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)
2.6.5
Effisiensi Thermal Brake
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, b ).
Universitas Sumatera Utara
30
b =
Daya keluaran aktual Laju panas yang masuk
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : .
Q = m f . LHV dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg) .
Jika daya keluaran ( PB ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar m f dalam satuan kg/jam, maka :
b =
PB .
. 3600
m f .LHV
2.7. Teori Pembakaran Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen. Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida.
2.8 Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
Universitas Sumatera Utara
31
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong : O HHV = 33950 C + 144200 H 2 2 + 9400 S 8
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) C
= Persentase karbon dalam bahan bakar
H2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar
S
= Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Universitas Sumatera Utara
32
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg) M
= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.9 Emisi Gas Buang Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut : 1. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi Kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya. 3. Bahan Penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.
Universitas Sumatera Utara
33
a.) Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam. b.) Unburned Hidrocarbon (UHC) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama
Universitas Sumatera Utara
34
disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar. c.) Carbon Monoksida (CO) Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk. d.) Oksigen (O2) Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.
Universitas Sumatera Utara