BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perokok 1. Pengertian Perokok Menurut Sitepoe, M. (1997) Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. Merokok adalah suatu kata
kerja yang berarti melakukan kegiatan atau aktifitas menghisap, sedangkan perokok adalah orang yang suka merokok (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok. Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, Tar, dan Carbon monoksida (CO). Nikotin menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), yang menjadi kebutuhan dasar derajat kesehatan masyarakat, salah satu aspeknya adalah “tidak ada anggota keluarga yang merokok”. Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban dan para kader kesehatan untuk mensosialisasikannya. Setiap kali menghirup asap rokok, baik sengaja mapun tidak sengaja, berarti juga menghisap lebih dari 4.000 racun. Karena itulah merokok sama dengan memasukkan racun-racun ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru. Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan
Universitas Sumatera Utara
merokok bukan saja merugikan siperokok, tetapi juga bagi orang yang berada di sekitarnya. Bahkan organisasi kesehatan sedunia telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70% diantaranya terjdi di negara-negara berkembang (Proverawati dan Rahmawati, 2012). 2. Komponen Racun dalam rokok Komponen Racun dalam rokok yaitu : 1.Zat Kimia Pembuatan rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan bakunya adalah tembakau. Di Indonesia, tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing tobacco atau tembakau kunyah). Komponen gas asap rokok diantaranya adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Fartikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol, dan kresol. Zat-zat yang terkandung dalam rokok tersebut beracun, mengiritasi, dan menimbulkan kanker (karsinogen). Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif. Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih banyak di dapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahanbahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti. Umumnya fokus penelitian ditunjukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard. 2. Nikotin Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainnya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Di Amerika Serikat, rokok putih beredar di pasaran memiliki kadar 8-10 mg nikotin per batang, sementara di Indonesia berkadar nikotin 17 mg per batang. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meransang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit (pengumpulan) ke dinding pembuluh darah. 3. Timah Hitam (Pb) Timah hitam yang dihasilkan oleh batang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis di isap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. 4. Gas Karbonmonoksida Karbon monoksida memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya, hemoglobin dalam sel-sel darah merah.
Universitas Sumatera Utara
Seharusnya, hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebutnya “di sisi” hemoglobin. Jadilah, hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen, sementara dalam darah mencapai 4-1 persen. Karbon monoksida menimbulkan desaturasasi hemoglobin, menurunkan lansung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian,CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah pengumpulan darah. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbunya pengumpulan darah. Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Di bandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah. 5. Tar Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok, dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran pernapasan, dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 340 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. (Rahmawati, 2012). 3. Bahaya Perokok Aktif dan Perokok Pasif Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak
Universitas Sumatera Utara
penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker esofagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari secondhand-smoke, yaitu asap rokok yang menghirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok. Ini sering disebut juga dengan perokok pasif (Proverawati dan Rahmawati, 2012). Merokok baik secara aktif maupun secara pasif membahayakan tubuh, diantaranya seperti menyebabkan kemandulan dan impotensi, kanker rahim dan keguguran, kerontokan rambut, gangguan pada mata seperti katarak, kehilangan pendengaran lebih awal dibanding bukan perokok, menyebabkan paru-paru kronis, merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap, menyebabkan stroke dan serangan jantung, tulang lebih mudah patah, dan menyebabkan kanker kulit. Merokok sangat berbahaya bagi wanita hamil, baik perokok pasif yang terpapar asap rokok. Ini karena ada zat kimia yang berbahaya masuk ke dalam jaringan, dan meresap kepada janin yang sedang berkembang di dalam rahim (Sitorus, 2010). Merokok memiliki banyak efek negatif yang dapat mengancam kehidupan janin. Terdapat hampir lima puluh juta remaja putri Amerika ada dalam usia mengandungnya beresiko tinggi untuk mengalami keguguran, kematian janin, gangguan plasenta (ari-ari), dan keahiran prematur. Sebagaimana anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang merokok, akan lebih rendah mengalami kekurangan berat badan dan terserang penyakit alat pernapasan yang berbahaya, bisa berakibat kematian (Charles, 2012).
Universitas Sumatera Utara
B. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) BBLR adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan salah satu komplikasi pada bayi yang bila tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan kematian. BBLR kemungkinan dapat prematur (kurang bulan), dan dapat juga dismatur (BBLR tidak sesuai usia kehamilan), penyebab bayi baru lahir rendah sebagian belum diketahui namun kebanyakan karena komplikasi pada saat ibu hamil (Deslidel dkk, 2011). 2. Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap BBLR Penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok selama kehamilan terhadap kejadian BBLR belum banyak dilakukan. Fakta ilmiah membuktikan rorok menyebabkan kanker paru, risiko penyakit kardiovaskular, aterosklerosis, penyakit jantung koroner. Transmisi unsur karsigonik jantung koroner. Transmisi unsur karsinogenik dapat menyebabkan kelahiran prematur, gangguan perkembangan postnatal dan Fetal hypoxemia melalui reduksi darah dari plasenta (Shiono dkk, dalam Sirajuddin dkk, 2011). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan Berat Lahir kurang dari 2500 gram yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir tanpa memandang masa gestasi. Prevalensi BBLR di dunia diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran. Lebih dari 97% terjadi di negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Di Indonesia prevalensi BBLR berkisar 7.5%. Penyebab BBLR sebelumnya, faktor janin dan plasenta, usia BBLR sebelumnya, faktor janin dan plasenta, usia ibu, paritas, pekerjaan ibu seperti malaria, anemia, sipilis, TORCH (toxoplasma, rubella, Cyto Megalo Virus/CMV, herpes), dan komplikasi pada kehamilan (perdaraha antepartum, pre-eklamsia), penyebab lain yaitu faktor lingkungan tempat tinggal serta paparan zat-zat racun.
Universitas Sumatera Utara
BBLR 40 kali beresiko mengalami kematian. Komlpikasi yang ditimbukan antara lain : hipotermia, hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, paten duktus arteriosus, infeksi, perdarahan
intraventrikuler,
dan
opnoe.
Selanjutnya
akan
mengalami
gangguan
perkembangan dan pertumbuhan, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, penyakit paru kronis yang berakibat pada peningkatan mortalitas, serta tingginya biaya perawatan yang di butuhkan (Irnawati dkk, 2011). Kelahiran BBLR pada hamil perokok pasif yang mempunyai riwayat BBLR terdahulu beresiko untuk kelahiran BBLR. Ibu yang mempunyai riwayat pernah melahirkan BBLR cenderung lebih sering untuk melahirkan kembali BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah melahirkan. Faktor medis dan non medis pada kehamilan sebelumnya diduga menjadi penyebabnya. Faktor-faktor tersebut kembali berperan dalam kehamilan selanjutnya. Faktor medis dan non medis ini kadang-kadang tidak dapat diperbaiki, sehingga dibutuhkan perhatian khusus pada kelompok bagi ibu perokok pasif yang dapat memperbaiki risiko kelahiran BBLR. Kekurangan gizi selama kehamilan yang di sertai dengan adanya paparan asap rokok selama kehamilan dapat memperberat penyebab gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan. Meningkatkan gizi ibu selama ibu hamil merupakan cara potensial untuk membantu prtumbuhan janin di dalam kandungan. Status gizi ibu yang baik selama kehamilan akan memperlancar suplai oksigen ke janin, sehingga janin menerima cukup oksigen untuk pertumbuhannya. Namun demikian ketercukupan zat-zat gizi janin selama di dalam kandungan juga tergantung dari banyak faktor ini seperti paparan dari asap rokok tembakau. Paparan asap tembakau yang terus-menerus dapat menurunkan kadar asam folat dalam tubuh ibu. Akibatnya janin juga mengalami kekurangan asam folat. Paparan karbonmonoksida dan nikotin yang terus menerus dan penurunan asam folat mengakibatkan gangguan pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
janin di dalam kandungan. Karena ibu dengan status gizi dan terpapar asap rokok selama kehamilan lebih beresiko untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar. Ibu hamil diharapkan dapat menghindari asap rokok selama kehamilan, terutama ibu dengan riwayat BBLR pada persalinan sebelumnya dan ibu hamil dengan status gizi buruk. Bila para prokok aktif yang tingga serumah dengan ibu hamil tidak dapat menghentikan kebiasaan merokok, disarankan agar tidak merokok selama berada di dekat ibu hamil terutama di dalam rumah (Irnawati dkk, 2011). 3. Penyebab kelahiran Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Penyebab kelahiran BBLR yaitu bisa dari faktor ibu, diantaranya status gizi ibu hamil pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun berkurang, peyakit yang di derita ibu selama hamil, dan paparan asap rokok saat hamil, toksemia gravidarum, yaitu preeklampsia dan eklampsia, kelainan bentuk uterus (misalnya uterus bikornis, inkompeten serviks), tumor (misalnya mioma uteri, sistoma), Ibu yang menderita penyakit panas tinggi (misalnya tifus abdominal, malaria), Trauma pada masa kehamilan seperti jatuh dan stress, usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, plasenta previa dan solusio plasenta (Pantiawati, 2010). 4. Tanda Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi, tergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat bayi dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan bayi yang lahir cukup bulan. Tanda dan gejala bayi prematur diantaranya adalah umur kehamilan atau sama dengan atau kurang dari
Universitas Sumatera Utara
37 minggu, berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, kuku panjang belum melewati ujung jari, Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, Lingkar dada sama dengan atau sama dengan atau kurang dari 30 cm, Rambut lanugo masih banyak, Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang, Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga tidak teraba tulang rawan daun telinga, Tumit mengkilap, alat kelamin pada laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang, testis belum turun kedalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah, fungsi saraf yang belum atau kurang matang mengakibatkan refleks hisap, menelan dan batuk masih lemah, jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang (Pantiawati, 2010). 5. Gambaran Klinis Banyak masalah klinis yang di hadapi bayi BBLR baik prematur dikarenakan belum maturnya fungsi-fungsi tubuh untuk hidup di luar uterus. Masalah-masalah tersebut, antara lain : a. Masalah
pernafasan,
antara
lain:
sindrom
kegawatan
pernapasan,
dispasia
bronkopulmonal, pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema, pneumonia kongenital, hipoplasia paru, perdarahan paru dan apneu. b. Masalah saluran pencernaan, antara lain : mortalitas jelek, entrokolitis nekrotikans, anomali kongenital yang mennghasikan polihidramnion. c. Masalah metabolik endokrin, antara lain : hipokalsemia, hipoglikemi, hiperglikemi, asidosis metabolik lanjut, hipotermia serta eutiroid T4 rendah.
Universitas Sumatera Utara
d. Masalah pada ginjal, antara lain : hiponatremia, hipernatremia, hiperkalemia, asidosis tubular ginjal, glikosuri ginjal, edema. e. Masalah kardiovaskular, antara lain : duktus arterius paten, hipotensi, hipertensi, breadikardia dengan apneu, malformasi kongenital. f. Masalah hematologis, antara lain : anemia, hiperbillirubinemia, subkutan dan organ, koagulati intravaskular tersebar, defisiensi Vitamin K, hidropisum atau non imun. g. Masalah pasa susunan saraf pusat, antara lain : perdarahan intraventrikuer, leukomalasia, periventrikular, enselopati kejang retinopati, ketulian, hipotonia, masalah lain, antara lain : infeksi (kongenital, perinatal, nosokomial) (Vince dalam Purnamaningrum, 2010). 6. Penatalaksanaan Berbagai masalah klinis yang dihadapi BBLR disebabkan karena belum maturnya organ-organ, untuk itu diperlukan perhatian dan perawatan khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Shann dan Vince tahun 2003 ada empat prinsip dalam perawatan BBLR, yaitu menjaga bayi tetap berwarna merah muda, menjaga bayi tetap hangat, memenuhi kebutuhan makan dan minum, serta pencegahan infeksi. (Kholifah, 2006 dalam Purnamaningrum,2010). 1. Jaga bayi tetap berwarna muda a. Pemberian oksigen Ekspansi paru-paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm sebagai akibat jaringan paru-paru yang kurang berkembangan yaitu tidak adanya aveoli dan surfaktan. Pemberian oksigen pada bayi ini harus dikendalikan dengan seksama karena konsentrasi yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan retina bayi sehingga menimbulkan kebutuhan yang dikenal dengan istilah Fibroplasi retrolental. Konsentrasi oksigen yang dianjurkan adalah sekitar 30-35% dan untuk menjamin
Universitas Sumatera Utara
dipertahankannya maka harus dilakukan pengujian secara teratur. Oksigen hanya diperlukan bila bayi mengalami sianosis dan kesulitan bernafas. Oksigen diberikan dengan aliran rendah untuk membuat bayi tetap berwarna merah muda ( kurang lebih 0.5% liter/menit da tidak boleh lebih dari 10 liter/menit). (Vince.2003 dalam Purnamaningrum, 2010). b. Pencegahan terjadinya Apnoe Apnoe umum terjadi pada bayi dengan umur gestasi kurang dari 32 minggu sehingga diperlukan aat untuk memonitor apnoe bila tersedia. Dapat juga di berikan Aminophyllin (Vince,2003 dala Purnamaningrum, 2010). 2.
Jaga kesehatan tubuh bayi Pemeliharaan suhu tubuh merupakan aspek yang paling penting dalam manajemen
BBLR. Seorang bayi akan berkembang secara memuaskan bila suhu rektal dipertahankan antara 35,5 ºC-37ºC. Semakin kecil bayi maka lebih rendah suhu rektalnya. Dengan bertambahnya berat badan dan membaiknya kondisi umum maka akan ditemukan juga kestabilan yang lebih besar dari suhu tubuhnya berat badan dan membaiknya kondisi umum maka akan ditemukan juga kestabilan yang lebih besar bia mereka dirawat dalam atau dekat dengan lingkungan panas netralnya. Mereka harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolik yang minimal. Tetapi juga tidak diinginkan untuk meningkatkan suhu tubuh secara cepat karena dapat mengarah pada timbulnya hiperpireksia yang berkaitan dengan adanya peningkatan kecepatan metabolisme dan peningkatan kebutuhan akan oksigen. Untuk pememeliharaan suhu tubuh BBLR dapat dimasukkan dalam inkubator.
Universitas Sumatera Utara