BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Umum tentang Manajemen Definisi manajemen secara klasik adalah seni dan ilmu tentang
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan/pergerakan,
koordinasi
dan
pengawasan usaha manusia dan sumber-sumber untuk kebaikan umum dalam rangka kerja organisasi dan lingkungan ekonomi dari perusahaan (Anief, 2005). Menurut Moh. Anief (2005) fungsi-fungsi Manajemen antara lain : a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pengarahan/menggerakkan d. Pengkoordinasian e. Pengawasan/pengendalian Yang paling utama dari manajemen adalah membuat keputusan. Proses penentuan keputusan adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah b. Melakukan analisa c. Memperkembangkan pemecahan masalah pengganti d. Menentukan pemecahan masalah yang terbaik e. Menyusun keputusan kedalam aksi yang efektif (Anief, 2005).
2.2
Perencanaan Obat Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang
menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). Berikut ini tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yaitu : 1.
Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan pola penyakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi : a) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis. b) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. c) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi (Anonim, 2008). Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) ASKES dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakitdapat berdasarkan dari data pemakaian oleh pemakai, standar ISO, daftar harga alat, daftar alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes, serta sfesifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit (Anonim, 2008). 2.
Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah : a) Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan. b) Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun seluruh unit pelayanan. c) Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). 3.
Perhitungan Kebutuhan Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang
berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses pencernaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan perbekalan
farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode antara lain : a.
Metode konsumsi Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data
riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). b.
Metode Morbiditas (Pola Penyakit) Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu. Perhitungan metode ini adalah
jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang
digunakan untuk beban kesakitan yang harus dilayani (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). 4.
Evaluasi Perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun
yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan idealnya di ikuti dengan evaluasi (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). a.
Analisis ABC Evaluasi
ini
misalnya
dengan
mengoreksi
kembali
apakah
penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efisien biayanya (merek dagang lain, atau bentuk sediaan lain). ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang menunjukkan peringkat atau ranking
dimana urutan dimulai dengan yang terbaik atau terbanyak. Prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran atau rupiah terbanyak (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008). b.
Analisis VEN VEN adalah singkatan V (vital) bila perbekalan farmasi tersebut
diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, E (esensial) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien, dan N (Non Esensial) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri. Jadi melakukan analisis VEN artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2008).
2.3
Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit
2.3.1 Definisi Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi kesehatan dan sosial yang berfungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) kepada masyarakat dan pelayanan rawat jalan yang diberikan untuk menjangkau keluarga pasien. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kasehatan dan pusat penelitian medik (Anonim, 2010). Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personal terlatih dan terdidih dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan amalia, 2004). 2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 pasal 4 : Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dalam menyelenggarakan tugasnya,
maka fungsi Rumah Sakit
diantaranya: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Anonim, 2009). 2.3.3 Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasfikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Di samping itu, agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu golongan rumah sakit tertentu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, Pasal 24 : (1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. (2) Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a.
Rumah Sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.
b.
Rumah Sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c.
Rumah Sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d.
Rumah Sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
(3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a.
Rumah Sakit khusus kelas A adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medik bersifat umum.
b.
Rumah Sakit khusus kelas B adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang.
c.
Rumah Sakit khusus kelas C adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri (Anonim, 2009). Rumah Sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut : 1.
Klasifikasi Berdasarkan Kepemilikan Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah.
Di negara kita ini, rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan; Rumah Sakit Pemerintah Daerah, Rumah Sakit Militer, dan Rumah Sakit BUMN. Rumah sakit lain berdasarkan kepemilikan ialah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat atau sering disebut rumah sakit sukarela. Rumah sakit sukarela terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba.
Rumah sakit hak milik ialah rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba, tatapi adalah nirlaba. Rumah Sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh Rumah Sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu kepentingan penderita (Siregar dan Amalia, 2004). 2.
Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanannya, Rumah Sakit terdiri atas Rumah Sakit
umum dan Rumah Sakit khusus. Rumah Sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu hamil dan sebagainya. Rumah Sakit khusus adalah Rumah Sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah seperti Rumah Sakit ; kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata, lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat, Rumah Sakit rehabilitas dan penyakit kronis (Siregar dan Amalia, 2004). 3.
Klasifikasi Berdasarkan Lama Tinggal Di Rumah Sakit Berdasarkan lama tinggal, Rumah Sakit terdiri atas Rumah Sakit
perawatan jangka pendek dan jangka panjang. Rumah Sakit perawatan jangka pendek adalah Rumah Sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut dan kasus darurat, biasanya dirawat di Rumah Sakit kurang dari 30 hari. Rumah Sakit umum pada
umumnya adalah Rumah Sakit perawatan jangka pendek karena penderita yang dirawat adalah penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang dari 30 hari. Sebaliknya, Rumah Sakit perawatan jangka panjang adalah Rumah Sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan jangka panjang, seperti kondisi psikiatri (Siregar dan Amalia, 2004). 4.
Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas
tempat tidur sesuai pola berikut : a. Di bawah 50 tempat tidur b. 50 - 99 tempat tidur c. 100 - 199 tempat tidur d. 200 - 299 tempat tidur e. 300 - 399 tempat tidur f.
400 - 499 tempat tidur
g. 500 tempat tidur dan lebih (Siregar dan Amalia, 2004). 5.
Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah Sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu
Rumah Sakit pendidikan dan Rumah Sakit nonpendidikan. Rumah Sakit pendidikan adalah Rumah Sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan bidang spesialis lain. Dalam Rumah Sakit demikian,
residensi
melakukan
pelayanan/perawatan
penderita
dibawah
pengawasan staf medik Rumah Sakit. Rumah Sakit yang tidak memiliki program
pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi Rumah Sakit dengan universitas disebut Rumah Sakit nonpendidikan (Siregar dan Amalia, 2004). 6.
Klasifikasi Berdasarkan Status Akreditas Rumah Sakit berdasarkan status akreditas terdiri atas Rumah Sakit yang
diakreditas dan Rumah Sakit yang belum diakreditas. Rumah Sakit telah diakreditas adalah Rumah Sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu Rumah Sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu (Siregar dan Amalia, 2004). 7.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah Rumah Sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan
menjadi Rumah Sakit umum kelas A, B, C dan kelas D. diklasifikasikan tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenangan, fisik, dan peralatan. a. Rumah Sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialitik luas dan subspesialitik luas. b. Rumah Sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. c. Rumah Sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d. Rumah Sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3.4 Profil Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Otanaha Kota Gorontalo Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Otanaha Kota Gorontalo merupakan RSUD milik Pemerintah Kota Gorontalo yang melayani penduduk 182.861 jiwa. RSUD Otanaha terletak pada 123º Bujur Timur dan 1º Lintang Utara merupakan pengembangan dari Puskesmas perawatan Pilolodaa yang dibangun pada tahun 1970 dengan nama Balai Pengobatan Potanga yang menempati salah satu ruangan Kantor Camat Kota Barat, pada tahun 1975 dengan adanya penambahan ruangan dengan biaya swadaya masyarakat bertambah fungsinya menjadi Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Pada tahun 1990 beralih menjadi Puskesmas Pilolodaa dengan rawat inap. Adapun batas geografi / wilayah RSUD Otanaha adalah : A. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Tilango B. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bone Pamtai C. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabila D. Bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Batudaa Rumah Sakit Umum Daerah Otanaha diresmikan oleh walikota Gorontalo pada tanggal 19 Maret 2010 dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Maret 2010 dengan jumlah pegawai 79 orang yang terdiri dari pejabat struktural 4 (empat) orang dan fungsional serta staf administrasi 75 orang, jumlah tempat tidur pasien 40 buah. Rumah Sakit Umum Daerah Otanaha Kota Gorontalo ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota Gorontalo Nomor : 35/9/II/2010 tentang izin Operasional Rumah Sakit Umum Daerah dan Surat Keputusan Walikota
Gorontalo Nomor 36/9/II/2010 tentang Penetapan Nama Rumah Sakit Umum Daerah yang memenuhi persyaratan 4 (empat) spesialis dasar. Nama tersebut diambil dari sejarah purbakala Kelurahan Dembe 1 Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu Benteng Otanaha. Pada saat ini RSUD Otanaha dengan luas bangunan 1040 M2 berdiri diatas lahan 3000 M2, untuk pengembangan RSUD Otanaha sudah tersedia lahan 2000 M2 yang terletak dibagian Timur bangunan RSUD Otanaha. 2.3.5 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Otanaha Kota Gorontalo 1.
Motto Kepuasan pasien adalah tujuan pelayanan kami.
2.
Visi Terwujudnya pelayanan medik komprehensif yang berorientasi pada kepuasan pasien.
3.
Misi Adapun misi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Otanaha antara lain : 1. Menfasilitasi terlaksananya pelayanan medik yang bermutu efisien, kemanusiaan adil dan merata. 2. Meningkatkan dan mengembangkan sistem rujukan dan jejaring pelayanan medik. 3. Mengelola seluruh sumber daya secara transparan efektif dan efisien.
2.3.6 Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Otanaha Struktur organisasi di Rumah Sakit ini tergambar dalam bagan dibawah ini : Direktur dr. Chairil Hatibie, M.Kes
Kelompok Komite
KTU Harson Ahudulu, SKM
Seksi Keperawatan
Seksi Pelayanan
Samsiar Mohune, A.Md.Kep
dr. Ernawaty Mars
INSTALASI FARMASI Far Gambar 1. Struktur Organisasi RSUD Otanaha Kota Gorontalo
2.4
Tinjauan Umum tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.4.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah fasilitas pelayanan medis, di bawah pimpinan seorang apoteker dibantu beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan / sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004). 2.4.2 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) harus mempunyai sasaran jangka panjang yang menjadi arah dari kegiatan sehari-hari dilakukan. Oleh kerena itu, tujuan kegiatan harian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) antara lain : 1. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan memenuhi syarat. 2. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat.
3. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi. 4. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya. 5. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi antara apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis serumpun. 6. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk : a. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi. b. Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik. c. Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam program edukasi untuk praktis kesehatan, penderita, mahasiswa, dan masyarakat. 7. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi dan profesional kesehatan lainnya. 8. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). 9. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian (Anonim, 2011). 2.4.3 Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan,
pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) harus meyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan yang bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dan biaya minimal. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah satu-satunya unit pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat / perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut (Anonim, 2011). Instalasi
Farmasi
Rumah
Sakit
(IFRS)
bertanggung
jawab
mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Anonim, 2011). 2.4.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Otanaha Kota Gorontalo Apotek RSUD Otanaha merupakan bagian dari RSUD Otanaha Kota Gorontalo yang memberikan pelayanan kesehatan khususnya dibidang farmasi dengan jumlah penduduk 182.861 jiwa. Apotek RSUD Otanaha adalah apotek yang dalam waktu bersamaan di resmikan bersama RSUD Otanaha pada tanggal 19 Maret 2010 oleh Walikota Gorontalo yang saat itu juga mulai beroperasi sebagai apotek rumah sakit.
Apotek RSUD Otanaha beroperasi dengan luas bangunan sebesar dengan jumlah pegawai 6 orang yang terdiri dari apoteker 2 orang, sarjana farmasi 1 orang, asisten apoteker 2 orang, dan pegawai honorer 1 orang. Dalam pelayanan resep, apotek RSUD Otanaha ini melayani berdasarkan tingkat asuransi yang dimiliki oleh pasien. Dimana pelayanan asuransi terdiri dari : ASKES, JAMKESMAS, JAMKESMAN yang dilayani selama 24 jam penuh. Pasien yang memiliki salah satu asuransi diatas dikenakan keringanan biaya pengobatan dalam hal penebusan resep untuk obat-obat yang masuk dalam daftar DPHO (Daftar Flavon Harga Obat).
Apoteker Penanggung Jawab Apotek
Penanggung Jawab Gudang
Asisten
Asisten
Apoteker
Apoteker
Gambar 2. Struktur Organisasi Apotek RSUD Otanaha