BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
BIOKOMPOSIT Biokomposit adalah materi yang sangat penting didunia karena
biokomposit memiliki yang sifat unik dan tidak terbuat secara alami. Selain itu, sifat biokomposit dapat disesuaikan berdasarkan komposisi desain selektif dan pengolahannya. Penggunaan biokomposit di berbagai sektor seperti penerbangan, otomotif, bangunan dan konstruksi, kelautan, produk konsumen, komponen elektronik, dan lain - lain. Desain komposit menggunakan fiber reinforced polymers (FRP) merupakan hal yang sudah kuno. Pada tahun 1908 serat kaca yang digabungkan ke dalam plastik sintetis sudah dilakukan. Namun pada tahun 1941, Henry Ford memperkenalkan biokomposit yang terbuat dari rami, sisal dan plastik berbasis selulosa. Sejak saat itu, banyak penelitian yang ditujukan terhadap biokomposit serta banyak kemajuan telah dicapai dalam memerluas penggunaan biokomposit dalam berbagai sektor, seperti yang telah disebutkan di atas [10]. Baru-baru ini, para ilmuwan dan insinyur di seluruh dunia juga berfokus pada pengurangan emisi karbon dari semua produk melalui pencampuran bioplastik dan plastik sintetis dengan serat sintetis alami untuk memperkuat produk akhir. Sejak saat itu, biokomposit merujuk pada komposit yang dibuat dari bioplastik dan plastik sintetis dengan pengisi serat alami atau serat sintetis atau bahkan keduanya. Meskipun serat sintetis merupakan penguat yang paling baik dibandingkan dengan serat alam, namun serat alami memiliki keuntungan sebagai berikut: biaya yang rendah, densitas rendah, kekuatan spesifik yang tinggi dan kelenturan, penyerapan CO2, biodegradasi, dan mengurangi keausan pada mesin. Dengan demikian, biokomposit yang terbuat dari serat alami bioplastik disebut sebagai 'green composites' dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan serat sintetis [10].
2.2
BIOPLASTIK Bioplastik adalah plastik berbasis biologis atau yang sering disebut
bioplastik yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan dapat didaur ulang oleh
7
Universitas Sumatera Utara
proses biologis, sehingga melestarikan sumber daya alam yang terbatas (bahan bakar fosil) dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2). Beberapa bioplastik yang paling umum dikenal di dunia saat ini adalah asam polilactic (PLA), polihidroksibutirat (PHB), plastik berbasis kedelai, poliester selulosa, bioplastik berbasis pati, bioplastik derivatif dari minyak sayur, polytrimetilenterephthalate, biopolietilen dan lain-lain. Untuk komposit polimer atau biokompositnya, berbagai jenis pengisi telah dipelajari, termasuk pengisi anorganik (misalnya, kalsium karbonat, nanoclay), serat alam (baik serat tanaman atau kayu), dan jenis lain pengisi seperti karbon nanotube (CNT). Secara umum, menambahkan pengisi untuk polimer akan meningkatkan sifat seperti kekakuan, kekuatan, titik leleh, stabilitas termal, dan lain-lain [10]. Plastik biodegradable berbahan dasar pati/amilum dapat didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi monomermonomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik berbahan dasar pati/amilum aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastic biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah [11]. Terdapat banyak jenis bioplastik yang telah diketahui akan tetapi jenis yang saat ini sedang dikembangkan adalah: 1.
PLA (Polilactic Acid) Polilactic Acid (PLA) pada saat ini salah satu polimer biodegradable yang
paling menjanjikan (biopolimer) dan telah menjadi subyek yang banyak diteliti selama satu dekade terakhir. PLA dapat diproses dengan sejumlah besar teknik dan tersedia secara komersial (produksi skala besar) di berbagai nilai. Bahan ini relatif murah dan memiliki beberapa sifat yang luar biasa, yang membuatnya
8
Universitas Sumatera Utara
cocok untuk aplikasi yang berbeda. Biodegradabilitasnya disesuaikan dengan kemasan jangka pendek, dan biokompatibilitasnya dalam kontak dengan jaringan hidup dimanfaatkan untuk aplikasi biomedis seperti implan, jahitan, enkapsulasi obat, dan lain-lain [12]. 2.
Poli-3-hidroksibutirat (PHB) Juga disebut plastik bakteri atau plastik petrokimia yang dihasilkan oleh
bakteri tertentu sebagai alternatif pencemaran lingkungan yang memiliki potensi untuk plastik konvensional, polimer yang dihasilkan mikrobanya adalah poli-βhidroksialkanat (PHA). Karakteristiknya serupa dengan petroplastik polipropilene (PP). PHB memiliki titik lebur lebih dari 130 oC dan dapat terbiodegradasi tanpa sisa [13]. 3.
PHA (poli-β-hidroksialkanat) PHA disintesis oleh bakteri di bawah kondisi pertumbuhan yang tidak
seimbang. Beberapa bakteri telah diteliti mampu memproduksi PHA sebanyak 90% dari sel selama penipisan nutrisi penting seperti nitrogen, fosfor atau magnesium [14]. Penelitian – penelitian yang telah dilakukan dalam membuat bioplastik terbagi menjadi dua bagian besar yaitu bioplastik berbahan dasar kitin dan bioplastik berbahan dasar pati. Jarolimkova (2015) telah melakukan penelitian pembuatan bioplastik dari kitosan dengan tanaman sejenis beri (Schisandra chinensis). Rinaldi, dkk (2014) telah melakukan penelitian pembuatan bioplastik dengan bahan dasar pati (Colocasia esculenta).
2.3
PATI Dalam sel tumbuhan hijau dan beberapa mikroorganisme, asimilasi CO2
dan H2O membutuhkan tempat untuk membentuk sumber energi glukosa. Energi disimpan dalam akar tanaman, biji-bijian, buah-buahan, umbi, daun, biji, serbuk sari dan batang sebagai dua bentuk polimer glukosa, amilosa dan amilopektin. Amilosa pada dasarnya adalah polimer linear di mana ikatan glukosa nya adalah α-D-(14 ), sedangkan amilopektin mengandung ikatan α-D-(16), yang membuatnya menjadi polimer bercabang. Amilosa linier atau sedikit bercabang, memiliki derajat polimerisasi hingga DP 6000, dan massa molekul 105-106 g/mol.
9
Universitas Sumatera Utara
Rantainya dapat berupa bentuk tunggal atau heliks ganda. Amilopektin (107-109 g/mol) sangat bercabang dan memiliki rata-rata DP 2.000.000, membuatnya menjadi salah satu molekul terbesar di alam. Panjang rantainya disusun oleh 2025 unit molekul glukosa [15]. Pati adalah bentuk penyimpanan energi yang dihasilkan oleh semua tanaman hijau. Pati disimpan di berbagai organ tanaman (buah, biji, rimpang dan umbi-umbian). Beberapa tanaman dengan kadar pati tinggi yaitu kentang, jagung, sorgum, gandum, kacang polong, beras, dan tapioka. Pati, juga disebut amilum, adalah polisakarida glukosa. Pati disimpan dalam tanaman sebagai butiran yang terdiri dari amilase dan amilopektin. Molekul pati yang dihasilkan oleh setiap tanaman memiliki struktur dan komposisi tertentu (misalnya panjang rantai glukosa atau rasio amilase / amilopektin), dan kadar protein dari organ penyimpanan dapat bervariasi secara signifikan. Oleh karena itu, pati dapat memiliki kegunaan yang berbeda pada industri tergantung pada bahan baku pertanian dari yang diekstrak [16]. Adapun struktur molekul pati dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2 [17]:
Gambar 2.1 Struktur Amilosa
Gambar 2.2 Struktur Amilopektin
10
Universitas Sumatera Utara
Amilosa dan amilopektin disimpan sebagai butiran dengan diameter dari 1-100 µm. Butiran tersebut mengandung air dan sejumlah kecil lipid dan protein, dan kandungannya bervariasi untuk sumber pati yang berbeda. Granula pati ini memiliki tinggi tingkat organisasi radial, yang dinyatakan dengan Maltese cross berupa gangguan cahaya terpolarisasi dalam mikroskop [15]. Karena ikatan hidrogen yang kuat, granula pati tidak larut dalam air dingin. tapi setelah air dipanaskan, granulanya secara bertahap akan mulai bengkak secara irreversibel. Pertama-tama daerah amorf akan membengkak, menyebabkan gangguan organisasi radial, kemudian daerah kristalnya mulai tergganggu, tetapi granula masih terikat bersama-sama, beberapa amilosa akan larut ke dalam air, mengakibatkan peningkatan viskositas sampai volume yang terbesar dari hidrasi butiran tercapai. Hingga tersisa butiran tanpa polisakarida. Kemudian butiran yang mengembang akan mulai pecah dan runtuh. Penyebaran kekentalan bagian bagian granula dan pelarutan molekul akhirnya akan menjadi larutan kanji kental. Proses ini dikenal sebagai gelatinisasi. Kemampuan pati untuk mengental seperti pasta bila dipanaskan dalam air, adalah sifat yang banyak digunakan dalam aplikasi pati [15]. Pada suhu yang cukup rendah, rantai polimer pati dibatasi oleh gerakan molekul, membuatnya seperti kaca, bahan yang rapuh. Setelah pemanasan secara bertahap dengan suhu yang lebih tinggi, yang disebut dengan glass transition temperature Tg, mobilitas rantai polimer meningkat karena meningkatnya energi kinetik, menghasilkan bahan yang ulet [15]. Molekul pati dapat diekstraksi dan dijual, tetapi juga dapat mengalami beberapa operasi pengolahan dalam memperbesar jangkauan penggunaannya. Tiga kelompok utama dari produk pati dapat dibedakan: 1. Pati asli adalah rantai pati yang diekstrak dari bahan baku, dalam bentuk aslinya. Dapat dalam bentuk yang dikeringkan (pati bubuk) atau tidak (pati cair). 2. Pati yang dimodifikasi adalah pati yang dimodifikasi oleh proses kimia , fisik atau enzimatik, yaitu : Substitusi Pati: pati yang gugus ester dan eter nya di cross-linked.
11
Universitas Sumatera Utara
Degradasi Pati atau konversi dilakukan melalui reaksi oksidasi, hidrolisis asam, dextrinisasi atau konversi enzim. Degradasi pati atau konversi mengurangi viskositas pati dan memungkinkan penggunaan pati dengan kandungan
padatan
yang
lebih
tinggi.
Hal
ini
meningkatkan
kelarutan dalam air, mengontrol kekuatan gel dan dapat mengubah stabilitas pati. Modifikasi Fisik : misalnya, gelatinisasi pati. 3. Hidrolisis Pati (Pemanis) : rantai pati dapat dipecah menjadi glukosa yang lebih kecil melalui proses hidrolisis. Semakin rantai patinya dipecah, semakin kecil rantai glukosa yang diperoleh [16]. Saat ini ada banyak penelitian yang dilakukan secara luas untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pati, salah satunya adalah penelitian bioplastik dan juga penelitian untuk memodifikasi struktur pati sehingga didapat pati dengan komposisi yang diinginkan seperti monostarch phosphate, distarch phosphate, pati ber-kation, pati ber-anion, dan lain-lain sehingga dapat di aplikasikan ke berbagai produk seperti kertas, obat-obatan, dan kosmetik.
2.4
TALAS (COLOCASIA ESCULENTA (L.) SCHOTT) Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Talas termasuk
dalam suku talas-talasan (Araceae), berperawakan tegak, tingginya 1 meter atau lebih dan merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Talas mempunyai beberapa nama umum yaitu Taro, Old cocoyam, ‘Dash(e)en’ dan ‘Eddo (e)’. Di beberapa negara dikenal dengan nama lain, seperti: Abalong (Philipina), Taioba (Brazil), Arvi (India), Keladi (Malaya), Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China). Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m dpl., baik liar maupun di tanam [18]. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan kandungan nutrisi umbi talas [19]:
12
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Talas Komponen Air Lemak Protein Serat Kasar Total Abu Karbohidrat
Kandungan (%) 8,49 0,47 6,43 2,63 4,817 77,163
Berikut adalah tabel yang menunjukkan kandungan beberapa jenis pati talas [43]: Tabel 2.2 Kandungan Pati Talas Jenis Pati Pati Umbi Talas Pati Tepung Talas Pati Modifikasi
Kadar Air 13,18 % 9,4 % 5,3 %
Kadar Pati 80 % 75 % 65 %
Kadar Amilosa 5,55 % 3,57 % 4,12 %
Kadar Amilopektin 74,45 % 71,43 % 60,88 %
Berikut ini adalah gambar umbi talas [18]:
Gambar 2.3 Talas Tanaman talas mengandung asam perusi (asam biru atau HCN). Sistim perakaran serabut, liar dan pendek. Umbi mempunyai jenis bermacam-macam. Umbi dapat mencapai berat 4 kg atau lebih, berbentuk selinder atau bulat, berukuran 30 cm × 15 cm, berwarna coklat. Daunnya berbentuk perisai atau hati, lembaran daunnya 20-50 cm panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 meter panjangnya, warna pelepah bermacam-macam. Jenis talas lain biasanya tidak di kosumsi karena rasanya tidak enak atau gatal. Contohnya adalah Talas Sente yang berbatang dan berdaun besar, banyak digunakan untuk pajangan dan daunnya
13
Universitas Sumatera Utara
sering digunakan untuk makanan ikan. Sedang talas Bolang memunyai rasa yang gatal, dengan batang dan daun yang bertotol-totol [18]. Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan vitamin. Tingkat produksi tanaman talas tergantung pada kultivar, umur tanaman dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Pada kondisi optimal produktivitas talas dapat memcapai 30 ton/hektar. Talas tumbuh tersebar di daerah tropis, sub tropis dan di daerah beriklim sedang. Pembudidayaan talas dapat dilakukan pada daerah beriklim lembab (curah hujan tinggi) dan daerah beriklim kering (curah hujan rendah), tetapi ada kecenderungan bahwa produk talas akan lebih baik pada daerah yang beriklim rendah atau iklim panas [18].
2.5
KITOSAN Dalam penelitian ini digunakan kitosan sebagai penguat pati yang akan
digunakan untuk membuat bioplastik yang diinginkan. Alasan penambahan kitosan sebagai bahan baku penguat pati yaitu kitosan memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik sebagai penguat pati serta memiliki struktur gugus fungsi yang hampir sama dengan gugus fungsi pati. Kitosan mempunyai rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli (ß(1,4)-2-amino-2-Deoksi-D-Glukopiranosa). Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin adalah poli N-asetilglukosamin
yang
terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%. Struktur kimia dari kitin mirip dengan struktur kimia dari selulosa. Residu monosakarida pada selulosa adalah ß-D-glukosa sedangkan pada kitin adalah Nasetil-ß-D-glukosa dimana gugus hidroksil (-OH) pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (-NHCOCH3), dimana monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan ß(1,4). Struktur kitin dan kitosan ditampilkan secara berurutan pada gambar 2.4 berikut [20]:
14
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Struktur Kitin dan Kitosan
Sifat fisik kitosan berbeda dengan polisakarida alami Pada umumnya seperti selulosa, dekstrin, pektin, alginat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan
kitosan bersifat basa. Kitosan merupakan
padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam [21]. Sifat kimia kitosan antara lain adalah polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai kemampuan menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat berperan dalam pengaplikasiannya [22]. Saat ini ada banyak penelitian yang dilakukan untuk memperluas penggunaan kitosan, beberapa diantaranya adalah penelitian Jarolimkova (2015) tentang pembuatan bioplastik dari kitosan dengan tanaman sejenis beri (Schisandra chinensis), penelitian Rakhmawati (2007) tentang penggunaan kitosan sebagai adsorben, penelitian Sugipriatini (2009) tentang penggunaan kitosan sebagai bahan untuk memperlambat pembusukan buah, dan banyak penelitian lainnya tentang penggunaan kitosan sebagai bioplastik maupun sebagai pengisi bioplastik.
15
Universitas Sumatera Utara
2.6
SORBITOL Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang
paling banyak digunakan, terutama di Indonesia [24]. Di Indonesia sorbitol (C6H14O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah [25]. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot Utillissima Pohl) yang termasuk keluarga Euphoribiaceae.16 Selain itu sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6% sorbitol. Tanaman berri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol. Famili Rosaceae seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga mengandung sorbitol [26]. Sorbitol juga diproduksi dalam jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase, yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol (CH2OH) [27]. Struktur kimia sorbitol dapat dilihat pada gambar berikut ini [28]:
Gambar 2.5 Rumus Kimia Sorbitol
Sorbitol sering digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik berbasis pati. Plasticizer didefinisikan sebagai bahan nonvolatil, bertitik didih tinggi yang jika ditambahkan pada material lain akan merubah sifat fisik material tersebut. Penambahan plasticizer dapat meningkatkan kekuatan intermolekuler, fleksibilitas dan menurunkan sifat-sifat penghalangan edible film [29]. Jenis dan konsentrasi dari
plasticizer yang digunakan akan memberikan pengaruh terhadap kelarutan dari film berbahan dasar pati. Semakin banyak air yang masuk ke dalam struktur pati
16
Universitas Sumatera Utara
akan meningkatkan kelarutan dalam air dan asam. Kelarutan dalam air yaitu untuk memprediksi kestabilan bioplastik terhadap pengaruh air. Penambahan sorbitol pada film meningkatkan kelarutan dalam air. Hal ini karena sorbitol memiliki sifat hidrofil [23]. Menurut Wirawan et al., (2012), pengaruh penambahan plasticizer sorbitol jika dibandingkan dengan plasticizer gliserol adalah semakin banyak plasticizer yang ditambahkan maka nilai kuat tarik cenderung menurun sedangkan persentase elongation of break cenderung naik dan sorbitol memberikan nilai kuat tarik yang lebih tinggi daripada gliserol, namun memberikan nilai elongation of break yang lebih rendah daripada gliserol karena sorbitol lebih bersifat rapuh (brittle). Saat ini sebagian besar penggunaan sorbitol dalam penelitian adalah pada penelitian bioplastik dimana sorbitol berperan sebagai plasticizer seperti penelitian yang dilakukan oleh Malaka dan Ningrum (2014), Nurseha (2012), Hartatik (2014), dan lain-lain. Selain sebagai plasticizer sorbitol juga dipakai dalam penelitian sebagai pelarut atau sebagai katalis seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Aswari (2014) sorbitol digunakan sebagai katalis dalam proses bating.
2.7
GELATINISASI PATI Pati yang terkandung dalam tanaman mempunyai granula yang berbeda-
beda. Setiap tumbuhan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Jenis pati dapat dibedakan dari bentuk, ukuran, dan sifat birefrigent yaitu sifat granula pati yang mampu merefleksikan cahaya yang terpolarisasi [30]. Karena ikatan hidrogen yang kuat, granula pati tidak larut dalam air dingin. tapi setelah air dipanaskan, granulanya secara bertahap akan mulai bengkak secara irreversibel. Pertama-tama daerah amorf akan membengkak, menyebabkan gangguan organisasi radial, kemudian daerah kristalnya mulai tergganggu, tetapi granula masih terikat bersama-sama, beberapa amilosa akan larut ke dalam air, mengakibatkan peningkatan viskositas sampai volume yang terbesar dari hidrasi butiran tercapai. Hingga tersisa butiran tanpa polisakarida. Kemudian butiran yang mengembang akan mulai pecah dan runtuh. Penyebaran kekentalan bagian bagian granula dan pelarutan molekul akhirnya akan menjadi larutan kanji kental.
17
Universitas Sumatera Utara
Proses ini dikenal sebagai gelatinisasi. Kemampuan pati untuk mengental seperti pasta bila dipanaskan dalam air, adalah sifat yang banyak digunakan dalam aplikasi pati [31]. Menurut Chen, pola viskositas pasta pati bias dikelompokkan menjadi empat tipe:
Tipe A merupakan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang sangat tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan viskositas selama pemanasan, pati ini tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan sehingga membutuhkan modifikasi.
Tipe B memiliki puncak pasta lebih rendah dan pengenceran yang tidak terlalu besar selama pemanasan.
Tipe C tidak menunjukkan adanya puncak tetapi lebih pada pembentukan viskositas yang sangat tinggi dan tetap konstan atau meningkat selama pemanasan.
Tipe D memiliki viskositas yang sangat rendah sehingga konsentrasinya perlu dinaikkan dua–tiga kali lipat untuk menghasilkan viskositas pasta panas seperti tipe C [32].
Pati umbi-umbian umumnya menunjukkan kristal tipe B [33]. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Beberapa molekul pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi dalam air panas, meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang membengkak yang tersuspensi ke dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi ke dalam air. Molekul-molekul Amilosa tersebutakan terus terdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi panas. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi kinetic tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekulmolekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian mereka
18
Universitas Sumatera Utara
menggambungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semcam jaringjaring membentuk mikrokristal dan mengendap [30]. Menurut Swinkels (1985), retrogradasi pasta pati atau larutan pati memiliki beberapa efek sebagai berikut: a. Peningkatan viskositas. b. Terbentuknya kekeruhan. c. Terbentuknya lapisan tidak larut dalam pasta panas. d. Terjadi presipitasi pada partikel pati yang tidak larut. e. Terbentuknya gel. f. Terjadinya sineresis pada pasta pati. Retrogradasi adalah proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan konsentrasi pati, prosedur pemasakan, suhu, waktu peyimpanan, prosedur pendinginan, pH, dan keberadaan komponen lain [34]. Penelitian tentang gelatinisasi pati telah banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, dkk (2012) yang dilakukan untuk mengetahui perubahan karakteristik pati, dan penelitian oleh Dimas Damar (2011) yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh regelatinisasi terhadap karakteristik edible film dari pati kacang merah.
2.8
TEKNIK PEMBUATAN BIOPLASTIK (METODE CASTING) Dalam penelitian ini menggunakan metode casting, pastik yang homogen,
transparan, kuat dan tahan air dapat diperoleh dengan metode casting atau thermal film forming. Metode casting umumnya cocok untuk produksi pelapisan material (misalnya pelapis kertas) [8]. Metode casting dilakukan dengan cara penuangan campuran plastik, setelah dingin komponen dilepaskan dan dikeluarkan dari cetakan dengan cara pin injector. Metode ini biasanya dilakukan secara manual dan sangat cocok untuk produksi skala kecil.
19
Universitas Sumatera Utara
2.9
ANALISA KARAKTERISTIK HASIL PENELITIAN
2.9.1 Analisa Karakteristik Pati a. Analisa Kadar Air Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga [64]. Semakin sedikit kadar air yang dikandung oleh bahan maka ketahanan terhadap mikroba maupun serangga akan semakin tinggi. Dalam penelitian ini menggunakan metode AOAC (Association of Analytical Communities) 1995 [53].
b. Analisa Kadar Abu Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Dalam bahan pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam
bahan
sangat
mempengaruhi
sifat
dari
bahan
tersebut. Kadar
abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral. Pengertian dari kadar mineral adalah ukuran jumlah komponen anorganik tertentu yang terdapat dalam bahan pangan seperti Ca, Na, K dan Cl. Kadar mineral dalam bahan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan metode AOAC (Association of Analytical Communities) 1995 [53].
c. Analisa Kadar Amilosa Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dalam 10 ml NaOH alkoholik (1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit hingga semua bahan larut, lalu didinginkan. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan kedalam labu takar 50 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Setelah itu, pati talas dipipet 1 mL lalu ditambahkan 1 mL asam asetat 1N dan 0,5 mL I2. Masing-masing larutan dianalisa absorbansi maksimum,
waktu
kestabilan
serta
kurva
standar
nya
menggunakan
Spektrofotometer [54].
20
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Analisa Sifat Pasting Perubahan sifat pasting pada setiap jenis pati selama penyimpanan ditentukan untuk mengetahui perubahan kemampuan pati dalam sampel mengalami gelatinisasi, yang dapat diketahui dengan menggunakan alat rapid visco analyzer (RVA). Rapid Visco Analyzer (RVA) memberikan hasil analisa secara sistematis berupa sifat pati yang terkandung dalam bahan. Dalam analisa RVA penentuan sifat viskositas yang terdapat pada bahan, dilakukan berdasarkan parameter paste peak viscosity, trough, breakdown, final viscosity, set back dan peak time yang dibentuk bahan selama proses analisa RVA berlangsung [65]. Paste peak viscosity dalam analisa RVA merupakan parameter untuk mengetahui titik tertinggi atau nilai puncak viskositas yang dapat dicapai oleh produk, yang merupakan titik keseimbangan antara swelling (daya kembang) dan pelepasan polimer yang disebabkan karena peningkatan viskositas, peningkatan viskositas ini menunjukkan adanya proses gelatinisasi pati, selain itu parameter paste peak viscosity menunjukkan kapasitas atau daya ikat air yang dapat dikorelasikan dengan kualitas akhir suatu produk. Setelah mencapai titik puncak viskositas, produk akan mengalami tahap penurunan viskositas yang ditentukan dengan parameter trough yang merupakan nilai viskositas terendah setelah suatu produk mengalami peak viscosity [66]. Parameter breakdown merupakan selisih nilai yang dibentuk pada peak viscosity dan trough yang dicapai produk. Parameter breakdown tersebut menunjukkan nilai kekuatan viskositas suatu produk selama proses pemanasan pada suhu maksimal (± 95 oC). Kemudian parameter final viscosity yang dibentuk produk merupakan nilai viskositas akhir suatu produk setelah mengalami penurunan suhu (pendinginan) ± 50oC. Pada tahap ini produk mengalami retrogradasi molekul pati. Parameter final viscosity sering digunakan sebagai parameter produk yang ditunjukkan dengan kemampuan produk dalam membentuk pasta atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan. Parameter set back merupakan selisih nilai dari final viscosity dan paste peak viscosity. Hasil yang diperoleh pada parameter set back tersebut dapat dikorelasikan dengan
21
Universitas Sumatera Utara
tekstur produk. Bila nilai set back tinggi akan mengindikasikan semakin mudahnya suatu produk mengalami syneresis (keluarnya cairan dari produk) [66].
2.9.3 Analisa Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Kekuatan tarik adalah tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh material sebelum material tersebut putus. Istilah ini didefinisikan untuk sebagian besar plastik [38]. Pengukuran Uji kekuatan tarik dilakukan berdasarkan ASTM D882 dengan ketentuan model Ultimate Tensile Machine (UTM). Kondisi spesimen yang di uji pada suhu 23±2oC dan 50 % kelembaban relatif. Dimensi untuk tes ini disarankan ketebalan tidak lebih dari 1 mm yang mana dengan panjang ukuran 50 mm [39]. Kekuatan tarik dihitung dengan membagi gaya maksimum dalam Newton (atau pound-force) dengan luas penampang minimum dalam meter persegi (atau inci persegi). Hasil dinyatakan dalam pascal (atau pound-force per square inch)
2.9.4 Perpanjangan saat putus (Elongation at Break) Elongasi adalah peningkatan panjang material saat diuji dengan beban tarik, dinyatakan dalam satuan panjang, biasanya inci atau millimeter. Persen elongasi adalah pemanjangan benda uji yang dinyatakan sebagai persen dari panjangnya. Percent elongation at break adalah persen pemanjangan pada saat putusnya benda uji Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan kekuatan tarik yaitu dilakukan berdasasrkan ASTM D882 dengan ketentuan model Ultimate Tensile Machine (UTM) [39]. Perpanjangan saat putus dinyatakan dalam persentase melalui perhitungan berikut: Elongasi (%) =
× 100%
2.9.5 Analisa Gugus Fungsi (uji FTIR) Fourier Transform Infrared (FTIR) spektroskopi adalah teknik yang digunakan untuk menentukan sifat kualitatif dan kuantitatif dari molekul dalam bentuk padat, cair atau gas sampel organik atau anorganik. Ini adalah metode
22
Universitas Sumatera Utara
cepat dan relatif murah untuk analisis padatan yang kristal, mikrokristal, amorf, atau film. Sampel dianalisis dari skala mikron hingga skala kilometer, dapat dilakukan kapanpun dibutuhkan, dan relatif mudah. Keuntungan lain dari teknik ini adalah bahwa alat itu juga dapat memberikan informasi tentang unsur-unsur ringan (misalnya, H dan C) dalam zat anorganik. FTIR Laboratorium digunakan oleh geokimia untuk menentukan struktur mineral untuk mengukur konsentrasi unsur yang mudah menguap, substitusi isotop dan perubahan struktural dalam mineral alami dan sintetis, untuk memeriksa asal warna dan sifat mineral, untuk memeriksa sifat termodinamika dan transportasi bahan geologi [40].
2.9.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempelajari atau mengamati rincian bentuk maupun struktur mikro permukaan suatu objek yang tidak dapat dilihat dengan mata atau dengan mikroskop optik. SEM digunakan untuk mengamati struktur micron, topografi, morfologi, fraktografi sampel padatan dari bahan logam, polimer atau keramik. Hasil analisis SEM juga memperlihatkan penyebaran partikel pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pada matriks tersebar dengan merata atau tidak [41].
2.9.7 Uji Penyerapan Air (Water-Absorption) Water-absorption dalam bioplastik merupakan kemampuan bioplastik dalam menyerap air dalam waktu tertentu. Water-absorption pada bioplastik merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan bioplastik di luar ruangan. Semua polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Water-absorption pada bioplastik memiliki beberapa pengaruh dalam propertiesnya dan kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface bioplastik serta menurunkan sifat mekanikal bioplastik seperti kekuatan tariknya. Karena itu, pengaruh dari water-absorption sangat vital untuk penggunaan bioplastik dari serat alami dilingkungan terbuka [34].
23
Universitas Sumatera Utara
2.9.8 Uji Biodegradasi Biodegradasi adalah penurunan sifat-sifat
dikarenakan oleh aksi
mikroorganisme alam seperti bakteri dan fungi. Biasanya disebabkan adanya serangan kimia oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme sehingga dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer [61]. Di dalam tanah terdapat berbagai macam komponen organik maupun komponen anorganik dan juga terdapat mikroorgaisme. Mikroorganisme mempunyai peranan penting dalam penguraian semua material organik termasuk biopolimer. Mikroorganisme yang mempunyai peranan dalam perombakan bahanbahan organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana antara lain bakteri, fungi, dan aktinomisetes [62]. Pengujian bidegradasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode penguburan tanah dan degradasi mikrobial dengan mikroorganisme. Biodegradasi dalam lingkungan dapat dideskripsikan dengan persamaan kimia seperti berikut [63]: Polimer + Bakteri → CO2 + H2O + Biomassa + Residu
(2.7)
EM4 adalah kultur campuran mikro yang terdiri dari bakteri lactobacillus, Antinomyces, Streptomyces, ragi jamur dan bakteri fotosentik yang bekerja saling menunjang dalam dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi bahan organik dengan molekul EM4 berlangsung secara fermentasi baik dalam keadaan aerob maupun anaerob. Bakteri-bakteri ini akan mendegradasi bioplastik yang mengandung pati dengan cara memutuskan rantai polimer menjadi monomermonomernya melalui enzim yang dihasilkan dari bakteri tersebut. Proses ini akan menghasilkan senyawa-senyawa organik berupa asam amino, asam laktat, gula, alkohol, vitamin, protein, dan senyawa organik lainnya yang aman terhadap lingkungan [64].
24
Universitas Sumatera Utara