7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Lean Konsep lean pertama kali dirumuskan oleh Toyota, pada prinsipnya konsep
lean dalam berpikir atau lean thinking merupakan : (1) konsep berpikir untuk mencari cara dalam penciptaan value tanpa interupsi, efektif dan efisien sehingga dalam kegiatannya perusahaan dapat mengeliminasi waste dan (2) dengan adanya keadaan dan keinginan untuk mengeliminasi pemborosan, mengurangi biaya yang diakibatkannya, dan juga employee empowerment. Lean thinking menyediakan cara untuk melakukan lebih dengan semakin sedikit usaha manusia, peralatan, waktu dan ruang, tetapi semakin dekat dengan keinginan konsumen. Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Lean production sangat efektif dan terbukti berhasil untuk menciptakan suatu proses produksi menjadi lebih lancar, efektif, dan efisien dengan model one piece flow, continuous improvement, dan pull production. Sedangkan kamus APICS edisi
8
10 mendefinisikan lean production sebagai sebuah filosofi dalam sistem produksi yang menitikberatkan pada usaha untuk meminimasi jumlah sumber daya (termasuk waktu) yang digunakan pada aktivitas produksi di sebuah perusahaan tertentu. Menurut Womack dan Jones (2003) penerapan dari filsofi lean didasarkan pada 5 prinsip utama yaitu: 1. Define value from the prespective the customer, value didefinisikan oleh end customer, artinya identifikasi terhadap kebutuhan customer dan kemampuan menciptakan nilai dari sudut pandang customer. Hal tersebut merupakan salah satu competitive advantage yang harus dimiliki oleh perusahaan. 2. Identify value stream, setelah kebutuhan customer sudah didapatkan, maka proses identifikasi terhadap value stream menjadi hal yang sangat penting. Dengan value stream seluruh aktivitas produksi dipahami dan diukur. 3. Continuous flow process, merupakan usaha untuk menghilangkan waste dengan membuat proses berjalan atau continuous flow process. Konsep dari Continuous flow process adalah membuat produk pada waktu dibutuhkan mengalir satu – satu dari sati stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya tanpa adanya waktu tunggu. 4. Pull system, merupakan system yang berfokus pada kebutuhan customer dimana hanya membuat produk sesuai yang dibutuhkan customer dan pada waktu yang tepat. 5. Strive to perfection, selalu berusaha mencapai kesempurnaan dengan menghilangkan waste secara bertahap dan berkelanjutan.
9
Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika diterapkan dengan proses improvement yang berkelanjutan. Bagian teknik tertentu akan dikembangkan, sehingga tools tersebut akan memiliki dampak terhadap investasi. Dengan pengembangan ini, akan mengurangi waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana pengiriman material hanya pada waktu dan tempat yang dibutuhkan. Pemikiran dasar yang mendasari penghilangan pemborosan ini untuk mendorong persaingan yang bermanfaat didalam organisasi yang dipelopori oleh Chief Engineer Toyota, Taiichi Onho dan sensi Shigeo Shingo dan pada dasarnya diorientasikan pada produktifitas kualitas. Alasannya adalah bahwa perbaikan produktifitas dari lead ke perampingan (Lean) operasi yang dapat membantu untuk mengetahui lebih jauh pemborosan dan masalah dalam hal kualitas didalam system. Demikian halnya pemecahan secara sistematik pada pemborosan juga merupakan pemecahan secara sistematik pada faktor-faktor yang mendasari kualitas yang buruk (Poor Quality) dan sebagai dasar Management Problems atau masalah manajemen. Proses manufaktur yang bersifat ramping (Lean Manufacturing) merupakan suatu sistem produksi menggunakan energi dan pemborosan yang sangat sedikit untuk memenuhi apa yang menjadi keinginan konsumen. Tujuan dari manajemen Lean adalah mengeliminasi pemborosan atau aktifitas yang tidak bernilai tambah dari
10
suatu proses sehingga aktifitas-aktifitas sepanjang aliran proses mampu menghasilkan Value (nilai). Melalui eliminasi pemborosan ini, Lean menunjukkan kemampuannya yang dapat diaplikasikan dalam sebuah usaha baru tanpa menambah orang, dan peralatan modal, tanpa mempengaruhi usaha yang ada dan tanpa mempekerjakan sumber daya yang ada melebihi kapasitas jumlahnya. Sistem produksi tradisional dikenal sebagai “berkelompok dan mengantri” (batch and queue), yang berasal dari prinsip skala ekonomi. Pada sistem ini akan ditemui sebuah kondisi dimana tingkat produksi yang tinggi, pengelompokan dalam ukuran besar, dan waktu antri yang lama, tanpa adanya penambahan in value. Lean Management menekankan pada pengelompokan dalam ukuran kecil dan pada akhirnya menjadi aliran tunggal, seperti halnya pada sebuah control dalam sistem produksi yaitu suatu sistem pengendalian yang tidak terpusat, jumlah prediksi tiap tahap proses ditentukan oleh jumlah nyata yang dipakai tahap proses selanjutnya. Lima tahap proses pemikiran secara ramping adalah sebagai berikut :
Identify Value and V l Eliminasi Waste
St
PURSUE PERFECTION
Create Continous Flow
(Non Value Added) Help Customer Pull Process Output
Gambar 2.1 Lima tahap proses pemikiran lean
11
Berikut merupakan tahap-tahap proses pemikiran lean : 1. Pengidentifikasian Nilai dan Aliran Proses (Identify Value and Value Stream) Pada tahap ini diidentifikasi semua langkah yang dibutuhkan untuk mendesain, memesan, dan menghasilkan produk pada seluruh aliran proses untuk mengetahui pemborosan yang tidak memberi nilai tambah. 2. Menciptakan Aliran Yang Berkelanjutan (Create Continous Flow) Pada tahap ini semua tindakan yang memberi nilai tambah dibuat dalam suatu aliran yang continous (Terus-menerus / Tak terputus). 3. Membantu Pelanggan Menarik Hasil Proses (Help Customer Pull Process Output) Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas-aktifitas penting yang digunakan untuk membuat atau memenuhi keinginan pelanggan. 4. Mengeliminasi Pemborosan (Eliminasi Waste) Pada tahap ini dilakukan eliminasi terhadap waste yang terjadi. 5. Menuju Penyempurnaan (Pursue Perfection) Perbaikan yang telah dilakukan sebaiknya dilakukan secara terus-menerus sehingga pemborosan yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.
12
Tabel 2.1 Pendeskripsian Produksi Lean
Tenaga Kerja
PRODUKSI
PRODUKSI
PRODUKSI
SPESIALIS
MASSA
LEAN
Memiliki skill tinggi dalam
Tenaga kerja dibagi dalam
Tim kerja yang fleksibel
mendwsain, operasi mesin
divisi-divisi, peningkatan
terhadap proses, peningkatan
dan fitting, tenaga ahli
tanggung jawab
tanggung jawab pada semua tenaga kerja dalam organisasi
Organisasi
Terdesentralisasi tetap,
Integrasi vertical, organisasi
Jaringan kerja antara supplier
terpusat, parts didesain dan
terpusat, teknik desain dan
dengan teknik desain,
dibuat oleh mesin shop kecil,
produksi pada 1 tempat
perbaikan sepanjang
dikoordinasi oleh pemilik
Alat-alat
Peralatan atau mesin dengan
rangkaian penyediaan
Mesin Khusus
tujuan umum Produk
Peralatan atau mesin dengan tujuan umum
Produksi dengan volume
Produksi dengan volume
Siklus hidup produk
sangat rendah – 1000 atau
tinggi, Siklus hidup produk
mengalami penurunan
lebih rendah per tahunnya
panjang
cenderung pendek
Untuk mengaplikasikan lean kita harus memahami konsumen dan nilai mereka. Untuk memfokuskan pada hal ini maka perlu untuk mendefinisi value stream yang terjadi didalam perusahaan. Menurut Hines & Taylor value stream adalah segala aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Untuk memuaskan konsumen maka waste yang terjadi dalam value stream perlu dihilangkan atau dikurangi.
13
Lean yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan disebut sebagai lean enterprise sementara yang diterapkan pada perusahaan manufaktur disebut lean manufacturing sedangkan yang diterapkan pada bidang jasa disebut sebagai lean service. Terdapat beberapa prinsip pada lean manufacturing. Prinsip – prinsip pada lean manufacturing dengan produk berupa barang : 1.
Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan.
2.
Identifikasi value stream untuk setiap produk.
3.
Eliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran proses setiap produk agar nilai dapat mengalir tanpa henti
4.
Menetapkan sistem tarik (pull system) menggunakan kanban yang memungkinkan pelanggan menarik nilai dari produsen.
5.
Mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous improvement).
Aktivitas produksi yaitu mengubah bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi adalah kegiatan yang memberikan nilai tambah. Nilai tambah tersebut harus dikaitkan dengan perspektif pelanggan. Artinya, perubahan bahan baku menjadi produk jadi adalah sesuatu yang punya nilai bagi pelanggan karena produk
14
tersebut punya fungsi atau bisa dimanfaatkan oleh pelanggan. Kegiatan memindahkan material tidak memberikan nilai tambah namun sering kali tidak bisa dihilangkan kecuali dengan melakukan perombakan dramatis pada tata letak fasilitas produksi. Demikian halnya dengan kegiatan transportasi dan penyimpanan. Kedua kegiatan ini tidak memberikan nilai tambah namun sering kali dilakukan. Pada lingkungan manufaktur atau logistik dimana yang dominan adalah aktivitas fisik., aktivitas non-value adding biasanya dominan. Secara umum, menurut Hines dan Taylor , rasio ketiga jenis aktivitas di atas adalah sebagai berikut : a. 5% aktivitas yang memberikan nilai tambah b. 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (dan mungkin bisa dikurangi) c. 35% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah namun perlu dilakukan Seperti yang tercantum dalam The Toyota Way (2006), menghilangkan pemborosan atau Muda (dalam istilah bahasa Jepang) menjadi fokus dari upaya lean manufacturing. Namun ada dua M lain yang sama pentingnya untuk membuat lean manufacturing berjalan. Ketiga M tersebut adalah : 1. Muda – tidak menambah nilai Merupakan tujuh pemborosan aktivitas yang tidak berguna yang dapat memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan, menciptakan kelebihan persediaan atau berakibat pada waktu menunggu.
15
2. Muri – memberi beban berlebih pada orang atau peralatan Memanfaatkan mesin atau orang di luar batas kemampuannya. Membebani orang secara berlebih menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebihan menyebabkan kerusakan dan produk cacat. 3. Mura – ketidakseimbangan Muda merupakan akibat dari Mura. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi karena masalah kerusakan mesin, kekurangan komponen atau produk cacat.. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material dan orang untuk melakukan tingkat produksi yang tertinggi.
Gambar 2.2 Tiga M (Muda, Muri, Mura)
2.2
16
Waste Waste atau pemborosan didefinisikan sebagai seluruh aktivitas yang
mengkonsumsi waktu, sumber daya serta ruang tetapi tidak berkontribusi untuk memuaskan kebutuhan konsumen. 2.2.1 Tujuh jenis waste Hal yang utama jadi perhatian dalam menciptakan suatu proses produksi yang efektif dan efisien adalah meminimalkan atau menghilangkan Non-value adding dan Necessary but Non-value adding dimana kedua aktivitas tersebut menimbulkan waste. Sesuai dengan konsep Lean yang bertujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan waste, Menurut Gazpers (2002) terdapat seven waste dalam proses produksi yang didefinisikan dengan istilah E-DOWNTIME©, yang dijabarkan sebagai berikut: 1.
Produksi berlebihan (Overproduction) Merupakan kegiatan produksi yang berlebihan dalam arti memproduksi produk yang melebihi kebutuhan atau memproduksi produk lebih cepat dari jadwal yang dibuat. Hal ini menyebabkan aliran informasi atau barang menjadi tidak lancer sehingga dapat menghambat kualitas dan
17
produktivitas. Overproduction juga menimbulkan WIP yang banyak serta inventory berlebih. 2.
Kecacatan (Defects) Dapat diartikan sebagai cacat/rusak pada produk atau tidak sesuai spesifikasi, terjadinya kesalahan yang berulang kali pada proses pengerjaan, atau rendahnya peformansi pengiriman barang. Defects ini mengakibatkan timbulnya biaya serta tingginya complain dari konsumen karena ketidakpuasan terhadap produk.
3.
Persediaan yang tidak perlu (Unnecessary inventory) Merupakan penyimpanan dan penundaan produk yang berlebihan dan delay informasi produk atau material. Unnecessary inventory ini cenderung meningkatkan lead time dan menambah kebutuhan akan space atau ekspansi gudang sehingga akan menyebabkan peningkatan biaya dan penurunan pelayanan terhadap konsumen.
4.
Proses yang tidak tepat (Inappropriate processing) Proses kerja yang dilakukan dengan menggunakan prosedur atau sistem yang tidak tepat, penggunaan peralatan atau mesin yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dalam suatu operasi kerja.
18
5.
Tranportasi yang tidak perlu (Excessive transportation) Terjadinya pergerakan yang berlebihan dari manusia, informasi, produk atau material sehingga menimbulkan pemborosan waktu, usaha dan biaya. Transport adalah proses pemindahan material atau work in process dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya. Dapat dikatakan pula transport merupakan kegiatan yang penting tapi tidak menambah nilai suatu produk. Salah satu indikasi pemborosan ini berkaitan dengan layout lantai produksi dan fasilitas penyimpanan, sehingga menyebabkan jarak tempuh yang jauh ketika melakukan perpindahan dan kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan penurunan kualitas produk.
6.
Menunggu (Waiting) Merupakan kondisi dimana terjadi ketidak aktifan manusia, informasi, material atau produk dalam periode yang cukup lama sehingga menyebabkan aliran terganggu dan memperpanjang lead time. Selang waktu saat operator menunggu aliran produk dari proses sebelumnya dapat disebut sebagai waiting. Kegiatan menunggu ini dapat disebabkan karena kecepatan produksi pada satu stasiun kerja lebih cepat atau lambat dari pada stasiun kerja lainnya.
19
7
Gerakan yang tidak perlu (Unnecessary motion) Terjadi ketika operator melakukan pergerakan yang kurang perlu sehingga menyebabkan proses menjadi lambat dan lead time akan lama. Pergerakan yang kurang perlu ini seperti pencarian komponen yang tidak terdeteksi
tempat
penyimpanannya,
gerakan
tambahan
dalam
pengoperasian mesin. Dapat disebabkan oleh buruknya kondisi tempat kerja yang menyebabkan rendahnya tingkat ergonomic dan ketidak konsistensian work method. Tujuh pemborosan tersebut sedapat mungkin dikurangi secara terus menerus sehingga tercipta sistem yang lean. Namun karena masing-masing pemborosan tersebut berbeda karakteristiknya, diperlukan pendekatan yang berbeda-beda untuk menguranginya. Namun secara keseluruhan pengurangan pemborosan tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempelajari dan mengerti proses saat ini dan mengerti pemborosan apa yang dominan di masing-masing lokasi proses. Ini kemudian diikuti dengan identifikasi potensi perbaikan dan membuat apa yang dinamakan to be process, yakni konfigurasi proses yang diinginkan. Skala perubahan yang harus dilakukan tergantung pada perbedaan antara apa yang terjadi sekarang (as is) dan proses yang diinginkan (to be). Dari ketujuh waste yang telah diidentifikasi diatas akan dicari asal-usul penyebabnya dengan cara memetakan aliran nilai (value stream) yang terjadi di
20
dalam proses produksi berlangsung. Tool yang digunakan untuk memetakan aliran nilai (value stream) yang terjadi dalam proses pembuatan produk adalah menggunakan Value Stream Analysis Tools (VALSAT). 2.2.2
Tiga kategori waste Rawabdeh (2005) mengelompokkan ketujuh waste ke dalam tiga kategori
yang terkait dengan man, machine, dan material. Kategori man meliputi motion, waiting, dan
overproduction. Kategori machine meliputi overprocessing dan
overproduction, sedangkan kategori material meliputi transportation, inventory, dan defects. Ketiga kategori tersebut berupa aktivitas atau kondisi yang pada akhirnya mempengaruhi money (biaya). Seperti terlihat pada gambar 2.3 berikut :
MAN
MACHINE
MATERIAL
Tranportation
Motion
Over Production
Waiting
Over Processing
Defects
MONEY
Inventory
Gambar 2.3 Tiga kategori waste ( Rawabdeh, 2005)
2.2.3
21
Seven waste relationships Ketujuh jenis waste yang didefinisikan oleh Shigeo Shingo bersifat inter-
dependent dan masing-masing memiliki suatu pengaruh terhadap jenis lainnya atau secara bersamaan dipengaruhi oleh jenis yang lainnya. Seperti terlihat pada gambar 2.4, pada jenis waste overproduction yang mempengaruhi timbulnya jenis waste inventory. Waste overproduction ini menghabiskan dan memerlukan jumlah raw material yang banyak, untuk itu perlu untuk penyimpanan raw material dan produksi lebih banyak. Hal ini dapat menghabiskan space lantai, karena penyimpanan raw material dan work-in-process ini dianggap sebagai bentuk inventory untuk sementara waktu. Hubungan diantara waste ini sangatlah kompleks karena pengaruh dari tiap jenis terhadap yang lainnya dapat tampak secara langsung ataupun tidak langsung. Seperti pada gambar 2.4 berikut : O ver P r o d u c tio n
W a itin g
In v e n to ry
P ro c e s s
D e fe c ts
T ra n s p o r ta tio n
M o tio n
Gambar 2.4 Seven Waste Relationships (Rawabdeh, 2005)
2.3
22
Jenis – jenis Aktivitas Terkait dengan waste atau pemborosan, maka diperlukan pula pemahaman
atas ketiga tipe operasi atau aktivitas yang dikerjakan pada suatu perusahaan. Khususnya dalam suatu prose produksi, ketiga tipe aktivitas tersebut adalah : 1. Non-Value Adding (NVA) Merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dilihat dari pandangan customer dan merupakan suatu waste (pemborosan) dimana aktivitas ini harus dikurangi atau dihilangkan. Contohnya adalah waiting time, menumpuk WIP, dan double handling. 2. Necessary but Non-Value Adding (NVA) Merupakan aktifitas yang tidak menambah nilai tambah tetapi mungkin akan penting bagi proses yang ada. Contohnya adalah aktivitas berjalan untuk pengambilan parts, unpacking deliveries dan memindahkan tool dari satu tangan ke tangan yang lain. Untuk meminimalkan tipe operasi ini dapat dilakukan hal seperti membuat perubahan pada prosedur operasi menjadi lebih sederhana dan mudah seperti perubahan layout, kerjasama dengan supplier. 3. Value Adding (VA) Merupakan aktivitas yang memberikan nilai tambah pada suatu material atau produk yang diproses.
23
2.4
Uji Kecukupan Data Untuk menentukan jumlah sampel maka digunakan rumus sebagai berikut:
n
N
N .
Dimana: n
2
d
1
=Jumlah sampel
N =Jumlah populasi
d
2.5
2
=Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan.
Uji Validitas
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
r =
N ( X )(Y ) ( X )( Y )
N X
2
X N Y Y 2
2
2
dimana :
r
= Koefisien korelasi yang dicari
N
= Jumlah responden
X
= Skor tiap-tiap variabel
24
Y
= Skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.
2.6
Uji Reliabilitas
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian. Rumus Alpha : 2 k b r 11 = 1 1 2 (k 1)
dimana : r 11
= Reliabilitas instrumen
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
b 2 = Jumlah varians butir 1 2 = Varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
2.7
25
Big Picture Mapping
Big picture mapping merupakan suatu tool yang digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan beserta value stream yang terdapat pada perusahaan. Gambaran ini digunakan untuk dapat menvisualisasikan aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, mengidentifikasikan keberadaan waste serta menggambarkan lead time yang dibutuhkan berdasarkan masing – masing karakteristik proses yang terjadi. Secara umum Big picture mapping didefinisikan sebagai suatu pemetaan proses pada level yang mencakup proses secara luas tetapi dengan tingkat detail masih rendah. Terdapat lima langkah dalam pembuatan Big picture mapping, yaitu sebagai berikut : 1. Identifikasi keseluruhan kebutuhan konsumen seperti jumlah produk yang dibutuhkan oleh konsumen, jumlah produk yang dikirim dalam suatu waktu, frekuensi pengiriman, pola pemesanan dan hal lain yang relevan. 2. Penggambaran aliran informasi seperti informasi dari konsumen pada perusahaan (peramalan, pembatalan dll), pihak mana yang menangani informasi tersebut, berapa lama informasi tersebut muncul hingga diproses. 3. Penggambaran aliran fisik seperti waktu tunggu sebelum pesanan dikirim, pola pengiriman. Aliran fisik tersebut dari arah supplier, sedangkan dari internal perusahaan seperti dititik mana dilakukan proses inspeksi,waktu siklus tiap titik, berapa banyak produk yang dibuat dan dipindahkan tiap titik,
26
waktu penyelesaian tiap operasi, waktu berpindah distasiun kerja, serta titik bottleneck yang terjadi. 4. Penghubungan antara aliran informasi dan aliran fisik seperti rencana produksi yang diuraikan menjadi jadwal produksi yang digunakan, instruksi kerja bagi operator di lantai produksi, dari dan untuk apa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik. 5. Pelengkapan peta dengan informasi lead time, value adding time dari keseluruhan proses yang ditempatkan dibawah gambaran aliran yang dibuat. Simbol – symbol yang digunakan dalam Big picture mapping adalah sebagai berikut :
Gambar 2.5 Simbol Big Picture Mapping (Google.com/ big picture mapping)
27
Contohnya penggambaran sistem secara keseluruhan dengan Big Picture Mapping dapat dilihat seperti gambar berikut :
Gambar 2.6 contoh Big Picture Mapping (Google.com/ big picture mapping)
2.8
Value Stream Mapping
Value stream mapping merupakan tool yang digunakan untuk memetakan value stream secara detail. Value stream didefinisikan sebagai aktivitas – aktivitas khusus dalam suatu supply chain yang diperlukan untuk perancangan, pemesanan dan penetapan suatu spesifik produk atau value. Value stream mapping digunakan tidak hanya untuk memetakan aliran material tetapi juga aliran informasi. Pemetaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi tahapan – tahapan value added dan non value added, selanjutnya mengeliminasi waste yang ditemukan. Berikut tujuh tools detailed mapping value stream yang umum digunakan yaitu :
28
1. Process Activity Mapping Process activity mapping umumnya digunakan pada aktivitas dilantai produksi. Namun penggunaanya tidak hanya pada lingkup perusahaan tetapi juga pada area lain dalam supply chain. Konsep dasar tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori seperti operasi, transportasi, inspeksi, delay dan storage. Kemudian mengelompokkanya kedalam tipe aktivitas yaitu value adding activities, necessary non value adding activities dan non value adding activities, lima tahapan pada Process Activity Mapping adalah : 1) Pemahaman akan aliran proses 2) Identifikasi waste 3) Pertimbangkan apakah proses dapat rearrange menjadi rangkaian yang lebih efisien. 4) Pertimbangkan aliran yang lebih baik dengan mengikutsertakan aliran layout yang berbeda serta rute transportasi. 5) Pertimbangkan apakah semua yang telah dilakukan pada tiap – tiap proses benar – benar diperlukan dan apa yang terjadi jika hal yang berlebihan dihilangkan.
29
2. Supply Chain Response Matrix Supply chain response matrix merupakan grafik hubungan antara lead time inventory, sehingga dapat diketahui kenaikan atau penurunan tingkat persediaan yang terjadi pada lead time pada area supply chain. Pada grafik ini terdapat 2 axis yaitu pada vertikal axis yang menunjukkan rata – rata jumlah inventory pada spesifik poin dalam supply chain, sedangkan horizontal axis menunjukkan kumulatif lead time dari produk baik internal maupun eksternal. Supply chain response matrix ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan service level kepada konsumen setiap jalur distribusi dengan biaya rendah. 3. Production Variety Funnel Production variety funnel merupakan teknik pemetaan visual dengan melakukan plot pada sejumlah variasi produk yang dihasilkan dalam tiap tahapan proses manufaktur. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi titik dimana sebuah produk diproses menjadi beberapa produk yang spesifik serta membantu menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat perubahan untuk proses dari produk. 4. Quality Filter Mapping Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasi permasalahan kualitas pada supply chain dan selanjutnya untuk menciptakan tingkat kualitas
30
baik internal maupun eksternal semaksimal mungkin seperti keinginan konsumen. Terdapat tiga tipe cacat kualitas yang dapat digambarkan yaitu : 1. Product defect yaitu cacat fisik produk yang lolos proses inspeksi hingga sampai ketangan konsumen. 2. Scrap defect yaitu cacat fisik produk yang berhasil diidentifikasikan pada proses inspeksi. Cacat jenis ini sering disebut juga dengan internal defect. 3. Service defect yaitu permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan. Hal yang terkait dengan cacat kualitas pelayanan seperti ketidaktepatan waktu pengiriman (terlambat atau terlalu cepat), permasalahan dokumentasi, kesalahan proses packing
maupun
labeling,
kesalahan
jumlah
(quantity),
dan
permasalahan faktur. 5. Demand Amplification Mapping Demand
amplification
mapping
merupakan
pemetaan
untuk
memvisualisasikan perubahan demand sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Pada pemetaan ini, vertikal axis menggambarkan jumlah demand sedangkan horizontal axis menggambarkan interval waktu. Tool ini dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan analisa lebih lanjut baik untuk mengantisipasi adanya perubahan permintaan memanage
31
fluktuasi, mengevaluasi kebijakan batch sizing dan penjadwalan serta evaluasi kebijakan inventory. Mapping ini digambarkan dalam bentuk grafik yang mendeskripsikan jumlah produk untuk tiap – tiap stage pada waktu tertentu dalam proses produksi. 6. Decision Point Analysis Decision point analysis merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan demand actual dan setelah titik ini selanjutnya produk dibuat dengan melakukan forecast. 7. Physical Structure Physical structure merupakan tool yang dapat digunakan untuk memahami sebuah kondisi supply chain di industri. Hal ini diperlukan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan adanya pemahaman tersebut kondisi industri, bagaimana operasi dapat dimengerti. Dan dapat mengarahkan perhatian pada area yang mungkin belum mendapatkan perhatian yang cukup. Pemakaian tools yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan itu sendiri dan dilakukan dengan menggunakan value stream mapping tools seperti pada table 2.2 berikut :
32
Table 2.2. Value Stream Analysis Tools process activity
supply chain
production variety
quality filter
demand amplification
decision point
phisical
waste/structure
mapping
response matrix
funnel
mapping
mapping
analysis
structure
over production
L
M
L
M
M
waiting
H
H
M
M
transportation
H
unappropriate
H
L
L M
L
L
processing unnecessary
M
H
H
L
M
H
inventory unnecessary motion defects
Notes : H
L
: high correlation and usefulness
M
: medium correlation and usefulness
L
: low correlation and usefulness
Keterangan : H (high correlation)
H
: faktor pengali = 9
M (medium correlation)
: faktor pengali = 3
L (low correlation)
: faktor pengali = 1
M
L
2.9
33
Value Stream Analysis tools
Value stream analysis tools (VALSAT) merupakan metodologi dinamis yang digunakan untuk membuat value stream yang efektif. Metodologi ini secara signifikan memiliki kelebihan dari pada metode tradisional analisa pendekatan perbaikan. Pendekatan VALSAT mampu mencakup pengukuran subyektif dan obyektif untuk dimasukkan dalam suatu perhitungan. Gambarkan dasar dari metode ini dapat dilihat seperti gambaran dasar dari metode ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.6 sebagai berikut : waste structure
weight
tools [B]
competitor analysis
[A]
[E]
[C]
[D]
total weight
[F]
Gambar 2.7
Matriks seleksi untuk pemilihan value stream mapping tool.
Pada gambar matriks tersebut, kolom A berisi tujuh waste yang terjadi pada perusahaan. Pada kolom E terdapat pembobotan dari masing – masing waste yang didapatkan dari hasil kuisioner yang diisi oleh bagian yang terkait. Kolom B merupakan tools pada value stream mapping. Kolom C adalah korelasi antara kolom A dan B dimana nilai korelasi antar keduanya ada 3 macam yaitu high correlation dengan bobot 9, medium correlation dengan bobot 3, low correlation bobot 1. Selanjutnya masing – masing bobot dikalikan dengan bobot yang ada pada kolom D setelah didapatkan hasilnya maka dijumlahkan dan diletakkan pada kolom E .
34
2.10
Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat juga sering juga disebut diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa adalah suatu diagram yang terdiri dari garis dan design symbol yang menunjukkan arti hubungan antara sebab dan akibat. Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem / masalah. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram. Kenapa diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan” karena kalau diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul. Diagram ini dimulai dengan akibat sebuah masalah dan membuat daftar terstruktur dari penyebab – penyebab potensial. Diagram ini berguna untuk : 1. Mengumpulkan ide dan masukan – masukan yang merupakan dasar dari brainstorming terstruktur. 2. Mengelompokkan penyebab – penyebab yang mungkin sehingga dapat diidentifikasi banyak kemungkinan daripada hanya menfokuskan pada beberapa area tipikal. 3. Membantu dimulainya fase analisa. Dengan menggunakan fishbone diagram dapat dilakukan identifikasi beberapa penyebab yang diduga menjadi penyebab utama.
35
Bentuk umum diagram sebab – akibat ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :
Fishbone Diagram Vincent Gasperz
M anpower
M edia
M ethods Akar Penyebab
A kar Penyebab
Akar Penyebab
AKIBAT
Akar Penyebab Akar Penyebab
A kar Penyebab
M achines
M aterials
M oney
Gambar 2.8 Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat Setiap akar dari penyebab masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip 5M, yaitu : 1. Manpower (tenaga kerja) Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih dan tidak berpengalaman), kekurangan dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dan sebagainya. 2. Machines (mesin - mesin) Berkaitan dengan tidak adanya sistem perawatan preventif terhadap mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, terlalu rumit, terlalu panas, dan sebagainya.
36
3. Methods (metode kerja) Berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dan sebagainya. 4. Materials (bahan baku dan bahan tambahan) Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan tambahan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan tambahan yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan tambahan tersebut, dan sebagainya. 5. Media (lingkungan dan waktu kerja) Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek – aspek kebersihan, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan yang kondusif, kekurangan alat penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan, dan sebagainya. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, media dan metode yang saat ini dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi menyimpang dan berpotensi terjadi problem. Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar penyebab terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan.
37
2.11
FMEA (failure mode effects analyses)
Failure mode adalah sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik kegagalan secara spesifikasi maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Dari failure mode ini kemudian dianalisis terhadap akibat dari kegagalan dari sebuah proses terhadap mesin setempat maupun proses lanjutan bahkan konsumen. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi dua yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang terjadi pada design proses produksi, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan. FMEA mengevaluasi penyebab terjadinya kegagalan yang berasal dari peralatan atau operasi-operasi yang tidak diperlukan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. FMEA bertujuan melakukan perbaikan dengan cara: 1. Mengidentifikasikan model-model kegagalan pada konsumen, peralatan dan system. 2. Menentukan akibat-akibat yang potensial pada peralatan, system yang berhubungan dengan setiap model kegagalan. 3. Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan dan system. Adapun tahapan-tahapan dari FMEA adalah : 1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa. 2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.
38
3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan defect potensial pads proses. 4. Mengidentifikasi potensial cause penyebab dari kesalahan/defect yang terjadi 5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan. 6. Menetapkan nilai nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point. 7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya. 8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurance, Detection). 9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan. 10. Buat Implementation action plan, lalu terapkan. 11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah yang sama. Adapun nilai severity, occurance dan detection dijelaskan pada tabel dibawah ini : 1. Severity Adalah suatu estimasi/perkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan itu / seberapa serius kondisi yang ditimbulkan oleh kegagalan.
39
Tabel 2.3. Nilai Severity Ranking
Kriteria
1
Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan).Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan meperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2
Mild severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintenance).
3
4 5 6 7 8
9 10
Moderate severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Potential safety problem (masalah keselamatan/keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.
2. Occurrence Adalah suatu perkiraan subyektif tentang probabilitas/peluang bahwa penyebab itu akan terjadi, akan mengakibatkan failure mode yang memberikan akibat tertentu
40
Tabel 2.4. Nilai Occurance Ranking
Kriteria Verbal
Tingkat Kegagalan/ Kecacatan
1
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan
1 dalam 1.000.000
2
Kegagalan akan jarang terjadi
1 dalam 20.000
3
Kegagalan akan jarang terjadi
1 dalam 40.000
4
Kegagalan agak mungkin terjadi
1 dalam 1.000
5
Kegagalan agak mungkin terjadi
1 dalam 400
6
Kegagalan agak mungkin terjadi
1 dalam 80
7
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
1 dalam 40
8
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
1 dalam 20
9
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
1 dalam 8
10
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
1 dalam 2
3. Detection Merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Tabel 2.5. Nilai Detection Ranking
Kriteria Verbal
Tingkat Kejadian Penyebab
1
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Spesifikasi akan dapat dipenuhi secara konsisten
1 dalam 1.000.000
2
Kemungkinan kecil bahwa spesifikasi tidak akan dipenuhi
1 dalam 20.000
3
1 dalam 40.000
41
Lanjutan Tabel 2.5. Nilai Detection Ranking
Kriteria Verbal
4
Kemungkinan bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang spesifikasi itu tidak dipenuhi.
5 6
7 8
9 10
Tingkat Kejadian Penyebab 1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80
Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif.
1 dalam 40
Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif.
1 dalam 8
1 dalam 21
1 dalam 2
(Gaspersz,2002)
2.12
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, andControl)
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan kegiatan bernilai tambah (value added). DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak menghasilkan nilai tambah (non value added). (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
42
a. DEFINE
Tahap Define adalah tahap pertama dari proses DMAIC, tahap ini bertujuan untuk menyatukan pendapat dari tim dan sponsor mengenai proyek yang akan dilakukan, baik itu ruang lingkup, tujuan, biaya dan target dari proyek yang akan dilakukan. Tools yang digunakan dalam tahapan Define yaitu :
1. Brainstorming
Suatu tools yang digunakan untuk menghasilkan ide dalam jangka waktu yang pendek, brainstorming juga merangsang kreativitas dalam berpikir tetapi tetap mempertimbangkan semua ide yang telah didapat.
2. Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)
SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer).
43
b. MEASURE
Tahap Measure bertujuan untuk mengetahui proses yang sedang terjadi, mengumpukan data mengenai kecepatan proses, kualitas dan biaya yang akan digunakan untuk mengetahui penyebab masalah yang sebenarnya. Tahapantahapan pada Measure yaitu :
1. Mengidentifikasi pemborosan Pada tahap ini waste diidentifikasi secara jelas. Hal ini diperlukan untuk mempermudah dalam pembuatan value stream map.
2. Menentukan tools yang dipakai dan membuat value stream mapping
Pembuatan value stream map, yaitu peta yang memperlihatkan proses nyata secara lebih rinci.
3. Melakukan pengumpulan data untuk perhitungan
Mengandung informasi yang lengkap seperti tahapan proses.
Pengumpulan semua data yang akan dibutuhkan untuk melakukan perhitungan pada tahap measure dengan mengalikan pembobotan waste dengan valsat. Tools yang digunakan dalam tahapan Measure adalah VALSAT. Value Stream Map yaitu
peta yang menggambarkan semua aliran yang terjadi pada suatu
proses baik itu informasi maupun fisik. Peta ini sangatlah kompleks bila
44
dibandingkan dengan peta yang lain tetapi peta ini paling lengkap dalam memberikan informasi mengenai proses dan biasayan digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan. Cara membuat value stream map :
1.
Tentukan produk individual atau pelayanan apa yang akan dibuat
2.
Gambarkan aliran proses yang terjadi dalam pembuatan produk atau layanan
Gambar 2.9 Tahapan 1 Value Stream Map Sumber : George, 2005
3.
Tambahkan aliran fisik/material yang terjadi
Gambar 2.10 Tahapan 2 Value Stream Map Sumber : George, 2005
45
4.
Tambahkan aliran informasi yang terjadi
Gambar 2.11 Tahapan 3 Value Stream MapSumber : George, 2005
5. Kumpulkan data proses dan hubungkan dengan kotakan pada gambar
Gambar 2.12 Tahapan 4 Value Stream MapSumber : George, 2005
46
6.
Verifikasi peta yang dihasilkan
Gambar 2.13 Simbol Value Stream Map Sumber : George, 2005 c. ANALYZE
Tujuan tahap Analyze adalah untuk memverifikasi penyebab yang mempengaruhi waste. Tahapan pada Analyze :
1. Megidentifikasi waste 2. Melakukan analisa data dan analisa proses. 3. Menentukan akar penyebab masalah 4. Menyusun prioritas akar penyebab permasalahan 5. Melakukan peninjauan ulang terhadap tahap Analyze
47
Tools yang digunakan dalam tahapan Analyze :
1. Cause and Effect Diagram
Cause Effect Diagram adalah suatu tools yang membantu tim untuk menggabungkan ide-ide mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. Diagram ini juga biasa disebut dengan diagram fishbone karena bentuknya yang seperti tulang ikan. Masalah yang terjadi dianggap sebagai kepala ikan sedangkan penyebab masalah dilambangkan dengan tulang-tulang ikan yang dihubungkan menuju kepala ikan. Tulang paling kecil adalah penyebab yang paling spesifik yang membangun penyebab yang lebih besar (tulang yang lebih besar).
Gambar 2.14 Cause Effect Diagram Sumber : Wedgwood, 2006
48
2. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
Yaitu suatu pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi kegagalan suatu produk, jasa atau proses sehingga bisa memperkecil akibat yang terjadi. FMEA ini bisa digunakan saat mendesign suatu sistem baru, merubah suatu sistem dll. Pada penelitian ini FMEA digunakan sebagai alat untuk mengetahui jenis kegagalan yang paling kritis sehingga memerlukan penanganan terlebih dahulu. Cara melakukan FMEA:
a)
Melakukan peninjauan terhadap proses atau produk yang akan diteliti
b)
Melakukan brainstorming terhadap kegagalan yang mungkin tejadi
c)
Tulis akibat yang akan terjadi dari setiap kegagalan yang mungkin terjadi
d)
Hitung nilai Severity dan Occurance dari kegagalan tersebut. Severity (keparahan) merupakan tingkat/ rating yang mengindikasikan keseriusan efek dari jenis kegagalan potensial sedangkan Occurrence yaitu rating yang berhubungan dengan probabilitas terjadinya kegagalan.
e)
Tulis bentuk control yang yang sudah dilakukan terhadap jenis kegagalan serta hitung nilai detectionnya. Control merupakan tindakan yang diambil untuk mengontrol terjadinya kegagalan. Detection adalah rating yang berhubungan dengan kemungkinan
49
bahwa control proses yang ada akan mendeteksi suatu jenis kegagalan pelayanan sebelum sampai kepada pelanggan. f)
Hitung nilai RPN untuk setiap akibat kegagalan dengan cara mengalikan nilai Severity dan Occurance serta Detection
g)
Gunakan nilai RPN untuk menentukan kegagalan mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu
h)
Buat rencana untuk mengurangi atau menghilangkan akibat yang muncul jika kegagalan tersebut terjadi.
d. IMPROVE
Tujuan tahap Improve adalah menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah sebagai rekomendasi perbaiikan waste. Tahapan yang dilakukan pada Improve :
1. Mencari solusi potensial
Mendokumentasikan semua solusi, analisa statistik atau tools lain yang digunakan untuk mengembangkan solusi, mendaftar semua usulan yang diberikan oleh partisipan proses, pemilik proses.
50
2. Memilih dan menyusun prioritas terhadap solusi.
Memprioritaskan solusi yang telah didaftar dari tahap sebelumnya, kemudian memilih solusi yang harus dilaksanakan terlebih dahulu.
e. CONTROL
Tujuan tahap Control adalah untuk melengkapi semua kerja proyek dan menyampaikan hasil proses perbaikan kepada up management. dan memastikan bahwa setiap orang bekerja telah dilatih untuk melakukan prosedur perbaikan yang baru. Tahapan pada Control :
1. Mengadakan pemantauan terhadap hasil implementasi
2. Mendokumentasikan standard operating procedure baru
3. Membuat rencana pengendalian proses
4. Membuat peta perjalanan/ histori proyek
5. Melakukan proses transisi dan pengalihan tanggung jawab .
6. Melakukan peninjauan ulang tahap control
51
2.13 Peneliti Terdahulu
Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun penerapan Lean Manufacturing, maka peneliti menggunakan metode ini dengan melihat peneliti terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan tugas akhir ini, diantaranya adalah :
1. Catur Jurniati Utami, 2009 “Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan (Studi kasus : PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) Surabaya) ”
Kesimpulan : Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PK Rosella Baru Surabaya Dari kuisioner pemborosan yang disebarkan pada pembuatan karung plastik, di dapat nilai rata-rata dari total skor responden seven waste mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu :Menunggu 7,7, Produksi berlebihan 6,8, Transportasi 6,5, Proses yang tidak tepat 4,7, Persediaan yang tidak perlu tepat 4,6, Gerakan yang tidak perlu 2,6, Kecacatan 2,1 dari total responden di lantai produksi.
52
Usulan perbaikan perbaikan diberikan berdasarkan tool Process Activity Mapping adalah merubah komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses outerbag yaitu pada mesin tenun dari 7 orang menjadi 9 orang dan didapatkan penurunan waktu produksi sebanyak 31,64 jam (11.11%) serta merubah komposisi tenaga kerja pada proses finishing yaitu pada proses inserting dari 8 orang menjadi 6 orang sehingga didapatkan penurunan waktu sebanyak 85,41 jam (25,71%). Setelah dibuat rekomendasi perbaikan didapatkan pemanfaatan input (waktu produksi) yang lebih kecil mampu menghasilkan produk (output) yang sama dengan pemanfaatan input awal (waktu produksi sebelum perbaikan). Hal ini menunjukkan dengan adanya rekomendasi perbaikan yang diberikan mampu meningkatkan produktivitas kerja. 2. Ucok James MP Marpaung, 2008 “Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan (Studi kasus : PT. Barata Indonesia (Persero)) ”
Kesimpulan : Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Surabaya, Dari gambar big picture mapping didapatkan total lead time produksi untuk satu buah produk mesin gilas MG-6 adalah 509,7 jam
53
dengan value added time sebesar 1129,1 jam dan Jumlah ragam aktivitas yang termasuk value adding activity adalah operasi dengan 566 aktivitas (40,3%) necessary non value adding activity 491 aktivitas (35%) dan yang tergolong non value adding activity 364 aktivitas (24,7%) Berdasarkan perhitungan kuisioner pemborosan diidentifikasi bahwa terdapat 3 jenis pemborosan yang paling sering terjadi yaitu : gerakan yang tidak perlu, proses yang tidak tepat dan cacat dalam proses pembuatan mesin gilas MG-6 di PT. Barata Indonesia (Persero). Perbaikan berdasarkan tool PAM menambah komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan, Perbaikan berdasarkan tool QFM agar tenaga kerja lebih konsentrasi dalam memahami gambar teknik., Setelah perbaikan didapat pemanfaatn input (waktu produksi) yang lebih kecil mampu menghasilkan produk sama dengan input awal (waktu sebelum perbaikan) dan mampu meningkatkan produktivitas kerja. 3. Suprijotomo, 2007 “ Estimasi Pengurangan Biaya dan Waktu Dengan Lean Manufacturing Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi kasus Bagian Fabrikasi Mesin PT. Varia Usaha - Gresik). “
Kesimpulan :
54
Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Varia Usaha Gresik,. Penelitian ini untuk mengestimasi usaha perbaikan dilakukan pada produk Cement Bulk Tank dengan tujuan untuk mengurangi aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah atau waste sehingga lead time produksi dan biaya bisa dikurangi. Dari proses pengolahan data, diperoleh mapping yang terpilih yaitu Process Activity Mapping dan Supply Chain Response Matrix. Hasil pengolahan Process Activity Mapping diketahui bahwa aktivitas yang tidak bernilai tambah sebesar 84.815 menit.
55
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam pengambilan data pada tugas akhir ini, penulis mengambil dan mengumpulkan data dari PT. Philips Indonesia yang memproduksi bola lampu, pabrik ini berada di jl. Rungkut Industri IV / 18A. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei 2010 sampai data yang diperlukan sudah cukup.
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Dalam identifikasi variabel terdapat variabel-variabel yang didapatkan berdasarkan data dari perusahaan yang digunakan dalam penerapan Lean Manufacturing beserta definisi operasionalnya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 3.2.1 Variabel Bebas Variabel bebas adalah suatu variabel yang mempunyai nilai berubah-ubah dan mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, variabel tersebut meliputi : 1. Produksi berlebihan (over production) Overproduction merupakan kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan / keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.
56
2. Menunggu (waiting) Waiting adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan. 3. Transportasi (transportation) Bahan baku yang disediakan oleh vendor biasanya tidak dikirim langsung di tempat pekerjaan tetapi ditampung dahulu di gudang kemudian diangkut menuju workshop. 4. Proses yang tidak tepat (unappropriate processing) Terjadi dalam situasi dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. 5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) Persediaan yang tidak perlu dapat berupa penyimpanan inventory melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. 6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) Melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk.
57
7. Kecacatan (defect) Cacat terjadi dalam empat cara yaitu ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan klaim dari pelanggan. 3.2.2 Variabel Terikat Variabel terikat yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas, adapun variabel bebas terikat dalam penelitian ini adalah mereduksi kegiatan yang tidak menghasilkan nilai tambah (Value Adding Activity, Non Value Adding Activity, Necessary Non value Adding activity).
3.3 Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap objek yang akan diteliti atau data yang langsung diperoleh dari dalam perusahaan. Pengambilan data tersebut dilakukan di PT. Philips Indonesia dengan cara menyebarkan kuisioner dan wawancara. Penyebaran kuisioner ditujukan kepada pegawai atau karyawan yang mengerti kondisi di lantai produksi begitu juga malakukan wawancara. Data sekunder dikumpulkan dari arsip yang sudah ada di perusahaan, antara lain: Hasil produk dan spesifikasinya, variasi bahan baku, variasi mesin dan karakteristiknya dan layout lantai produksi.
58
3.4 Metode Pengolahan Data Pada penelitian ini tahap pengolahan data menggunakan pengolahan data kuisioner, tool Big Picture Mapping (BPM), dan pengolahan data Value Stream Analysis Tools (VALSAT). Pengolahan data tersebut akan dijelaskan seperti berikut : 3.4.1 Uji Kecukupan Data Untuk menentukan jumlah sampel maka digunakan rumus sebagai berikut:
n
N
N
.
d
2
1
Dimana: n =Jumlah sampel N =Jumlah populasi
d
2
=Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan.
3.4.2 Uji Validitas
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut : r=
N ( X )(Y ) ( X )( Y )
N X
2
X N Y Y 2
2
Dimana : r
= Koefisien korelasi yang dicari
N
= Jumlah responden
X
= Skor tiap-tiap variabel
Y
= Skor total tiap responden
2
59
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. 3.4.3 Uji Reliabilitas
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian. Rumus Alpha : r 11
k = 1 ( k 1 )
2 b 2
1
Dimana : r 11
= Reliabilitas instrumen
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
b 2 = Jumlah varians butir 1 2 = Varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah. 3.4.4 Pengolahan data kuisioner
Dari kuisioner pembobotan seven waste yang telah disebarkan kepada karyawan maka akan didapatkan ranking dan rata-rata waste yang paling besar secara berurutan, dari hasil pembobotan tujuh jenis pemborosan tersebut maka akan diolah dengan tabel VALSAT untuk menentukan tool mapping yang akan digunakan. Dalam penyebaran kuisioner tersebut dilakukan pendampingan untuk menjelaskan secara langsung pada responden mengenai waste tersebut. Pengisian skor memberi peringkat terhadap waste yang ada. Penggunaan metode ini
60
diharapkan mampu untuk menyediakan data kualitatif yang bersifat aktual. Terbatasnya jumlah kuisioner yang tersebar kemudian ditunjang dengan datadata kuantitatif mengenai jenis-jenis waste tersebut, baik berupa data histories perusahaan maupun pengukuran langsung bila diperlukan. 3.4.5 Pengolahan data dengan BPM
Big picture Mapping adalah suatu tool yang diadopsi dari Sistem Produksi Toyota yang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (value stream) yang terdapat dalam perusahaan, atau Big Picture Mapping merupakan tool yang digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan dan value stream sistem produksi, dimana tool ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan pemahaman secara umum dari sistem produksi perusahaan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk membentuk Big Picture Mapping adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi keseluruhan kebutuhan konsumen seperti jumlah produk yang dibutuhkan oleh konsumen, jumlah produk yang dikirim dalam suatu waktu, frekuensi pengiriman, pola pemesanan dan hal lain yang relevan. 2. Penggambaran aliran informasi seperti informasi dari konsumen pada perusahaan (peramalan, pembatalan dll), pihak mana yang menangani informasi tersebut, berapa lama informasi tersebut muncul hingga diproses, pihak mana saja yang dilewati hingga informasi mengalir ke supplier, informasi apa yang disampaikan perusahaan kepada supplier sesuai spesifikasi pesanan. 3. Penggambaran aliran fisik seperti waktu tunggu sebelum pesanan dikirim, pola pengiriman. Aliran fisik tersebut dari arah supplier, sedangkan dari
61
internal perusahaan seperti dititik mana dilakukan proses inspeksi,waktu siklus tiap titik, berapa banyak produk yang dibuat dan dipindahkan tiap titik, waktu penyelesaian tiap operasi, waktu berpindah distasiun kerja, serta titik bottleneck yang terjadi. 4. Penghubungan antara aliran informasi dan aliran fisik seperti rencana produksi yang diuraikan menjadi jadwal produksi yang digunakan, instruksi kerja bagi operator di lantai produksi, dari dan untuk apa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik. Pelengkapan peta dengan informasi lead time, value adding time dari keseluruhan proses yang ditempatkan dibawah gambaran aliran yang dibuat Simbol – symbol yang digunakan dalam Big picture mapping adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Simbol Big Picture Mapping (Google.com/ big picture mapping)
3.4.6 Pengolahan data dengan VALSAT
Merupakan tools yang tepat. Terdapat 7 (tujuh) detail mapping tools yang mempunyai kemampuan dan manfaat masing-masing untuk memetakan waste. Masing-masing tools mempunyai kemampuan bobot low, medium, high sesuai
62
ketentuan
peringkatnya
sekaligus
menunjukkan
skor
yang
dapat
mengindikasikan sedikit atau besarnya pengaruh pemborosan pada mapping yang dipilih.
Adapun tools yang digunakan dalam VALSAT beserta
kemampuan bobotnya adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools Waste Produksi berlebihan
PAM
SCRM
PVF
QFM
DAM
DPA
PS
L
M
-
L
M
M
-
Menunggu
H
H
L
-
M
M
Transportasi Proses yang tidak tepat Persediaan yang tidak perlu Gerakan yang tidak perlu
H
-
-
-
-
-
L
H
-
M
L
-
L
-
M
H
M
H
M
L
H
L
Kecacatan
L
H
Sumber 7 : Hines dan Rich , “Velue stream managemen”2000.
Notes :
H : high correlation and usefulness M : medium correlation and usefulness L : low correlation and usefulness Keterangan : H (high correlation) : faktor pengali = 9 M (medium correlation)
: faktor pengali = 3
L (low correlation)
: faktor pengali = 1
Pengolahan data dengan VALSAT merupakan sebuah pendekatan yang digunakan
dengan
melakukan
pembobotan
waste-waste,
pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool.
kemudian
dari
63
3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Mulai
Studi Literatur
Studi Lapangan
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Identifikasi Variabel
Pengumpulan Data
Data Primer -BPM : 1.Data Aliran Fisik 2.Data Aliran Informasi
Data Sekunder -Identifikasi Waste dengan penyusunan dan penyebaran kuesioner
Uji Kecukupan Data
Cukup?
Uji Validitas
Buang data yang tidak valid
A
Valid?
A
A
64
A
A
A
Uji Reliabilitas
Reliabel?
Pengolahan Data
Value Stream Analysis Tools (Valsat)
Kuesioner Seven Waste
Pemilihan tool dengan VALSAT ; (Procces Activity Mapping, Supply Chain Respondens Matrix, Production Varienty Tunnel, Quality Filter Mapping, Demand Amplification Mapping, Decisiont Point Anlaysis,Phisical Structure)
PAM (Procce Activity Mapping) Analisa Seven Waste - Jenis Waste : 1.Jenis Waste Menunggu 2.Jenis Waste Tranportasi 3.Jenis Waste Proses yang tidak tepat
4.Jenis Kecaacatan Tahap Rekomendasi Perbaikan: - Menetapkan usulan rencana perbaikan dengan FMEA (Failure Mode Effect Analysys) Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart pemecahan masalah
65
3.6 Penjelasan flowchart pemecahan masalah
1. Mulai Pada langkah ini merupakan awal dari proses pemecahan masalah dengan studi pengenalan dari perusahaan yang menjadi tempat penelitian. 2. Studi literatur Studi literatur bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman landasan teori dari permasalahan yang akan diteliti, serta menunjang dan mempermudah bagi penelitian untuk merumuskan masalah penelitian tersebut, yang meliputi pendekatan lean manufacturing, seven waste, tools yang digunakan untuk memecahkan permasalahan,seperti Big picture mapping dan VALSAT. 3. Studi lapangan Langkah ini merupakan pengambilan data dengan cara pemahaman proses produksi perusahaan. Data yang diambil adalah data yang diperlukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat dari obyek tersebut. Sehingga nantinya dapat memberikan jawaban dari masalah tersebut. 4. Merumuskan masalah Langkah ini merupakan perumusan masalah yang disusun berdasarkan latar belakang dari masalah yang ada yaitu “Bagaimana mengurangi waste di lantai
produksi
di
PT.Philips Indonesia dengan
penerapan Lean
Manufacturing.” kemudian ditentukan metode yang tepat dalam penyelesaian permasalahan tersebut.
66
5. Menetapkan tujuan penelitian Mencari nilai, mencari penyebab terjadinya waste serta dapat memberikan usulan perbaikan pada perusahaan sehingga dapat menguragi wase di lantai produksi. 6. Identifikasi variabel Langkah
ini
merupakan
pengidentifikasian
variabel-variabel
yang
berhubungan dengan pemecahan masalah. 7. Pembuatan kuisioner Pada langkah ini peneliti menyusun kuisioner yang akan diberikan kepada karyawan atau pegawai yang mengerti betul kondisi di lantai produksi. Kuisioner ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai seven waste yang sering terjadi beserta penyebab terjadinya seven waste tersebut. 8. Penyebaran kuisioner Langkah ini dilakukan agar peneliti mengetahui tingkat waste yang sering terjadi di lantai produksi, agar nantinya dapat dijadikan sebagai ukuran untuk memberikan usulan perbaikan perusahaan 9. Pengumpulan data Pada langkah ini peneliti melakukan pengumpulan data yang meliputi data aliran bahan atau proses produksi, data waktu produksi, serta pengumpulan data hasil kuisioner seven waste. 10. Uji Kecukupan Data Pada langkah ini untuk mengetahui berapa banyak sampel yang akan diambil atau seberapa besar ukuran sampel.
67
11. Uji Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. 12. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti kepercayaan, keandalan, keajegan, konsistensi dan sebagainya. Namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa dalam beberapa kali pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. 13. Pengolahan data Langkah ini merupakan pengolahan data dengan cara melakukan pemetaan dengan
Big
Picture
Mapping,
dimana
tools
ini
digunakan
untuk
menggambarkan sistem secara keseluruhan dan value stream sistem produksi, dimana tool ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan pemahaman
68
secara umum dari sistem produksi perusahaan (dalam hal memproduksi genteng beton). 14. Metode VALSAT Langkah ini menunjukan bahwa pegolahan data juga menggunakan metode VALSAT, dimana metode VALSAT ini digunakan untuk memetakan secara detail waste pada aliran nilai yang fokus pada value adding process. 15. Pengolahan kuisioner Pada tahap ini dilakukan pengolahan kuisioner untuk mengetahui dan menetapkan bobot waste yang telah diberikan kepada karyawan dilantai produksi, dan dari pengolahan tersebut akan diketahui rata-rata waste yang terjadi. 16. Pemilihan tool dengan matrix Pada langkah ini dilakukan pemilihan tool dengan matriks. Dari hasil jenis pemborosan pada langkah 11 akan diolah dengan menggunakan tabel VALSAT lalu hasil tersebut digunakan untuk melakukan pemilihan tool dengan matrix. 17. Analisa dan pembahasan Pada tahap ini dilakukan pembahasan mengenai hasil pengolahan data yang telah dilakukan beserta pengembangan analisa berdasarkan informasi yang telah diperoleh. 18. Kesimpulan dan saran Langkah ini memberikan ringkasan ulang atau kesimpulan terutama mengenai hal–hal penting yang menjadi tujuan penelitian yang dilakukan. Selain itu juga memberikan saran-saran demi perbaikan perusahaan
69
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengumpulan Data Mengidentifikasi waste yang ada dengan cara membobotkan kusioner pada
area produksi dengan Jenis – jenis Pemborosan seperti Produksi berlebihan (overproduction), Menunggu (waiting), Tranportasi ( tranportation), Proses yang tidak tepat (unappropriate processing), Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory), Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion), Kecacatan (defect). 4.1.1
Big Picture Mapping (BPM)
4.1.1.1 Aliran Fisik Aliran bahan atau aliran fisik dimulai dari proses kedatangan material dari supplier yang meliputi Material Glass, Material Metal, Material Support dan Material Packing. Dari data historis perusahaan didapatkan kedatangan material yang dibutuhkan untuk membuat lampu vtl (neon) bisa langsung dipenuhi, sehingga kedatangan material tidak terlalu lama menghabiskan waktu (menunggu). Material yang telah sampai ke perusahaan langsung di periksa atau dicek apakah sudah sesuai dengan spesifikasi dan memenuhi standar toleransi QC (Quality Control) yang telah dibuat perusahaan. Apabila material yang dikirim supplier sudah sesuai dengan standar QC perusahaan maka akan dilanjutkan dengan proses berikutnya. Namun, apabila tidak sesuai dengan standar toleransi QC perusahaan akan dikembalikan kepada supplier. Material ini nantinya akan disiapkan untuk mengalami serangkaian proses sampai menjadi sebuah produk
70
lampu neon sesuai dengan pesanan. Pada dasarnya bahan baku pembuatan lampu neon ini adalah : Material yang telah memenuhi standar (QC passed) akan dibawa menuju gudang bahan baku. Material ini nantinya akan disiapkan untuk mengalami serangkaian proses sampai menjadi sebuah produk lampu neon . Ada empat kelompok besar raw material yang dibutuhkan dalam pembuatan lampu neon ini, antara lain : 1. Material Glass, merupakan bahan baku yang terdiri dari exhaust tube, Flare, dan Tube. 2. Material Metal, merupakan bahan baku yang terdiri dari Elektrode, Timah, Cap, Coil. 3. Material Support, merupakan bahan baku yang terdiri dari cement, gas argon, , alkohol,fosfor,butil. 4. Material Packing, merupakan bahan baku yang terdiri duplex,outer box, label ,bacode. 5. Marking, merupakan bahan baku yang terdiri pasta, bulb.
Gambar 4.1 Aliran raw material
71
Dari aliran raw material dapat dijelaskan bahwa pada alur perpindahan material dan proses yang terjadi didalam material, yaitu: 1. Washing and Drying Pada bagian
Washing and drying ini dilakukan pencucian dan
pengeringan tube kotor yang akan masuk ke line up produksi. Material yang masuk ke Tube ini adalah tube kotor dan demion water (PH7), dan udara panas. 2. Coating and Drying Pada bagian coating and drying ini dilakukan pelapisan tube dengan cairan suspensi kemudian dikeringkan. Material yang masuk proses ini adalah tube yang sudah bersih, demion water (ph7), udara panas, fluorscene powder, binder powder (pengikat), dan dispersion powder (larutan). 3. Sintering oven Pada bagian sintering oven ini bahan-bahan yang tidak diperlukan selama proses produksi dari tube yang sudah tercoating dihilangkan. Material yang masuk pada proses ini adalah tube yang sudah tercoating, udara panas, dan material pembakaran (O2, natural gas, SO2).
72
4. Wiping and Marking Pada bagian Wiping and Marking ujung-ujung tube yang tercoating dibersihkan, dan diberi stempel pada bagian atas tube. Material yang masuk pada proses ini adalah tube yang sudah tersintering, stamp pad paste. 5. Stem and Mouting Pada bagian Stem and Mouting dilakukan pembuatan bagian dalam lampu (stem) yang kemudian dikirim ke bagian sealing untuk digabungkan dengan tube yang sudah tercoating, wiping, and marking. Material yang masuk pada proses ini adalah exhaust tube, flare, coil, lead in wire, center lead, rip strip, dan emitter. 6. Sealing Pada bagian ini dilakukan penggabungan tube yang sudah tercoating, wiping, dan marking dengan bagian dalam lampu (steam). Material yang masuk proses ini adalah tube hasil wiping, marking dan steam. 7. Pumping Pada bagian ini dilakukan pengisian uncap lamp dengan gas argon atau dengan gas krypton. Material yang masuk proses ini adalah uncap lamp ,gas argon, gas krypton.
73
8. Capping Pada bagian ini dilakukan pemasangan cap pada uncap lamp yang sudah diisi gas dan dilakukan penyolderan pin cap Material yang masuk proses ini adalah uncap lamp yang sudah diisi gas, cap, dan cement (untuk melekatkan cap pada uncap lamp). 9. Flushing and Testing Pada bagian ini dilakukan pengetesan penyalaan pada voltage tertentu, hambatan tertentu, dan juga mengukur tinggi lampu. Material yang masuk pada proses ini adalah lampu jadi yang belum di packing. 10.Packing Pada bagian ini dilakukan proses pengemasan lampu yang sudah lulus tests penyalaan. Material yang masuk proses ini adalah lampu jadi yang sudah lulus test,sleeve roll, tape printer, lem, dan outer box 4.1.1.2 Aliran informasi Dari aliran raw material dapat dijelaskan yaitu Material baik bahan baku maupun bahan pembantu yang dikirim oleh supplier terpilih kemudian diletakkan langsung ke gudang bahan baku. Sebelum dapat digunakan untuk produksi terlebih dahulu dilakukan pengontrolan raw material oleh departement QC. Sehingga dari aliran informasi tersebut diketahui data waktu produksi. Tabel 4.1 akan memaparkan data waktu proses pembuatan lampu neon untuk proses tiap mesin yang ada dalam 1 periode.
74
Tabel 4.1 Waktu Proses Pembuatan Lampu Neon No 1 2
Uraian Proses
Area persiapan
Waktu Proses( Menit)
13
A
Area penumpukan bahan baku Proses Washing and Drying
17 (29,8)
3
Value Added (VA)
13,4
4
Non Value Added (NVA)
3,6
5
Necessary Non Value Added (NNVA)
12,8
B
Proses Coating and Drying
6
Value Added (VA)
27,1
7
Non Value Added (NVA)
7,5
8
Necessary Non Value Added (NNVA)
19,2
C
Proses Sintering oven
(55)
9
Value Added (VA)
35,1
10
Non Value Added (NVA)
5,7
11
Necessary Non Value Added (NNVA)
14,2
D
Proses Wiping
12
Value Added (VA)
50,5
13
Non Value Added (NVA)
4,5
14
Necessary Non Value Added (NNVA)
15,3
E
Proses Marking
15
Value Added (VA)
(53,8)
(70,3)
(24,5) 15,4
75
Lanjutan Tabel 4.1 Waktu Proses Pembuatan Lampu Neon No
Uraian Proses
16
Non Value Added (NVA)
4,6
17
Necessary Non Value Added (NNVA)
4,5
F
Proses Stem
18
Value Added (VA)
28,3
19
Non Value Added (NVA)
3,5
20
Necessary Non Value Added (NNVA)
7,1
G
Proses Mouting
21
Value Added (VA)
20,3
22
Non Value Added (NVA)
5,4
23
Necessary Non Value Added (NNVA)
3,4
H
Proses Sealing
24
Value Added (VA)
1052,9
25
Non Value Added (NVA)
366,1
26
Necessary Non Value Added (NNVA)
I
Proses Pumping
27
Value Added (VA)
28
Non Value Added (NVA)
29
Necessary Non Value Added (NNVA)
J
Proses Capping Mill I
30
Value Added (VA)
Waktu Proses (menit)
(38,9)
(36,6)
(1455,9)
6,6 (589,8) 338,3 5,4 246,1 (205,2) 178,9
76
Lanjutan Tabel 4.1 Waktu Proses Pembuatan Lampu Neon
NO.
Uraian Proses
Waktu Proses (menit)
31
Non Value Added (NVA)
8,6
32
Necessary Non Value Added (NNVA)
17,7
K
Proses Capping Miil II
33
Value Added (VA)
34
Non Value Added (NVA)
9,2
35
Necessary Non Value Added (NNVA)
65,6
L
Proses Flushing and Testing
36
Value Added (VA)
17,9
37
Non Value Added (NVA)
2,1
38
Necessary Non Value Added (NNVA)
47,1
M
Proses Roll Packing
39
Value Added (VA)
40
Non Value Added (NVA)
41
Necessary Non Value Added (NNVA)
N
Proses Pengepackan Manual
42
Value Added (VA)
28,1
43
Non Value Added (NVA)
15,8
44
Necessary Non Value Added (NNVA)
141,3
O
Penumpukan dan Pengangkutan Lampu Neon ke Gudang Bahan Jadi
170,2
(209,1) 134,3
(67,1)
(93,3) 64,6 0 28,7 (185,2)
(Sumber informasi berasal dari PT.Philips Indonesia )
77
Dari tabel 4.1 diatas maka didapat waktu yang memiliki value added adalah area persiapan, VA Proses Washing and Drying , VA Proses Coating and Drying, VA Proses Sintering oven, VA Proses Wiping and Marking, VAProses Stem and Mouting ,VA Proses Sealing, VA Proses Pumping, VA Proses Capping, VAProses Flushing and Testing , VA Proses Packing. Waktu yang memiliki non value added adalah Area penumpukan bahan baku, NVA Proses Washing and Drying , NVA Proses Coating and Drying, NVA Proses Sintering oven, NVA Proses Wiping and Marking, NVAProses Stem and Mouting , NVA Proses Sealing, NVA Proses Pumping, NVA Proses Capping, NVA Proses Flushing and Testing , NVA Proses Packing , Penumpukan dan pengangkutan lampu neon ke gudang bahan jadi. Waktu yang memiliki Necessary Non Value Added adalah NNVA Proses Washing and Drying , NNVA Proses Coating and Drying, NNVA Proses Sintering oven, NNVA Proses Wiping and Marking, NNVAProses Stem and Mouting , NNVA Proses Sealing, NNVA Proses Pumping, NNVA Proses Capping, NNVA Proses Flushing and Testing , NNVA Proses Packing Sehingga perhitungan waktunya adalah sebagai berikut : - Total Value Added
= 13 + 13.,4 + 27,1 + 35,1 + 50,5 + 15,4 + 28,3 + 20,3 + 1052,9 + 338,3 + 178,9 + 134,3 + 17,9 + 64,6 + 28,1 = 2018,1 menit
- Total Non Value Added = 17 + 3,6 + 7,5 + 5,7 + 4,5 + 4,6 + 3,5 + 5,4 + 366,1 + 5,4 + 8,6 + 9,2 + 2,1 + 0 + 15,8 + 170,2 = 629,2 menit
78
- Total Necessary Non Value Aadded = 12,8 + 19,2 + 14,2 + 15,3 + 4,5 + 7,1 + 3,4 + 6,6 + 246,1 + 17,7 + 65,6 + 47,1 + 28,7 + 141,3 = 629,6 menit - Total waktu produksi
= total value added + total non value added + total Necessary non value added = 2018,1 menit + 629,2 menit + 629,6 menit = 3276,9 menit
Gambar 4.2 Value Stream Mapping Berdasarkan gambar 4.2 Big Picture mapping didapatkan total lead time produksi lampu neon sebesar 3276,9 menit dengan value added time adalah sebesar 2018,1 menit, non value added time adalah sebesar 629,2 menit, dan necessary non value added adalah 629,6 menit.
79
4.1.2 Penyusunan dan Penyebaran Kuisioner Pengumpulan data alam kuisioner ini adalah dilakukan untuk memperoleh data penelitian mengenai jenis seven waste yaitu produksi berlebihan, menunggu, tranportasi, proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu dan kecacatan yang sering terjadi dilantai produksi. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan penyebaran kuisioner dengan area dilantai produksi PT. Philips Indonesia. Dan diketahui jumlah responden 36 orang yang mengisi kuesioner karena memenuhi kriteria atau mengerti benar tentang job description. 4.1.3 Uji Kecukupan Data Untuk menentukan jumlah sampel maka digunakan rumus sebagai berikut:
N
n
N.d 1 2
Dimana: n =Jumlah sampel N =Jumlah populasi
d
2
=Persen
kelonggaran
ketidaktelitian
karena
pengambilan
Maka: n
55 2
55.0,10 1
55 55 = 35 responden 55. 0,01 1 1,55
kesalahan
80
4.14 Uji Validitas
Data kuisioner yang digunakan adalah 36 kuisioner sehingga df = 36–2 = 34, dengan = 5%. Penggunaan tabel r untuk n = 36 dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 15.0, sehingga nilai r tabel = 0,2785 karena r hitung > r tabel maka semua data dinyatakan valid. Hasil perhitungan validitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Uji Validitas di lantai Produksi vtl di PT.Philips No.
Pertanyaan
r
hit
r tab (df=34,=5%) 0,2785
1
0,471
Keterangan Valid
Produksi berlebihan 0,2785
2
0,414
Valid
Menunggu 0,2785
3
0,693
Valid
Transportasi 0,2785
4
0,430
Valid
Proses yang tidak tepat 0,2785
5
0,473
Valid
Persediaan yang tidak perlu 0,2785
6
0,624
Valid
Gerakan yang tidak perlu 0,2785
7
0,345
Valid
Kecacatan
(Sumber dari lampiran J) 4.1.5 Uji Reabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur keandalan dari hasil penyebaran kuisioner, jadi berapa kali atribut-atribut pada kuisioner ditanyakan kepada responden yang berbeda, maka hasilnya tidak akan menyimpang terlalu jauh dari jawaban rata-rata responden untuk atribut tersebut. Uji reliabilitas
81
dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15.0. Data kuisioner yang digunakan adalah 36 kuisioner sehingga df = 36–2 = 34, dengan = 5%, sehingga nilai r tabel = 0,2785 dan hasilnya 0,768 > 0,2785 karena r > r
tab ,
maka
dapat disimpulkan bahwa pertanyaan dalam kuisioner tersebut reliable. Hasil perhitungan reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Uji Reliabilitas di lantai produksi vtl PT.Philips
Cronbach's Alpha
N of Items
0,768
7
(Sumber dari lampiran J)
4.2 4.2.1
Pengolahan Data Kuisioner Waste
Dalam pembuatan lampu neon terdapat waste yang dapat di minimalkan atau bahkan dapat dihilangkan. Untuk mengidendifikasi waste yang terjadi dibuat kuisioner yang berisi konsep seven waste yang diberikan kepada Kabag.produksi, Kadept Produksi, Kadept PPIC, Kadept QC, Kabag mekanik, Kadept Maintenence, Supervisor Produksi. Kuisioner yang disebarkan ini sebanyak 36 orang yang berisi tentang penjelasan setiap jenis konsep waste (nine waste) yang kemudian akan dibobotkan sesuai dengan kondisi yang terjadi diarea produksi. Kuisioner yang disebarkan berisi beberapa pertanyaan berkaitan dengan konsep seven wastes yang akan diidentifikasi. Daftar pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
bobot
waste
yang
dengan
82
mempertimbangkan faktor intensitas terjadinya waste tersebut. Pilihan jawaban telah disertakan dalam kuisioner dengan tujuan untuk menstandarkan jawaban dan memudahkan responden untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan di area produksi. Pilihan jawaban disusun dengan sistem ranking, dimana untuk bobot tertinggi adalah 10 (Pemborosan paling sering terjadi), 9 (Pemborosan hampir sering terjadi), 8 (Pemborosan sering terjadi), 7 (Pemborosan cukup sering terjadi ), 6 (Pemborosan agak sering terjadi), 5 (Pemborosan agak jarang terjadi), 4 (Pemborosan cukup jarang terjadi), 3 (Pemborosan jarang terjadi), 2 (Pemborosan hampir tidak pernah terjadi), 1 (Pemborosan tidak pernah terjadi) . Untuk detail kuisioner dapat dilihat pada Lampiran A. Hasil dari waste workshop adalah seperti tertera pada Tabel 4.2. Dari hasil penyebaran waste, diketahui bahwa waste terbesar yang terjadi adalah Menunggu, Transportasi, Kecacatan, dan Proses yang tidak tepat. Contoh sampel perhitungan bobot berdasarkan lampiran C maka diperoleh: 1. Produksi Berlebihan
= Total waste kuisioner Total responden 243234425523323323 444212212212543217 36 104 2,8889 36
83
2. Menunggu
= Total waste kuisioner Total responden 107789987107710789788 877769679676788559 36 273 7,583 36
3. Transportasi
= Total waste kuisioner Total Responden 7866786788766676678 676655575555107468 36 232 6,444 36
Untuk perhitungan bobot waste yang lainnya seperti proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu dan kecacatan terdapat pada lampiran C. Tabel 4.4 Rekap Hasil Waste Workshop
No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Waste Jumlah Produksi berlebihan (Unit) 104 Menunggu ( Menit) 273 Transportasi (Meter) 232 Proses yang tidak tepat (Menit) 158 Persediaan yang tidak perlu (Unit) 140 Gerakan yang tidak perlu (Menit) 130 Kecacatan (Unit) 207
(sumber informasi : hasil pengolahan data pada lampiran C)
Rata Rata 2,8889 7,58333 6,4444 4,3889 3,8889 3,6111 5,75
Ranking 7 1 2 4 5 6 3
84
Grafik 4.1 Rekap Hasil Waste Workshop
7.58333
8
6.4444
7
5.75
6 Rata-rata
5 4 3
4.3889
3.8889
3.6111
2.8889
2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
Jenis Waste
Tabel 4.5 Rekap Hasil Waste Workshop sesuai rangking No
Jenis Waste
Jumlah
Rata Rata
Ranking
1
Menunggu (Unit)
273
7.58333
1
2
Transportasi (Meter)
232
6.4444
2
3
Kecacatan (Unit)
207
5.75
3
4
Proses yang tidak tepat (Menit)
158
4.3889
4
5
Persediaan yang tidak perlu (Unit)
140
3.8889
5
6
Gerakan yang tidak perlu (Menit)
130
3.6111
6
Produksi berlebihan (Unit) 7 104 (sumber informasi : hasil pengolahan data pada lampiran C)
2.8889
7
Berdasarkan tabel 4.3 diatas hasil waste workshop maka didapat waste yang memiliki ranking bobot tertinggi dengan urutan ranking 1 sampai dengan 4 adalah Menunggu
dengan bobot 7,58 , Transportasi
dengan bobot 6,44 ,
Kecacatan dengan bobot 5,75 , dan Proses yang tidak tepat dengan bobot 4,389.
85
4.2.2 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Dari kuisioner waste akan diketahui peringkat dari masing-masing jenis
waste yang ada. Selanjutnya akan dilakukan pemilihan pemetaan yang tepat dalam value stream dengan menggunakan VALSAT (Value Stream Analysis Tools). Cara perhitungannya adalah hasil dari rata-rata waste dikalikan dengan besar pembobotan yang terdapat pada tabel VALSAT dengan faktor pengali High (H)=9, Medium (M)= 3 dan L(low)=1. 4.2.2.1 Pemilihan Tools dengan VALSAT
Identifikasi dengan waste workshop akan menjadi dasar untuk pemilihan
tools yang relevan dengan pendekatan VALSAT. Bobot yang diperoleh dari hasil waste workshop akan dikalikan dengan nilai korelasi antara tools dengan waste yang terjadi sehingga diperoleh skor untuk setiap tools yang ada pada VALSAT. Pemilihan tools dilakukan berdasarkan nilai skor terbesar yang diperolehnya, dimana umumnya akan dipilih dua tools dengan skor tertinggi yang akan dilakukan pengolahan data, dengan pengali untuk H (high) adalah 9 karena sering terjadi pemborosan yang tinggi di area produksi, M (medium) adalah 3 karena masih sering terjadi pemborosan dengan kategori sedang dan L (low) adalah 1 karena jarang terjadi pemborosan di area produksi. Produksi berlebihan : - Process Activity Mapping = bobot waste x L = 2,89 x 1 = 2,89 - Physical Structure
= bobot waste x M = 2,89 x 3 = 8,67
86
Untuk langkah perhitungan waste yang lainnya seperti menunggu, transportasi, proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu , kecacatan terdapat di lampiran D. Total bobot : PAM = over produksi + menunggu+ transportasi + proses yang tidak tepat + persediaan yang tidak perlu + gerakan yang tidak perlu+ kecacatan = 2,89 + 68,22 + 57,96 + 39,51+ 11,67 + 32,49 + 5,75 = 218,49
Tabel 4.6 perhitungan korelasi waste terhadap tools Waste Produksi berlebihan
PAM
SCRM
PVF
QFM
DAM
DPA
PS
L
M
-
L
M
M
-
Menunggu
H
H
L
-
M
M
Transportasi Proses yang tidak tepat Persediaan yang tidak perlu Gerakan yang tidak perlu
H
-
-
-
-
-
L
H
-
M
L
-
L
-
M
H
M
H
M
L
H
L
Kecacatan
L
H
(sumber informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran D)
Notes :
H
: high correlation and usefulness
M : medium correlation and usefulness L
: low correlation and usefulness
Keterangan : H (high correlation)
: faktor pengali = 9
M (medium correlation)
: faktor pengali = 3
L (low correlation)
: faktor pengali = 1
87
Tabel 4.7 Perhitungan Skor VALSAT RataWaste Rata PAM SCRM PVF QFM Produksi 1 berlebihan 2,89 2,89 8,67 2,89 2 Menunggu 7,58 68,22 68,22 7,58 3 Transportasi 6,44 57,96 Proses yang tidak 4 tepat 4,39 39,51 13,17 4,39 Persediaan yang 5 tidak perlu 3,89 11,67 35,01 11,61 Gerakan yang tidak 6 perlu 3,61 32,49 3,61 7 Kecacatan 5,75 5,75 51,8 Total 34,55 218,49 115,5 32,42 59 (sumber informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran D) No
DAM
DPA
PS
8,67 22,74
8,67 22,7
6,44
-
4,39
-
35,01
11,6
3,89
66,42
47,47
10,33
DAM 22,74 -
DPA 22,74 -
PS 6,44 -
-
4,39
-
35,01
11,67
3,89
-
-
-
8,67 66,42
8,67 47,47
10,33
Tabel 4.8 Perhitungan Ranking Skor VALSAT RataWaste Rata PAM SCRM PVF QFM Menunggu 7,58 68,22 68,22 7,58 Transportasi 6,44 57,96 Kecacatan 5,75 5,75 51,8 Proses yang 4 tidak tepat 4,39 39,51 13,17 4,39 Persediaan 5 yang tidak perlu 3,89 11,67 35,01 11,61 Gerakan yang 6 tidak perlu 3,61 32,49 3,61 Produksi 7 berlebihan 2,89 2,89 8,67 2,89 Total 34,55 218,49 115,5 32,42 59 (sumber informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran D) No 1 2 3
Keterangan :
PAM
: Process Activity Mapping
SCRM
: Supply Chain Response matrix
PVF
: Product Variety Funnel
QFM
: Quality Filter Mapping
DAM
: Demand Amplification Mapping
DPA
: Decision Point Analysis
PS
: Physical Structure
88
Berdasarkan hasil analisa perhitungan yang telah dilakukan sesuai dengan Tabel 4.7 dan tabel 4.8, maka perankingan berdasarkan skor tertinggi hingga terendah akan dilakukan. Skor tertinggi akan menjadi ranking pertama dan seterusnya hingga ranking kesembilan. Dari hasil perankingan, diperoleh urutan
tools yang paling relevan untuk digunakan sesuai dengan Tabel 4.9 sebagai berikut: Tabel 4.9 Penentuan Tools VALSAT Detail Mapping Tools Process Activity Mapping Supply Chain Response Matrix Production Variety Funnel Quality Filter Mapping Demand Amplification Mapping Decision Point Analysis Phisical Structure
NO 1 2 3 4 5 6 7
Total Bobot 218,49 115,51
Ranking 1 2
32,42 59,03 66,42
6 4 3
47,47 10,33
5 7
(sumber informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran D)
Grafik 4.2 Bobot Detail M apping Tools tabel VALSAT 250
218.49
Total Bobot
200 150 115.51 100 59.03
66.42 47.47
32.42
50
10.33 0 1
2
3
4
5
6
7
Detail Mapping Tools
89
Tabel 4.10 Penentuan rangking Tools VALSAT NO 1
VALSAT Process Activity Mapping
BOBOT RANKING 218,9 1
2
Supply Chain Response Matrix
115,1
2
3
Demand Amplification Mapping
66,42
3
4
Quality Filter Mapping
59,03
4
5
Decision Point Analysis
47,47
5
6
Production Variety Funnel
32,42
6
7
Phisical Structure
10,33
7
(sumber informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran D)
Berdasarkan tabel 4.9 dan 4.10 didapat ranking teratas terdapat pada tool PAM (Process Ativity Mapping) sehingga tools yang akan digunakan dalam perhitungan ini adalah PAM. 4.2.3 Process Activity Mapping (PAM)
Process Activity Mapping merupakan tools yang digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurang waste. Dalam tool ini, aktivitas akan dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu operasi, transportasi, inspeksi, storage, dan delay. Pemetaan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang proses produksi lampu neon, mengelompokkan aktivitas
tersebut
apakah
menambah
nilai
tambah
atau
waste,
dan
mengidentifikasi kemungkinan redesign metode kerja dengan mengubah urutan kerja, mengurangi beberapa aktivitas, dan menyederhanakannya.
Process Activity Mapping dibuat dengan mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya adalah tipe aktivitas, jumlah operator yang terlibat, waktu yang dibutuhkan, jarak perpindahan untuk setiap aktivitas. Hasil selengkapnya terdapat
90
pada Lampiran B2. Dari hasil pengolahan menggunakan Process Activity
Mapping, diperoleh jumlah aktivitas untuk setiap pengelompokkan aktivitas dengan prosentase masing-masing seperti pada Tabel 4.9 dan digambarkan pula dalam bar chart seperti pada Grafik 4.3 sebagai berikut : Prosentase perhitungan aktivitas :
-
Operation
:
79 x100% 54,48% 145
-
Transportation :
15 x100% 10,34% 145
-
Inspection
26 x100% 17,93% 145
-
Storage
:
2 x100% 1,37% 145
-
Delay
:
23 x100% 15,86% 145
:
Tabel 4.11 Prosentase Jumlah Aktivitas NO.
Aktivitas
1
Operasi
2
Tranportasi
3
Pemeriksaam
4
Penyimpanan
5
Menunggu Jumlah
Jumlah Aktivitas
(%)
79
54,48%
15
10,34%
26
17,93%
2
1,37%
23
15,86%
145
( sumber informasi terdapat pada lampiran B2)
100 %
91
Grafik 4.3 Persentase Jumlah Aktivitas Persentase Jumlah Aktivitas
Persentase aktivitas
60.00%
54.86%
50.00% 40.00% 30.00% 17.93%
20.00%
15.86%
10.34%
10.00%
1.37%
0.00% 1
2
3
4
5
Type Aktivitas
Dari Tabel 4.9 dan Grafik 4.3 diketahui bahwa pada proses produksi lampu neon aktivitas yang paling sering dilakukan adalah operation sebesar 79 aktivitas (54,48%) diikuti dengan aktivitas tipe inspection sebesar 26 aktivitas (17,93%), delay 23 aktivitas (15,86%), transportation 15 aktivitas (10,34) dan storage sebanyak 2 aktivitas ( 1,37%) dari total 145 aktivitas yang ada. Selain dari proporsi aktivitas, identifikasi Process Activity Mapping juga dilakukan dengan melihat proporsi penggunaan waktu terhadap cycle time produksi lampu neon. Dari identifikasi tersebut, hasil proporsi waktu untuk setiap aktivitas dapat dilihat secara lebih jelas pada Tabel 4.10 dan Grafik 4.3. dengan perhitungan sebagai berikut : Prosentase perhitungan waktu :
-
Operation
:
2051,6 x100% 61,35% 3343,7
-
Transportation
:
582,6 x100% 17,42% 3343,7
92
219,5 x100% 6,56% 3343,7
-
Inspection
:
-
Storage
:
32,8 x100% 0,98% 3343,8
-
Delay
:
457,2 x100% 13,67% 3343,7
Tabel 4.12 Prosentase Kebutuhan Waktu NO.
Aktivitas
1
Operasi
2
Tranportasi
3
Pemeriksaan
4
Penyimpanan
5
Menunggu
Jumlah Waktu Aktivitas
(%)
2051,6
61,35%
582,6
17,42%
219,5
6,56 %
32,8
0,98 %
457,2
13,67 % 100 %
3343,7
Jumlah
(sumber informasi terdapat pada lampiran B2)
Grafik 4.4 Prosentase Kebutuhan Waktu Persentase Kebutuhan Waktu
Persentase kebutuhan waktu
70.00%
61.35%
60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 17.42%
20.00%
13.67% 6.56%
10.00% 1
2
3 Type Aktivitas
0.98%
0.00% 4
5
93
Berdasarkan dari Tabel 4.10 dan Grafik 4.4 diketahui bahwa pada proses produksi lampu neon untuk waktu yang paling besar adalah operation sebesar 2051,6 menit (61,35%), diikuti dengan waktu untuk tipe transportation dengan jumlah waktu sebanyak 582,6 menit (17,42%) , delay sebesar 457,2 menit (13,67%), inspection 219,5 menit (6,56%), storage 32,8 (0,98%). 4.2.4
Analisa Seven Waste dan Rekomendasi Perbaikan
Dari hasil perhitungan kuisioner yang telah dibagikan, didapatkan jenis waste yang memiliki rata-rata skor paling besar sampai yang paling kecil secara berurutan yaitu menunggu (7,58), transportasi (2), defect (6,4), kecacatan (5,75), proses yang tidak tepat (4,38), persediaan yang tidak perlu (3,89), gerakan yang tidak perlu (3,61), produksi berlebihan (2,88). Tabel 4.13 Skor rata-rata tiap jenis waste
No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Waste Menunggu (Menit) Transportasi (Meter) Kecacatan (Unit) Proses yang tidak tepat (Menit) Persediaan yang tidak perlu (Unit) Gerakan yang tidak perlu (Menit) Produksi berlebihan (Unit)
Jumlah 273 232 207 158 140 130 104
Rata Rata 7,58333 6,4444 5,75 4,3889 3,8889 3,6111 2,8889
Ranking 1 2 3 4 5 6 7
(Hasil pengolahan data di lampiran C)
Berikut adalah analisa dari masing – masing jenis waste beserta rekomendasi perbaikannya dengan ranking 1 sampai dengan ranking 4 dengan menunggu, transportasi, kecacatan,proses yang tidak tepat.
94
4.2.4.1 Jenis Waste 4.2.4.1.1 Jenis Waste Menunggu
Jenis waste ini sering terjadi pada saat proses produksi dimana besar waktu menunggu yang terjadi maka akan memper panjang lead time dan meningkatkan work in process. Di dalam analisa PAM menunggu dikategorikan aktivitas delay. Dimana proporsinya cukup besar yaitu 457,2 menit atau sekitar 13,67% dari total waktu dari seluruh proses yang terjadi. Ada empat faktor penyebab terjadinya jenis waste menunggu yaitu faktor operator, mesin, material dan metode. Dari keempat faktor tersebut, faktor manusia dan mesin adalah penyebab terbesar terjadinya waste jenis ini. Faktor penyebab terjadinya waste menunggu akan diperlihatkan pada cause effect diagram yang ditunjukkan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Cause effect diagram jenis waste waiting
95
4.2.4.1.2 Jenis Waste Transportasi
Merupakan jenis waste yang tidak bisa dihilangkan dalam proses produksi karena material mengalami perpindahan dari satu mesin ke mesin yang lain. Lamanya waktu transportasi hanya bisa dikurangi/diminimumkan. Dari perhitungan PAM didapatkan bahwa total waktu yang dihabiskan untuk transportasi adalah 582,6 menit atau sekitar 17,42 % dari total waktu produksi. Ini disebabkan operator dalam memindahkan benda kerja atau material handling masih menggunakan alat sederhana dan matrial yang tidak sesuai standard menunggu sampai cukup untuk di proses ulang.
Gambar 4.4 Cause effect diagram jenis waste transportasi
4.2.4.1.3 Jenis Waste Kecacatan
Jenis waste kecacatan disini terjadi akibat empat faktor yang mempengaruhinya secara signifikan yaitu faktor manusia/operator, mesin, material, dan metode. Selain keempat faktor itu, gerakan yang tidak perlu juga mempengaruhi terjadinya kecacatan dalam proses produksi. Gerakan yang tidak
96
perlu akan mengakibatkan operator tidak nyaman saat bekerja. Hal ini mengakibatkan tidak konsentrasinya operator dalam bekerja sehingga terjadi kesalahan dalam melakukan proses yang berdampak pada output yang cacat. Ada empat faktor penyebab terjadinya jenis waste kecacatan yaitu faktor operator, mesin,material, dan metode. Faktor penyebab terjadinya waste defect akan diperlihatkan pada cause effect diagram yang ditunjukkan pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Cause effect diagram jenis waste defect
4.2.4.1.4 Jenis Waste Proses Yang Tidak Tepat
Jenis waste ini merupakan jenis waste keempat yang rata-rata skornya adalah 4,7. Proses yang tidak tepat/tidak sesuai dalam pembuatan lampu neon tergolong kejadian yang sering terjadi. Hal ini mengakibatkan proses pengerjaan ulang (rework) maupun penambahan proses yang nantinya akan mengakibatkan proses produksi bertambah lama. Dengan bertambahnya waktu produksi akibat penambahan dan pengulangan
proses
akibat proses yang tidak tepat
mengakibatkan lead time produksi bertambah panjang juga. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses menjadi tidak tepat, yaitu kesalahan operator dalam
97
memilih dan mensetting mesin yang akan digunakan sehingga proses yang dikenai pada benda kerja tidak sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, pekerja tidak mengetahui prosedur kerja standart yang telah dibuat oleh perusahaan
Gambar 4.6 Cause effect diagram jenis waste Proses Yang Tidak Tepat
Setelah sumber-sumber penyebab dari masalah teridentifikasi, maka langkah selanjutnya perlu melakukan penetapan rencana tindakan perbaikan waste yang bertujuan untuk mengurangi kegiatan yang tdak menghasilkan nilai tambah, sehingga dapat dicapai suatu tingkat proses produksi yang sesuai dengan keinginan perusahaan. Alat yang digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari masalah waste ini adalah FMEA (failure mode and effect analysis). Dengan Pengerjaan FMEA ini akan dapat memberikan usulan perbaikan pada perusahaan. Secara teknis penetapan penilaian keseriusan akibat kesalahan kesalahan potensial terhadap proses dan konsumen (severity), frekuensi terjadinya kesalahan yang menghasilkan kegagalan potensial (occurance), dan detection.
98
4.2.4.2 Tahap Rekomendasi Perbaikan
Tahap perbaikan disajikan dalam bentuk tabel Failure Mode Effect Analysis (FMEA) dikarenakan perusahaan belum bisa memberikan kepastian untuk dapat melaksanakan perbaikan ini atau tidak. Dalam FMEA sendiri terdapat beberapa tahapan, yakni Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa, hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan / defect potensial pada proses, mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang terjadi), mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan, menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point (severity), (occurance) (detection), memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya, dan dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurance, Detection). Dalam tahap ini dilakukan beberapa langkah dalam mengidentifikasi masalah – masalah potensial penyebab kegagalan sehingga nantinya upaya meminimal defect yang merupakan rencana perbaikan sebagai prioritas nantinya. Selengkapnya akan disajikan pada sub bab dibawah ini : 4.2.4.2.1 Menetapkan Suatu Usulan Rencana Tindakan Perbaikan
Rencana tindakan perbaikan sesuai dengan analisa cacat untuk mempermudah prioritas perbaikan dilakukan dengan jalan brainstorming ke pihak Perencanaan dan Pengendalian Produksi untuk menentukan nilai RPN (Risk Priority Number),yang nilainya didapatkan dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity ,Occurance, Detection).
99
RPN
=
Bobot (S) x Bobot (O) x Bobot (D)
Contoh perhitungan nilai RPN: Menunggu Manusia
Berdasarkan hasil brainstorming nilai :
Severity (S) = 5, karena tenaga kerja kurang teliti saat inspeksi bahan baku dan pada saat material handling maka berpengaruh buruk yang moderate sehingga performance produk menurun.
Occurance (O) = 6, karena tenaga kerja kurang teliti saat inspeksi bahan baku dan pada saat material handling dan mengakibatkan hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan agak mungkin terjadi.
Detection (D) = 4, karena kesalahan dideteksi pada proses berikutnya.
RPN = S x O x D = 5 x 6 x 4 = 120 Metode
Berdasarkan hasil brainstorming nilai :
Severity (S) = 5, karena metode yang tidak tepat berpengaruh buruk yang moderate sehingga performance produk menurun.
Occurance (O) = 6, karena metode yang tidak tepat mengakibatkan hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan agak mungkin terjadi.
Detection (D) = 5, karena kontrol berdasarkan variabel dengan aturan good/no good.
RPN = S x O x D = 5 x 6 x 5 = 150
100
Mesin
Berdasarkan hasil brainstorming nilai :
Severity (S) = 4, karena setting mesin tidak benar berpengaruh buruk yang moderat sehingga memerlukan rework.
Occurance (O) = 6, karena setting mesin tidak benar mengakibatkan hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan agak mungkin terjadi.
Detection (D) = 4, karena kesalahan dideteksi pada proses berikutnya.
RPN = S x O x D = 4 x 6 x 4 = 96 Material
Berdasarkan hasil brainstorming nilai :
Severity (S) = 7, karena bahan baku yang jelek dan habis berpengaruh buruk yang high sehingga produk harus disortir dan jumlah scrap kurang dari atau sama dengan 100%.
Occurance (O) = 6, karena bahan baku yang jelek mengakibatkan hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan agak mungkin terjadi.
Detection (D) = 5, karena kontrol berdasarkan variabel dengan aturan
good/no good. RPN = S x O x D = 7 x 6 x 5 = 210
Perhitungan RPN keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran F.
101
Tabel 4.14 Tabel Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
No
Mode
Potensial Problem
Potensial Root Cause
Manusia
Operator kurang teliti dalam pemasangan tube pada mesin baik sealing maupun bottomer cappimg, operator kurang tanggap, bosan, terlalu santai yang menyebabkan kelalaian melakukan penggantian dan pengisian tube apabila akan habis, sehingga menghentikan mesin karena pada mesin tidak ada alat sensor untuk mendeteksi tube yang akan habis.
S
O
D
RPN
5
6
4
120
5
6
5
150
4
6
4
96
7
6
5
210
5
6
3
90
9
6
3
162
8
6
4
192
7
6
3
126
Kegagalan
1
Menunggu Metode
Mesin
Material
Manusia
Mesin 2
Masih terdapat variasi waktu , Prosedur kerja kurang dipahami,metode penggantian craft dimana craft baru diganti jika sudah aus tentunya berisiko sewaktu-waktu dapat muncul di tengah proses. Hal ini dikarenakan tidak ada jadwal penggantian craft Mesin berhenti akibat setting mesin, gas argon habis akibat kelalaian operator, ganti spare part secara tiba-tiba karena aus, ganti craft aus karena tidak ada jadwal penggantian craft oleh bagian pemeliharaan mesin, kecepatan mesin kurang. Bahan baku menunggu untuk memasuki stasiun kerja berikutnya, uncap tidak sesuai karena pengecekan tube yang sudah tercoating sangat bergantung pada ketelitian penguji
Operator dalam memindahkan benda kerja atau material handling masih menggunakan troly dan seringkali operator bercanda atau mengobrol dengan operator lain sehingga memperpanjang waktu transportasi Peralatan mesin yang kurang mendukung , setting mesin kurang diperhatikan.Perawatan mesin kurang diperhatikan, jarak masin terlalu jauh
Transpotasi Metode
Material
Metode kurang effektif , prosedur kerja kurang dipahami,peralatan yang digunakan masih sederhana Raw matrial yang jauh, layout pabrik untuk reprosess terlalu jauh
102
Lanjutan Tabel 4.14. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) No
Mode
Potensial Problem
Potensial Root Cause
S
O
D
RPN
5
6
5
150
8
6
4
192
4
6
7
168
7
6
126
126
5
6
3
90
7
6
4
168
4
6
5
120
3
6
6
108
Kegagalan
Manusia
Mesin 3
Operator kurang hati-hati, setting unit komponen mesin tidak tepat sehingga menyebabkan cacat ukuran, hal ini dikarenakan operator kurang teliti dan pengalaman kerja operator masih kurang , dikarenakan kurangnya training yang ada Keausan cutter dikarenakan gesekan, sehingga perforating cutting kurang memotong, Slide knife tidak sejajar
Kccacatan Metode
Material
Manusia
4 Proses Yang Tidak Tepat
Penggantian rubber yang sewaktu-waktu dikarenakan umur pemakaian tidak jelas dan tergantung pada pemakaian menyebabkan cement uncap pada tube tidak rata dan harus dilakukan rework, ketelitian cara pengujian cement dan inspeksi yang dilakukan oleh operator kurang tepat. Pengujian material kurang memenuhi standart yang ditetapkan dalam penyimpanan material, uncap rusak yang tidak memperhatikan kelembaban udara sehingga menyebabkan cacat . Kesalahan operator dalam mensetting mesin ,dan kurangnya skill dan pengetahuan mengenai mesin tersebut.
Mesin
Mesin tidak sesuai kapasitas dikarenakan belum ada penambahan mesin baru
Metode
Kurangnya koordinasi tiap penanggung jawab, kurangnya prosedur yang meggambarkan proses produksi yang tepat
Material
Raw material yang tidak memenuhi standart
Keterangam: S : Severity O : Occurance
D : Detection
103
Dari tabel 4.14 diatas dapat dibuat prioritas tindakan perbaikan berdasarkan urutan nilai RPN terbesar ke nilai RPN yang lebih kecil dan diharapkan dengan melakukan tindakan perbaikan secara terus menerus sesuai dengan prioritas yang telah diusulkan maka, pada tahun-tahun mendatang diharapkan waste yang terjadi dapat dihilangkan. Tabel 4.15. Usulan Rencana Perbaikan Kegagalan Potensial
Prioritas
RPN
Usulan tindakan perbaikan
1
210
Pengecekan kualitas awal material dan membuat ukuran perbandingan yang baik untuk bahan baku seperti ukuran pengisian gas argon pada tube.
2
150
Melakukan penjadwalan penggantian craft berdasar data historis, melakukan pencatatan kapan terakhir kali dilakukan penggantian craft, diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat
3
120
Melakukan teguran dan sanksi kepada operator jika sering melakukan kesalahan, mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif
4
96
Membersihkan mesin setiap awal shift,melakukan pengecekan terhadap kondisi mesin pada awal dan akhir shift
1
192
Dibuat standart operasi untuk setting mesin sehingga operator tidak lupa / lalai melakukan pengecekan
2
162
Mengganti peralatan yang lebih sederhana menjadi semi otomatis, merubah tata letak mesin agar tidak terlalu berjauhan.
3
126
Merubah layout pabrik agar dekat dengan area persiapan rawn material
4
90
Melakukan teguran atau sanksi pada operator yang bercanda.
ke-
Menunggu
Transportasi
104
Lanjutan Tabel 4.15. Usulan Rencana Perbaikan Kegagalan Potensial
Prioritas
RPN
Usulan tindakan perbaikan
1
192
Mengganti cutter sebelum cutter itu aus, dengan melakukan pemeriksaan secara rutin
2
168
Penjadwalan perawatan mesin secara berkala agar tidak menyebabkan ketidakjelasan dalam mengganti rubber.
3
150
Meningkatkan konsentrasi operator dengan meperhatikan makanan dan kesehatan dan juga jam istirahat yang cukup
4
126
Material dijaga dalam penyimpanan nya agar tidak mmepengaruhi dalam proses produksi
1
168
Perlu adanya penambahan mesin baru yang memiliki kapasitas produksi lebih besar .
2
120
Perlu adanya komunikasi yang baik tiap penanggung jawab agar tidak terjadi kesalahan dalam proses produksi
3
108
Memeriksa material apakah material itu siap untuk diproses.
4
90
Perlunya menambah konsentrasi operator dalam menjalankan mesin dengan memperhatikan kesehatannya dan perlunya training jika ada penambahan mesin baru.
ke-
Kecacatan
Proses Yang Tidak Tepat
4.3
Analisa dan Pembahasan
Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Philips Indonesia, dari gambar Big Picture Mapping didapatkan total lead time produksi untuk satu buah produk adalah 3276,9 menit dengan value added time sebesar 2018,1 menit , non value added time sebesar 629,2 menit, dan neccessary non value adde sebesar
105
629,6 menit. Berdasarkan perhitungan kuisioner pemborosan diidentifikasi bahwa terdapat 4 jenis waste yang memiliki rata-rata skor paling besar yaitu menunggu (7,58), transportasi (2), defect (6,4), kecacatan (5,75), proses yang tidak tepat (4,38), persediaan yang tidak perlu (3,89), gerakan yang tidak perlu (3,61), produksi berlebihan (2,88). Process Activity Mapping merupakan tools yang digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini, aktivitas akan dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu operasi, transportasi, inspeksi, storage, dan delay. Pemetaan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang proses produksi lampu neon, mengelompokkan aktivitas
tersebut
apakah
menambah
nilai
tambah
atau
waste,
dan
mengidentifikasi kemungkinan redesign metode kerja dengan mengubah urutan kerja, mengurangi beberapa aktivitas, dan menyederhanakannya. Dari hasil pengolahan menggunakan Process Activity Mapping pada proses produksi lampu neon aktivitas yang paling sering dilakukan adalah operation sebesar 79 aktivitas (54,48%) diikuti dengan aktivitas tipe inspection sebesar 26 aktivitas (17,93%), delay 23 aktivitas (15,86%), transportation 15 aktivitas (10,34) dan storage sebanyak 2
aktivitas ( 1,37%) dari total 145
aktivitas yang ada. Waktu yang paling besar adalah operation sebesar 2051,6 menit (61,35%), diikuti dengan waktu untuk tipe transportation dengan jumlah waktu sebanyak 582,6 menit (17,42%) , delay sebesar 457,2 menit (13,67%), inspection 219,5 menit (6,56%), storage 32,8 (0,98%).
106
Tahap perbaikan disajikan dalam bentuk tabel Failure Mode Effect Analysis (FMEA) dikarenakan perusahaan belum bisa memberikan kepastian untuk dapat melaksanakan perbaikan ini atau tidak. Adapun usulan rencana perbaikan berdasarkan nilai RPN terbesar yang didapatkan dari tabel FMEA, adalah sebagai berikut: a. Waste menunggu dari faktor manusia (RPN = 210) dengan usulan perbaikannya adalah sebaiknya pengecekan kualitas awal material dan membuat ukuran perbandingan yang baik untuk bahan baku seperti ukuran pengisian gas argon pada tube agar tidak terjadi pengecekan ulang sehingga menunggu yang begitu lama dapat dikurangi, faktor metode (RPN=150) dengan usulan perbaikannya adalah melakukan penjadwalan penggantian craft berdasar data historis, melakukan pencatatan kapan terakhir kali dilakukan penggantian craft, diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat, faktor manusia (RPN=120) dengan usulan perbaikannya adalah sebaiknya melakukan teguran dan sanksi kepada operator jika sering melakukan kesalahan, mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif, faktor mesin (RPN=96) dengan usulan perbaikannya adalah
membersihkan mesin setiap awal shift, melakukan
pengecekan terhadap kondisi mesin pada awal dan akhir shift agar kondisi tetap terjaga. b.Waste transportasi dari faktor metode (RPN=192) dengan usulan perbaikannya adalah dibuat standart operasi untuk setting mesin sehingga operator tidak lupa / lalai melakukan pengecekan, faktor mesin (RPN=162) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti peralatan yang lebih sederhana menjadi semi otomatis, merubah tata letak mesin agar tidak terlalu berjauhan, faktor material (RPN=126) merubah layout pabrik agar dekat dengan area persiapan raw material,
107
faktor manusia (RPN=90) dengan usulan perbaikannya adalah melakukan teguran atau sanksi pada operator yang bercanda. c. Waste kecacatan dari faktor mesin (RPN=192) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti cutter sebelum cutter itu aus, dengan melakukan pemeriksaan secara rutin, faktor metode (RPN=168) dengan usulan perbaikannya adalah penjadwalan perawatan mesin secara berkala agar tidak menyebabkan ketidakjelasan dalam mengganti rubber, faktor manusia (RPN=150) usulan perbaikannya meningkatkan konsentrasi operator dengan memperhatikan makanan dan kesehatan dan juga jam istirahat yang cukup, faktor material (RPN=126) usulan perbaikannya material dijaga dalam penyimpanan nya agar tidak mmepengaruhi dalam proses produksi. d. Waste proses yang tidak tepat dari faktor mesin (RPN=168) usulan perbaikannya perlu adanya penambahan mesin baru yang memiliki kapasitas produksi lebih besar, faktor metode (RPN=120) usulan perbaikannya perlu adanya komunikasi yang baik tiap penanggung jawab agar tidak terjadi kesalahan dalam proses produksi, factor material (RPN=108) usulan perbaikannya memeriksa material apakah material itu siap untuk diproses, faktor manusia (RPN=90) usulan perbaikannya perlunya menambah konsentrasi operator dalam menjalankan mesin dengan memperhatikan kesehatannya dan training jika ada penambahan mesin baru
108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian di PT.Philips Indonesia dengan penerapan Lean Manufacturing adalah sebagai berikut : 1. Dari kuisioner pemborosan yang disebarkan di lantai produksi pembuatan lampu neon dan pengolahan yang dilakukan dapat diketahui tipe-tipe seven waste dalam lean manufacturing mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah menunggu (7,58), transportasi (6,44), kecacatan (5,75), proses yang tidak tepat (4,39), persediaan yang tidak perlu (3,89), gerakan yang tidak perlu (3,61), dan produksi berlebihan (2,89). 2. Adapun usulan rencana perbaikan berdasarkan nilai RPN terbesar yang didapatkan dari tabel FMEA, adalah sebagai berikut: a. Waste menunggu dari faktor manusia (RPN = 210) dengan usulan perbaikannya adalah sebaiknya pengecekan kualitas awal material dan membuat ukuran perbandingan yang baik untuk bahan baku seperti ukuran pengisian gas argon pada tube agar tidak terjadi pengecekan ulang sehingga menunggu yang begitu lama dapat dikurangi, faktor metode (RPN=150) dengan usulan perbaikannya adalah melakukan penjadwalan penggantian craft berdasar data historis, melakukan pencatatan kapan terakhir kali dilakukan penggantian craft, diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat, faktor manusia (RPN=120) dengan usulan
109
perbaikannya adalah sebaiknya melakukan teguran dan sanksi kepada operator jika sering melakukan kesalahan, mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif, faktor mesin (RPN=96) dengan usulan perbaikannya adalah membersihkan mesin setiap awal shift, melakukan pengecekan terhadap kondisi mesin pada awal dan akhir shift agar kondisi tetap terjaga. b. Waste
transportasi
dari
faktor
metode
(RPN=192)
dengan
usulan
perbaikannya adalah dibuat standart operasi untuk setting mesin sehingga operator tidak lupa / lalai melakukan pengecekan, faktor mesin (RPN=162) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti peralatan yang lebih sederhana menjadi semi otomatis, merubah tata letak mesin agar tidak terlalu berjauhan, faktor material (RPN=126) merubah layout pabrik agar dekat dengan area persiapan
raw
material,
faktor
manusia
(RPN=90)
dengan
usulan
perbaikannya adalah melakukan teguran atau sanksi pada operator yang bercanda. c. Waste kecacatan dari faktor mesin (RPN=192) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti cutter sebelum cutter itu aus, dengan melakukan pemeriksaan secara rutin, faktor metode (RPN=168) dengan usulan perbaikannya adalah penjadwalan perawatan mesin secara berkala agar tidak menyebabkan ketidakjelasan dalam mengganti rubber, faktor manusia (RPN=150) usulan perbaikannya meningkatkan konsentrasi operator dengan memperhatikan makanan dan kesehatan dan juga jam istirahat yang cukup, faktor material (RPN=126) usulan perbaikannya material dijaga dalam penyimpanan nya agar tidak mmepengaruhi dalam proses produksi. d. Waste
110
proses yang tidak tepat dari faktor mesin (RPN=168) usulan perbaikannya perlu adanya penambahan mesin baru yang memiliki kapasitas produksi lebih besar, faktor metode (RPN=120) usulan perbaikannya perlu adanya komunikasi yang baik tiap penanggung jawab agar tidak terjadi kesalahan dalam proses produksi, factor material (RPN=108) usulan perbaikannya memeriksa material apakah material itu
5.2 Saran Berikut adalah beberapa saran yang diberikan kepada perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini : 1. Perusahaan hendaknya mensosialisasikan kepada seluruh elemen karyawan di perusahaan tentang waste/pemborosan, bagaimana cara meminimumkannya dalam suatu proses produksi sehingga efisiensis kerja perusahaan dapat ditingkatkan. 2. Perusahaan hendaknya melakukan pembenahan terhadap permasalahan kerja yang ada (waste yang terjadi) sehingga biaya atau ongkos produksi bisa diminimasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Tatit. 2006, “Pendekatan Time Study untuk perbaikan proses produksi guna menunjang penerapan Lean Manufacturing (Studi kasus : Departemen GLS, Group A, PT. Philips Lighting Indonesia)”
Hines, P. and N. Rich., 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School, Cardiff, UK. International Journal of Operation & Production Management, Vol. 17, No.1, pp.46-04.
Hines, P., 2002. Value Stream Mapping: Theory and Case. Cardiff University.
Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”. Lean Enterprise Research Center Cardiff Bussines School, USA.
James, Ucok. MP., 2008. Pengurangan Waste di Lantai Produksi dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan Produktivitas Kerja Perusahaan Studi Kasus : PT. Barata Indonesia (Persero). Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
James P. Womack & Daniel T.Jones., 2003. Lean Thinking, Banish Waste and Create Wealth In Your Coporation. Free Pres, New York
Jeffrey, K.Liker., 2006. The Toyota Way. Diterjemahkan oleh Gina Gania, S.T., M.B.A., Jakarta : Penerbit Erlangga
Juniarti, Catur. U., 2008, “Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan di PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PK Rosella Baru Surabaya”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional Surabaya.
Pujawan, I. N., 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya.
Rawabdeh, I., 2005, “A model for the assessment of waste in job shop environments“, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 25 No. 8, pp. 800-822.