BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Konsumsi Ikan konsumsi adalah semua sumber daya ikan yang ada di air tawar atau laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Ikan konsumsi dapat diartikan semua hayati kelautan dan air tawar yang mengandung protein tinggi dan mempunyai arti penting bagi kepentingan perekonomian (Marimin 2010). Ikan konsumsi digolongkan berdasarkan hasil upaya perolehan dan tempat habitat. Ikan konsumsi berdasarkan upaya perolehan yaitu ikan hasil penangkapan dan ikan hasil budidaya. Ikan konsumsi digolongkan berdasarkan tempat habitat yaitu jenis ikan hidup di perairan darat dan jenis ikan hidup di perairan laut (Effendi 1997 dalam Imelda 2011). Marimin (2010) mengemukakan bahwa produksi perikanan global secara keseluruhan baik dari ikan hasil perikanan tangkap dan budidaya total 141,6 juta ton per tahun. Sekitar 105,6 juta ton ini (75%) digunakan untuk konsumsi manusia secara langsung, sedangkan sisanya dipakai untuk produk non-pangan, khususnya pembuatan fishmeal dan minyak. 2.2 Produk Ikan Segar Pengertian produk adalah suatu barang yang dapat ditawarkan kepada konsumen di pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen (Kotler 1997). Menurut Sudradjat (2011) ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap, tidak mengalami perlakuan pengawetan atau yang diawetkan hanya dengan cara pendinginan (chilling). Sedangkan ikan beku atau yang dikenal frozen fish adalah ikan yang menjalani proses pembekuan untuk mengurangi suhu dari keseluruhan produk ke suatu tingkat yang cukup rendah untuk mengawetkan mutu ikan. Suhu rendah harus diperhatikan selama pengangkutan, penyimpanan dan distribusi sampai pada waktu penjualan akhir (Sudradjat 2011). Ikan memiliki kandungan
7
8
nutrisi yang tinggi antara lain omega 3, protein asam amino yang tinggi, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral seperti vitamian A, vitamin D, vitamin B12 (Afrianto dan Liviawati 1989). Karakteristik produk ikan segar menurut Afrianto dan Liviawati (1989): 1. Kulit
:
Warna kulit terang dan jernih, kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.
2. Sisik
:
3. Mata :
Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas. Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung.
4. Insang : Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah. 5. Daging : Warna daging masih baik tidak pucat, kenyal, tidak lunak, badan kaku, bentuk sisik rapi dan rapat. 2.3 Pengertian Manajemen Menurut Kotler (1997) manajemen pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan pelaksanaan dari konsep harga, promosi, dan pendistribusian suatu ide dari barang-barang dan jasa-jasa untuk menciptakan suatu pertukaran yang dapat memuaskan tujuan individu maupun organisasi. Pengertian Manajemen menurut Louis A. Allen dalam Herujito (2006) adalah suatu jenis pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental dan fisik yang diperlukan untuk memimpin, merencana, menyusun dan mengawasi. Istilah managemen, menurut Manulang (2006) memiliki beberapa pengertian yaitu : 1. Manajemen sebagai suatu proses. 2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. 3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan. Pengertian managemen sebagai suatu proses adalah proses yang dilakukan secara bertahap dan terstruktur dalam pelaksanaannya dengan suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi. Definisi manajemen sebagai suatu proses menurut
9
Manulang (2006) terdapat tiga pengertian, pertama adanya tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kedua tujuan yang dicapai dengan mempergunakan kegiatan orangorang lain, dan ketiga kegiatan-kegiatan orang lain harus dibimbing dan diawasi. Pengertian manajemen sebagai kolektivitas adalah orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu. Pengertian managemen sebagai suatu ilmu atau seni (art) adalah seni atau ilmu untuk mencapai suatu tujuan dengan kegiatan proses perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, serta pengawasan. Kerangka pokokpokok management diartikan sebagai kegiatan/aktivitas, proses yaitu kegiatan dalam rentetan urutan-urutan, institut/orang-orang yang melakukan kegiatan atau proses kegiatan. Fungsi-fungsi pokok manajemen menurut Terry (2006) yang membentuk manajemen sebagai salah satu proses sebagai berikut : 1. Planning
: Kegiatan yang menentukan berbagai tujuan dan penyebab dari tindakan-tindakan selanjutnya.
2. Organizing:
Kegiatan membagi pekerjaan di antara anggota kelompok dan membuat ketentuan dalam hubungan yang diperlukan.
3. Actuating :
Kegiatan menggerakan anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas masing-masing.
4. Controlling: Kegiatan untuk menyesuaikan antara pelaksanaan dan rencanarencana yang telah ditentukan. 2.4 Pengertian Persediaan Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Assauri 2008). Sistem pengendalian persediaan didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan
10
tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan (Herjanto 2008). Kebijakan persediaan dalam memenuhi kebutuhan suatu perusahaan perlu dilakukan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi, dapat dijangkau oleh dana yang tersedia, dan peningkatan jumlah pembeliaan secara optimal (Harjito dan Martono 2012). Fungsi persediaan menurut Herjanto (1999) dari segi pemasaran adalah peningkatan tingkat persediaan sesuai tingkat permintaan konsumen, segi pembelian adalah pembelian barang dalam jumlah besar dengan tujuan memperoleh discount sehingga harga per unit, biaya pengangkutan per unit akan menjadi lebih rendah, segi produksi adalah tingkat persediaan yang optimal akan dapat mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan, segi keuangan adalah tingkat persediaan yang optimal akan dapat memperkecil biaya dalam persediaan. Menurut Harjito dan Martono (2012) persediaan dalam perusahaan manufactur terdapat jenis-jenis persediaan seperti persediaan barang jadi (inventory of finished goods), persediaan barang setengah jadi (inventory of work in process) dan persediaan bahan baku atau bahan mentah (inventory of raw material). Sedangkan pada perusahaan dagang, persediaan yang ada merupakan persediaan barang dagangan (inventory of merchandise). Penentuan besarnya persediaan pengaman menurut Assauri (2008) dapat menggunakan pendekatan yaitu pendekatan kekurangan bahan (probability of stock out approach) dan pendekatan dengan tingkat pelayanan (level of service approach). Pendekatan kekurangan bahan menggunakan asumsi bahwa waktu tunggu (lead time) adalah konstan dan seluruh bahan yang dipesan diserahkan pada saat yang sama, sehingga kekurangan bahan terjadi hanya karena adanya penambahan dalam penggunaan atau permintaan yang berfluktuasi. Pada pendekatan tingkat pelayanan, ditentukan dan diukur dengan tingkat pelayanan yang diberikan oleh adanya safety stock.
11
Tingkat pelayanan dapat diartikan dalam dua hal tergantung dari keadaan penggunaannya (Assauri 2008), yaitu: 1. Tingkat Pelayanan Frekuensi (Frequency “Level of Service”) Rata-rata tingkat pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan akan dapat memenuhi seluruh permintaan pelanggan dalam periode pemenuhan atau pergantian x dari setiap 100. 2. Tingkat Pelayanan Kuantitas (Quantity “Level of Service”) Perbandingan secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan pelanggan yang dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa adanya pembatalan. Faktor dasar yang perlu diperhatikan sebelum persediaan pengaman ditentukan, yaitu (Assauri 2008): 1. Jarak waktu penyerahan (delivery lead time), yaitu jarak waktu yang terdapat antara saat pengadaan pesanan untuk pengisian persediaan dengan saat penerimaan barang yang dipesan dalam gudang persediaan. 2. Waktu yang terlindung (covering lead time), yaitu jarak waktu yang efektif dimana persediaan pengaman dapat menutupi fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan. Menurut Assauri (2008) dalam menilai suatu persediaan beberapa cara yang dapat digunakan, antara lain: 1. Cara First In, First Out (FIFO): Pendekatan asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. 2. Cara Rata-Rata ditimbang (Weight Average Method) : Harag rata-rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masingmasing harganya. 3. Cara Last In, First Out (LIFO): Barang yang telah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk.
12
2.4.1 Tipe dan Jenis Persediaan Jenis-jenis persediaan dari segi fungsinya yaitu, Assauri (2008): 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena suatu perusahaan membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada periode tertentu. 2. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. 3. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat. Jenis-jenis persediaan berdasarkan jenis dan posisi barang dalam urutan pengerjaan produk (Assauri 2008): 1. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku diperlukan untuk diolah melalui proses sehingga menjadi barang jadi (finished goods). 2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts/components stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri atas parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung di-assembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya. 3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu keberhasilan produksi tetapi tidak merupakan komponen dari barang jadi. 4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiaptiap bagian dalam satu parbrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk
tetapi perlu dilakukan proses lebih lanjut untuk kemudian
menjadi barang jadi.
13
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. 2.4.2 Fungsi-Fungsi Persediaan Beberapa fungsi dari diadakannya persediaan dalam perusahaan menurut Herjanto (2008) antara lain : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan. 3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi. 4. Menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasaran. 5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount). 6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan. 2.4.3 Biaya-Biaya Persediaan Pengelolaan persediaan melalui pendekatan biaya-biaya persediaan antara lain biaya dalam persediaan dan pengawasan persediaan. Biaya dalam persediaan menurut Herjanto (2008) menerangkan bahwa terdapat tiga jenis biaya yang berkaitan dengan persediaan dalam menetukan persediaan yang optimal. Ketiga jenis biaya itu yaitu: 1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs atau Procurement Costs) Ordering costs adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan atau barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan
14
pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang. 2. Biaya Penyimpanan (Carrying Costs) Carrying costs adalah yang dikeluarkan berhubungan dengan diadakannya penyimpanan persediaan barang. Biaya yang termasuk biaya penyimpanan adalah biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama proses penyimpanan. 3. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Costs/Stockout Costs) Shortage costs adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kehabisan bahan ini meliputi biaya pesan secara cepat atau khusus dan biaya produksi karena adanya operasi ekstra. Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan menurut Assauri (2008) digolongkan menjadi empat golongan yaitu: 1. Biaya pemesanan (ordering costs) Biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan (order) dibuat dan dikirim ke penjual, sampai barang-barang/bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang atau daerah pengolahan (process areas). 2. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory carrying costs) Biaya-biaya yang diperlukaan berkenaan dengan adanya persediaan yang meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat adanya sejumlah persediaan atau biaya pengadaan persediaan (stock holding costs). 3. Biaya kekurangan persediaan (out of stock costs) Biaya-biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan dalam menutupi kekurangan persediaan.
15
4. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associated costs) Biaya-biaya yang terjadi akibat adanya penambahan atau pengurangan kapasitas, atau bila terlalu banyak atau terlalu sedikitnya kapasitas yang digunakan pada periode waktu tertentu. Cara pemesanan menurut Assauri (2008) menerangkan bahwa dalam usaha untuk menutupi kebutuhan persediaan dilakukan kegiatan pemesanan bahan. Cara pemesanan dapat dilakukan dengan dua cara antara lain: 1. Order Point System Order point system adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan, pemesanan dilakukan apabila persediaan yang ada telah mencapai suatu atau tingkat tertentu. 2. Order Cycle System Order cycle system adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan dimana jarak atau interval waktu dari pemesanan tetap, misalnya tiap minggu atau tiap bulan. 2.5 Analisis Persediaan (Inventory Analysis) Analisis persediaan sangat penting dilakukan untuk mengadakan perencanaan bahan-bahan yangdibutuhkan baik dalam jumlah maupun kualitasnya yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pemesanan dilakukan (Assauri 2008). Analisis persediaan yaitu analisis metode EOQ (Economic Order Quantity), Analisis Tingkat Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) dan Analisis Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point). 2.5.1 Metode EOQ (Economic Order Quantity) EOQ (Economic Order Quantity) adalah jumlah bahan yang dapat dibeli dengan biaya persediaan yang minimal atau sering disebut jumlah pesanan bahan yang optimal (Harjito dan Martono 2012). Economic Order Quantity menurut Assauri (2008) adalah jumlah atau besarnya pesanan yang dimiliki jumlah ordering cost dan carrying cost per tahun yang paling minimal. Economic Order Quantity sebagai metode manajemen persediaan adalah penentuan jumlah kuantitas bahan atau barang yang harus dipesan untuk setiap
16
kali pengadaan persediaan dan penentuan waktu pemesanan barang atau bahan yang akan dipesan. Menurut Harjito dan Martono (2012) jenis biaya yang dipertimbangkan dalam metode Economic Order Quantity adalah biaya pesan (ordering costs) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses pemesanan suatu barang. Biaya pemesanan antara lain biaya selama proses pemesanan, biaya pengiriman permintaan, biaya penerimaan bahan, biaya penempatan bahan kedalam gudang, dan biaya proses pembayaran. Selain ordering costs terdapat biaya pemesanan (carrying costs) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka proses penyimpanan. Biaya penyimpanan antara lain biaya sewa gudang, biaya pemeliharaan gudang, biaya yang diperlukan untuk investasi barang yang disimpan, baiaya asuransi, dan biaya penyusutan barang (Harjito dan Martono 2012). Jumlah pembelian yang paling ekonomis (Economic Order Quantity) adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian menimbulkan biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan (Herjanto 2008). Menurut Longenecker et al (2000) pendekatan Economic Order Quantity (EOQ) adalah tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Biaya pesan memiliki sifat positif-linear dengan frekuensi pesanan, artinya semakin tinggi tingkat frekuensi pemesanan maka biaya pemesanan akan semakin tinggi, sedangkan biaya simpan memiliki sifat negatif-tidak linear dengan frekuensi pesanan, artinya semakin tinggi tingkat frekuensi pemesanan maka biaya penyimpanan akan semakin rendah (Harjito dan Martono 2012). Hubungan dua jenis biaya persediaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Hubungan antara Dua Jenis Biaya Persediaan
17
Rumus Economic Order Quantity (Handoko 1984 dalam Imelda 2011). TIC= H (Q/2) + S (D/Q ) Keterangan: (Q/2)= Persediaan rata-rata (D/Q)= Jumlah pemesanan per periode, dengan jumlah setiap kali pesan Q TC minimum terjadi apabila (Dtc / dQ) = 0 dan d²TC / d²Q > 0 dTC/Dq =H/2 –SD/Q² = 0 SD/Q² =H/2 Q² = 2SD/H Q = √2SD/H Keterangan: D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu S = Biaya pemesanan per pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun 2.5.2 Analisis Tingkat Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) adalah persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang (Herjanto 2008). Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dari penerimaan barang yang dipesan (Herjanto 2008). Menurut Assauri 2008 bahwa persediaan pengaman optimal merupakan persediaan cadangan untuk menjamin keselamatan operasi atau kelancaran produksi. 2.5.3 Analisis Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point) Reorder Point (Titik Pemesanan Kembali) disingkat ROP adalah saat dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga permintaan bahan yang dipesan tepat pada waktu persediaan diatas safety stock sama dengan nol (Harjito dan Martono 2012). ROP adalah jumlah persediaan yang menandai saat harus dilakukan pemesanan ulang sedemikian rupa sehingga kedatangan atau
18
penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu (Herjanto 2008). Jika ROP (Reorder Point) ditetapkan terlalu rendah persediaan akan habis sebelum persediaan pengganti diterima sehingga produksi dapat terganggu atau permintaan pelanggan tidak dapat terpenuhi. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi maka persediaan baru sudah datang sementara persediaan di tempat penyimpanan masih banyak, sehingga mengakibatkan pemborosan biaya yang berlebihan (Herjanto 2008). Dua faktor yang mempengaruhi reorder point yaitu penggunaan bahan selama lead time dan safety stock (Harjito dan Martono 2012). Lead Time adalah masa tunggu sejak pesanan barang atau bahan dilakukan sampai bahan tersebut tiba di perusahaan. Waktu tunggu tersebut berbeda-beda antara barang yang satu dan lainnya. Waktu tunggu juga ditentukan oleh jarak antara perusahaan dan sumber bahan, alat transportasi yang digunakan dan lain sebagainya. Selama waktu tunggu (lead time) maka proses produksi tidak boleh terganggu. Safety stock adalah persediaan yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila perusahaan kekurangan atau keterlambatan bahan (Harjito dan Martono 2012).
Safety Stock
Gambar 3. Hubungan antara ROP , Safety Stock dan Lead Time 2.6 Analisis Finansial Pengertian analisis finansial adalah metode analisis data yang didapat dari informasi finansial perusahaan atau data dari hasil kegiatan proyek baik perorangan, perseroan, atau kelompok pada periode waktu tertentu. Analisis finansial dapat dilakukan dengan melakukan analisis Revenue Cost Ratio (RCR) dan Profitability Ratio.
19
2.6.1 Revenue Cost Ratio (RCR) Revenue Cost Ratio (RCR) adalah perbandingan revenue pendapatan kotor atau dengan total pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan (Imelda 2011). Jika nilai RCR lebih besar dari satu berarti usaha tersebut sudah mengalami keuntungan dan jika lebih kecil dari satu maka perusahaan
belum
mengalami
keuntungan
sehingga
masih
diperlukan
pembenahan, untuk RCR sama dengan satu maka cash inflow aliran masuk sama dengan cash outflow aliran kas keluar (Sudrajat 2008 dalam Imelda 2011). Semakin besar nilai RCR semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut. 2.6.2 Profitability Ratio Rasio keuntungan (profitability ratio) adalah ukuran untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan fungsional
manajemen, seperti keuangan,
pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional. Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang dapat dilihat dari keuntungan yang dihasilkan. Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi. Apabila profitability ratio lebih dari 1 maka rencana investasi layak diterima (feasible), jika profitability ratio kurang dari 1 maka rencana investasi dinyatakan tidak layak, jika profitability ratio sama dengan 1 maka usaha dalam keadaan break even point (Harjito dan Martono 2012). 2.7 Tingkat Kepuasan Konsumen Teori kepuasan konsumen (the expectancy disconfirmation model) terdapat kepuasan dan ketidakpuasan konsumen
yang merupakan dampak dari
perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut (Sumarwan 2003). Fungsi produk (product performance) menurut Sumarwan (2003): 1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan konsumen atau disebut dengan diskonfirmasi positif (positive disconfirmation) sehingga produk membuat konsumen akan merasa puas.
20
2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan atau disebut dengan konfirmasi sederhana (simple confirmation). Konsumen akan memiliki perasaan netral. 3. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan konsumen disebut dengan diskonfirmasi negatif (negative diconfirmation). Produk akan menyebabkan kekecewaan atau ketidakpuasan pelanggan.
Pengalaman Produk dan Merek Harapan Mengenai Merek seharusnya Berfungsi
Evaluasi Mengenai Funsgi Merek yang Seharusnya Evaluasi Gap antara Harapan dan yang Seharusnya
Ketidakpuasan Emosional: Merek tidak Mememnuhi Harapan
Konfirmasi Harapan: Fungsi Merek tidak Berbeda dengan Harapan
Kepuasan Emosional: Merek Melebihi Harapan
Gambar 4. The Expectation Disconfirmation Model Sumber : Mowen dan Minor 1998 dalam Sumarwan 2003 Tingkat
kepuasan konsumen memiliki
hubungan dengan bauran
pemasaran yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi. Menurut Kotler (1997) bauran pemasaran sebagai perangkat alat taktis pemasaran untuk memantapkan pemosisian yang kuat dalam pasar sasaran. Definisi dari produk, harga, distribusi, dan promosi sebagai berikut (Kotler 1997): 1. Product (produk) adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar sasaran. 2. Price (harga) adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh produk. 3. Place (distribusi) adalah aktivitas perusahaan untuk membuat produk tersedia bagi konsumen sasaran. 4. Promotion (promosi) adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membeli.
21
Tingkat kepuasan konsumen berhubungan dengan perilaku dan sikap konsumen. Perilaku konsumen adalah semua tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, dan menghabiskan dan kemudian melakukan kegiatan evaluasi (Sumarwan 2003). Menurut Sumarwan (2003) sikap konsumen memiliki unsur dari pandangan psikologis sosial yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (emosi dan perasaan), dan konatif (tindakan). 2.8 Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain (Kotler 1997). Definisi pemasaran menurut Kotler bersandar pada konsep inti yang meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands). Pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan manajerial dimana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan usahakan melalui penciptaan, pertukaran yang dapat memenuhi kebutuhan, keinginan dan permintaan seseorang atau kelompok (Kotler 1997). Sedangkan menurut Assauri (2008) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. 2.9 Pasar Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya milik Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya (Perda DKI No.3 Tahun 2009). Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, counter, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya atau koperasi dengan usaha skala kecil,
22
modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar (Perda DKI No.3 Tahun 2009). 2.9.1 Pasar Modern Pengertian pasar modern menurut Sinaga 2006 dalam Edris 2012 adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah, kelas atas). Pasar modern antara lain mall, supermarket, departemen store, shopping centre, waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya. Barang yang yang di pasar modern memiliki variasi jenis yang beragam.Selain menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang digudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti dengan tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak (Sinaga 2006 dalam Edris 2012). 2.9.2 Pasar Ikan Higienis “Everfresh Fish Market” Pejompongan Jakarta Pusat Pasar Ikan Higienis (PIH) adalah tempat atau wadah jual beli hasil perikanan yang dikelola secara modern yang selalu menjaga kualitas ikan secara higienis. PIH Pejompongan yang bertempat di Jakarta Pusat. Pasar tersebut merupakan pasar modern yang menyediakan berbagai bahan baku hasil perikanan laut dan tawar untuk memenuhi kebutuhan konsumen masayarakat dengan tingkat kemanan produk dengan pengelolaan modern dengan konsep higienitas atau sesuai dengan standar sanitasi, sehingga ikan tersebut layak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan juga kesehatan masyarakat. Ikan yang diperjualkan di PIH Pejompongan Jakarta Pusat merupakan produk perikanan berupa ikan segar dan ikan beku.