BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a.
Kadar Hemoglobin 2.
Pengertian Hemoglobin adalah protein majemuk yang tersusun atas protein
sederhana yaitu globin dan radikal prostetik yang berwarna, yang disebut heme. Protein ini terdapat dalam butir-butir darah merah dan dapat dipisahkan daripadanya dengan cara pemusingan. Berat molekulnya yang ditentukan dengan ultrasentrifuge sebesar 68.000. Ini adalah protein pertama yang diperoleh dalam bentuk hablur. Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen dalam darah. Tiap liter darah mengandung kirakira 150 gr hemoglobin (Damin Sumardjo, 1990). Kadar hemoglobin adalah jumlah K3Fe (CN)6 akan diubah menjadi methemoglobin yang kemudian diubah menjadi hemoglobin sianida (HiCN) oleh KCN dengan batas ambang berat bila Hb < 8 gr/dl, anemia ringan jika Hb > 8 – 11 gr/dl dan normal pada ibu hamil Hb > 11 gr/dl (Prawirohardjo, 2000). Kadar hemoglobin pada darah dikatakan anemia apabila kadar Hb dasar pada pria <13 gr/%, wanita < 12 gr/% dan pada ibu hamil < 11 gr/% (Mansjoer, 2000). Gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang – kurangnya 20% wanita hamil. Wanita hamil memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi, dari pada wanita
6
7
hamil dengan nilai hematology normal. Dikatakan anemia bila kadar Hb pada wanita hamil trimester I < 11 gr/dl, trimester II < 10,5 gr/dl dan trimester III < 10 gr/dl (Bobak, 2004). Kadar Hb ibu hamil terjadi jika produksi sel darah merah meningkat, nilai normal hemoglobin (12 sampai 16 gr/%) dan nilai normal hematokrit (37% sampai 47%) menurun secara menyolok. Penurunan lebih jelas terlihat selama trimester kedua, saat terjadi ekspansi volume darah yang cepat. Apabila nilai hematokrit turun sampai 35% atau lebih, wanita dalam keadaan anemia (Bobak, 2004). Pengenceran darah sebagai penyesuaian diri dalam kehamilan karena untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, akibat hidramia cardial output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resitensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik, pada pendarahan waktu persalinan banyak unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu kental. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Dari kehamilan 8 minggu sampai 40 hari postpartum, kadar Hb, jumlah eritrosit dan nilai hematokrit, ketiganya turun sehingga kehamilan sampai 7 hari postpartum. Setelah itu ketiga nilai meningkat pada dan pada 40 hari postpartum mencapai angka yang kira-kira sama dengan diluar kehamilan. Batas terendah untuk kadar Hb
8
dalam kehamilan nilai 10 gr/dl, bila kurang dari itu disebut anemia dalam kehamilan (Hanifa, 1997). Menurut klasifikasi WHO kadar Hb untuk ibu hamil ditetapkan menjadi tiga kategori yaitu Normal (> 11 gr/%), anemia ringan (8-11 gr/ %) dan anemia berat (< 8 gr/% ) (Husaini, 1989). 3. Kadar Hb Ibu hamil mempunyai kadar Hb rendah maka dianjurkan untuk menambah nutrisi dan suplemen Fe. Keadaan anemia tentunya perlu penanganan yang serius agar tidak berdampak buruk bagi ibu maupun janinnya. Pengaturan makan yang baik dengan memperhatikan makanan sumber zat besi dan sumber protein dapat membantu memperbaiki keadaan anemia. Obat suplemen zat besi seperti ferro sulfat sangat dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil setiap hari dengan petunjuk dokter atau petugas medis agar membantu meningkatkan suplai zat besi bagi tubuh (Rahmawati, 2001). 4. Pemeriksaan kadar Hb Penentuan
anemia
dilakukan
dengan
pemeriksaan
kadar
hemoglobin darah. Cara yang digunakan untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah antara lain dengan menggunakan metode : a. Metode Cyanmethemoglobin Prinsp dasar : Hemoglobin darah diubah menjadi hemoglobin sianida dalam larutan kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbsi larutan
9
diukur dengan panjang gelombang 540 mikrometer dengan satuan gram/dl. Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tabung reaksi, pipet Hb 20 mikrom, fotometer, Reagen Cyanmed. b. Metode Sahli Prinsip dasar : Darah oleh larutah H Cl 0,1 N diubah menjadi asam hematin dan berwarna coklat. Perubahan warna yang terjadi dibaca dengan standar hemoglobin. Alat dan bahan yang digunakan : darah, standar hemoglobin, tabung hemoglobin, anti coagulant, H Cl 0,1 N.
B. Dampak Kadar Hb Rendah atau Kurang Pada Ibu Hamil 1. Berat Badan Lahir Rendah Berat badan bayi yang dilahirkan ditentukan oleh kecukupan gizi selama kehamilan. Makanan yang cukup jumlah dan jenisnya akan mempengaruhi pertumbuhan janin yang dikandungnya. Berat badan bayi lahir rendah bila bayi dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, bayi dikatakan sehat bila bayi lahir dengan berat badan antara 2,7 sampai 3,3 kg dengan panjang badan antara 48 sampai 50 cm (Sjahmien, 1998).
10
Frekuensi berat badan lahir rendah berkisar antara 3,6 sampai 10,8% sedangkan di negara berkembang kasus BBLR berkisar antara 10 sampai 43% (Mochtar, 1998) Manuaba (1998) Berat Badan Lahir Rendah dapat digolongkan menjadi 3 yaitu Berat badan lahir rendah, bila berat badan kurang dari 2,5 kg. Berat badan lahir sangat rendah, bila berat badan lahir kurang dari 1,5 kg. Barat badan lahir sangat rendah sekali, bila berat badan lahir kurang dari 1 kg. Bayi dengan berat lahir rendah perlu mendapat masukan zat gizi yang cukup untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan badannya. Masukan kalori dan protein yang tinggi akan membantu menghindari keterlambatan pertumbuhan bayi dan menghindari kematian prenatal dan 30 hari setelah kelahiran. Kelainan fisik dan perilaku banyak terjadi pada bayi BBLR (Mochtar, 1998). 2.
Prematuritas Adalah persalinan yang terjadi belum cukup umur di bawah 37
minggu (Manuaba, 2001). 3.
Abortus Menurut terminologi kedokteran abortus adalah gugurnya suatu
kehamilan secara tidak terduga, tak direncanakan, spontan sebelum janin cukup berkembang untuk bertahan hidup di luar kandungan (Moore, 2001).
11
C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil Trimester III 4.
Jarak Kehamilan Jarak kehamilan yang aman bagi kelangsungan hidup ibu dan anak
paling sedikit dua tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jarak kehamilan lebih dari dua tahun mempunyai pengaruh positif terhadap ibu dan anak. Bahkan dampak jarak kehamilan terhadap kematian balita lebih besar dari faktor demografis lainnya, seperti umur ibu ataupun paritas yang telah lama diketahui berhubungan erat dengan kesehatan reproduksi. Jarak kehamilan yang kurang dari dua tahun meningkatkan resiko kematian bagi anak yang baru lahir maupun bagi anak-anak yang dilahirkan sebelumnya (Soekirman, 1978). Kehamilan yang terlalu sering bisa melemahkan atau bahkan membunuh seorang wanita disamping anaknya. Wanita yang tidak cukup mendapatkan makanan berada dalam keadaan yang sangat berbahaya., karena kehamilan atau penyusuan keduanya membutuhkan zat gizi. Di negara miskin, kaum wanita yang sudah berumur 30 tahun dengan wajah dan tubuh yang lesu dan kering disebut sebagai gejala keausan maternal. Karena kekurangan makanan, sering kurang darah, dan pada umumnya lemah oleh beban biologis akibat terlalu banyak melahirkan. Sehingga wanita yang mengalami gejala ini dapat mengalami kematian selama
12
melahirkan. Bayi-bayi yang dilahirkan juga meningkatkan angka mortalitas bayi (Husaini, 1989). Untuk mencegah timbulnya kurang gizi pada ibu maupun pada anak maka salah satu strategi yang digunakan adalah pelaksanaan Keluarga Berencana (KB) sebagai pencegah jarak kehamilan yang terlalu dekat. Keluarga berencana selain meningkatkan kesehatan ibu juga secara demografis
relevan
untuk
menurunkan
tingkat
fertilitas
dengan
mengembangkan konsep penjarangan kehamilan (Watik, 1986).
5.
Umur Ibu Usia seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama
kehamilannya. Remaja yang hamil memerlukan banyak perhatian dari lingkungannya untuk meningkatkan kesehatan secara optimal dan kebutuhan-kebutuhan secara pshikologis maupun sosial bagi dirinya dan anaknya. Masing-masing remaja yang hamil harus dikaji secara teliti (usia antara 12-19 tahun). Hal-hal yang dikaji antara lain perkembangan fisik dan
perhatian
serta
kemampuan
untuk
pemeriksaan
ibu
hamil
(Prawirohardjo, 1991). Usia antara 20-30 tahun merupakan periode yang paling aman untuk melahirkan. Sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun kondisi masih dalam pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai
13
untuk ibu yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Di negara berkembang sekitar 10-20% bayi dilahirkan dari ibu dengan usia remaja.
6.
Pengetahuan Ibu Hamil Pengetahuan merupakan hasil dari akibat proses penginderaan
terhadap suatu obyek baik meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atau terbentuknya praktek. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan (Notoatmojo, 1997). Menurut Notoatmojo (1997) pengetahuan mempunyai tingkatan : a.
Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang telah diterima.
14
b.
Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat mengintepretisikan materi tersebut secara benar. c.
Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d.
Analisis (Analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e.
Sintesis (Synthesis) Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f.
Evaluasi Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau obyek berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang masih ada. Tingkatan pengetahuan ibu mempengaruhi perilakunya, makin tinggi pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadaran untuk
15
mencegah terjadinya anemia. Apabila penerimaan perilaku di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Tingkat pengetahuan ibu hamil dapat diperoleh dari pendidikan formal, informal, dan non formal. Tingkat pengetahuan ibu hamil akan mempengaruhi perilaku gizi yang berdampak pada pola kebiasaan makan yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya anemia (Notoatmodjo, 1993).
7.
Status Gizi Ibu Hamil Dalam keadaan hamil ibu harus mendapatkan masukan zat gizi
baik untuk ibu dan janinnya. Kualitas makanan harus baik dan jumlah makanan yang dikonsumsi harus ditambah dari biasanya untuk menjaga kesehatan ibu dan pertumbuhan janinnya (Pudjiadi, 1997). Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh kesimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penanggulangan zat gizi oleh tibuh yang bisa dilihat dari keadaan fisik seseorang seperti berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada (LD), lingkar kepala (LK) dan lapisan lemak bawah kulit (LLDK) (Habicht, 1979). Menurut Satoto, 1993 status gizi merupakan hasil resultante konsumsi makanan ke dalam tubuh dengan berbagai perubahan kesehatan dalam bentuk ukuran dan struktur tubuh manusia yang biasanya diukur dengan antropometri.
16
Pada prinsipnya status gizi dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu terpenuhinya makanan yang mengandung zat besi yang diperlukan oleh tubuh dan peranan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan kebutuhan zat gizi tersebut. Dalam keadaan hamil ibu harus mendapatkan masukan zat gizi baik untuk ibu dan janinnya. Kualitas makanan harus baik dan jumlah makanan yang dikonsumsi harus ditambah dari biasanya untuk menjaga kesehatan ibu dan pertumbuhan janinnya (Pudjiadi, 1997). Saat kehamilan, zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibandingkan saat tidak hamil. Zat besi pada wanita hamil dibutuhkan selain untuk memenuhi kehilangan basal, juga untuk pembentukan sel-sel darah merah yang semakin banyak serta janin dan plasentanya. Seiring dengan bertambahnya umur kehamilan, zat besi yang butuhkan semakin banyak. Dengan demikian resiko anemia zat besi semakin besar (Muhilal, 1993). Kebutuhan zat besi pada setiap trimester kehamilan berbeda-beda. Pada trimester pertama, kebutuhan besi justru lebih rendah dari pada masa sebelum hamil. Ini disebabkan wanita hamil tidak mengalami menstruasi dan janin yang akan dikandung belum membutuhkan banyak zat besi. Menjelang trimester kedua, kebutuhan zat besi mulai meningkat. Pada saat ini terjadi penambahan jumlah sel-sel darah merah, yang akan terus berlanjut sampai trimester ketiga. Jumlah sel darah merah yang bertambah mencapai 35%, seiring dengan meningkatnya kebutuhan zat
17
besi 450 mg. Pertambahan sel darah merah disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dari janin, seperti yang terjadi pada hyperthyrodism. Konsentrasi hemoglobin menurun selama trimester kedua sampai mencapai rata-rata 1 gr/dl. Anemia fisiologis ini penyebabnya adalah volume plasma yang meningkat jauh di atas peningkatan jumah sel darah merah (Muhilal, 1993). Pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, yang tidak bisa didapat hanya dari makanan saja. Oleh karena itu, pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil harus mendapatkan tambahan zat besi berupa suplementasi zat besi walaupun makanan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung zat besi dan tinggi bioavailabilitasnya, kecuali pada wanita hamil yang sejak awal telah mempunyai cadangan zat besi sebesar 500 mg tidak membutuhkan suplementasi lagi. Sayangnya, wanita yang mempunyai zat besi reserva sedemikian besar jarang dijumpai, bahkan di negara-negara maju sekalipun. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari makanan saja tetapi harus disuplai dari sumber lain yaitu dengan suplemen preparat besi (tablet besi) (Muhilal, 1993). a. Zat besi (Fe) didalam makanan Ada dua jenis zat besi yang berbeda dalam makanan, zat besi yang berasal dari hem dan bukan hem.Zat besi yang berasal dari hem merupakan penyusun hemoglobin dan mioglobin. Zat besi ini terkandung dalam daging, ikan dan unggas, serta hasil olahan darah.
18
Zat besi dari hem terhitung sebagai fraksi yang relatif kecil dari seluruh masukan zat besi. Di banyak negara sedang berkembang, masukan zat besi yang berasal dari hem lebih rendah atau sama sekali dapat diabaikan. Jenis kedua adalah zat besi yang bukan berasal dari hem yang merupakan sumber yang lebih penting, yang ditemukan dalam tingkat yang berbeda- beda pada seluruh makanan yang berasal dari tumbuhan (Depkes RI, 1996). Selain bahan makanan sudah mengandung zat besi, makanan dapat pula mengandung zat besi Eksogen, yang berasal dari tanah, debu, air atau panci tempat memasak. Jumlah zat besi cemaran di dalam makanan mungkin beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah zat besi dalam makanannya sendiri. Memasak makanan di panci besi bisa meningkatkan kandungan zat besi beberapa kali lipat, terutama sup yang mengandung sayuran ber PH rendah yang didihkan terlalu lama, menggoreng dengan kuali besi biasanya tidak meningkatkan kandungan zat besi dalam makanan. Zat besi yang dilepas selama memasak akan berikatan dengan kelompok zat besi bukan hem, dan slap untuk diserap. Bentuk lain zat besi eksogen terdapat dalam makanan seperti gandum, gula dan garam yang telah diperkaya dengan zat besi atau garam besi (Depkes RI, 1996). Zat besi yang ada dalam makanan per unit energi yang dikonsumsi negara berkembang lebih tinggi daripada negara maju, namun oleh karena total yang dikonsumsinya tidak cukup maka terjadi
19
juga keadaan kurangnya konsumsi zat besi. Kelompok anak-anak dan wanita yang cenderung makan lebih sedikit serta pada orang-orang yang hidup dengan makanan rendah energi mempunyai resiko untuk mengalami defisiensi zat besi (Depkes RI, 1996). b. Suplementasi Tablet Besi Suplementasi tablet besi adalah usaha penanggulangan anemia defisiensi besi dengan pemberian besi dalam bentuk obat (Medical Iron) berupa tablet atau simp (WHO, 1975). Suplementasi hanya diberikan pada golongan resiko tinggi yaitu wanita-wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak balita serta captive audience seperti misalnya buruh perkebunan atau anak sekolah. Wanita hamil termasuk golongan resiko tinggi, karena kebutuhan besi pada trimeter II dan III mencapai 4-8 mg/hr, yang sulit dipenuhi sekalipun dengan diet berkualitas baik (Prawirohardjo, 1991). Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi ini adalah Ferrous Sulfat. Senyawa ini tergolong murah dan dapat diabsorbsi 20%. Dosis yang digunakan beragam,
tergantung pada
status besi orang yang mengkonsumsinya. Biasanya ibu hamil yang rawan anemia diberi dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita biasa (Prawirohardjo. S, 1991).
20
Suplementasi yang dianjurkan ialah tablet besi 2 x 60 mg. Rata-rata jumlah tablet yang diperlukan ialah 250 tablet per orang. Untuk anak balita, dosis yang diberikan ialah 30 mg besi selama 2-3 minggu dalam beberapa kali pemberian selama satu tahun. Untuk wanita hamil diberikan dosis 30-40 mg/hr (Erik.P, 1983) Pelaksanaan pemberian tablet besi pada ibu hamil biasanya waktu kunjungan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) atau pada waktu kunjungan pelaksanaan posyandu. Pada waktu pemeriksaan kehamilan, ibu hamil mendapat pelayanan 5T yaitu timbang berat badan, tensi (tekanan darah) suntikan TT, tablet tambah darah dan tinggi fondues. Kunjungan Antenatal harus dilakukan oleh ibu hamil minimum 4 kali selama kehamilan, sehingga ukuran ini bisa dipakai untuk indikator cakupan lengkap program dan tingkat perlindungan. Secara individual ibu hamil seharusnya menerima tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilannya (Erik Eckolm dan Kathleen, 1984). Apabila hal ini terpenuhi maka ibu hamil bisa dikatakan memperoleh perlindungan atau pencegahan dan perbaikan status anemia dan dapat dipakai sebagai indikator dalam pencapaian pemanfaatan suplementasi tablet best. Kendala pelaksanaan program suplementasi ialah : belum ada kebijakan yang terkoordinir, masalah penyediaan obat-obatan, masalah distribusi, masalah kepatuhan penderita yang rendah, karena adanya
21
efek samping obat serta rendahnya kesadaran akan perlunya zat best bagi penderita (Erik Eckolm dan Kathleen, 1984). Gizi yang adekuat selama hamil akan mengurangi resiko dan komplikasi pada ibu, menjamin pertumbuhan janin sehingga bayi baru lahir memiliki bobot atau berat badan optimum. Kebutuhan zat gizi ditentukan oleh kenaikan berat badan janin dan kecepatan janin mensistesa jaringan-jaringan baru. Dengan demikian kebutuhan zatzat akan maksimum pada minggu-minggu mendekati kelahiran. Zatzat ini diperoleh janin dari simpanan ibu pada masa anabolic (penambahan) dan dari makanan ibu sehari-hari sewaktu hamil. Kecukupan zat gizi selama hamil membutuhkan energi dan zat-zat gizi lebih baik dari pada wanita tidak hamil (Muhilal, 1993). Status gizi yang kurang pada masa kehamilan akan berakibat pada komplikasi kehamilan dan kelahiran serta kematian ibu. Selama masa kehamilan terjadi pembentukan jaringan-jaringan baru melalui beberapa daerah tahapan tertentu. Jaringan-jaringan yang terbentuk tubuh dan berkembang dalam rahim sebagai pendukung yang mampu menjaga kelangsungan hidup janin. Pada ibu hamil kebutuhan zat-zat gizi relatif lebih besar dibanding sebelum hamil, hal ini disebabkan zat-zat gizi tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Pengalaman dari beberapa generasi menunjukkan bahwa kerawanan dan ketergantungan janin pada ibu mengarah pada adanya kebutuhan dan perawatan khusus selama kehamilan. Sejalan dengan
22
kemajuan zaman hasil kehamilan yang diharapkan tidak hanya bayi yang sekedar hidup tetapi juga sehat. Hal ini merupakan bukti peningkatan tanggung jawab sosial dan moral masyarakat (Muhilal, 1993). Penilaian (pengukuran) status gizi merupakan langkah awal untuk mengetahui dan menanggulangi keadaan gizi kurang. Penilaian status gizi ibu hamil yang paling ideal dilakukan sebelum konsepsi terjadi. Dengan cara ini diharapkan persoalan berat badan yang berlebihan maupun keadaan kekurangan gizi dapat diidentifikasi (Depkes RI, 1996). Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam untuk mengetahui kelompok beresiko Kekurangan Energi Kronis (KEK).Ibu hamil yang menderita (KEK) mempunyai resiko kematian ibu yang mendadak pada masa perinatal atau resiko melahirkan bayi dengan Berat Badan lahir Rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang menderita karena pendarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Data Susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami resiko KEK adalah 27,6% (Depkes RI, 1996). Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur resiko KEK pada wanita hamil adalah dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Ambang batas (LILA) dengan resiko KEK adalah 23,5cm. apabila LILA kurang dari 23,5cm artinya wanita tersebut mempunyai
23
resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan BBLR. Cara mengukur LILA: tetapkan posisi bahu dan siku letakan pita antara bahu dan siku tentukan titik tengah lengan lingkarkan pita LILA pada tengah lengan, pita jangan terlalu longgar dan jangan terlalu ketat (Depkes RI,1996).
8.
Paritas Salah satu yang mempengaruhi anemia adalah jumlah anak dan
jarak antara kelahiran yang pendek. Di Negara yang sedang berkembang terutama didaerah pedesaan, ibu- ibu yang berasal dari tingkat social ekonomi yang rendah dengan jumlah anak yang banyak dan jarak kehamilan pendek serta masih menyusui untuk waktu yang panjang tanpa memperhatikan gizi saat laktasi akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup anak dan sering menimbulkan anemia pada ibu hamil (Erik Eckolm dan kathleer, 1984). Jumlah anak yang dilahirkan wanita selama hidupnya sangat mempengaruhi kesehatan. Kelahiran yang pertama disertai bahaya komplikasi yang agak tinggi atau kematian ibu dan anak dibandingkan dengan kelahiran yang kedua atau ketiga, terutama karena kelahiran pertama menunjukan kelemahan- kelemahan fisik atau ketidak normalan keturunan ibu. Kelahiran kedua atau ketiga pada umumnya lebih aman dari pada kelahiran keempat, kematian ibu, bayi lahir mati dan angka kematian bayi meningkat. Angka kematian bayi dan anak semakin meningkat
24
dengan kelahiran anak kelima dan setiap anak yang menyusul sesudahnya (Erik eckolm dan kathleen, 1984) B. Kerangka Teori Jarak Kehamilan Umur Ibu Pengetahuan Konsumsi Fe
KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III
Status Gizi Paritas Gambar. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil (Husaini, 1989). C. Kerangka Konsep Dari ruang lingkup dan kerangka teori tersebut akan diteliti variabelvariabel yang ada dalam penelitian ini.
V
Variabel BebasJarak KehamilanUmur Ibu
Variabel TerikatKadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Trimester III
HamilPengetahuan IbuStatus Gizi D. Hipotesis 1.
Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester III.
25
2.
Ada hubungan antara umur ibu hamil dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester III. 3.
Ada hubungan antara pengetahuan dengan kadar hemoglobin pada
ibu hamil trimester III. 4.
Ada hubungan antara status gizi dengan kadar hemoglobin pada
ibu hamil
trimester III.