BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebagai tinjauan studi, yaitu sebagai berikut: a. Analyzing Video Streaming Quality over Different Routing Protocols on Mobile Ad-hoc Network (Joshi et al, 2013) Dalam Penelitian ini dilakukan perbandingan performa protokol routing ZRP, AODV, AOMDV, DDIFF pada MANET. Penelitian dilakukan dengan simulasi menggunakan NS2, parameter yang diuji adalah video streaming dengan node sebanyak 25 dan 75, pergerakan node random, dengan luas wilayah 1000 m X 750 m, traffic type TCP dan lama simulasi selama 100 detik. Masing-masing protokol ditinjau dari sisi throughput, average end to end delay, dan packet delivery fraction. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil secara umum protokol DDIFF menunjukkan performa yang paling baik apabila dibandingkan protokol lainnya. b. Performance Analysis of the Routing Protocol for Video Streaming Over Mobile Ad-hoc Network (Islam et al, 2012) Dalam Penelitian ini dilakukan perbandingan performa protokol routing ZRP, DSR, AODV, TORA, OLSR, GRP pada MANET. Pada penelitian ini parameter yang diuji adalah video streaming dengan low dan high, skenario pergerakan node masing-masing dengan node sebanyak 25 dan 85 dengan pergerakan lanjutan maximum dan minimum speed 5m/s dan 10m/s, pergerakan node random, dengan luas wilayah 800m X 800m dan 1600m X 1600m, ama simulasi selama 600 detik. Masing-masing protokol ditinjau dari sisi throughput, packet end to end delay, dan wiresless LAN delay, packet delivery variation. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil secara umum protokol TORA menunjukkan performa yang paling baik apabila dibandingkan protokol lainnya. 8
9
c. A Survey on Routing Protocols for Mobile Ad-hoc Network (MANETs) (Kumar and Tanmay, 2013) Dalam paper ini berisi review mengenai protokol routing yang digunakan pada MANET. Adapun protokol routing yang dibahas diantaranya; pada protokol routing proactive ialah DSDV, WRP, CGSR, GSR, FSR, HSR, ZHLS, LANMAR, dan OLSR. Pada protokol routing reactive ialah DSR, AODV, ABR, SSA, TORA, CBRP. Dan terakhir pada protokol routing hybrid diantaranya ZRP, SHARP, DHAR, ADV,NAMP. d. Routing Protocols for MANETs: A Literature Survey (Muralishankar and George, 2014) Dalam paper ini dilakukan survey mengenai protokol routing reactive, proactive dan hybrids, adapun perbedaan ketiga jenis protokol routing tersebut diantaranya ditinjau parameternya diantaranya filosofi routing, skema routing, routing over head, latensi, tingkat skalabilitas, ketersediaan informasi routing, periodic update, kapasitas penyimpanan informasinya, dukungan mobilitas, seta kelebihan dan kekurangan dari ketiga jenis protokol routing tersebut. e. Performance Analysis of AODV and OLSR Routing Protocol with Different Topologies (Mitesh, 2013) Pada penelitian ini dilakukan perbandingan terhadap performa dari protokol routing AODV dan OLSR di berbagai topologi. Parameter simulasi yang digunakan diantaranya luas wilayah 1000m X 1000m, jumlah node sebanyak 36, rentang transmisi 250ms, lama simulasi 500 detik. Hasil yang dibandingkan diantaranya paket delivery ratio, end to end delay dan routing overhead. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pada AODV flooding overhead terjadi pada jaringan yang mobilitas jaringannya tinggi, sedangkan pada OLSR ukuran dari routing table dan pesan topological update dan performanya tergantung dari lingkungan suatu jaringan.
10
2.2 Tinjauan Teoritis 2.2.1 Mobile Ad-Hoc Network Mobile Adhoc Network (MANET) merupakan jaringan yang terorganisir secara mandiri tanpa adanya dukungan infrastruktur. Dalam MANET, setiap node bergerak secara bebas, sehingga jaringan dapat mengalami perubahan topologi dengan cepat. Karena node dalam MANET memiliki jarak transmisi yang terbatas, beberapa node tidak bisa berkomunikasi secara langsung dengan node lainnya. Oleh karena itu , jalur routing didalam jaringan MANET mengandung beberapa hop dan setiap node berfungsi sebagai router untuk menentukan ke arah mana tujuan atau rute yang akan mereka pilih (Muralishankar and George, 2014).
Gambar 2.1 Contoh MANET (Sumber: Aarti dkk., 2013). 2.2.1.1 Karakteristik MANET Berikut beberapa karakteristik MANET (Chitkara and Waseem, 2014): 1. Autonomous and infrastructure-less: MANET tidak bergantung pada infrastruktur yang sudah ada atau administrasi terpusat. Setiap node beroperasi secara peer to peer, bertindak sebagai router yang bertindak secara independen. 2. Multi-hop Routing: tidak ada default router yang tersedia. Setiap hop bertindak sebagai router dan meneruskan paket satu sama lainnya agar bisa berbagi informasi diantara mobile host. 3. Dynamic topology: dikarenakan sifat node yang mobile, maka topologi
11
jaringannya dapat berubah secara random/acak. Sebagai akibatnya routing protokol mempunyai masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan jaringan wired dengan node yang tetap. 4. Variation in link and node capabilities: Setiap node bisa saja dilengkapi dengan satu atau lebih radio interface yang memiliki berbagai kemampuan transmisi atau penerima dan beroperasi di frekuensi yang berbeda. 5. Limited resources: seperti jaringan wireless lainnya, jaringan Ad Hoc dibatasi oleh masalah daya dan kapasitas memori.kompleks dalam perilaku dari protokol routing reaktif murni maupun protokol routing proaktif. 2.2.1.2 Keuntungan MANET Beberapa Keunggulan dari MANET yaitu (Aarti and Tyagi. 2013): 1. Menyediakan akses informasi dan layanan terlepas dari posisi geografis. 2. Administrasi jaringan yang independen. Self-configuring network, node yang bertindak sebagai router. 3. Biaya yang dibutuhkan lebih murah dibandingkan dengan jaringan kabel. 4. Mengakomodasi penambahan node (Scalable). 5. Meningkatkan Fleksibilitas. 6. Jaringan dapat diatur kapanpun dan dimanapun. 2.2.2 Protokol Routing MANET Dalam menentukan setiap jalur routing pada MANET terdapat tiga jenis protokol routing yang diklasifikasikan menjadi tiga diantaranya protokol routing proactive, reactive dan hybrid.
12
Gambar 2.2 Klasifikasi Adhoc Routing Protocol (Sumber: Kumar and Tanmay, 2013) 2.2.2.1 OLSR (Optimized Link State Routing Protocol) OLSR (Optimized Link State Protocol) merupakan salah satu jenis dari proactive routing protocol yang biasa digunakan dalam jaringan ad hoc. Protokol ini melakukan pertukaran pesan secara periodik dalam rangka menjaga informasi topologi jaringan yang ada pada setiap node. Protokol OLSR mewarisi sifat kestabilan dari link state algorithm. Berdasarkan sifat proaktifnya, protokol ini dapat menyediakan rute dengan segera apabila dibutuhkan. Dalam sebuah link state protocol yang murni, setiap node tetangga akan dideklarasikan dan dibanjiri dengan paket informasi yang akan memenuhi seluruh jaringan. OLSR merupakan sebuah optimasi dari link state protocol yang biasa digunakan dalam mobile adhoc network (MANET). Langkah pertama dari optimasi tersebut adalah mengurangi ukuran dari paket kontrol, daripada membanjiri paket kontrol tersebut pada setiap jalur, OLSR lebih memilih sejumlah jalur dengan node tetangga yang disebut dengan multipoint relay selector. Langkah kedua, OLSR meminimalisir pembanjiran paket kontrol pada jaringan dengan menggunakan MPR untuk menghantarkan paket-paket tersebut. Teknik ini akan mengurangi secara signifikan jumlah dari transmisi ulang yang akan membanjiri jaringan dengan prosedur broadcast (Mardani, 2008). Protokol OLSR dirancang untuk dapat bekerja pada kondisi yang terdistibusi atau selalu bergerak serta tidak memerlukan adanya pengaturan secara terpusat. Selain itu OLSR juga tidak memerlukan transmisi yang bagus dalam mengirimkan paket-paket kontrolnya. Setiap node mengirimkan paket kontrolnya
13
masing-masing secara periodik sehingga dapat mentoleransi terjadinya loss dari beberapa paket pada saat-saat tertentu akibat dari tubrukan data ataupun akibat gangguan transmisi lainnya. Setiap paket kontrol yang dikirimkan akan diberikan sequence number (nomor urut) yang dapat menandakan tingkat baru tidak paket tersebut. OLSR menggunakan multihop routing dimana setiap node menggunakan informasi routing terbaru yang ada pada node tersebut dalam mengantarkan sebuah paket informasi. Sehingga, walaupun sebuah node bergerak ataupun berpindah tempat maka pesan yang dikirimkan padanya akan tetap dapat diterima (Clausen and Jaqcuet, 2003). Secara umum langkah-langka kerja dalam OLSR dapat diurutkan sebagai berikut (Clausen and Jaqcuet, 2003): 1.
Link Sensing (Pendeteksian hubungan). Link Sensing dilakukan dengan mengirimkan pesan HELLO secara periodik dan berkesinambungan. Hasil dari link sensing adalah local link set yang menyimpan informasi hubungan antara interface yang ada pada node tersebut dengan node-node tetangga.
2.
Neighbour detection (pendeteksian node tetangga). Node pengirim pesan HELLO akan menerima informasi alamat-alamat dari node-node tetangganya beserta link status-nya.
3.
MPR selection (pemilihan MPR). Melalui pesan HELLO node utama akan menentukan sejumlah node tetangga untuk dipilih sebagai multipoint relay (MPR) yang bertugas meneruskan paket-paket kontrol ke dalam jaringan.
4.
Pengiriman TC (Topology Control) Messages. TC Messages dikirimkan untuk memberikan informasi routing kepada setiap node yang ada pada jaringan yang akan digunakan untuk penentuan jalur.
5.
Route calculation (penghitungan jalur). Berdasarkan informasi rute yang didapat dari paket-paket kontrol seperti HELLO dan TC maka setiap node akan memiliki routing table yang berisi
14
informasi rute yang dapat dilalui untuk dipakai mengirimkan data ke node lainnya yang ada pada jaringan. a. Link Sensing Setiap node pada jaringan dengan protokol OLSR harus mengetahui jenis hubungan yang dimiliki dengan node-node tetangganya. Jenis-jenis hubungan inilah yang kemudian digunakan untuk menentukan kedudukan node-node tetangga terhadap node tersebut. Proses pendeteksian hubungan dengan node-node tetangga tersebut dinamakan Link Sensing. Link sensing (pendeteksian hubungan) dikerjakan dengan pengiriman pesan HELLO secara periodik melalui wireless interface yang digunakan dalam node tersebut. Bila node tersebut menggunakan lebih dari satu interface, maka setiap interface akan mengirimkan HELLO message yang berbeda-beda (Clausen and Jaqcuet, 2003). b. Neighbour Sensing Hasil pemrosesan data yang didapat dari HELLO message yang diterima oleh setiap node akan menghasilkan “local link set” yang berisi informasi tentang hubungan antara local interface (interface pada node tersebut) dengan remote interface (interface pada node tetangga). Setiap node pada jaringan juga harus mendeteksi node-node tetangga yang ada pada daerah jangkauannya. Untuk melakukan hal tersebut, setiap node akan mengirimkan paket pesan HELLO secara broadcast dalam periode waktu tertentu. Paket HELLO berisi informasi tentang node-node tetangga serta link status. Dalam setiap node akan menyimpan informasi tentang nodenode tetangga tersebut dalam “neighbor set” (Clausen and Jaqcuet, 2003) . c. MPR Selection Tujuan dari
penggunaan
Multipoint Relay
(MPR) adalah
meminimalisir penggunaan overhead yang pesan broadcast pada jaringan dengan cara mengurangi retransmisi (pentransmisian ulang) pada daerah yang sama. Setiap node pada jaringan akan memilih sejumlah node tetangga 1-hop nya yang bersifat simetris yang akan melakukan transmisi ulang pesan-pesannya. Sejumlah node tetangga tersebutlah yang disebut dengan
15
MPR. Setiap node tetangga yang tidak terpilih menjadi MPR tetap akan menerima dan memproses pesan broadcast namun tidak akan meneruskan atau mengirimkan kembali pesan-pesan tersebut. Pemilihan node-node untuk dijadikan MPR selain harus bersifat simetris juga harus sedemikian rupa dapat menjangkau sejumlah node tetangga 2-hop. Makin sedikit jumlah MPR maka makin sedikit penggunaan control traffic overhead yang digunakan dalam routing protocol (Clausen and Jaqcuet, 2003). Perbandingan kinerja pengiriman paket untuk OLSR dan link state protocol pada umumnya digambarkan pada gambar dibawah .
Gambar 2.3 Perbandingan Sistem Broadcast (a) General Broadcasting (b) MPR Broadcasting (Sumber: Tonnesen, 2014) Setiap node akan menyimpan informasi tentang node-node tetangga yang telah dipilihnya sebagi MPR dalam sebuah “MPR set” yang berisi alamat-alamat node MPR tersebut. Selain itu setiap node juga akan menyimpan informasi tentang siapa-siapa saja yang telah memilihnya sebagai MPR (Clausen and Jaqcuet, 2003).
16
d. Topology Control (TC) Messages Diffusion Pendeteksian hubungan serta pendeteksian node-node tetangga dari protokol OLSR pada dasarnya menyediakan informasi daftar tetangga yang dapat berkomunikasi secara langsung, dan dikombinasikan dengan mekanisme broadcast dengan menggunakan MPR informasi topologi dapat dikirimkan ke seluruh jaringan. Rute dibentuk dari advertised link dan hubungan dengan setip node tetangga. Setiap node setidaknya harus mempunyai informasi tentang hubungan antara dirinya sendiri dengan setiap node yang ada pada MPR-selector set nya dalam rangka mendapatkan mendapatkan informasi routing yang baik. Pesan TC (Topology Control) dikirimkan untuk menyediakan informasi link-state bagi setiap node pada jaringan yang dapat digunakan untuk penentuan jalur yang dapat digunakan (Clausen and Jaqcuet, 2003). e. Routing Calculation Dengan menggunakan informasi link state yang didapatkan dari pertukaran pesan secara periodik dan juga disertai dengan konfigurasi interface dari setiap node maka routing table dari setiap node dapat dikalkulasi. Setiap node memiliki routing table yang dapat dipakai untuk jalur data menuju setiap node lain dalam jaringan. Routing tersebut dibuat berdasarkan informasi dalam local link information base (local link set, neighbour set, 2-hop neighbour set, MPR set), serta informasi pada topology set. Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan pada setiap set tersebut maka routing table akan dikalkulasi ulang untuk meng-update informasi tentang setiap tujuan dalam jaringan (Clausen and Jaqcuet, 2003). 2.2.2.2 AODV (Adhoc On Demand Distance Vector) AODV adalah protokol routing yang didisain untuk mobile ad-hoc networks. AODV memiliki kemampuan routing unicast dan multicast. Algoritma routing ini berdasarkan permintaan (on-demand) artinya rute dibentuk hanya saat terjadinya permintaan dari node yang membutuhkannya. AODV dikembangkan oleh C.E.Perkins, E.M. Belding-Royer dan S.Das pada RFC 3561.
17
AODV sangat simpel, efisien, dan protokol routing yang efektif untuk Modile Adhoc network (MANET). AODV menggunakan sequence number untuk menjamin rute terbaik. AODV membangun rute menggunakan route request dan route reply. Saat node sumber melakukan permintaan rute dimana node tersebut tidak memiliki rute, ia akan melakukan broadcast RREQ ke seluruh jaringan yang terhubung dengannya. AODV memiliki route discovery dan route maintenance.
Route discovery berupa route request (RREQ) dan route reply (RREP). Route maintenance berupa data dan Route Error (RRER) . RREQ berjalan dari satu node ke node yang lain, secara otomatis membentuk jalur untuk kembali dari semua node yang di lalui ke sumber node yang meminta RREQ. Setiap node yang menerima paket RREQ mencatat alamat node yang akan menerima RREQ (destination), ini biasa disebut Reverse Path Setup. Node menjaga info selama beberapa saat, untuk RREQ melintasi network sampai membuat balasan (reply) ke pengirim tergantung dari besarnya network (Gorantala, 2006). a. Route Request Message Pada AODV jalur rute yang dibentuk hanya saat dibutuhkan saja. Protokol AODV mengirimkan sebuah Route Request (RREQ) paket menyebar ke seluruh jaringan. Untuk menguji format pesan dari RREQ menggunakan sequence number. Sequence number dibuat untuk mengetahui jalur dan informasi rute yang akan dikirim ke node tujuan. Jika node terdapat dua jalur maka yang dipilih adalah yang memiliki sequence number tertinggi atau jalur terpendek. Sequence number tertinggi menyatakan sebuah rute terbaru. Untuk melakukan mekanisme pemilihan rute. Ketika terdapat dua kemungkinan, sequence number memungkinkan AODV untuk menghindari routing loop yaitu paket dikirimkan berulang melalui jalur yang sama, sequence number selalu di-update pada saat AODV melakukan broadcast RREQ. Setiap node yang menerima pesan RREQ memeriksa IP address tujuan, jika node tersebut bukan alamat yang dituju maka node tersebut segara melakukan broadcast ulang pesan RREQ ke node terdekatnya sekaligus mengupdate routing table yang meliputi reverse pointer ke asal pesan. Proses ini terus berjalan hingga menemukan alamat node yang dituju atau IP datagram mencapai hop maksimum Dalam mengirimkan RREQ (Budiawan, 2008).
18
b. Route Reply Message Saat pesan RREQ telah sampai ke node tujuan maka akan dibentuk rute baru ke node asal. AODV mengadopsi mekanisme yang sangat berbeda untuk menjaga informasi routing. AODV menggunakan tabel routing dengan satu entry untuk setiap tujuan. Tanpa menggunakan routing sumber AODV menggunakan tabel routing untuk menyebarkan RREP kembali ke sumber dan secara sequensial akan mengarahkan paket data ketujuan. AODV juga menggunakan sequence number untuk menjaga setiap tujuan agar didapat informasi routing terbaru dan untuk menghindari routing loops. Semua paket yang dikirim membawa sequence number ini. Saat membuat RREP sebuah node meng-copy IP address tujuan dan Originator Sequence Number dari RREQ ke field yang sesuai pada RREP. RREP bersifat unicast ke arah hop yang membuat RREQ, field Hop count selalu bertambah saat melewati setiap node. Ketika RREP mencapai tujuan, hop count merepresentasikan jarak dari tujuan (destination) ke sumber (originator) (Budiawan, 2008). c. Route Discovery Route discovery dimulai dengan melakukan broadcast pesan RREQ yang berisi alamat tujuan dan destination sequence number yang menjamin bebas dari loop, keseluruh jaringan. Ketika RREQ masuk ke jaringan setiap intermediate node membentuk rute kembali ke sumber (originator). Jika sebuah node menerima RREQ maka node tersebut akan mengirimkan RREQ lagi ke node Penentuan jalur dibentuk dengan mengirimkan route reply, ketika route reply. masuk kesetiap node ia akan secara otomatis melakukan setup jalur. Jika sebuah node menerima RREP, maka node tersebut akan meneruskan RREP lagi ke node tujuan atau destination sequence number. Pada proses ini, awalnya node memeriksa destination sequence number pada tabel routing, apakah lebih besar dari satu pada RREQ jika benar maka node akan mengirimkan RREP. Saat RREP berjalan kembali ke sumber melalui path yang telah disetup, ia akan mensetup jalur ke depan dan mengupdate time-out. Terdapat kemungkinan pada node yang mengirimkan RREQ (originator) menerima pesan RREP lebih dari satu node. Pada kasus ini originator akan mengupdate routing table dengan informasi routing yang terakhir didapat, dan yang akan
19
digunakan adalah yang memiliki destination sequence number tertinggi (Budiawan, 2008).
Gambar 2.4 Mekanisme RREQ dan RREP pada AODV (Sumber: Budiawan, 2008) d. Karakterisitik AODV Adapun karakteristik AODV diantaranya (Budiawan, 2008): 1. Minimal space complexity: Hanya node tertentu yang menjaga informasi rute, Node yang tidak aktif (bukan jalur yang dilalui) tidak menjaga informasi rute. Setelah menerima RREQ dan membentuk jalur kembali dalam routing table dan menyebarkan kembali ke tetangga terdekatnya, jika tidak menerima RREP node akan menghapus informasi routing yang telah dicatat. 2. Memiliki bandwidth yang besar: Semua intermediate node pada jalur yang aktif mengupdate routing table dan memaksimalkan penggunaan bandwidth, walaupun routing tabel digunakan berulang, dan intermediate node menerima RREQ dari sumber yang lain untuk tujuan yang sama. 3. Simple: Setiap node bertindak sebagai router dan, menjaga routing table. 4. Informasi routing yang efektif: Setelah mengirimkan RREP, jika node menerima RREP dengan hop-count yang lebih kecil, node akan mengupdate informasi routing dengan jalur yang terbaik dan mengirimkannya. 5. Loop-free routes: Algoritma menjaga agar tidak terjadi loop, dengan cara membuang jalur yang buruk dari broadcast-id yang sama.
20
6. Topologi dinamis: Saat node yang berada didalam network bergerak atau terjadi kerusakan, topologi jaringan akan berubah, intermediate node yang mengetahui terjadinya kerusakan (link breakage) mengirimkan paket RERR. e. Kekurangan AODV Adapun kekurangan dari AODV diantaranya (Budiawan, 2008): 1. Overhead pada bandwidth: Overhead pada bandwidth akan terjadi saat RREQ melintasi dari node satu ke node yang lain dalam proses menemukan informasi rute terbaik dan mengirimkan jalur untuk kembali, node yang dilewati akan membawa semua informasi dalam perjalananya. 2. Informasi routing hanya dapat dipakai sekali: AODV kurang efisien dalam melakukan routing, informasi rute diperoleh berdasarkan permintaan (ondemand). 3. Pencarian rute yang cukup lama, latency yang tinggi. 4. Ukuran routing tabel yang besar. 2.2.3 Video Streaming Terdapat dua metode penyampaian konten multimedia (video, audio atau media lainnya) ke klien yaitu melalui streaming dan download. Dalam metode download, konten diletakkan pada sebuah server dan dapat di download oleh klien seluruh file dan disimpan pada tempat penyimpanan lokal. Untuk menampilkan file tersebut dapat digunakan aplikasi yang sesuai dengan jenis kompresinya. Pada metode streaming, klien merepresentasikan konten yang datang dari jaringan secara langsung tanpa mendownload seluruh konten terlebih dahulu. Konten streaming biasanya tidak pernah di download. Paket-paket konten direpresentasikan ketika datang dan kemudian dibuang. Media streaming memiliki kemampuan melakukan pengiriman secara simultan dan melakukan playback pada video. Pada umumnya video streaming terdiri dari tiga hal (Rispandrio, 2009): 1. Mempartisi video yang telah dikomporesi menjadi beberapa paket. 2. Mengirimkan paket-paket tersebut.
21
3. Mendekode dan melakukan playback pada sisi penerima sementara video masih dalam proses pengiriman.
Gambar 2.5 Proses Video Streaming (Sumber: Wijayanto, 2009) Beberapa protokol yang digunakan untuk melakukan data streaming adalah sebagai berikut: 1. User Datagram Protocol (UDP) Merupakan salah satu protokol yang digunakan dalam jaringan yang digunakan untuk mengalirkan data secara terus menerus, digunakan UDP karena dengan protokol ini tidak memerlukan mekanisme reliabilitas, dalam arti banyaknya data yang dikirimkan tidak perlu diperhatikan jumlah paket yang hilang, hal ini bertujuan agar paket data yang dikirimkan dapat lebih cepat, dan didalam UDP ini tidak ada mekanisme pengiriman ulang sehingga protokol ini banyak digunakan pada jaringan local ataupun private network. 2. Real Time Protocol (RTP) Merupakan suatu standard untuk mengirimkan data multimedia secara real-time yang terjadi dalam jaringan, Protokol RTP ini bergantung pada protokol Transport, penggunaan RTP biasa banyak terjadi di UDP tetapi juga dapat terjadi pada protokol yang lain seperti DCCP, SCTP, TCP.
22
Gambar 2.6 Video Streaming Client Server (Sumber: Wijayanto, 2009) Karakteristik dari aplikkasi streaming adalah sebagai berikut: 1. Distribusi berupa audio, video dan multimedia pada jaringan secara real time live casting atau Video on Demand. 2. Transfer media digital oleh server dan diterima oleh client sebagai real time simultan. 3. Client tidak perlu menunggu keseluruhan data di download karena server mengirimkan data yang diperlukan setiap waktu berselang. 4. Terdapat komponen tambahan yang digunakan untuk melakukan encoding dan decoding terhadap aplikasi streaming. 5. Pada aplikasi stream melibatkan jaringan, dan interaksi client dan server. 2.2.3.1 Standar H.263 Standar H.263 di publikasikan oleh International Telecommunications Union (ITU) sekitar tahun 1995/1996, untuk mendukung aplikasi konferensi video maupun video telephone. Secara umum pola kerja H.263 adalah sebagai berikut. Video frame akan ditangkap di sumber atau pengirim dan di encode (dikompress) dengan video
23
encoder. Aliran video yang terkompres kemudian dikirimkan melalui jaringan atau saluran telekomunikasi. Setelah sampai pada penerima dilanjutkan dengan proses decode (dekompresi) menggunakan video decoder. Frame yang di decode ini yang kemudian akan di tampilkan. H.263 diarahkan untuk pengkodean video kecepatan rendah. Draft awalnya bahkan menspesifikasikan kecepatan komunikasi data kurang dari 64Kbps, akan tetapi batasan ini telah dibuang. Oleh karena itu, diharapkan standar H.263 dapat digunakan untuk berbagai kecepatan, tidak hanya aplikasi dengan kecepatan rendah. Standar H.263 menentukan kebutuhan untuk encoder dan decoder video. H.263 tidak menjelaskan tentang encoder atau decoder itu sendiri, akan tetapi H.263 menspesifikasikan format dan isi dari aliran data yang di encode (Primadasa, 2011).
2.2.4 Network Simulator 2 Network Simulator 2 (NS 2) adalah sebuah network simulator yang berbasis Object-Oriented, kejadian diskrit yang dijalankan network simulator serta ditulis dalam bahasa C++ dan Otcl (Rispandrio, 2009). NAM berguna untuk menampilkan gambar simulasi secara visual. Selain itu, nam juga berfungsi: 1. Menampilkan topologi yang kita buat secara keseluruhan dengan node dan link. 2. Pentransmisian paket, antrian dan kapan paket dibuang. 3. Bisa memantau node, link dan paket secara individu. 4. Dapat menampilkan hasil grafis dengan xgraph hanya di sistem operasi linux. 2.2.4.1 Komponen Pembangun Network Simulator 2 (NS 2) Pengetahuan mengenai komponen pembangun NS 2 dan letaknya sangat berguna dalam membangun simulasi. Komponen pembangun NS 2 antara lain ditunjukkan seperti gambar 2.7.
24
Gambar 2.7 Komponen NS 2 (Sumber: Meeneghan and Declan, 2004) Keterangan: Tcl
: Tool command language
Otcl : Object Tcl TK
: Tool Kit
Tclcl : Tcl/C++ Interface NS2 : NS versi 2 Nam : Network animator Hasil dari NS2 merupakan file berbentuk log data berekstensi “.tr”. File log ni dapat dihitung ataupun dianalisa menggunakan cara manual maupun menggunakan file lain yang disebut awk script.
25
Gambar 2.8 Trace Format (Sumber : http://ns2ultimate.tumblr.com/, akses Oktober 2015) NS2 memiliki dua bagian trace format yaitu : 1. Basic Trace String : bagian ini mirip dengan trace packet normal. Bagian ini berlabel nomor dari 1 sampai 12 ($1 sampai $12). 2. Additional Trace String : string khusus NS2. Sebagai contohm string jejak untuk IP trace dan format jejak AODV-RREQ. Ketika NS2 tidak melacak informasi ini. Garis-garis aini tidak akan muncul sebagai bagian dari jejak string (Sugianto, 2013). 2.2.5 MDI (Media Delivery Index) MDI (Media Delivery Index) merupakan suatu perhitungan yang memantau pengiriman video pada jaringan, MDI memberikan indikator relatif terhadap kebutuhan buffer pada sisi client sesuai dengan packet jitter dan packet loss. Hal ini dilakukan dengan mengukur jaringan IP yang digunakan dan memberikan suatu beban tertentu terhadap sistem. MDI memerlukan dua parameter utama, yaitu Delay Factor (DF) dan Media Loss Rate (MLR) (Welch and Clark, 2006).
26
2.2.5.1 MDI- DF (Media delivery Index- Delay Faktor) Untuk memahami Delay Factor (DF), diperlukan pembahasan mengenai hubungan antara jitter dan buffer yang diperlukan. Jitter merupakan perubahan endto-end latency terhadap waktu. Saat client menerima data dalam laju konstan, maka jitter bernilai nol, sedangkan saat laju data berubah-ubah, maka nilai jitter tidak nol. Buffer merupakan jumlah data yang diperlukan untuk disimpan di sisi client untuk mengatasi jitter. DF sebagai salah satu komponen MDI (Media Delivery Index) dimana merupakan suatu nilai waktu yang mengindikasikan jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan buffering data dalam mengeliminasi jitter. DF dihitung dari jumlah paket data yang datang dan ditampilkan dalam satuan waktu (Lestariningati, dkk., 2011). Berikut cara perhitungannya: 1. Setiap kedatangan paket, hitung perbedaan antara jumlah data yang diterima (bytes_receive) dan jumlah data yang digunakan (bytes_drained). Nilai ini dikenal sebagai MDI virtual buffer depth (Δ). 𝛥 = 𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠_𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 − 𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠_𝑑𝑟𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑
2.1
2. Dalam suatu interval waktu tertentu, hitung perbedaan nilai maksimal dan minimal dan bagi dengan bitrate (media_rate) DF =
(max(𝛥)−min(𝛥)) 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎_𝑟𝑎𝑡𝑒
2.2
Nilai DF yang direkomendasikan adalah berkisar antara 9 ms sampai 50 ms (Agilent Technologies, 2008). 2.2.5.2 MDI-MLR (Media Delivery Index- Media Loss Rate) Media Loss Rate (MLR) didefinisikan jumlah paket data yang hilang tiap detik. Setiap paket yang hilang dapat menyebabkan gangguan pada tampilan konten yang terkirim. Nilai maksimum MLR yang diharapkan adalah 0 (Lestariningati dkk., 2011). MLR dihitung dengan mengurangkan jumlah paket media yang diterima selama selang dari jumlah paket media yang diharapkan selama interval itu dan skala nilai dengan periode waktu yang dipilih (dalam satu detik). Cara perhitungannya yaitu: 𝑀𝐿𝑅 =
𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑒𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑 − 𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙_𝑡𝑖𝑚𝑒_𝑖𝑛_𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑
2.3
27
Beberapa jenis layanan mensyaratkan nilai MLR yang berbeda. Misalnya untuk layanan SDTV (Standard Definition Telivision) dan VOD (Video on Demand) mensyaratkan nilai MLR 0.004. Sementara itu, layanan HDTV (High Definition Television) mensyaratkan nilai MLR sebesar 0.0005 (Agilent Technologies, 2008). 2.2.6 Pemrograman AWK Awk adalah Bahasa pemrograman operasi dasar yang berguna untuk mencari satu set file pola, dan untuk melakukan tindakan tersebut awk membuat seleksi data tertentu dan tranformasi operasi yang mudah diungkapkan. Awk juga merupakan bahasa pemrograman yang dirancang untuk membuat banyak pencarian informasi umum dan teks tugas manipulasi satu set baris input dalam rangka, mencari baris yang cocok salah satu set pola yang pengguna telah tentukan. Untuk masing-masing pola, suatu tindakan dapat tentukan, inilah tindakan yang akan dilakukan pada setiap baris yang tepat dengan pola yang ditentukan. Awk biasanya dipakai untuk analisis log yang panjang atau grab text lalu di-modify. Awk merupakan Bahasa pemrograman yang digunakan sebagai ekstrasi data (Sugianto, 2013).