8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Peranan Peranan (role) menurut Komarudin (1994;76) dalam buku “ Ensiklopedia
Manajemen” dapat didefinisikan sebagai berikut : "1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh seseorang dalam manajemen; 2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status; 3. Bagian atau fungsi seseorang atau kelompok atau pranata yang ada padanya; 4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya; 5. Setiap variable fungsi dalam hubungan sebab-akibat”. Pengertian di atas dapat memberi petunjuk bahwa yang dilakukan suatu peran adalah suatu yang nyata, kongkrit, dan bukan suatu yang abstrak. Jadi peranan adalah fungsi pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai status. Peranan melekat pada individu sebagai entitas yang memiliki hak dan kewajiban. Dengan kata lain penulis lebih memfokuskan peranan ini pada fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya. Pada skripsi ini arti peranan audit internal dalam menunjang pengendalian internal yaitu bahwa audit internal tersebut dihadirkan, dimanfaatkan, digunakan, dioperasionalkan, dihidupkan dan dijadikan acuan dalam menunjang efektivitas persediaan.
2.2.
Audit Audit secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses sistematis untuk
mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
dan
mengkomunikasikan
hasilnya
kepada
pihak-pihak
yang
9
berkepentingan. Mulyadi dan Puradireja (1998;7) memaparkan definisi audit sebagai berikut: “Sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadiaan ekonomi, dengan tujuan menetapkan tinkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”. Sedangkan menurut Arens et al (2003) yang dikutip oleh Hiro Tugiman (2004;12) adalah sebagai berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent and independent person”. Dari pernyataan di atas dijelaskan bahwa auditing adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasiaan bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan informasi pada tingkat kesesuaian dan kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, audit merupakan suatu proses yang sistematis, dengan pendekatan yang logis, mempunyai maksud serta terstuktur dalam pengambilan keputusan untuk memperoleh, mengumpulkan dan pengevaluasian bukti untuk menilai kesesuaian informasi yang diperiksa dengan kriteria yang ditetapkan secara objektif. Audit dilakukan oleh seseorang auditor yang memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk melakukan audit. Seorang auditor harus kompeten dan independen terhadap fungsi atau satuan usaha yang diperiksa dan mengkomunikasikannya kepada pemakai, dimana laporan hasil tersebut memberitahukan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2.3.
Audit Internal Audit internal merupakan unsur yang sangat penting dalam pengendalian
internal yang juga merupakan pengendalian manajerial. Kegiatan audit internal
10
dilakukan untuk menguji, menyelidiki, dan menilai pengendalian internal dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi. Dengan demikian fungsi audit internal merupakan bentuk pengendalian yang fungsinya untuk mengukur dan menilai efektivitas unsur-unsur pengendalian internal yang lain.
Audit
internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain, untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka.
2.3.1. Pengertian Audit Internal Pengertian audit internal menurut Hiro Tugiman (2002;11), adalah sebagai berikut: “internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen yang dibuat dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi berbagai kegiatan organisasi yang dilaksanakan”. Menurut Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;5), menyatakan audit internal sebagai berikut: “Audit intern adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independent dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance”. Dan menurut Institute of internal Auditors mengenai pengertian audit internal yang baru, yang dikutip oleh Hiro Tugiman (2005;3) adalah sebagai berikut: “Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activities designed to add value and improve organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance proceses”.
11
Maksud dari pernyataan pengertian internal audit yang baru adalah suatu aktivitas yang independen, objektif dalam pemberian jaminanan keyakinan dan jasa konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi, sehingga dapat membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi. Banyak definisi yang dikemukakan mengenai audit internal, yang pada intinya semua memandang audit internal sebagai suatu fungsi yang independen yang
memberikan
pelayanan
kepada
organisasi
dalam
menilai
sistem
pengendalian internal suatu perusahaan. Setiap definisi audit internal memuat suatu model audit internal tertentu, namun tidak ada model audit internal yang dianggap paling baik, karena baik atau tidaknya model audit internal yang diterapkan di perusahaan tergantung kepada beberapa faktor, yaitu harapan dari organisasi, praktik-praktik profesional yang terbaik, perilaku dan sudut pandang dari kepala audit internal, kemampuan serta kapabilitas dari staf audit internal itu sendiri.
2.3.2. Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal Secara umum tujuan dari audit internal adalah untuk membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu auditor internal akan memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk dan informasi sehubungan dengan kegiatan yang sedang diperiksa. Selain itu tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar. Hal ini tercermin dari tujuan audit internal yang dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1997;11)yaitu: “Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melakukan tanggung jawabnya secara efektif, untuk itu pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar”.
12
Sedangkan menurut Mulyadi dan Kanaka Puradireja (1998;202) mengenai tujuan audit internal adalah sebagai berikut: “Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentarkomentar penting terhadap kegiatan manajemen”. Sehingga jelaslah bahwa audit internal bertujuan membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab dalam memberikan analisis, penilaianpenilaian serta rekomendasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan semua tahap kegiatan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor internal melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut ini: 1. pemeriksan atau penilaian terhadap efektivitas struktur pengendalian internal dan mendorong penggunaan struktur pengendalian internal yang efektif dengan biaya yang minimum; 2. menentukan sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak dipatuhi; 3. menentukan sampai seberapa jauh kekayaan perusahaan dipertanggung jawabkan dan dilindungi dari segala macam kerugian; 4. menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam perusahaan; 5. memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan-kegiatan perusahaan. Dari uraian di atas menyebutkan bahwa tujuan dari audit internal adalah membantu para anggota organisasi atau perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya. Dalam hal ini auditor internal seringkali memberikan layanan berupa pemberian saran untuk memperbaiki kinerja organisasi. Audit internal menilai apakah hasil yang dicapai suatu organisasi telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Cashin (1988;8) hal-hal yang berkaitan dengan ruang lingkup audit internal adalah: “other than for special assignment, the element of internal auditing may be grouped under: a. Compliance.
13
The term “compliance” refes to the extent to which policies, rules, procedures, good business practices, generally accepted ass principles, laws, governmental, and even sound common sense are followed. b. Verification. Generally, verification will include (1) record, (2) report, (3) account c. Evaluation. Evaluation is especially important with respect to internal control the internal auditor must continually review the system of internal control and make sure (1) that the system is adequate and (2) that it is operating as management expect”. Maksud dari pernyataaan diatas adalah untuk penugas khusus, elemenelemen audit internal dapat dikelompokan menjadi: a. Ketaatan (compliance). Ketaatan mengacu kepada seberapa jauh kebijakan , peraturan, prosedur, prakti bisnis yang baik, prinsip akuntansi yang diterima umum, undangundang peraturan pemerintah, dan kebiasaan yang ditaati. b. Verification (verifikasi). Secara umum verifikasi mencangkup: (1) pemeriksaan catatan-catatan, (2) lapora-laporan, dan (3) jumlah. c. Evaluasi (evaluation). Sedangkan menurut IIA Board of Directors yang dikutip dari oleh Hiro Tugiman (2004;14), mengemukan ruang lingkup audit internal sebagai berikut: “The scope of internal auditing should encompass the examination and evaluation of the adequacy and effectiveness of the organizations system of internal control and the quality of performance in carryng out assigned responsibilities : (1) reability and integrity of information; (2) compliance with poliace, plan, procedures, and regulation; (3) safe guarding of asset; (4) economical and efficient use of resources; (5) accomplishment of established objectives and goals for operation or program”. Maksud dari pernyataan di atas menyebutkan bahwa ruang lingkup audit internal adalah menguji dan mengevaluasi kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal dan kualitas dari pelaksanaan tugas, dengan melakukan:
14
1. mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan organisasi, serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai kesesuaian dengan hal tersebut; 2. mereview berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta dan bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan harta-harta tersebut; 3. menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber daya; 4. mereview barbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya akan konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Lingkup penugasan audit internal menurut Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal yang dimuat dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;13) adalah sebagai berikut: “Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur, dan menyeluruh”. Maksud dari lingkup penugasan audit internal menurut Standar Profesi Audit Internal adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan risiko. Fungsi
audit
internal
harus
membantu
organisasi
dengan
cara
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi
terhadap
peningkatan
pengelolaan
risiko
dan
sistem
pengendalian internal. 2. Pengendalian. Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.
15
a. Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Hal ini harus mencakup: •
Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi;
•
Keandalan dan integritas informasi;
• Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; •
Pengamanan aset organisasi.
b. Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi organisasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi. c. Auditor internal harus mereview kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauhmana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. d. Untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal diperlukan kriteria yang memadai. 3. Proses Governance Fungsi audit internal harus memiliki dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuantujuan berikut: a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi. b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi
yang efektif dan
akuntabilitas. c. Secara efektif mengkomunikasikan resiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi. d. Secara
efektif
mengkordinasikan
kegiatan
dari,
dan
mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal, dan auditor eksternal, serta manajemen.
16
Lingkup penugasan audit menurut Sawyer (2003) yang dikutip oleh Hiro Tugiman (2005;9), adalah sebagai berikut: “The internal audit activity should evaluate and contribute to the improvement of risk management, control, and governance processes using a systematic and disiplined approach”. Maksud dari pernyataan di atas, menyatakan bahwa lingkup penugasan audit internal adalah melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh. Dengan demikian tujuan audit internal dan ruang lingkup dari audit internal sangat luas tergantung pada besar kecilnya organisasi dan permintaan dari manajemen organisasi yang bersangkutan.
2.3.3. Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal Sesuai dengan tujuan auditor internal tersebut di atas untuk mencapai tujuannya, auditor internal harus mengetahui wewenang dan tanggung jawabnya secara jelas dan benar karena tanpa pengetahuan wewenang dan tanggung jawabnya auditor internal tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Wewenang auditor internal menurut Holmes dan Burn (1979;150) sebagai berikut: “The related authority should provide the internal auditor full access to all of the organization record, properties, and personel relevant to the subject under review. The internal auditor should be free to review and appraise policies, plan, procedures, and record”. Maksud dari pernyataan tersebut bahwa auditor internal dalam menjalankan tugasnya memiliki wewenang, yaitu memiliki kebebasan untuk memeriksa dan menilai kebijakan-kebijakan, rencana, prosedur-prosedur, dan sistem yang telah ditetapkan oleh manajemen. Sementara itu dalam Standar Profesi Akuntan Publik (2001; 322.1), memaparkan tanggung jawab auditor internal sebagai berikut: “Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain kepada manajemen entitas dan bagian komisaris atau
17
pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya tersebut auditor intern mempertahankan objektivitasnya dengan aktivitas yang diauditnya”. Pimpinan audit internal bertanggung jawab untuk memperoleh persetujuan dari manajemen senior dan dewan terhadap dokumen tertulis yang formal, misalnya dalam anggaran dasar, untuk bagian audit internal. Anggaran dasar tersebut harus menjelaskan tentang tujuan bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab dalam kegiatan yang mereka periksa. Seperti yang tercermin dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;8), mengenai wewenang dan tanggung jawab audit internal adalah sebagai berikut: “Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”. Agar dapat menjalankan fungsinya dengan optimal, audit internal memerlukan serangkaian perangkat dan kondisi antara lain: (1) Internal Audit Charter; (2) Standar Profesi; dan (3) Lingkungan yang kondusif.
2.3.4. Tipe Audit Internal Menurut Larry F. Konrath (1999) yang dikutip oleh Amir Widjaja Tunggal (2005;3), menyebutkan bahwa ada tiga tipe audit internal, yaitu: "1. Operational auditing. An operational audit is a future oriented, independent, and systematic evaluation performed by the internal auditor for management of the operational activities controlled by top-middel, and lower-level manajemen for the purposes of improving organizational profitability and increasing the attainment of the other organizational objectives. 2. Management auditing. A management audit is a future-oriented, independent, and systematic evaluation of the activities of all levels of management performed by the internal auditor for the purposes of improving
18
organizational profitability and increasing the attainment of other organizational objectives. 3. Financial auditing. A financial audit is a historically oriented, independent evaluation performed by the internal auditor or the external auditor for the purposes of attesting of the fairness, accuracy, and reliability of the financial data”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal terdiri dari tiga tipe audit, yaitu: 1. Audit operasional, yang bertujuan untuk menilai efektivitas dan efisiensi dari prosedur dan metode operasi atas sumber daya. 2. Audit manajemen, yang bertujuan untuk menilai efisiensi manajemen pada seluruh tingkat organisasi atas berbagai kebijakan dan tindakan dari manajemen dalam mencapai efektivitas tujuan suatu entitas yang telah ditetapkan. 3. Audit keuangan, yang bertujuan untuk membantu auditor eksternal dengan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.
2.3.5. Kualifikasi Audit Internal 2.3.5.1.Independensi dan Objektivitas Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;8) menyebutkan: “Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya”. Indepedensi dalam auditing diartikan sebagai memberikan pendapat yang tidak memihak dalam melaksanakan audit, penilaian terhadap hasil dan penerbitan laporan audit. Indepedensi juga memungkinkan auditor internal untuk dapat melakukan pekerjaannya secara bebas dan objektif, juga memungkinkan auditor internal membuat pertimbangan penting secara netral dan tidak menyimpang. Maksud dari independensi menurut Hiro Tugiman (1997;20) adalah sebagai berikut: “Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperikasa. Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaanya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian
19
yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau/penting bagi pemeriksa sebagaimana mestinya. Hai ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif para auditor internal”.
Seperti yang telah disebutkan diatas indepedensi dapat dicapai melalui dua aspek, yaitu: 1. Status organisasi. Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan. Audit internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen senior dan dewan, sehingga mereka akan dapat bekerja sama dari pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. Maksud dari independensi organisasi menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;8) adalah sebagai berikut: “Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap pimpinan dan dewan pengawas organisasi”. 2. Objektivitas. Para pemeriksa internal atau auditor internal haruslah melakukan pemeriksaan secara objektif. Maksud dari objektivitas auditor internal yang tertuang dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;8) adalah sebagai berikut: “Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interst)”. Objektif adalah sikap mental bebas yang harus dimiliki oleh pemeriksa internal dalam melaksanakan pemeriksaan. Dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya auditor interal harus mempertahankan sikap mental dan kejujuran dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dalam
20
penilaianya tidak berdasarkan atas kesepakatan dengan pihak lain, atau menurut penilaianan orang lain.
2.3.5.2.Kemampuan Profesional Pemeriksaan internal harus dilaksanakan secara ahli dan dengan ketelitian professional. Kemampuan professional (kompetensi) menurut Hiro Tugiman (1997;27) adalah: “Kemampuan professional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan secara tepat dan pantas”. Berikut ini adalah pernyataan dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;9), mengenai keahlian dan kecermatan profesional: “Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan professional. 1. Keahlian Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. 2. Kecermatan professional Auditor internal menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang indepedensi dan kompeten, dengan mempertimbangkan ruang lingkup penugasan, kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan, kecukupan dan efektifitas manajemen risiko, pengendalian dan proses governance, biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan, penggunaan tekhnik-tekhnik audit berbantuan komputer dan tekhnik-tekhnik analisisnya. 3. Pengembangan profesional yang berkelanjutan Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya melalui pengembangan professional yang berkelanjutan”.
21
Sedangkan menurut Amin Widjaja Tunggal (2005;22) mengenai kualifikasi yang harus dimiliki oleh auditor internal adalah: "1. Pendidikan dan latihan. 2. Pengalaman. 3. Kualitas pribadi a. sifat ingin mengetahui; b. ketekunan; c. pendekatan yang membangun; d. business sense/kewirausahaan/naluri berdagang; e. kerjasama (cooperation). 4. Imagination atau daya hayal”. Maksud dari uraian diatas adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan dan latihan. Audit berhubungan dengan analisis dan pertimbangan, maka auditor harus mengerti catatan keuangan dan akuntansi sehingga dapat melakukan verifikasi dan analisis dengan baik. Selain itu harus memiliki juga pengetahuan yang luas mengenai masalah perusahaan yang diperiksa. 2. Pengalaman. Praktik akuntansi dan auditing diperlukan bagi seorang auditor internal yang baru, sehingga dalam permulaan bekerja ia akan dibimbing oleh auditor yang kompeten yang dapat memberikan gambaran mengenai audit internal secara luas dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungannya. 3. Kualitas pribadi. Auditor internal yang kompeten harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. sifat ingin mengetahui, auditor internal harus tertarik dan ingin mengetahui semua operasi perusahaan; b. ketekunan, auditor internal harus mencoba terus sampai mengerti suatu persoalan; c. pendekatan yang membangun, ia harus memandang suatu kesalahan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan bukan sebagai suatu kejahatan. Suatu kesalahan dianggap sebagai suatu pedoman untuk perbaikan dimasa yang akan dating;
22
d. business sense/kewirausahaan/naluri berdagang, dia menelaah semua pengaruh yang terjadi terhadap profitabilitas dan efisiensi kegiatan perusahaan secara luas. Dalam menetapkan penilaian selalu mengingat hubungan dari masing-masing kegiatan terhadap satu sama lain dan dengan kegiatan perusahaans ecara keseluruhan; e. kerjasama (cooperation),dia melihat dirinya sebagai kawan-usaha bukan sebagai saingan dengan siapa yang diperiksa dengan tujuan untuk membantu mereka dan meninjau kembali nasihat-nasihat yang diberikan dengan pihak perusahaan. 4. Imagination atau daya hayal. Didefinisikan sebagai perpaduan pemikiran ide-ide baru dari bagian yang dialami secara terpisah.
2.3.6. Proses Audit Proses audit harus meliputi: (1) perencanaan audit; (2) program audit; (3) pelaksanaan audit; (4) pelaporan hasil audit; (5) tindak lanjut audit internal. 2.3.6.1.Perencanaan audit Tahap perencanaan audit merupakan langkah pertama dan sekaligus merupakan tahap yang paling penting dalam proses audit untuk memutuskan: 1. prioritas audit; 2. arah dan pendekatan audit; 3. perencanaan alokasi sumber daya dan waktu bagi audit yang bersangkutan. Hal tersebut tercermin dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;15) sebagaimana berikut: “Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu dan lokasi sumber daya. Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan: • sasaran dari kegiatan yang sedang direview dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya;
23
• • •
risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumber daya dan operasi yang direview serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ketingkat yang dapat diterima; kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian internal; peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian internal”.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2005;28), menyebutkan bahwa ada tiga tahapan dalam perencanaan audit, yaitu: "1. tahap survei pendahuluan; 2. tahap penentuan anggaran untuk sumber daya audit; 3. tahap penyusunan rencana kerja”. Maksud dari pernyataan diatas mengenai tahapan perencanaan audit, adalah sebagai berikut: 1. Tahap survei pedahuluan. Tahap ini bertujuan untuk mencari informasi yang bersifat umum mengenai latar belakang satuan organisasi dan kegiatan manajemen yang akan diperiksa agar dapat memperoleh bukti yang relevan mengenai kriteria, sebab dan akibat dari audit yang akan dilaksanakan. Tahap-tahap survei dalam perencanaan audit internal, adalah sebagai berikut: a. mencari informasi umum, latar belakang dari satuan organisasi atau kegiatan manajemen; b. analisis informasi umum atau latar balakang sebagai bukti yang relevan untuk kriteria, sebab dan akibat; c. identifikasi prosedur atau sistem untuk menilai efektivitas dan efisiensi perusahaan; d. identifikasi kelemahan-kelemahan dalam prosedur atau sistem yang berlaku sekarang; e. perumusan tujuan, ruang lingkup, dan batasan audit internal. 2. Tahap penentuan anggaran untuk sumber daya audit. Tujuan anggaran adalah untuk menentukan batasan-batasan sumber daya yang tersedia untuk melakukan audit internal. Sumber daya yang akan dialokasikan meliputi anggaran sumber daya uang, manusia, dan waktu
24
yang tersedia. Semakin luas ruang lingkup audit yang direncanakan, maka sumber daya yang dibutuhkan akan semakin besar pula. 3. Tahap perencanaan kerja audit. Rencana kerja audit dibuat setelah mempertimbangkan temuan-temuan yang diperoleh pada tahap awal perencanaan audit internal, yaitu yang menyangkut: a. Ada atau tidaknya prosedur atau sistem yang berlaku untuk mengukur efisiensi dan efektivitas proyek; b. Kelemahan dan kekuatan dari prosedur atau sistem tersebut; c. Informasi-informasi lainyang diperoleh dalam tahap pengenalan dan analisis atas informasi umum dan latar belakang organisasi atau proyek dan kegiatan manajemen yang diperiksa. Perencanaan kerja audit antara lain harus memuat: 1. Prosedur audit yang sistematis dan dapat dimengerti oleh auditor. 2. Penetapan metode sampling yang sesuai dengan kondisi dan situasi proyek-proyek yang ada dalam lingkungan organisasi. 3. Seleksi dan penugasan personil yang qualified dan berpengaruh untuk melakukan audit. 4. Alokasi tugas dan tanggung jawab audit yang jelas pada personil yang telah diseleksi dan diberi penugasan. 5. Adanya prosedur standar untuk mencatat hasil atau bukti wawancara dan pengumpulan data, kertas kerja, dan checklists. 6. Keharusan bagi supervisor untuk memantau atau mensupervisi dan mengkoordinasian pelaksanaan audit internal pada lokasi dimana pemeriksaan dilakukan. 7. merancang kertas kerja baik permanen maupun current dengan jenis pemeriksaan yang dilakukan.
yang sesuai
25
2.3.6.2.Program Audit Internal Program audit merupakan rangkaian yang sistematis dan prosedurprosedur audit untuk dicapai tujuan audit. Untuk melaksanakan audit dengan hasil yang baik diperlukan program audit yang lengkap, rinci dan terarah. Berikut ini program audit yang dituangkan dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI,2004;15-16 ), adalah sebagai berikut: “Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan”. Sedangkan Amir Widjaja Tunggal (2005;33), mendefinisikan program audit sebagai berikut: “Program audit merupakan perencanaan prosedur dan tekhnik pemeriksaan yang ditulis secara sistematis untuk mencapai tujuan pemeriksaan secara efisien dan efektif”. Dari beberapa definisi diatas mengenai program audit dapat diambil kesimpulan bahwa program audit mencakup seluruh kegiatan yang diperlukan untuk perencanaan dan pengorganisasian tipe dan jumlah audit, dan menyediakan sumber daya untuk melaksanakan audit secara efektif dan efisien dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Tujuan yang ingin dicapai dari adanya program audit, antara lain: 1. Memberikan bimbingan proseduril untuk melaksanakan pemeriksaan; 2. Memberikan daftar simak-checklist pada saat pemeriksaan berlangsung, tahap demi tahap sehingga tidak ada satupun yang ketinggalan; 3. Merevisi program audit sebelumnya, jika ada perubahaan-perubahan standar dan prosedur yang digunakan perusahaan. Dengan membuat program audit maka akan mendapat berbagai kemudahan dalam pelaksanaan audit. Adapun keunggulan dari program audit antara lain: •
Penanggung jawab pelaksana audit tujuan tertentu jelas.
26
•
Meratanya pembagian kerja diantara auditor.
•
Program audit yang rutin hasilnya lebih baik dan menghemat waktu.
•
Program audit memilih tujuan audit yang penting saja.
•
Program audit dapat digunakan sebagai pedoman pada tahun berikutnya.
•
Program audit menampung usualan, telaah, dan pandangan manajer atas mitra kerja.
•
Program audit memberikan kepastian bahwa ketentuan umum akuntansi yang dianut atau diikuti. Namun bukan berarti program audit tidak memiliki kelemahan. Adapun
Kelemahan program audit antara lain : 1. tanggung jawab audit pelaksana terbatas pada program audit saja; 2. sering menimbulkan hambatan untuk berpikir kreatif dan konstruktif (membangun); 3. Kegiatan audit menjadi automatis (monoton).
2.3.6.3.Pelaksanaan Audit Internal Pelaksanaan audit menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;16) adalah sebagai berikut : “Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan. 1. Mengidentifikasi informasi Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan. 2. Analisis dan Evaluasi Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat. 3. Dokumentasi informasi Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan. 4. Supervisi penugasan Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf”.
27
2.3.6.4.Laporan Hasil Audit Internal Laporan hasil audit merupakan tahap paling penting dari seluruh proses audit internal, karena dalam laporan audit auditor internal menuangkan seluruh pekerjaannya dan merupakan realisasi serta tanggung jawab auditor internal untuk menginformasikan hasil pengukuran aktivitas perusahaan kepada pihak yang berwenang. Berikut ini hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan hasil audit internal yang dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1997;68-75): "1. Laporan tertulis yang ditanda tangani haruslah dikeluarkan setelah pengujian terhadap pemeriksaan (audit examination) selesai dilakukan. 2. Pemeriksaan internal harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum mengeluarkan laporan akhir. 3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif, dan tepat waktu. 4. laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil pelaksanaan pemeriksaan dan apabila dipandang perlu, laporan harus pula berisikan pernyataan tentang pendapat pemeriksa. 5. Laporan-laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi bagi berbagai perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan yang dilaksanakan secara luas dan tindakan korektif. 6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan. 7. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjuk harus mereview dan menyetujui laporan pemeriksaan akhir sebelum laporan tersebut dikeluarkan dan menentukan kepada siapa laporan tersebut akan disampaikan”. Dalam
mengkomunikasikan
hasil
audit,
auditor
internal
harus
melaporkannya secara tepat waktu baik secara tertulis ataupun dengan cara lisan. Laporan tersebut harus disampaikan
secara akurat, objektif, jelas, ringkas,
konstruktif, lengkap dan tepat waktu. Dan sebaiknya didalam laporan hasil audit tersebut mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindakannya. Sebagaimana yang tertuang dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;16-17) sebagai berikut:
28
“Auditor internal harus mengkomuniikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu. Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindakannya. Komunikasi yang disampaikan baik secara tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak”. 2.3.6.5.Tindak Lanjut Audit Internal Tindak lanjut merupakan tahap yang terakhir dari langkah kerja audit internal. Tindak lanjut dimaksudkan supaya auditor internal mempunyai keyakinan bahwa tindakan yang layak telah diambil sesuai dengan yang dilaporkan pada laporan temuan auditing. Bagian audit internal harus menentukan bahwa manajemen telah melaksanakan tindakan koreksi dan tindakan tersebut menghasilkan sesuatu, sesuai dengan yang diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1997;75) adalah sebagai berikut: “Pemeriksaan internal harus terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan dengan tepat”. Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004;18) mengenai tindak lanjut hasil pemeriksaan, adalah sebagai berikut: “Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyususn prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut”. Manajemen bertanggung jawab untuk melakukan tindakan yang perlu dilakukan sebagai tindak lanjut atas temuan pemeriksaan yang dilaporkan oleh auditor internal. Auditor internal tidak berwewenang untuk memaksa manajemen melakukan suatu tindakan atas laporan hasil audit. Bila manajemen merasa tidak perlu dilakukan suatu tindakan atas hasil temuan audit, manajemen harus bertanggung jawab terhadap segala risiko yang mungkin timbul.
29
2.4.
Efektivitas Pengertian efektifitas menurut Arens et al (2003;738) adalah sebagai
berikut: “Efektifitas refers to the accomplishment of objectiveness, where as efficiency refers to the resources used to achieve those objective”. Dengan demikian, efektifitas mengacu kepada pencapaian tujuan-tujuan sedangkan efisiensi mengacu kepada penggunaan sumber daya untuk pencapaian tujuan tersebut. Sedangkan efektifitas menurut Rob Reider (2002;22) adalah sebagi berikut : “Effectiveness (or result of operations) is the organization acthieving result or benefits based on stated goals and objectives or some other measurable criteria? The review of the result of operations include: (1) appraisal of the organization planning system as to its development of realistic goals, objectives and detailed plans; (2) assessment of the adequacy of management’s system for measuring effectiveness; (3) determination of the extent to which results are achieved; (4) identification of factors inhibiting satisfactory performance of result”. Maksud dari pernyataan di atas menyebutkan bahwa efektivitas mengacu kepada apakah organisasi menerima hasil-hasil atau keuntungan-keuntungan berdasarkan tujuan-tujuan, sasaran-sasaran, atau kriteria yang dapat diukur lainnya, yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian hasil kinerja operasi mencakup: 1. Pengukuran
pada
sistem
perencanaan
organisasi
dengan
tujuan
pengembangan yang realistik, objektif, dan perencanaan secara mendetail. 2. Penilaian atas kecukupan sistem manajemen untuk pengukuran efektivitas. 3. Penentuan sampai sejauh mana tujuan tercapai. 4. Identifikasi
faktor-faktor
yang
menghambat
hasil
kinerja
yang
memuaskan. Maksud efektivitas dalam persediaan adalah kemampuan manajemen dalam melakukan pengendalian internal atas persedian barang dagang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
30
2.5.
Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan bagian yang sangat penting agar tujuan
perusahaan dapat dicapai, tanpa adanya pengendalian internal tujuan perusahaan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Suatu pengendalian internal yang baik adalah kunci sukses dan efektif tidaknya manajemen suatu perusahaan. Pengendalian ini sangat diperlukan untuk meminimalkan penyelewengan yang dapat terjadi pada perusahaan.
2.5.1. Pengertian Pengendalian Internal Pengertian pengendalian internal yang telah ditetapkan oleh The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision (COSO), yang dikutip oleh Amir Widjaja Tunggal (2005;70)adalah sebagai berikut: “Internal control is a processs, effected by an entity’s board of director’s, manajement and other personel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: (a) effectiveness and efficiency of operation, (b) reliability of financial reporting, (c) compliance with applicable laws and regulations”. Maksud dari pernyataan di atas menguraikan bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang dilakukan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) efektivitas dan efisiensi operasi; (b) keandalan laporan keuangan; (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturanperaturan yang berlaku. Selain itu COSO memandang pengendalian internal sebagai suatu proses dari aktivitas operasional organisasi dan merupakan bagian integral dari proses manajemen seperti, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Pengendalian internal meliputi: (1) berbagai kegiatan (a process); (2) dipengaruhi oleh manusia ( is affected by people); (3) diharapkan dapat mencapai tujuan (objectives). Dengan demikian pengendalian internal organisasi yang baik berarti: (1) kegiatan organisasi efektif dan efisien; (2) laporan keuangan atau informasi dari
31
organisasi dapat dipercaya; (3) manajemen dalam organisasi patuh terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.5.2. Tujuan Pengendalian Internal Sebagaimana yang diungkapkan Arens et al (2003;271-272) mengenai tujuan pengendalian internal adalah sebagai berikut: "1. Reability financial reporting Manajemen has both a legal responsibility to be sure that the information is fairly prepared in accordance with reporting requirements such as GAAP; 2. Efficiens and effectiveness of operations Controls within an organization are meant to encourage efficient and effective use of its resources, including personel, to optimize the company’s goals; 3. Complience with appliacable laws and regulation Organization are required to follow many laws and regulations. Some are only indirectly related to accounting. Examples include environmental protection and civil rights laws. Others are closely related to accounting, such as income tax regulations and fraud”. Menurut pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian internal adalah: 1. Keandalan pelaporan keuangan Pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan yang disusun oleh pihak manajemn untuk pihakpihak ekstern telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum. 2. Efisiensi dan efektivitas operasi Pengendalian
dalam
organisasi
dimaksudkan
untuk
mendorong
efektivitas dan efisiensi dari penggunaan sumber daya, termasuk tenaga kerja,
untuk
memberikan
keyakinan
akan
pencapaian
tujuan
organisasi; 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan Organisasi diwajibkan mengikuti hukum dan perundang- undangan yang berlaku. Beberapa diantara peraturan tersebut berhubungan secara tidak
32
langsung dengan akuntansi, seperti hukum perlindungan lingkungan dan hukum mengenai hak sipil. Namun beberapa diantaranya berhubungan dekat dengan akuntansi, seperti: peraturan perpajakan dan penggelapan.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azhar Susanto (2004;98), perusahaan melaksanakan pengendalian internal terhadap aktivitas bisnis dengan tujuan untuk: "1. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan dari setiap aktivitas akan dicapai. 2. Untuk mengurangi risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan karena kejahatan, bahaya atau kerugian yang disebabkan oleh penipuan, kecurangan atau penggelapan. 3. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan dan dapat dipercaya bahwa semua tanggung jawab hukum telah dipenuhi”.
2.5.3. Komponen-Komponen Pengendalian Internal Dalam COSO’s report memaparkan, pengendalian internal memiliki lima komponen. Adapun kelima komponen pengendalian internal tersebut menurut Arens et al (2003;274) adalah sebagai berikut: “ Internal control includes five categories of controls that management design implement to provide reasonable assurance that management’s control objectives will be met. These are called the components of internal control are: 1. The control environment 2. Risk assessment 3. Control activities 4. Information and communication 5. Monitoring”. Maksud dari komponen-komponen pengendalian internal sebagaimana yang telah dituangkan diatas, adalah: 1. Lingkungan Pengendalian ( The Control Environment). Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian internal yang membentuk disiplin dan struktur, serta mempengaruhi suasana suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran
33
tentang
pengendalian
kepada
orang-orangnya.
Faktor-faktor
yang
membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu perusahaan antara lain: a. Integritas dan nilai-nilai etika. Efektifitas pengendalian internal bersumber dari dalam diri seseorang yang mendesain dan melaksanakannya. Untuk menekankan pentingnya integritas dan nilai-nilai etika diantara personel suatu organisasi, manajemen puncak harus: •
Menciptakan iklim dengan memberi contoh, yaitu dengan menunjukan integritas dan berprilaku dengan standar etika yang tinggi.
•
Mengkomunikasikan kepada semua karyawan, secara lisan dan melalui kebijakan serta aturan-aturan prilaku tertulis yang berlaku pada semua bagian dalam perusahaan.
•
Memberi pedoman moral kepada semua karyawan sehingga dapat membedakan antara yang baik dan buruk.
•
Mengurangi atau menghilangkan dorongan dan godaan yang bisa membuat orang menjadi tidak jujur, melanggar hukum, dan bertindak tidak etis.
b. Komitmen terhadap kompetensi. Komitmen terhadap kompetensi termasuk pertimbangan manajemen akan kecakapan seseorang dalam menyelesaikan tugas- tugas tertentu dan bagaimana tingkat kecakapannya diterjemaahkan kedalam keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan. c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit. Kesadaran pengendalian internal dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh dewan komisaris atau komite audit. Komite audit yang independen dibebani oleh tanggung jawab untuk mengawasi proses pelaporan keuangan yang mencakup pengendalian internal dan ketaatan terhadap undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan. d. Falsafah manajemen dan gaya operasi membuat auditor dapat merasakan sikap manajemen terhadap pengendalian.
34
e. Struktur organisasi. Struktur organisasi dari suatu perusahaan menyediaakan kerangka kerja operasi perusahaan untuk mencapai keseluruhan tujuan perusahaan yang telah direncanakan, dilaksanakan, dikendaliakan, dan diawasi. f. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dimaksudkan agar mempermudah proses operasi, proses pelaporan dan memperjelas tingkat kepemimpinan dalam perusahaan. g. Kebijakan dan praktik tentang sumber daya manusia Kosep pengendalian internal dilakukan dan dipengaruhi oleh manusia oleh karena itu efektif atau tidaknya struktur pengendalian internal akan sangat bergantung kepada kebijakan dan praktik tentang sumber daya manusia yang dianut. Yang akan menentukan apakah personel perusahaan memiliki tingkat integritas yang diharapkan, nilai-nilai etika dan kometensi. Hal ini menyangkut: kebijakan rekrutmen yang baik; proses skrining pengangkatan karyawan; orientasi pegawai baru; promosi; dan lain sebagainya. Lingkungan pengendalian mencerminkan keseluruhan sikap, kesadaran, dan tindakan dari dewan komisaris, manajemen, pemilik dan pihak lain mengenai pentingnya pengendalian dan tekanan dalam perusahaan. 2. Penaksiran Risiko (Risk assessment) Penaksiran resiko bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola risiko yang berhubungan dengan persiapan pelaporan keuangan yang akan disajikan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Risiko pengendalian dapat terjadi akibat ditimbulkannya hal-hal sebagai berikut : a. perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan; b. karyawan baru; c. sistem informasi baru;
35
d. pertumbuhan yang pesat; e. teknologi baru. 3. Informasi dan Komunikasi (information and communication). Kualitas pengendalian internal, termasuk sistem informasi akuntansi mempengaruhi kemampuan manajer dalam membuat keputusan dalam pengelolaan dan pengendalian kegiatan perusahaan dan menyiapkan laporan keuangan yang layak. Komunikasi adalah proses pemahaman peran individual dan pertanggung jawaban yang berhubungan dengan pengendalian internal terhadap laporan keuangan. Komunikasi biasanya dibuat berdasarkan pedoman kebijakan, pedoman akuntansi, pelaporan keuangan dan memorandum atau dapat juga dibuat secara lisan dan melalui tindakan yang digunakan oleh manajemen. 4. Aktivitas Pengendalian (control Activities). Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa perintah atau petunjuk yang dibuat oleh manajemen telah dijalankan untuk mencapai tujuan perusahaan. Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan dapat dikelompokan dengan berbagai cara, salah satunya adalah sebagai berikut: a. Pengendalian pengolahan informasi •
Pengendalian umum
•
Pengendalian aplikasi: (1) pengotorisasian secara tepat; (2) dokumentasi dan catatan yang memadai; (3) pengecekan secara independent.
b. Pembagian tugas yang memadai c. Pengawasan fisik atas kekayaan dan catatan d. Review atas kerja.
36
5. Pemantauan (Monitoring). Pemantauan adalah suatu proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian internal sepanjang waktu, yang menyangkut penilaian atas rancangan dan pelaksanaan operasi pengendalian oleh orang yang tepat untuk setiap periode waktu tertentu. Pemantauan bisa dilakukan pada saat aktivitas berlangsung ataupun pada akhir periode, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kelebihan dari perusahaan.
2.5.4. Keterbatasan Pengendalian Internal Struktur pengendalian internal setiap entitas memiliki keterbatasan bawaan, oleh karena itu struktur pengendalian hanya memberikan keykinan memadai, bukan mutlak, kepada manajemen dan dewan komisaris tentang pencapaian tujuan entitas. Menurut Sunarto (2003;139) mengenai keterbatasan yang melekat dalam setiap pengendalian internal adalah sebagai berikut : "1. kesalahan dalam pertimbangan; 2. gangguan atau kemacetan; 3. kolusi; 4. pelanggaran oleh manajemen; 5. biaya dan manfaat”. Maksud dari kelima komponen diatas yang menyebabkan keterbatasan dalam pengendalian internal adalah : 1. Kesalahan dalam pertimbangan. Seringkali manajemen dan personil lain melakukan pertimbangan yang kurang matang dalam pengambilan keputusan bisnis atau dalam tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau penyebeb lainnya. 2. Gangguan atau kemacetan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kecerobohan, kebingungan atau kelelahan. Perubahan yang bersifat
37
sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan. 3. Kolusi. Kolusi atau persekongkolan dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi aktiva perusahaan dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh struktur pengendalian internal yang dirancang. 4. Pelanggaran oleh manajemen. Manajemen bisa melakukan pelanggaran atas kebijakan atau prosedurprosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan-tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan semu. 5. Biaya dan manfaat. Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal seyogyanya tidak boleh melebihi manfaat yang akan diperoleh dari penerapan pengendalian internal tersebut. Karenanya manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuatitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat struktur pengendalian internal.
2.6.
Persediaan
2.6.1. Pengertiaan Persediaan Yang dimaksud persediaan adalah barang-barang yang siap diolah dan akan dijual atau pos-pos aktiva yang dimiliki, yang nantinya akan dijual dalam operasi normal perusahaan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntan Publik (SAK, 2004;14.1), memberikan pengertian sebagai berikut : “Persediaan adalah aktiva: • tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; • dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau • dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
38
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persediaan merupakan salah satu unsur yang sangat penting didalam perusahaan. Sehingga dibutuhkan pengendalian internal yang sangat baik.
2.6.2. Jenis-Jenis Persediaan Persediaan dapat dibedakan atau dikelompokan menurut jenis dan barang tersebut berbeda serta kegiatan operasional suatu satuan usaha tersebut. Menurut Arens and Loebbecke yang diterjemaahkan oleh Ilham Tjakrakusuma (1997;291), menyebutkan jenis persediaan ditinjau sebagai berikut: “Persediaan terdiri dari beberapa bentuk yang berbeda, tergantung pada sifat dan kegiatan usaha. (1) Untuk perusahaan pengecer dan grosir, jenis persediaan yang paling penting adalah barang dagangan yang terdapat pada persediaan dan tersedia untuk dijual. (2) Untuk rumah sakit, persediaan terdiri dari bahan makanan, obat-obatan, dan perlengkapan kesehatan. Sedangkan (3) perusahaan manufaktur mempunyai bahan baku, suku cadang yang dibeli, perlengkapan yang digunakan dalam produksi, barang dalam proses produksi, dan barang yang siap untuk dijual”. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Bahan baku dan bahan pembantu Bahan baku yaitu barang-barang yang diperlukan untuk memproses produksi, sedangkan bahan pembantu adalah barang-barang yang diperlukan sebagai pelengkap dalam proses produksi. 2. Barang dalam proses Barang dalam proses adalah barang-barang yang sedang dikerjakan tetapi pada tanggal neraca barang-barang tersebut belum selesai dikerjakan dan untuk dijual masih diperlukan pengerjaan lebih lanjut. 3. Barang jadi Barang jadi adalah barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan tinggal menunggu saat penjualan atau sebagai produk akhir.
39
2.6.3. Pengendalian Persediaan 2.6.3.1.Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagang Persediaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam perusahaan, sebab umumnya merupakan komponen aktiva lancar yang jumlahnya cukup material, dan mempengaruhi secara langsung pada post barang yang dijual (cost of good sold) sehingga berpengaruh pada laba tahun yang bersangkutan. Persediaan juga bersifat rawan terhadap kerusakan, penurunan harga pasar, pencurian dan pemborosan. Oleh karena itu pengendalian atas persediaan sangatlah diperlukan dalam suatu perusahaan. Pentingnya pengendalian internal terhadap persediaan juga diungkapkan oleh Warren Reeve Fess dalam bukunya “Accounting” edisi ke duapuluh satu (2003;351), yaitu: “pengendalian internal persediaan sangat penting dilaksanakan, sebab persediaan merupakan aset yang terbesar didalam perusahaan dan pusat dari aktivitas di dalam perusahaan. Kesalahan dalam penilaian persedian dapat menyebabkan penyajian laporan keuangan pun salah. Selain itu pengendalian internal persediaan penting dilaksanakan sebab didalam persediaan sangat rawan terjadinya kesalahan baik itu yang disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kecurian, bencana, ataupun faktor dari internal yang disebabkan oleh karyawan. Theodarus M. Tuanakotta (1982;195) mengemukakan mengenai Pengendalian Internal atas persediaan sebagai berikut: "1. Persediaan barang harus dilindungi (safe guard) dengan baik. 2. Apakah pengaturan pembukuan atas persediaan dilakukan menurut Perpetual Inventory Method. 3. Secara berkala perusahaan harus menghitung persediaan yang ada dan mencocokkannya dengan persediaan menurut kartukartu persediaan barang. 4. Persediaaan barang-barang juga sebaiknya diasuransikan terhadap rusaknya barang-barang akibat kebakaran, kebanjiran dan bencana-bencana lainnya”. Pengendaliaan Internal atas persediaan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Persediaan barang harus dilindungi (safe guard) dengan baik. Perlindungan atas persediaan barang tentunya berbeda antara satu barang dengan barang yang lainnya tergantung pada sifat dan karakteristik barang
40
tersebut. Karenanya pengaturan letak, tekanan udara, suhu, dan faktorfaktor lainnya harus sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi resikoresiko yang akan terjadi seperti kerusakan, pencurian, dan lainnya. 2. Apakah pengaturan pembukuan atas persediaan dilakukan menurut Perpetual Inventory Method. Didalam metode ini, catatan-catatan ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dilihat apakah neraca menunjukan pertambahan atau pengurangan persediaan dan saldo persediaan pada setiap saat. 3. Secara berkala perusahaan harus menghitung persediaan barang yang ada....... Berapa seringnya perhitungan ini (Inventory Taking atau Stock opname) harus dilakukan dalam setahunnya tergantung dari sifat persediaan barang dan berapa tingkat perputaran barang tersebut (Rate of Inventory Turnover) didalam perusahaan yang mempunyai banyak persediaan, barang-barang yang akan dihitung dapat dipilih dan jadwal perhitungan dapat dilakukan setiap bulannya, sehingga sampai akhir tahun semua barang pernah dihitung dalam tahun berjalan. 4. Persediaan barang-barang juga sebaiknya diasumsikan terhadap....... Persediaan barang-barang sangat perlu diasuransikan untuk menghindari hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, yang nantinya dapat merugikan perusahaaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengendaliaan Internal persediaan barang dagang meliputi perhitungan fisik persediaan dan pengendalian atas jumlah persediaan dalam batas-batas yang telah direcanakan.
2.6.3.2.Metode Pencatatan dan Penilaian Persediaan Pencatatan terhadap persediaan adalah penting dan harus dilakukan secara wajar dan konsisten. Metode pencatatan yang digunakan hendaknya yang dapat menggambarkan jumlah persediaan setiap saat. La Mijan dan Azhar Susanto
41
(1994;155), mengemukakan pencatatan jumlah persediaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: "1. Perpetual System (Pencatatan Perpetual). Pada sistem ini diharuskan adanya catatan atas transaksi-transaksi secara terus-menerus dengan baik untuk setiap jenis persediaan, karena setiap transaksi yang menyangkut persediaan harus dicatat tepat pada waktunya. Dengan sistem ini maka informasi atas jumlah persediaan dapat diketahui melalui catatan yang ada. 2. Periodic System (Pencatatan secara fisik). Pada sistem ini tidak dibuat catatan mengenai transaksi persediaan berdasarkan saat terjadinya transaksi. Jumlah persediaan yang ada dapat ditentukan dengan cara perhitungan dan pengukuran atas barang-barang persediaan yang ada disetiap akhir periode”. Dari kedua metode pencatatan persediaan dapat ditarik kesimpulan bahwa metode yang dapat menggambarkan jumlah persediaan setiap saat adalah metode perpetual, karena metode pencatatan atau transaksi persediaan dilakukan setiap saat, baik pemasukannya maupun pada saat pengeluarannya. Dalam melakukan penilaian terhadap persediaan, terhadap bermacammacam metode yang dapat dipergunakan sebagaimana dinyatakan dalam Standar Akuntansi Keuangan (2005;14.4) bahwa: “Biaya persediaan harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama (FIFO), rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost Method), atau terakhir keluar pertama (LIFO)”. Dengan demikian prosedur harga pokok penentuan nilai persediaan pasar suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. FIFO (First In First Out) Barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan(dalam perusahaan manufaktur) atau dijual (pada perusahaan dagang). Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada akhir bulan terlepas apakah menggunakan sistem persediaan perpetual ataupun periodik. 2. LIFO (Last In First Out) Menandingkan (matches) biaya dari barang-barang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Jika digunakan sistem periodik maka akan
42
diasumsikan bahwa biaya dari total kuantitas yang terjual atau dikeluarkan selama satu bulan berasal dari pembaliaan paling akhir. Jika digunakan dalam sistem perpetual baik kuantitas maupun dalam nilai uang, akan menghasilkan persediaan akhir dan harga pokok penjualan yang berbeda. 3. WACM (Weight Average Cost Method) Didasarkan atas asumsi bahwa harga pokok harus dibebankan ke pendapatan menurut harga rata-rata tertimbang perunit dari barang-barang yang dijual, harga pokok rata-rata tertimbang perunit ini digunakan juga untuk mentukan harga pokok barang yang masih ada dalam persediaan. Tidaklah menjadi soal metode mana yang akan dipilih oleh suatu perusahaan, akan tetapi metode tersebut harus digunakan secara konsisten dari periode ke periode.
2.6.3.3.Manfaat Pengendalian Yang Baik Pernyataan Wilson dan campbell yang dialih bahasakan oleh Tjinjin Fenix Tjandera (1996;429), menyatakan manfaat dari pengendalian persediaan adalah sebagai berikut: "1.
Menekan Investasi modal dalam persediaan pada tingkat minimum. 2. Mengeliminasi atau mengurangi persediaan yang berlebihan, kerusakan, penyimpangan, kekunoan, jarak dan asuransi persediaan. 3. Mengurangi risiko kecurangan atau pencurian persediaan. 4. Mengurangi risiko penundaan produksi dengan cara selalu menyediakan bahan yang diperlukan. 5. Memungkinkan pemberian jasa yang lebih memuaskan kepada para pelanggan. 6. Dapat mengurangi investasi dalam fasilitas dan peralatan gudang. 7. Memungkinkan pemerataan produksi melalaui penyelenggaraan persediaan yang tidak merata sehingga dapat membantu stabilitas perusahaan. 8. Menghindarkan atau mengurangi kerugian yang timbul karena penurunan harga. 9. Mengurangi biaya opname fisik persediaan tahunan. 10. Melalui pengendalian yang wajar dan informasi yang tersedia untuk persediaan, dimungkinkan adanya pelaksanaan pembelian
43
yang lebih baik untuk memperoleh keuntungan dan harga khusus atau perubahan harga. 11. Mengurangi penjualan dan biaya administrasi melalui pemberian jasa dan pelayanan yang baik kepada para pelanggan”.
2.7.
Audit Internal Persediaan Tujuan audit internal persediaan menurut Sukrisno Agoes S (1996;184),
yaitu: "1. Untuk mengaudit apakah terdapat pengendalian internal yang cukup baik didalam persediaan. 2. Untuk mengaudit apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca. 3. Untuk mengaudit apakah metode penilaian persediaan (Valuation) sesuai dengan standar akuntansi keuangan. 4. Untuk mengaudit apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. 5. Untuk mengaudit apakah terdapat barang-barang yang rusak (Defektive). Bergerak lambat (Slow Moving) dan ketinggalan mode (absolescence) sudah dibuatkan allowance yang cukup”. 6. Untuk mengaudit apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit. 7. Untuk mengaudit apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggung jawaban yang cukup. 8. Untuk mengaudit apakah ada perjanjian pembeli atau penjualan persediaan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan. 9. Untuk mengaudit apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Alasan adanya audit internal atas persediaan ini antara lain: 1. Persediaan merupakan jenis perkiraan yang penting dalam neraca dan merupakan unsur yang terbesar dari keseluruhan. 2. Persediaan terletak dibeberapa lokasi yang berbeda sehingga sulit untuk melakukan pengendaliaan secara fisik dan perhitungannya. 3. keaneka ragaman jenis-jenis persediaan yang menyebabkan kesulitan bagi auditor. 4. Adanya beberapa metode penilaian persediaan yang dapat digunakan.
44
2.8.
Efektivitas Pengendalian Internal Persediaan Agar pengelolaan persediaan yang efektif dapat dicapai maka pengelolaan
persediaan harus direncanakan dan diarahkan. Wilson and Campbell (1991) yang dialih bahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjendera (1997;430) mengemukakan tentang faktor-faktor yang harus ada untuk mencapai pengelolaan persediaan yang efektif sebagai berikut: "1. Penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan. 2. Sasaran atau tujuan dan kebijaksanaan yang dirumuskan dengan baik. 3. Fasilitas pergudangnan dan penanganan yang memuaskan. 4. Klasifikasi dan identifikasi persediaan secara layak. 5. Standarisasi dan simplikasi persediaan. 6. Catatan dan laporan yang memadai. 7. Tenaga kerja yang kompeten atau memuaskan”. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya pengelolaan persediaan yang efektif, berikut ini penulis mencoba menguraikan faktor-faktor di atas: 1. Penetapan tanggung jawab dan wewenang yang jelas terhadap persediaan. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab secara tepat merupakan suatu elemen yang penting dalam suatu organisasi. Pada umumnya pengendalian terhadap persediaan barang dagang merupakan tanggung jawab bagian penjualan. 2. Sasaran atau tujuan dan kebijaksanaan yang dirumuskan dengan baik pimpinan perusahaan bertanggung jawab untuk menetapkan tujuan dan kebijaksanaan umum yang mengatur persediaan serta fungsi-fungsi yang berhubungan dengan berbagai divisi dalam perusahaan. 3. Fasilitas penggudangan dan penanganan Dengan adanya fasilitas penggudangan dan penanganan yang memadai maka diharapkan dapat dihindari kemungkinan adanya kerusakan atau kehilangan barang yang dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan. 4. Klasifikasi dan Identifikasi persediaan secara layak
45
Klasifikasi dan Identifikasi berguna untuk memperoleh keyakinan bahwa persediaan telah dicatat sebagaimana mestinya. 5. Standarisasi dan simplikasi persediaan Standarisasi berarti penetapan standar persediaan baik mengenai jenis, ukuran dan karakteristiknya. Sedangkan siplikasi berarti penyederhanaan jenis dan ukuran persediaan yang berlebihan. 6. Catatan dan laporan yang memadai Dalam pengendalian persediaan yang didasarkan pada ketersediaan faktafakta yang termuat dalam catatan dan laporan persediaan yang memadai. Catatan dan laporan persediaan yang memadai harus berisi informasi untuk memenuhi kebutuhan staff pembelian, produksi, penjualan dan keuangan. 7. Tenaga kerja yang kompeten atau memuaskan Manajemen persediaan terlaksana melalui tindakan manusia dan tidak ada yang dapat menggantikan kecakapan dan pertimbangan manusia. Oleh karena itu tenaga kerja yang kompeten atau memuaskan merupakan kunci dari keberhasilan pengendalian internal. Suatu pengendalian yang bagaimanapun baiknya tidak akan berhasil jika tidak ditunjang oleh pelaksana atau sumber daya manusia yang cakap. Kecakapan ini tidak hanya terdapat dijenjang manajer tertinggi, tapi harus sampai pada mereka yang diberi tanggung jawab khusus terhadap pengendaliaan perusahaan.
2.9.
Peranan
Audit
Internal
dalam
Mengevaluasi
Efektivitas
Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagang pada Perusahaan Pelaksanaan audit internal didalam perusahaan dilakukan secara rutin dan terprogram. Audit harus dilakukan terhadap sistem secara keseluruhan yang didasarkan pada sejumlah prinsip. Hal ini membuat audit sebagai alat yang efektif dan dapat diandalkan dalam menngevaluasi kebijakan dan pengendalian manajemen secara umum, serta memberikan informasi bagi organisasi untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Fungsi Audit Internal dalam Pelaksanaan Internal barang dagang meliputi seluruh aspek yang bersangkutan dengan persediaan,
46
tidak hanya mengecek jumlah persediaan saja, tetapi meliputi hal-hal yang lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Wilson and Campbell yang dialih bahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjendera (1997;729), adalah sebagai berikut: “Tujuan audit internal bagi sebuah perusahaan yang cukup besar untuk melakukan itu tidak boleh hanya sekedar untuk mengamati dan mengecek persediaan fisik tahunan tetapi juga melaksanakan suatu fungsi yang sangat berguna dalam melakukan pengecekan periodik terhadap catatan-catatan: (1) menetapkan kebenaran catatan-catatan, (2) mengevaluasi sistem pengendalian internal dan (3) mengecek untuk melihat adanya taat azas kepada prosedurprosedur yang telah ditetapkan”. Dari uraian tersebut di atas, maka fungsi audit atas pengendalian persediaan barang dagang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Observasi terhadap perhitungan fisik, menyertai akuntansi publik dalam melakukan tugasnya dan melakukan perhitungan secara fisik untuk dibandingkan dengan catatan. 2. Memeriksa dan mengevaluasi jumlah masimal dan minimum persediaan. 3. Memeriksa ketaatan terhadap prosedur yang berkenaan dengan persediaan. 4. Menguji dan menyatakan bahwa catatan itu benar serta melakukan koreksi apabila diperlukan. 5. Menganalisa kebutuhan sehubungan dengan adanya perubahan produksi secara tiba-tiba. Berdasarkan fungsi audit internal tersebut dapat diketahui bahwa peranan audit internal dengan pengendalian persediaan barang dagang adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dan penilaian pelaksanaan Pengendalian Internal dibidang persediaan barang dagang. 2. Audit terhadap kebijakan dan ketaatan terhadap prosedur persediaan barang dagang yang telah digantikan. 3. Penilaian terhadap aktivitas untuk menghindari kecurangan dan inefisiensi. 4. Pengujian terhadap tingkat kepercayaan data akuntansi dan laporanlaporan mengenai persediaan barang dagang.
47
5. Penilaian terhadap pelaksanaan tugas yang diberikan kepada setiap karyawan. 6. Memberikan saran-saran perbaikan jika perlu. Penilaian yang objektif dan independen yang dilaksanakan oleh audit internal akan menunjang efektivitas pengendalian internal persediaan barang dagang. Dengan adanya pengamatan dan perbaikan dari audit internal, maka pimpinan perusahaan dapat memperoleh informasi yang cepat dan akurat mengenai persediaan barang dagang sehingga dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan persediaan barang dagang.