BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip dengan tekanan air (darah) di dalam pipa (arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari keran (jantung) makin besar tekanan air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya (seperti pada arterosklerosis), maka tekanan darah akan sangat meningkat. Tekanan darah dapat berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi maka disebut tekanan darah tinggi atau hipertensi (Hull, 1996). Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus-menerus (Hull, 1996). Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/atau ≤ 90 mmHg (tekanan diastolic) (Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII, 2003). Tekanan sistolik menunjukkan fase darah yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik menunjukkan fase darah kembali ke dalam jantung (Depkes, 2006).
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
2.2 Epidemiologi Hipertensi Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang mengganggu kesehatan masayarakat. Umumnya, terjadi pada manusia yang berusia setengah baya (> 40 tahun). Namun banyak yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi akibat gejalanya tidak nyata. Pada stadium awal, belum menimbulkan gangguan yang serius. Sekitar 1,8% - 28,6% penduduk dewasa penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 1520% (Depkes, 2006). Prevalensi hipertensi lebih besar ditemukan pada pria, daerah perkotaan, daerah pantai dan orang gemuk. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Pada golongan umur 55-64 tahun, penderita hipertensi pada pria dan wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita hipertensi wanita lebih banyak daripada pria (Depkes, 2006). Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan kejadian penyakit jantung. Sehingga pengamatan pada populasi menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat menurunkan terjadinya penyakit jantung (Depkes, 2006). Seseorang penderita hipertensi mempunyai resiko terserang penyakit jantung koroner 5 kali lebih besar (Depkes, 2006).
2.3 Klasifikasi Hipertensi Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu. Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang sama atau lebih besar dari 140/90 mmHg adalah hipertensi (WHO, 1999 dan JNC, 2003). Hipertensi menurut WHO-ISH tahun 1999 dapat dilihat pada tabel 2.1
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO-ISH tahun 1999 Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik (mmHg) (mmHg) Optimal <120 <80 Normal <130 <85 Normal tinggi 130-139 85-89 Grade 1 Hypertension 140-159 90-99 Sub group: Borderline 140-149 90-94 Grade 2 Hypertension 160-179 100-109 Grade 3 ≥180 ≥110 Isolated Systolic Hypertension ≥140 <90 Sub group: Borderline 140-149 <90 Table 2.2 Klasifikasi menurut The Joint national Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (JNC-VI) adalah sebagai berikut : Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik (mmHg) (mmHg) Normal <130 < 85 Normal Tinggi 130-139 85-89 Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99 Tingkat 2 160-179 100-109 Tingkat 3 ≥ 180 ≥ 110 Berdasarkan hasil berbagai studi eksperimental, kriteria operasional hipertensi yang disepakati oleh para ahli adalah TDS ≥ 140 mmHg atau TDD ≥ 90 mmHg (MacMahon, 1990;WHO, 1996; Brown dan Haydock, 2000). Kriteria ini digunakan secara luas di seluruh dunia, meskipun TDS (tekanan darah sistolik) 140 mmHg bukanlah nilai batas hipertensi pada semua penderita dewasa. Karena nilai batas tersebut ternyata dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin secara independen (Port, et al., 1999). Studi Farmingham menemukan bahwa kriteria hipertensi meningkat sesuai peningkatan umur dan TDS wanita meningkat lebih cepat daripada pria (Kodim, 2004). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 golongan, hipertensi essensial atau primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial (primer), merupakan tipe paling umum, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
(idiopatik). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi essensial sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder. Sedangkan hipertensi sekunder memiliki atribut patologis. 10% penderita hipertensi adalah hipertensi sekunder. Penyebab umum hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal (penyempitan arteri ginjal/penyakit parenkim ginjal), kelenjar endokrin, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan hipertensi, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) (Depkes, 2006).
2.4 Cara Pengukuran Tekanan Darah Teknik pengukuran yang tepat dan teliti juga harus diperhatikan. Terdapat dua cara pengukuran yaitu pengukuran oleh dokter atau petugas kesehatan di sarana pelayanan kesehatan dan pengukuran sendiri di rumah baik dengan alat konvensional maupun dengan ambulatory blood pressure monitoring (ABPM). Hipertensi tidak dapat didiagnosis berdasarkan pengukuran tunggal. Penemuan kenaikan pada pembacaan pertama harus dipastikan paling sedikit dua kunjungan berikutnya pada satu atau beberapa minggu dengan nilai rata-rata tekanan diastolic 90 mmHg dan sistolik 140 mmHg/lebih (Lubis, 1989 dan Kaplan 1994). Table 2.3 Rekomendasi Untuk Tindak Lanjut Tekanan Darah Pengukuran Pertama (JNC VII, 2003) Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik Pemeriksaan Lanjutan (mmHg) (mmHg) <130 < 85 Periksa ulang dalam 2 tahun 130-139 85-89 Periksa ulang dalam 1 tahun 140-159 90-99 Periksa dalam 2 bulan 160-179 100-109 Periksa dan obati dalam 1 bulan ≥ 180 ≥ 110 Pastikan dan obati dalam 1 minggu Teknik pengukuran yang direkomendasikan oleh JNC VI adalah sebagai berikut. Penderita harus duduk dengan penyangga lengan, bersandar dan sejajar
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
dengan letak jantung. Penderita tidak boleh merokok dan minum kopi 30 menit sebelum pengukuran. Pengukuran dimulai setelah penderita istirahat selama 5 menit. Ukuran manset harus sesuai dengan lengan penderita yang paling sedikit 80% lebar manset harus dapat menutupi lingkar lengan. Tekanan sistolik adalah tekanan darah saat terdengan bunyi pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolic adalah tekanan darah saat bunyi menghilang (korotkoff V). Pembacaan dilakukan 2 kali/ lebih dengan waktu antara 2 menit (JNC VI, 1996).
2.5 Patofisiologi Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Faktor genetik, aktivasi syaraf simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme natrium, faktor renin, angiotensin, dan aldosteron merupakan faktor-faktor yang telah dibuktikan mempunyai kaitan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi (Soeparman et al., 1994 ; Kaplan, 1990). Pada lanjut usia, perubahan struktural dan fungsional pada pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya tegang pembuluh darah (Smeltzer S. & Bare B, 2001).
2.6 Diagnosa Hipertensi Diagnosa hipertensi ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan yang sering dialami, lama hipertensi, ukuran tekanan darah selama ini, riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat, gaya hidup, riwayat penyakit penyerta dan riwayat keluarga. Pemeriksaan
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
fisik terdiri atas pengukuran tekanan darah, pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus organ serta funduskopi (Zulkhair, 2000). Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya tekanan darah adalah : faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran. Agar didapat pengukuran yang akurat, sebaiknya pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup, minimal setelah 5 menit berbaring dan dilakukan pada posisi berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 3-4 kali pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit. Tempat pemeriksaan dapat pula mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran di tempat praktek, biasanya mendapatkan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengukuran di rumah. Hasil pengukuran lebih tinggi di tempat praktek disebut office hypertension. Mengingat hal tersebut di atas, untuk keperluan follow up pengobatan sebaiknya dipakai pegangan hasil pengukuran tekanan darah di rumah. Pengukuran yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi, akan tetapi dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut (id.novartis.com).
2.7 Gejala Klinis Hipertensi Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah mereka meniggi. Selain tidak adanya gejala pada orang tersebut, juga disebabkan oleh sikap acuh tak acuh dari penderita tersebut. Oleh karena itu amat sulit memotivasi penderita untuk minum obat, apalagi untuk jangka panjang, sedang penderita tidak merasakan sesuatu gangguan kesehatan. Gejala baru timbul sesudah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
klihis dapat berupa rasa lelah, sukar tidur, pusing, sakit kepala, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan, gangguan serebral atau gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Penelitian di klinik hipertensi di Paris pada penderita hipertensi yang tidak diobati ditemukan gejala sakit kepala (40,5%), palpitasi (28,5%), nokturia (20,4%), migren (20,8%), dan tinnitus (13,8%) (Kaplan,1994). Ada gejala klinis yang tidak boleh diabaikan karena berhubungan dengan organ-organ (Smith, 1991 dalam Wahyuni 2000), yaitu serangan pusing, kekakuan, kehilangan keseimbangan, sakit kepala pagi hari, penglihatan memburuk yang semuanya secara bersama-sama menunjukkan ada masalah dengan peredaran darah di otak, kelumpuhan anggota badan, khususnya sebelah badan atau salah satu bagian muka atau salah satu bagian tangan, kemampuan bicara menurun dan dapat menjadi peringatan adanya stroke yang jika diobati dapat dicegah, terengah-engah pada waktu latihan jasmani, dengan rasa sakit pada dada yang menjalar ke rahang, lengan, punggung atau perut bagian atas menjadi tanda permulaan angina, susah bernapas, sehingga merasa lebih mudah bernapas jika tidak berbaring datar, dengan gembung pada kaki, dapat menjadi tanda lain yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi, kegagalan jantung, dan sering bangun tiap malam untuk buang air kecil dan lebih banyak serta sering mengeluarkan urin selama siang hari dapat menjadi tanda pertama gangguan ginjal.
2.8 Masalah Hipertensi Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak) dan penyakit
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung). Dengan target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2000). Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari adanya hipertensi sehingga penderita yang dapat diobati dalam arti hipertensinya terkendalikan dengan baik, hanya sekitar 10-12% (Rahardjo, 1991). Keadaan hipertensi menekankan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah, volume jantung membesar dan dinding menipis sehingga akhirnya menyebabkan gagal jantung, dan terhadap organ mata menyebabkan pendarahan pada mata sehingga buta dan gangguan lainnya. Komplikasi lain dari hipertensi yaitu pendarahan, infark cerebral, pendarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma, trombosis, retinopati hipertensif pada mata, nefrosklerosis pada ginjal dan kegagalan faal ginjal (Sadana, 1994; Sidabutar, et.al, 1990). Masalah utama hipertensi adalah bahwa > 90% hipertensi termasuk golongan esensial, yaitu yang tidak atau belum diketahui sebabnya.,75% termasuk hipertensi ringan (diastolik 90-105 mmHg) dan bila digabung dengan hipertensi sedang (105115 mmHg) berjumlah > 90% penderita. Keadaan ini mempunyai kaitan dengan kebijaksanaan tatalaksana terapinya, karena menyangkut jumlah populasi yang besar dan beban masyarakat yang berat bila terapi tidak direncanakan dengan sesakma (Rahardjo, 1991).
2.9 Penyebab Hipertensi Hipertensi digolongkan sebagai penyakit kultur, yaitu penyakit yang terkait dengan pola hidup kurang gerak (sedentary life style) dan pola makan siap saji yang
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
mengandung lemak, protein, dan garam tinggi namun rendah serat (dietary fiber) (Nadesul, 2005). Faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol. Faktor yang dapat dikontrol antara lain obesitas, dislipidemia, stres, aktivitas fisik, merokok, konsumsi garam yang berlebihan, dietetik, kebiasaan makan, dan konsumsi alkohol. Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain umur, jenis kelamin, keturunan (Hull, 1996; Janssen, et.al, 2002; Karyadi 2000; Bustan & Nur 1999; Sadana 1994), dan pemakaian pil kontrasepsi pada wanita (Bustan & Nur 1999). Faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi lainnya yaitu suku, kebiasaan berolahraga, dan pendidikan (Sadana, 1994). Kemudian menurut Kamso (2000), hiperensi berhubungan dengan perubahan komposisi tubuh, asupan makanan, dan faktor emosi (Kusmana, 1997) dan gaya hidup. Meningkatnya kematian akibat dari penyakit kardiovaskuler menurut beberapa ahli dan studi sangat berhubungan dengan perubahan pola makan, gaya hidup dan faktor stres (Suwandono & Ni Ketut, 1998). Sementara Edi S.N (1996) mengatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya hipertensi adalah resultansi dari beberapa faktor yakni umur, jenis kelamin, keturunan, obesitas, konsumsi garam, alkohol, pemakaian kontrasepsi, geografik dan lingkungan (Azwar, 1999). Berhubung lebih dari 90% penderita hipertensi digolongkan atau disebabkan oleh hipertensi primer, maka secara umum yang disebut hipertensi adalah hipertensi primer (essensial).
2.10 Faktor-Faktor Resiko Hipertensi 1. Faktor Demografi a. Umur
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Pada umumnya tekanan darah naik dengan bertambahnya umur terutama setelah umur 40 tahun (Depkes, 2006). Sejalan dengan proses pertambahan umur, resiko seseorang terkena penyakit kardiovaskular meningkat. Hal ini dikarenakan efisiensi sistem kardiovaskular mengalami penurunan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan fungsi sistem tersebut (Black, 1992; Patel, 1995). Survei epidemiologi menunjukkan bahwa umur merupakan satu dari prediktor terkuat terjadinya penyakit kardiovaskular termasuk hipertensi. Faktor resiko penyakit hipertensi berkembang setelah umur mencapai 45 tahun (Black, 1992). Tekanan sistole yang cenderung naik seiring pertambahan usia menjadi penyebab besarnya prevalensi hipertensi pada usia di atas 40 tahun. Peningkatan tekanan sistolik ini terjadi diawali dengan terjadinya kekakuan pembuluh darah arteri yang belum berbahaya (Kannel, 1990). Menurut Gutewiller et al., dengan bertambahnya umur, secara perlahan-lahan akan menghilang kemampuan jaringan tubuh untuk memperbaiki /mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga akan makin banyak timbul distorsi metabolik dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif, termasuk salah satunya hipertensi (Darmodjo, 1999). Orang dengan tekanan darah normal pada usia 55 tahun, 90 % akan berkembang menjadi hipertensi pada 25 tahun ke depan (US Departement Health & Human Services, 2003). Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, resiko tekanan hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya takanan darah sistolik (Depkes, 2006). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di bawah 40 tahun masih berada di bawah 10%, tetapi di atas umur 50 tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20% hingga 30%, sehingga ini sudah menjadi masalah serius untuk diperhatikan (Depkes, 2000). Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5% (Kamso, 2000). Kelleher, (1992) mendapatkan prevalensi hipertensi pada lansia sebesar 40%. Pada NHANES III (The third national Health and Nutrition Examination Survey), dimana telah diadakan sebuah penelitian dengan mengambil populasi warga sipil US yang noninstitusional sebanyak 9901 orang yang berusia 18 tahun keatas atau lebih, menghasilkan keadaan bahwa prevalen hipertensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur dalam setiap jenis kelamin dan ras (He, Jiang and Whelton, Paul K, 1997).
b. Jenis Kelamin Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia angka prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2006). Laki-laki disebutkan mempunyai resiko menderita hipertensi lebih besar dari perempuan (Fisher & Williams, 2005). Hal ini disebabkan karena pekerjaan dan perilaku perempuan dianggap lebih tidak beresiko, dan berperilaku sehat (Matlin, 1999). Selain itu pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Karyadi, 2002). Selain itu angka istirahat jantung dan indeks kardiak pada pria lebih rendah dan tekanan peripheralnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan perempuan pramonopouse pada level tekanan arteri yang sama. Pria juga merespon suatu latihan beban dengan kenaikan tekanan arteri lebih besar. Setelah manapouse tidak ditemukan perbedaan hemodinamik antara perempuan sehingga prevalen hipertensi tidak jauh berbeda (Masserli, 1997). Hal ini ditunjukkan ketika tekanan darah diukur melalui ambulatory monitoring selama 24 jam, hasil menunjukkan bahwa tekanan darah laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, pada kelompok umur yang sama. Akan tetapi setelah monopouse tekanan darah perempuan akan meningkat, bahkan jauh lebih tinggi daripada laki-laki (http://hyper.ahajornals.org/hypertension– abstracts reckelhoff 37 (5) 1199.htm). Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Pratiwi, 2004). Hasil penelitian Boedhi Darmojo, dkk tahun 1989 menemukan bahwa prevalen hipertensi pada perempuan (16,0%) lebih besar daripada laki-laki (13,6%).
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Begitu pula di berbagai daerah di Indonesia ditemukan bahwa perempuan mempunyai prevalen hipertensi lebih besar daripada laki-laki (Darmojo, 1994). Para peneliti menghubungkan hal tersebut terhadap penurunan hormone estrogen sepanjang monopouse yang dimulai setelah umur mencapai kira-kira 50 tahun. Estrogen dihubungkan dengan tingkat HDL yang lebih tinggi dan LDL yang lebih rendah (Soeharto, 2002).
c. Keturunan Salah satu faktor hipertensi esensial adalah tingginya peranan faktor keturunan yang mempengaruhi. Ini dapat terlihat antara lain dengan adanya penggolongan hipertensi berdasarkan pada anggota keluarga derajat pertama (orang tua, saudara sekandung, anak). Orang yang ada kejadian hipertensi dalam keluarganya mempunyai resiko untuk mendapat hipertensi lebih besar daripada yang tidak mempunyai hipertensi dalam keluarganya (Darmojo, 1994). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan sesorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Depkes, 2006). Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006). Dari hasil penelitian, diungkapakan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua yang salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai resiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak hipertensi). Kaplan, 1983 menyatakan bahwa kemungkinan untuk menderita
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
hipertensi pada seseorang yang orang tuanya mempunyai riwayat hipertensi sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan orang lain yang tidak mempunyai riwayat hipertensi pada orang tuanya. Abdulrochim, 1982 menyatakan bahwa kembar monocygot menunjukkan korelasi yang tinggi, baik tekanan sistolik maupun diastolik bila dibandingkan dengan anggota keluarga lain. Hasil penelitian pada 514 individu yang berasal dari 135 keluarga di Chuvasha, Rusia menunjukkan bahwa variasi tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dipengaruhi oleh faktor genetik (http://hyper.ahajornals.org/ hypertension – abstracts Livshits and Gerber 37 (3) 928.htm). Berdasarkan penelitian dr. Daniel S Seidman dari rumah sakit CarmelHaifa-Israel, pada 11.428 anak lakilaki dan perempuan berusai 17 tahun, yang disampaikan pada pertemuan perkumpulan international untuk studi hipertensi pada masa kehamilan di Seatle, AS, bulan Agustus 2000, didapatkan hasil bahwa anak laki-laki yang ibunya menderita darah tinggi ketika mengandung, mempunyai hampir dua kali lipat kemungkinan terkena darah tinggi (http://www.kompas.com/9609/22/IPTEK/hipe.htm).
d. Suku / Golongan Etnik Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan, genetika, gaya hidup, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian (Sutrisna, 1994). Pada kelompok orang dewasa di Amerika, kenaikan tekanan darah seiring umur dijumpai lebih banyak pada orang berkulit hitam daripada orang kulit putih (Kaplan, 1994). Besar variasi antar suku di Indonesia, Lembah Baliem Jaya (0,6 %), Sukabumi, Jawa Barat (28,6%) (Darmojo, 1994).
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
e. Status Sosial Ekonomi Hipertensi dikenal juga sebagai ”heterogeneous group of disease” karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan sosial ekonomi (Astawan, 2005). Menurut Sutrisna (1994), yang dimaksud status sosial ekonomi yaitu tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan status perkawinan. Hal tersebut dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan, maka tidak mengherankan jika ada perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial. Status sosial ekonomi seseorang, dapat mempengaruhi munculnya hipertensi, seperti misalnya pekerjaan, jumlah anggota dalam keluarga dan kepadatan penduduk (Fisher & Williams, 2005). Sementara Matlin menambahkan dengan pendidikan, pendapatan, dan kebanggan (prestise) keluarga. Stress sosial ekonomi merupakan prediktor yang paling baik untuk umur harapan hidup, kesehatan, dan kesakitan (Matlin, 1999). Faktor pelayanan kesehatan (pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi serta faktor perilaku (sikap dan perbuatan, serta adat istiadat) mempengaruhi status kesehatan masnusia (Blum, 1983). WHO menyebutkan selain melalui perilaku diet, aktifitas fisik, dan konsumsi alkohol, tingkat sosial ekonomi berpengaruh terhadap hipertensi melalui akses pada fasilitas kesehatan. Akses pada pelayanan kesehatan yang meliputi program promosi kesehatan, program pencegahan, dan program pengobatan berpengaruh secara sinergik terhadap hipertensi. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, jarak dari jalan raya, pengalaman sebelumnya, umur, dan jumlah aanggota keluarga (Kodim, 2004). Kualitas pelayanan kesehatan lebih sering terpaku pada pembiayaan pelayanan kesehatan. Di Indonesia biaya pelayanan kesehatan atau biaya pelayanan
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
medis makin lama semakin tinggi, dan kenaikan biaya itu akan menjadi baban yang berat selama sistem pembayaran pelayanan medis dibayar oleh pribadi secara tunai (M.Imam Basuki dalam Wiknjosastro, 1993). Penelitian yang dilakukan oleh Moriyana, Krueger dan Stamler (1971) dalam Khairani (2003) menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin tinggi tekanan darah. Darmojo (1994) menyatakan bahwa Dyer dkk (1976) dan Marmot (1979) telah melaporkan bahwa data epidemiologi menunjukkan bahwa tekanan darah mempunyai tendesi lebih tinggi pada golongan pendidikan sosial ekonomi rendah. Ternyata Kartari dkk (1988) dalam Darmojo (1994) memang menemukan prevalensi yang tinggi di kalangan penduduk yang buta huruf (18,9%) tetapi angka yang tertinggi, seperti yang diharapkan, ditemui pada golongan pekerja administrasi dan manajer (25,0%). Pada kaum pengangguran ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 9,6%.
f. Geografi dan Lingkungan Pada kebanyakan tempat di dunia dapat dibedakan tiga macam keadaan iklim. Salah satunya iklim laut dengan sifat khasnya sering terjadi putaran udara karena kuatnya angin sepanjang pantai yang menyebabkan efek penyejuk pada badan manusia, dan intensitas yang besar dari sinar radiasi matahari yang terpantul. Sinar radiasi matahari yang berlebihan dapat menyebabkan kegugupan, hilangnya nafsu makan, mual, lelah, pusing, dan susah tidur (Slamet, 1998). Terdapat pula perubahan suhu harian dan musim yang relatif kecil dibandingkan dengan daerah pedalaman, kelembaban yang lebih besar, dan kadar trace element yang lebih tinggi seperti ozon, iodium dan megnesium serta kadar renik polusi udara selama angin laut yang kuat tetap berhembus (Karhiwikarta, 1998). Iklim pegunungan (dataran tinggi)
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
mempunyai kekhususannya pula, yaitu terdapat perbedaan dan lebih intensifnya spektrum radiasi matahari. Di atas 2000 m bahkan gelombang 278 mµ, yaitu sinar ultraviolet, dapat mencapai badan kita. Radiasi ultraviolet yang kuat, dapat menyebabkan bertambahnya sekresi asam lambung, kalsium dan fosfat serum darah. Cekaman cuaca dingin menyebabkan kenaikan produksi 17 ketosteroid oleh korteks kelenjar adrenal dan meningginya daya resistensi, sedangkan cuaca panas menyebabkan kadar 17-ketosteroid rendah, dan merendahkan pula resistensi tubuh (Karhiwikarta, 1998). Berbagai reaksi fisiologis dan bahkan gejala patologis tubuh dapat terjadi karena perubahan cuaca. Sehubungan dengan hal ini penting pengaruh cuaca pada daya tahan setempat (local resistance) maupun umum terhadap penyakit infeksi. Daya tahan setempat yang berupa resistensi pembuluh darah kapiler misalnya, menurun (permeabilitas bertambah) setelah adanya aliran udara panas (heat sterss) dan sebaliknya bertambah setelah adanya aliran dingin. Daya tahan umum yang berupa perubahan kimia darah kemungkinan ada hubungannya dengan perubahan pola makanan sesuai dengan musim (Karhiwikarta, 1998). Daya tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi, aktivitas, dan istirahat. Dalam hidup modern yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolahraga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol, atau kopi sehingga daya tahan tubuh menjadi menurun dan memiliki resiko terjadinya penyakit hipertensi. Kuhnke (1956) dalam Karhiwikarta, 1998. di Jerman telah mencoba menghubungkan gejala-gejala tadi dengan keadaan atmosfir beserta perubahanperubahannya di satu pihak dan situasi cuaca umumnya di pihak lain. Pada kombinasi keadaan atmosfir dan situasi cuaca tertentu secara empiris statistis
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
terdapat gejala yang menonjol dari kelelahan umum dan kelelahan subjektif seperti keluahan penyakit jantung dan peredaran darah, keadaan spasme dan kolik, peristiwa kematian, infark jantung, peninggian peristiwa ke arah perdarahan, perlambatan waktu reaksi dan bertambahnya angka kecelakaan Dari hasil-hasil tersebut, terutama dipandang dari masalah kemampuan kerja, Kuhnke dan Schulze (1962) dalam Karhiwikarta, 1998 menyimpulkan terdapat tiga jenis situasi cuaca di Eropa Tengah yaitu salah satunya situasi yang jelas mengakibatkan penurunan fungsi-fungsi tubuh, yaitu keadaan cuaca yang umumnya disertai dengan pengaruh (adveksi) yang kuat dari udara tropik. Pada situasi cuaca ini didapat presentase tinggi dari penduduk merasa lemah dan lelah disertai berkurangnya keinginan kerja dan konsentrasi, terutama jenis kerja yang memerlukan usaha lama. Lehman (1964) dalam Karhiwikarta, 1998 menekankan bahwa rendahnya prestasi kerja penduduk tropis bukanlah suatu hal yang berhubungan dengan bakat pemalas (indolen), karena dapat pula dialami oleh kaum pendatang yang tinggal lama di daerah tropis. Sebab primernya adalah menurunnya kebugaran jasmani atau kapasitas kerja fisik dan daya aklimatisasi (adaptasi) sebagai akibat terbatasnya gerak atau aktivitas fisik karena pengaruh iklim panas dan lembab. Namun diingatkan pula bahwa keadaan tersebut dalam jangka waktu lama dapat pula mempengaruhi mental psikologis, sosial-budaya, dan ekonomis. Secara alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia bernapas udara sekitarnya setiap detik. Makanan manusia diambil dari sekitarnya, demikian pula minuman, pakaian, dan lain sebagainya. Tergantung dari taraf budayanya, manusia dapat sangat erat atau kurang erat hubunganya dengan lingkungan. Natrium merupakan salah satu parameter kimiawi syarat air minum.
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Natrium elemental (Na) sangat reaktif, karenanya bila berada di dalam air akan terdapat sebagai suatu senyawa. Natrium sendiri bagi tubuh tidak mrupakan benda asing, tetapi toxixitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Seperti NaOH atau hidrixida Na ini sangat korosif, tetapi NaCl justru dibutuhkan oleh tubuh (Slamet, 2000). Prevalensi hipertensi pada penduduk di daerah pentai lebih tinggi daripada penduduk di daerah pegunungan atau pedalaman. Prevalensi hipertensi pada orangorang yang melakukan migrasi akan sangat berbeda dengan prevalensi hipertensi di daerah asalnya (Abdulrochim, 1982; Bustan, 2000). Terdapatnya perbedaan keadaan geografis, dimana daerah pantai lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibading dengan daerah pegunungan, karena daerah pantai lebih banyak terdapat natrium bersama klorida dalam garam dapur sehingga konsumsi natrium pada penduduk pantai lebih besar dari pada daerah pegunungan (Slamet, 2000). Garam sangat berperan dalam patofisiologi hipertensi. Pada penduduk yang mengkonsumsi garam minimal (< 3 gr/hr) hipertensi hampir tidak pernah ditemukan, sedangkan pada penduduk yang mengkonsumsi garam antara 5–15 gr/hr prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Dengan demikian dapat dijelaskan kenapa masyarakat pantai mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan masyarakat pegunungan (Soeparman,et al., 1994).
2. Faktor Status Kesehatan a. Kegemukan (Obesitas) Rasio berat terhadap tinggi badan mengindikasikan berat badan yang terkait dengan tinggi badan. Rasio ini berguna untuk mengukur gizi lebih dan obesitas
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
dalam populasi orang dewasa. Selanjutnya rasio ini terkadang mengarah pada indikator obesitas (Gibson, 2005). Seseorang dikatakan kelebihan berat badan atau kegemukan apabila berat badanya melebihi 10-20 % dari berat badan normal (Soeharto, 2004). Obesitas akan menambah beban kerja jantung. Keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya tekanan darah tinggi, kencing manis, dan kolesterol (Depkes, 2006). Obesitas adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam IMT yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (Kaplan & Stamler, 1991). Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkolerasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Kelebihan berat badan dan obesitas adalah problem kesehatan yang paling sering pada masyarakat maju atau bisa disebut orang yang mampu, namun bukan berarti masyarakat sosial ekonomi rendah terlepas dari masalah ini. Menurut penelitian di Australia obesitas mengakibatkan 2/3 penyakit diabetes tipe 2 dan mengakibatkan 1/3 jumlah penderita hipertensi. Orang obesitas juga diperkirakan akan meninggal dua kali lebih cepat dari orang dengan berat badan normal (State Goverment of Victoria, 2004 dalam Depkes RI 2006). Dari hasil penyelidikan epidemiologi terbukti bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi hipertensi (Soeparman et.al., 1994). Obesitas mempunyai hubungan yang erat dengan prevalens hipertensi dan meningkatnya insidens hpertensi ketika berat badan bertambah (Kaplan et al., 1990). Mekanisme pasti yang menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi belum ada, namun pada beberapa penelitian diperoleh bahwa curah jantung dan sirkulasi hipertensi dengan berat badan normal. Pada obesitas, tekanan perifer berkurang atau normal, aktivitas
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
syaraf simpatis meninggi dan aktivitas renin plasma rendah (Soeparman et al., 1994). Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang berat badannya normal. Sedangkan pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-23% memiliki berat badan lebih (overweight). Penentuan obesitas pada orang dewasa dapat dilakukan pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase lemak tubuh dan pengukuran IMT. Pada studi-studi populasi IMT banyak digunakan untuk mengukur resiko penyakit di antara orang dewasa (Gibson, 2005). Pengukuran berdasarkan IMT dianjurkan oleh FAO, WHO, UNU tahun 1985. Nilai IMT dihitung menurut rumus (Depkes, 2006): IMT = BB dalam kg / TB (dalam m2) Tabel 2.4 Klasifikasi IMT orang dewasa menurut Kriteria WHO (2000) Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (kg / cm2) Berat Badan Kurang < 18,5 Normal 18,5 – 24,9 Berat Badan Lebih ≥ 25 Pre-Obes 25,0 – 29,9 Obes Tingkat I 30,0 – 34,9 Obes Tingkat II 35,0 – 39,9 Obes Tingkat III ≥ 40 Sumber : WHO Technical Series, 2000 Tabel 2.5 Batas ambang IMT di Indonesia IMT (kg / cm2) Kategori >17 Kekurangan berat badan tingkat berat 17-18,5 Kekurangan berat badan tingkat ringan 18,5-25 >25,0->27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan >27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat Sumber : Dit.Gizi DepKes RI Jakarta, 1994 dalm Depkes, 2006
Keadaan Kurus Kurus Normal Gemuk Gemuk
Tabel batas ambang diatas telah dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang (Depkes, 2006). Peningkatan IMT berhubungan dengan peningkatan resiko hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, faktor resiko penyakit kardiovaskular, dan kematian. Tentu saja resiko relative
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
penyakit kardiovaskular beserta factor resikonya menigkat seiring dengan peningkatan level IMT pada semua populasi (Gibson, 2005). Orang-orang dengan obesitas mempunyai kelebihan penyimpanan lemak di bawah kulit, dada, dan abdomen. Lemak merupakan simpanan energi tubuh dan berasal dari makanan yang mengandung lemak, karbohidrat, dan protein. Jika tubuh tidak membakar kelebihan kalori, maka tubuh akan menyimpan kelebihan kalori sebagai lemak di dalam tubuh. Pada orang yang kelebihan berat badan jantung akan bekerja lebih keras untuk menyuplai darah (Patel, 2005). Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dari berat badan total dan pada wanita sekitar 20-25 %. Jumlah lemak pada tubuh seseorang umunya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, yang umunya
disebabkan
oleh
semakin
melambatnya
metabolisme
tubuh
dan
berkurangnya aktifitas fisik (Soeharto, 2004). Kegemukan pada umumnya terjadi karena usia, ketidakseimbangan energi yang masuk dan yang keluar, genetik, penggunaan pil/injeksi KB, dan psikologis (Salma & Padri, 2004). Umur memberikan hubungan korelasi positif terhadap indeks masa tubuh (IMT). Hal ini sejalan dengan penelitian Mawi (2004) dalam Mukhlisa 2007 di Jakarta Utara dan Jakarta Timur yang menunjukkan bahwa setelah usia 50 tahun IMT semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia, baik pada laki-laki maupun perempuan. Kaplan (2000) menemukan bahwa hanya dengan menurunkan berat badan, yoga, dan relaksasi otot dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan Kegemukan adalah faktor resiko hipertensi yang kuat dan independen pada semua ras dan kelompok sosial ekonomi. Penambahan berat juga memiliki kontribusi pada banyak peningkatan tekanan darah pada usia lanjut dan kegemukan menjadi
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
salah satu prediksi terbaik resiko dari perkembangan hipertensi. Pada suatu studi kohort didapatkan bahwa responden dengan kelebihan berat 5 kg, 60% lebih besar mendapatkan resiko relatif terjadinya hipertensi dibandingkan responden
tidak
mempunyai kelebihan berat badan atau > 2 kg. Pada hasil studi Farmingham, menunjukkan bahwa kenaikan berat badan 10 kg meningkatakan tekanan darah sebesar 4,5 mmHg (Kaplan, 2002 dalam Fenida 2003)
b. Diabetes Melitus Diabetes mellitus adalah penyakit kronis karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau hanya sedikit menghasilkan insulin atau menahan insulin sehingga tidak dapat diproduksi. Akibat dari defisiensi insulin dan kadar gula dalam darah meningkat yang selanjutnya dapat membahayakan pembuluh darah. Sebagaimana diketahui, insulin berfungsi menangkut glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai sumber energi dan disimpan sebagai glikogen (Patel, 1995; Andrews; Goldberg; Jonhson, 1996). Insidens diabetes mellitus serupa antara pria dan wanita serta dapat dijumpai pada segala umur. Diagnosis DM dapat dipastikan jika terdapat salah satu hasil pemeriksaan yaitu antara lain apabila terdapat gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah sewaktu e”200 mg/dl, gejala klasisk DM dengan kadar glukosa darah puasa e”126 mg/dl, dan pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam > 200 mg.dl sesudah pemberian beban glukosa 75 g. Gejala klasik DM yaitu seperti sering kencing, cepat lapar, sering haus, berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas (Depkes, 2006).
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Perjalanan penyakit diabetes melitus dipengaruhi oleh berbagai faktor resiko yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah (umur, jenis kelamin, keturunan, suku, dan budaya/adat istiadat), faktor resiko perilaku yang dapat diubah (merokok, konsumsi alkohol, kurang aktifitas fisik, kurang konsumsi serat, konsumsi lemak tinggi, dan konsumsi kalori tinggi), faktor resiko lingkungan (kondisi ekonomi daerah, lingkungan sosial seperti modernisasi, dan status sosial-ekonomi), dan faktor resiko fisik dan biologi (obesitas, hipertensi, hiperglikemia, toleransi glukosa terganggu, dan dislipidemia) (Depkes, 2006). Dalam sebuah penelitian kohort prospektif di Dubbo, New South Wales, yang melibatkan 1233 laki-laki dan 1572 perempuan usia lanjut, diamati dan dilakukan analisa
survivalnya.
Pada
akhir
penelitan,
peneliti
menyimpulkan
bahwa
berkurangnya waktu survival pada penduduk usia lanjut disebabkan karena merokok, diabetes, dan hipertensi berat. Hazard rasio diabetes melitus pada laki-laki sebesar 1,61 (95%CI 1,28-2,03) dan pada perempuan sebesar 1,94 (95%CI 1,49-2,53) (Simon, et.al., 2005). Pada mereka yang berkadar insulin tinggi karena diabetes, menyulitkan jantung memompa darah karena darah menjadi lebih kental. Akibatnya, tekanan harus ditingkatkan agar suplai darah tetap terjamin. Lama-lama, jadilah tekanan darah tinggi permanen. Dallas Heart Disease Prevention Project, yang dimulai tanggal 1 Juli 2000, telah mewawancara lebih dari 4000 partisipan di kota Dallas. Dari sejumlah itu, sebanyak 1186 merupakan kasus hipertensi atau tekanan darah tinggi dan dari sebanyak itu, 417 orang terdiagnosis terkena diabetes. Dari 417 orang itu 73 orang tidak menyadari meningkatnya level glukosa darah, yang menghasilkan penyakit diabetes (Khania, 2002)
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
3. Faktor Perilaku a. Stress Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa lajut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stess berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006). Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologi, psikologi, sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti, 2003). Peningkatan tekanan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi (Pinzon, 1999). Stress merupakan pengalaman emosional negatif yang dialami seseorang, yang lebih besar dari kemampuannya untuk beraksi. Stress dapat terjadi karena adanya bencana atau kehilangan, peristiwa penting dalam hidup atau karena peristiwa kecil harian (Matlin, 1999). Oleh karena stress, maka tubuh akan bereaksi, termasuk antara lain berupa ketegangan otot, meningkatnya denyut jantung, dan menigkatnya tekanan darah. Reaksi ini dipersiapkan tubuh untuk bereaksi secara cepat, yang apabila tidak digunakan, maka akan dapat menimbulkan penyakit, termasuk hipertensi (Greenberg, 1999).
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Dalam penelitian Framingham dalam Yusida tahun 2001 bahwa bagi wanita berusia
45-64
tahun,
jumlah
faktor
psikososial
seperti
keadaan
tegang,
ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, gejala ansietas dan kemarahan terpendam didapatkan bahwa hal tersebut berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik penyakit kardiovaskuler apapun. Studi eksperimental pada laboratorium animals telah membuktikan bahwa faktor psikologis stress merupakan faktor lingkungan sosial yang penting dalam menyebabkan tekanan darah tinggi, namun stress merupakan faktor resiko yang sulit diukur secara kuantitatif, bersifat spekulatif dan ini tak mengherankan karena pengolahan stress dalam etikologi hipertensi pada manusia sudah kontroversial (Henry & Stephens, 1997 dalam Kamso, 2000).
b. Merokok Merokok merupakan suatu proses pembakaran yang menimbulkan polusi udara dan secara sadar dihirup dan diserap oleh tubuh manusia (Hoepoedio, 1988). Rokok mengandung lebih dari 40000 komponen bahan kimia diantaranya adalah nikotin dan karbonmonoksida. Nikotin dapat menyebabkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah dan kecanduan. Sedangkan karbon monoksida dapat mengikat Hb darah sehingga tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebablan penyumbatan pembuluh darah. Rokok mengandung nikotin, yang merupakan bahan pemberi kenikmatan pada rokok, yang dapat, meningkatkan denyut jantung, tekanan darah sistolic dan tekanan darah diastolik. Peningkatan denyut jantung pada perokok terjadi pada menit pertama merokok dan sesudah 10 menit peningkatan mencapai 30 %. Menurut Winniford (1990) dalam Hasudungan (2002)
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
lebih jauh mengatakan bahwa efek merokok akan meningkatkan kadar asam bebas lemak dalam plasma yang dapat mengurangi jumlah kadar lemak HDL. Selain itu merokok juga akan menghadirkan LDL, yang sebagai kolesterol jahat, yang akan menyebabkan penyempitan arteri akibat terjadinya penumpukan kolesterol pada dinding arteri dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipertensi. Pada orang merokok keadaan jantung juga tidak dapat bekerja dengan efisien. Oleh karena itu seorang
yang
menderita
hipertensi
yang
disertai
dengan
merokok
dan
hiperkolesteromia akan memiliki resiko terkena penyakit jantung koroner 8 kali (Kannel, 1990 dalam Hasudungan 2002). Farmingham Heart Study menemukan bahwa merokok menurunkan kadar kolesterol baik (HDL). Penurunan HDL pada laki-laki rata-rata 4,5 mg/dl dan pada perempuan 6,5 mg/dl. Penelitan yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalence Study menunjukkan bahwa mereka yang merokok dua puluh batang atau lebih per hari, mengalami penurunan kadar HDL sekitar 11 % pada laki-laki dan 14 % pada perempuan. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses arterosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya arterosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan resiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006). Pada perokok, asap rokok mengandung gas karbon monoksida yang lebih cepat mengikat hemoglobin dibanding oksigen. Akibatnya suplai oksigen yang seharusnya dibawa darah berkurang. Jantung harus
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
meningkatkan daya tekan agar suplai darah bertambah untuk mengangkut kekurangan oksigen. Tekanan tinggi yang terus-menerus, menyebabkan dinding pembuluh darah tidak tahan dan terjadilah kerusakan di mana-mana. Pembuluh darah menjadi tidak beraturan, tebal, mengeras, sehingga terjadi penyumbatan dan tekanan darah akan semakin meningkat (http://www.kompas.com/9609/22 /IPTEK/hipe.htm) Perokok yang berhasil meninggalkan rokok menghadapi masalah yang berhubungan dengan peningkatan berat badan. Hal ini terjadi karena peningkatan nafsu makan. Selain itu, orang yang tidak merokok cenderung “mengemil” (Patel, 1995). Sedangkan menurut Kaplan dan Stemler (1994) berhenti merokok sering meningkatkan berat badan dan meningkatnya tekanan darah bukan karena nikotin, tetapi karena bertambahnya berat badan. Merokok dapat menurunkan kesukaan pada makanan sehingga berat badan berkurang dan dengan berhenti maka berat badan akan meningkat. Dalam sebuah penelitian kohort prospektif di Dubbo, New South Wales, yang melibatkan 1233 laki-laki dan 1572 perempuan usia lanjut, diamati dan dilakukan analisa survivalnya. Pada akhir penelitan, peneliti menyimpulkan bahwa berkurangnya waktu survival pada penduduk usia lanjut disebabkan karena merokok, diabetes, dan hipertensi berat. Hazard rasio merokok (current smoker) pada laki-laki sebesar 1,84 (95%CI 1,44-2,35) dan pada perempuan sebesar 1,63 (95%CI 1,242,15) (Simon, et.al., 2005).
c. Alkohol Meskipun alkohol mempunyai efek positif yaitu berupa vasodilaor, alkohol juga berkaitan dengan pengentalan lipoprotein. Meskipun sedikit, alkohol dapat meningkatkan tekanan darah sedangkan penggunaan alkohol yang terus menerus
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
dalam jumlah yang banyak berakibat keracuanan jantung, sclerosis dan fibrosis dalam arteri kecil yang dapat menunjukkan adanya micro infark.(Kaplan, 1990; Soeparman et al., 1994). Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya. Di negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipetensi. Sekitar 10 % hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di kelompok usia ini (Depkes, 2006). Wasir (1998) menyatakan bahwa berlebihan mengkonsumsi alkohol (>2 gelas bir/wine/whiskey/hari) merupakan faktor resiko hipertensi. Menurut suatu penelitian, diluar efek usia hipertensi lebih sering ditemukan pada orang yang berkulit hitam/peminum alkohol. Pada penelitian ini diketahui bahwa asupan alkohol mempunyai hubungan dengan hipertensi (Saputra 1998). Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Arthur L Klatsky dkk. 1964 terhadap 83.947 penduduk yang terdiri dari 3 ras suku bangsa, 83,5% adalah kulit putih, menunjukkan bahwa konumsi alkohol paling sedikit 3 kali sehari merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi (Saputra, 1998). Resiko terkena hipertensi meninggi apabila meminum
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
alkohol lebih dari 3 kali perhari (Kaplan, 1990; Soeparman et.al., 1994). Menurut Mac Mahon (1987) yang dikutip dari Kaplan (1990), 10 % hipertensi pada laki-laki disebabkan oleh alkohol. Pengurangan konsumsi alkohol 10-20 gr/hr dapat menurunkan tekanan darah.
d. Aktivitas Fisik Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau rutunitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan. Olahraga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran. Aktivitas fisik dalam bentuk olahraga merupakan bentuk pemberian rangsang berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberi rangsangan secara teratur dengan takaran dan waktu yang tepat. Aktivitas fisik atau olahraga yang dilakukan secara teratur berdasarkan kaidah tertensu sudah dapat menimbulkan adaptasi setelah minimal 4-6 minggu. Bila rangsang diberikan sesuai dan tepat maka akan terjadi adaptasi lengkap yang berdampak terhadap tingkat kebugaran jasmani (Depkes, 2006). Pada usia lanjut terjadi penuruanan massa otot serta kekuatannya, laju denyut nadi maksimal, toleransi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh ( Hadi et al., 1992; Whiteboard, 1995). Aktivitas fisik dalam bentuk olahraga secara teratur memberikan banyak keuntungan bagi para lanjut usia. Keuntungan tersebut antara lain berkurangnya berat badan, tekanan darah, kadar kolesterol serta penyakit jantung. Olahraga secara teratur juga dapat menunda efek-efek penuaan dan mengurangi kemungkinan depresi (Pickering,1996). Wackers (1992) mengemukakan
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
bahwa keuntungan dari aktivitas fisik atau olahraga adalah meningkatkan perlindungan tubuh terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah. Olahraga teratur juga membantu seseorang mengontrol faktor resiko lain seperti obesitas, stress, hipertensi, dan kadar lipid dalam darah. Olahraga dapat mengurangi tekanan darah bukan hanya disebabkan berkurangnya berat badan, tetapi juga disebabkan bagaimana tekanan darah tersebut dihasilkan. Tekanan darah ditentukan oleh dua hal yaitu jumlah darah yang dipompakan jantung per detik dan hambatan yang dihadapi darah dalam melakukan tugasnya melalui arteri. Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah kaliper yang baru dan jalan darah yang baru. Dengan demikian hal yang menghambat pengaliran darah dapat dihindarkan atau dikurangi, yang berarti menurunkan tekanan darah. Walaupun kesanggupan jantung untuk melakukan pekerjaannya bertambah melalui olahraga, pengaruh dari berkurangnya hambatan tersebut memberikan penururnan tekanan darah yang sangat berarti (Kuntaraf & Kuntaraf, 1992). Aktifitas fisik dengan intensitas rendah sampai sedang (seperti melakukan pekerjaan rumah tangga, berkebun, olahraga bowling atau golf) yang dilakukan sekurangnya 21 jam per minggu dilaporkan Grylls (2003) membantu mengontrol berat badan. Orang dengan skor aktivitas tinggi, dimana aktivitas fisik yang diukur adalah aktivitas di rumah atau pada waktu bekerja, aktivitas olah raga dan kebiasaan berjalan kaki, berhubungan dengan indeks masa tubuh yang lebih rendah (Samaras et al., 1999). Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan 8.604 responden berusia lanjut mendapatkan bahwa orang yang mempunyai aktivitas fisik tinggi mempunyai umur harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang beraktivitas rendah, baik pada kelompok perokok maupun pada kelompok bukan
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
perokok (Ferrucci, et.al, 1999). Pada fisik yang senantisa aktif, pembuluh darah cenderung lebih elastis, sehingga mengurangi tahanan di perifer (Warborton, et.al., 2006). Sementara itu aliran darah yang meningkat karena aktivitas fisik dapat menjaga endotel pembuluh darah arteri dengan dihasilkannnya NO (Nitrit Oksida), suatu bahan yang bersifat vasodilator (Kusmana, 2001). Penelitian lain oleh Paffenbarger dari Universitas Stanford yang meneliti 15.000 tamatan Universitas Harvard untuk 6-10 tahun. Selama penelitian berlangsung, didapatkan bahwa 681 tamatan harvard tersebut menderita hipertensi (160/95). Ternyata alumni yang tidak terlibat dalam olahraga dan kegiatan mempunyai resiko untuk mendapatkan hipertensi 35% lebih besar dari mereka yang berolahraga. (Kuntaraf & Kuntaraf, 2000). Penelitian dari John Hanson dan William Nedde dari Universitas Vermot juga menunjukkan bagaimana olahraga mengurangi tekanan darah. Penelitan tersebut meneliti sekumpulan penderita hipertensi. Untuk tujuh bulan mereka dibimbing dalam olahraga, yang meliputi lari jauh, senam, dan bahkan olahraga kompetisi. Pada akhir penelitian tersebut ternyata tekanan darah rata-rata mereka telah turun dari 162/92 menjadi 134/75 (Kuntaraf & Kuntaraf, 1992). Bukti langsung dari keuntungan olahraga bagi mereka yang telah menderita tekakan darah tinggi sangat penting, sebab ini menunjukkan bahwa olahraga bukan hanya menghindarkan tekanan darah tinggi, tetapi juga menurunkan tekanan darah dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut (Kuntaraf & Kuntaraf, 1992). Berbagai penelitian membuktikan, bahwa ternyata tekanan darah tinggi yang ringan dapat ditanggulangi tanpa obat, hanya dengan melakukan olahraga secara teratur. Tekanan darah tinggi teryata cukup responsif terhadap latihan-latihan olahraga. Bahkan tidak jarang penderita tekanan darah tinggi yang akhirnya dapat
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
”lepas obat’ atau tidak minum obat untuk tekanan darah tinggi, karena tekanan darah tinggi telah teratasi setelah melakukan latihan-latihan olahraga secara teratur. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Robert Cade dari Universitas Florida, bahwa hampir seratus persen dan sejumlah orang yang menderita tekanan darah tinggi, ternyata tekanan darahnya turun setelah tiga bulan berlatih olahraga secara teratur, dengan takanan yang cukup. Berdasarkan penelitian ini, tekanan darah dapat menurun yang berkisar antara 10-50 mm (Anies, 2006)
e. Diet Tinggi Garam Sodium/natrium adalah mineral yang esensial bagi kesehatan yang mengatur keseimbangan air dalam sistem pembuluh darah. Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraselular meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraselular ditarik keluar sehingga cairan ekstraselular meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraselular menyebabkan meningkatanya volume darah dalam tubuh, dengan demikian jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah menjadi naik (Hull, 1996). Konsumsi garam yang melebihi ambang batas yang dibutuhkan dapat menyebabkan hipertensi (Kaplan, 1990). Begitu pula seseorang yang sudah punya bakat hipertensi, potensinya akan lebih besar jika lingkungan atau kebiasaan sehari-hari turut memicu. Seperti dikemukakan Prof Jose, bahwa pada masyarakat tradisional (yang tidak terpapar stres atau garam berlebih) angka hipertensi hanya 0,1 %. Sementara di daerah sibuk angkanya mendekati 30 %. Contoh lainnya, orang yang hidup di pinggir pantai, sedari kecil telah terbiasa makan ikan yang diasin. Padahal, kondisi garam berlebihan dalam tubuh bisa memicu timbulnya hipertensi. Prof Jose mencontohkan bahwa
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
penduduk di Jepang Utara banyak yang terkena stroke akibat konsumsi garam yang tinggi, sementara di Jepang selatan tidak demikian. Rata-rata konsumsi garam dapur normalnya adalah 6 gram per hari. (http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak /kesehatan/diet-rendah-garam-3.html oleh Inda). Menurut data survei yang dikumpulkan di daerah pantai (ump. Bondo-Jepara, Karimunjawa, Bungus) terdapat prevalensi yang lebih tinggi daripada daerah pedalaman dan pegunungan (Darmojo, 1983 dalam Wahyuni 2000). Hal ini juga dilaporkan oleh Awalui dkk (1982) di Sulawesi Utara dalam Wahyuni 2000 yang mengadakan studi prevalensi hipertensi di daerah pantai dan pedalaman. Kimura (1973) dalam wahyuni 2000 juga menemukan prevalensi yang lebih tinggi pada desa nelayan (Ushibuka) daripada desa pertanian (Taushimaru) yang terletak di pedalaman pulau Kyushu, berturut-turut dengan prevalensi 22 % dan 15 %. Analisis data penelitian antara tekanan darah dan konsumsi natrium yang melibatkan 47000 orang dari 24 1okasi di dunia, menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah masyarakat di negara maju lebih tinggi daripada rata-rata tekanan darah masyarakat negara berkembang. Meskipun demikian pengaruh natrium terlihat sama di kedua populasi tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh natrium lebih besar daripada yang diperkirakan dan makin bertambah sesuai dengan bertambahnya usia dan tingkat tekanan darah semula (BMJ 1991;302 : 9115 Cermin Dunia Kedokteran No. 73, 1991 6). Berpuluh-puluh tahun penelitan, mulai dari percobaan binatang, observasi klinik, penelitian epidemiologi dan intervensi telah mengidentifikasi paparan yang membentuk pola tekanan darah dipopulasi ialah konsumsi garam tinggi, kalium rendah, ratio natrium terhadap kalium tinggi, kegemukan dan konsumsi alkohol
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
tinggi (Sjukrudin, 1998). Di Amerika Serikat diusulkan konsumsi garam per orang secara nasional diusahakan hingga ½ konsumsi pada saat ini menjadi 6 gr/hari. Di Jepang yang konsumsi garamnya pada tahun 1960-an pada penelitian INTERSALT 23 gr/orang pada tahun 1988 menjadi 11 gr/orang. Selain itu konsumsi kalium dapat dinaikan dengan konsumsi lebih banyak buah-buahan dan sayuran segar. Tekanan darah dapat diturunkan pula dengan menurunkan berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik. Dari hasil di Jepang dan beberapa penelitian intervensi ada petunjuk bahwa intervensi nonfarmakologis dan modifikasi gaya hidup semacam diatas dapat menurunkan tekanan darah dalam waktu panjang (Karhiwikarta 1998).
2.11 Metode Skor Kardiovaskular Jakarta Skor kardiovaskular Jakarta mengacu pada hasil penelitian Farmingham. Skor ini lebih sederhana sehingga dapat dipakai oleh masyarakat (Kusmana, 2002). Berbeda dengan skor Farmingham yang memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar kolesterol darah. Skor kardiovaskular Jakarta memakai aktivitas fisik sebagai salah satu nilai yang berpengaruh sebagaimana direkomendasikan oleh WHO (Depkes RI, 2007). Skor kardiovaskular Jakarta mempunyai sensitifitas (77,9%) dan spesifisitas (90%) yang tinggi. Skor ini juga memberikan nilai prediksi positif sebesar 92,2% dan nilai prediski negative sebesar 72,8%. Skor tersebut didasarkan atas jenis kelamin, umur, tekanan darah (criteria JNC – VI), merokok, diabetes, indeks masa tubuh, dan aktivitas fisik mingguan. Nilai skor yang dihasilkan antara lain yaitu skor -7 sampai 1 termasuk resiko rendah, skor 2 sampai 4 termasuk resiko sedang, dan skor ≥ 5 termasuk resiko tinggi Berdasarkan skor tersebut setiap orang dapat melakukan
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
upaya pencegahan secara aktif dengan meminimilkan skor yang saat ini dimilikinya (Kusmana, 2002). Kemungkinan berkembangnya penyakit kardiovaskular bergantung pada skor yang dimiliki. Skor resiko rendah mempunyai presentase kemungkinan sebesar < 10%. Skor resiko sedang dengan presentase sebesar 10-20% dan skor resiko tinggi mempunyai presentase kemungkinan sebesar > 20% (Kusmana, 2002). Skor kardiovaskular Jakarta digunakan dengan tujuan mencegah penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke) pada 10 tahun mendatang. Semakin rendah skor yang dihasilkan, semakin kecil kemungkinan terkena penyakit kardiovaskular. Hal sebaliknya terjadi pada skor yang tinggi (Kusmana, 2002). Upaya yang dilakukan bergantung pada skor yang dimiliki. Upaya yang dilakukan untuk skor resiko rendah adalah mempertahankan kebiasaan yang baik atau hidup sehat yang sudah dilakukan saat ini, skor resiko sedang adalah segera mengubah gaya hidup sehingga faktor resiko yang ada dapat segera diatasi dan skor menjadi lebih rendah. Upaya terbaik adalah mengupayakan skor menjadi 1. Upaya yang dilakukan jika mempunyai skor resiko tinggi adalah segera berkonsultasi dengan dokter, mengatasi faktor resiko kardiovaskular yang ada, dan mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Sasaran yang harus dicapai adalah skor yang rendah (Kusmana, 2002).
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Gambar 2.1 Determinan-Determinan Hipertensi
Geografi
Iklim dan Cuaca
Pendidikan
Umur
Diabetes Melitus Pola Makan
Daerah Pantai
Makanan tinggi garam Jenis Kelamin
Pekerjaan
Akses Makanan tinggi lemak
Keturunan
Hormon
Pelayanan Kesehatan
Alkohol
Stress
Merokok
Aktivitas Fisik Obesitas HIPERTENSI
Sumber: Adopsi Dari Rilantono dkk, 1988 dan gabungan beberapa sumber referensi
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Demografi Umur Jenis Kelamin Geografis (Tempat & daerah Pantai) Poli Kunjungan Status Kesehatan Obesitas Diabetes Melitus
Hipertensi
Perilaku Aktifitas Fisik Perilaku Merokok Gambar 3.1. Kerangka Konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan Hipertensi di Jakarta Utara tahun 2007 Berdasarkan kerangka konsep, diketahui bahwa variabel independet yang digunakan pada penelitian ini adalah faktor demografi (umur, jenis kelamin, tempat, daerah pantai, dan poli kunjungan), faktor status kesehatan (obesitas dan diabetes), dan faktor perilaku (perilaku merokok dan aktivitas fisik). Alasan tidak semua variabel yang ada di kerangka teori dimasukkan ke dalam kerangka konsep adalah karena data yang digunakan adalah data sekunder yang di dapat berdasarkan pengukurun di 6 Puskesmas Kecamatan Wilayah Jakarta Utara yang diambil berdasarkan Skoring Kardiovaskular Jakarta. Sedangkan untuk variabel daerah pantai dan poli kunjungan di dapat dengan melakukan pengamatan pada peta Jakarta dan keterangan pasien. Selain itu karena terdapatnya
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
keterbatasan data, waktu, dan biaya maka penulis hanya memasukkan delapan variabel yang sudah mencakup tiga variabel utama dalam penelitian ini.
3.2 Hipotesis 1. Adanya hubungan faktor demografi (tempat, umur, jenis kelamin, daerah pantai, dan poli kunjungan) dengan kejadian hipertensi pada pasien Puskesmas di Jakarta Utara pada tahun 2007. 2. Adanya hubungan status kesehatan (obesitas dan diabetes melitus) dengan kejadian hipertensi pada pasien Puskesmas di Jakarta Utara pada tahun 2007. 3. Adanya hubungan faktor perilaku (merokok dan aktivitas fisik) dengan kejadian hipertensi pada pasien Puskesmas di Jakarta Utara pada tahun 2007.
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
3.3 Definisi Operasional Tabel. 3.1 Definisi Operasional Penelitian Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variable Dependent Hipertensi
Peningkatan keadaan tekanan
Berdasarkan data
Hasil pemeriksaan
darah sistolik 140 mmHg dan
sekunder
petugas puskesmas
tekanan darah diastolik 90
1. Hipertensi (sistolik 140 dan
Ordinal
diastolic 90 mmHg) 2. Tidak hipertensi (<140/90
mmHg (Depkes RI, 2006)
mmHg) Variabel Independet
Umur
Jumlah tahun yang dilalui sampel
Berdasarkan data
Kartu
dalam kehidupan berdasarkan
sekunder
yang diisi petugas
ulang tahun terakhir
pemeriksaan 1. 25-34 tahun
Ordinal
2. 35-39 tahun 3. 40-44 tahun 4. 45-49 tahun 5. 50-54 tahun 6. 55-59 tahun 7. 60-64 tahun (Kusmana, 2002)
Jenis
Status gender responden yang
Berdasarkan data
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Kartu
pemeriksaan 1. Pria
Nominal
kelamin
dapat diketahui dari penampilan
sekunder
yang diisi petugas
Tiap hari menghisap rokok
Berdasarkan data
Kartu
minimal 1 batang rokok
sekunder
yang diisi petugas
2. Wanita
fisik sampel Merokok
pemeriksaan 1. Tidak merokok
Ordinal
2. Merokok (Kusmana, 2002)
Aktivitas
Melakukan olahraga minimal
Berdasarkan data
Kartu
fisik
jalan kaki 1 jam 3 kali seminggu
sekunder
yang
atau 30 menit 5-6 kali seminggu
pemeriksaan 1. Tidak diisi
Ordinal
petugas 2. Ya
dengan mengggunakan
(Kusmana, 2002)
Panduan Aktivitas Fisik Obesitas
Presentase abnormalitas lemak
Berdasarkan data
Hasil pemeriksaan
1. Tidak obesitas (< 25 kg/m2)
yang dinyatakan dalam IMT yaitu
sekunder
petugas puskesmas
2. Obesitas ( 30 kg/m2)
perbandingan antara berat badan
Ordinal
(Batas IMT Indonesia)
dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stemler, 1991) Diabetes
Peningkatan kadar gula dalam
Berdasarkan data
Pemeriksaan
Lab
di 1. Tidak Diabetes (<200mg/dl)
mellitus
darah melebihi normal yaitu kadar
sekunder
Puskesmas oleh petugas 2. Diabetes ( 200 mg/dl)
Berdasarkan data
Kartu
Ordinal
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (Depkes, 2006) Geografis
1.Tempat pengambilan sampel
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
pemeriksaan 1.Tempat
Nominal
1. Tempat 2. Daerah
2.Kedekatan tempat dengan laut / pinggir laut
Pantai
sekunder
yang diisi petugas
Cilincing
Observasi peta
Mata visual
Tanjung Priok
Jakarta Utara
Map of Jakarta
Penjaringan Pademangan Kelapa Gading Koja 2. Dekat/pinggir laut
Ordinal
1. Ya 2. Tidak Poli
Poli atau klinik pasien dilayani di
Berdasarkan data
Kartu
pemeriksaan 1. BP Umum
Kunjungan
Puskesmas
sekunder
yang diisi petugas
2. BP Lansia 3. BP ASKES/JAMSOSTEK
Prevalensi dan determinasi..., Anggi Kartikawati, FKM UI, 2008
Nominal