BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tenaga Listrik Pada umumnya energi listrik yang dihasilkan oleh pusat-pusat pembangkit tenaga listrik letaknya tidak selalu dekat dengan pusat-pusat beban yang akan dilayani. Energi listrik yang dihasilkan tersebut akan disalurkan ke pusat-pusat beban melalui jaringan transmisi dan jaringan distribusi. Blok diagram sistem tenaga listrik dapat ditunjukkan pada gambar 2.1 Unit Transmisi
Gardu Induk distribusi
Unit Distribusi
Trf Transformator
PMT
PMT Pemutus Tenaga
G Generator
∼
)
+
Distribusi Distribusi sekunder Primer
Unit Pembangkitan
Konsumen Besar Konsumen Umum
Gambar 2.1 Blok Diagram Sistem Tenaga Listrik (PT PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan,2008)
Suatu sistem tenaga listrik walaupun strukturnya sangat kecil, terdiri dari berbagai jenis sistem jaringan listrik yang sangat komplek. Faktor yang paling menentukan struktur suatu sistem tenaga listrik adalah kapasitas sistem itu sendiri. Secara umum, kemampuan menyalurkan energi listrik akan semakin besar dan rugi-rugi akan semakin kecil untuk level tegangan yang semakin tinggi, sementara itu harga peralatan listrik juga semakin mahal. Untuk itu mutlak diperlukan pertimbangan dari berbagai faktor terutama faktor teknis dan ekonomis dalam penentuan level tegangan secara tepat. Hal ini akan berguna untuk menentukan
6
konfigurasi atau rancangan suatu sistem jaringan listrik yang akan dipergunakan di suatu daerah atau kawasan. Dengan pertimbangan faktor teknis dan ekonomis, pada umumnya jaringan sistem tenaga listrik terinterkoneksi membentuk sistem tenaga listrik yang jauh lebih besar (Power Grid) dan dibagi atas beberapa kelompok daerah operasi (Power Pool). Keuntungan yang didapat dengan adanya interkoneksi ini diantaranya: 1. Memungkinkan pembangunan unit-unit pusat pembangkit tenaga listrik berkapasitas lebih besar dan lebih ekonomis serta penyaluran daya berskala besar dari pusat pembangkit tenaga listrik ke pusat-pusat utama beban. 2. Memungkinkan penghematan kapasitas cadangan dan pembangkitan bila waktu beban puncak pada masing-masing daerah tidak pada saat/waktu yang bersamaan. 3. Membantu fleksibilitas dalam menanggulangi kebutuhan daya listrik yang tidak terencana. 2.2 Sistem Jaringan Distribusi Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa jaringan transmisi dan jaringan distribusi pada sistem tenaga listrik berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan energi listrik yang dihasilkan dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban. Generator pada pusat – pusat pembangkit ini biasanya menghasilkan tegangan 6 kV, 11 kV, 13,8 kV, 16 kV, dan 24 kV. Tegangan ini akan dinaikkan menjadi tegangan tinggi (TT) 150 kV atau tegangan ekstra tinggi (TET) 500 kV melalui trafo step-up, kemudian disalurkan ke gardu induk melalui jaringan transmisi. Di gardu induk tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi ini diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20 kV melalui trafo step-down, kemudian disalurkan ke gardu distribusi atau langsung ke konsumen TM melalui jaringan distribusi primer. Di gardu distribusi tegangan menengah ini diturunkan menjadi tegangan rendah (TR) 220/380 V, kemudian disalurkan ke konsumen TR melalui jaringan distribusi sekunder (Gonen, 1986). Sistem jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sistem jaringan distribusi primer dan sistem jaringan distribusi sekunder. Kedua sistem
7
tersebut dibedakan berdasarkan tegangan kerjanya. Pada umumnya tegangan kerja pada sistem jaringan distribusi primer adalah 20 kV, sedangkan tegangan kerja pada sistem jaringan distribusi sekunder adalah 220/380 V (Gonen, 1986). Untuk menyalurkan tenaga listrik secara kontinyu dan handal, diperlukan pemilihan sistem distribusi yang tepat. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa faktor, antara lain (Pabla, 1991): a. faktor ekonomis b. faktor tempat c. faktor kelayakan Untuk pemilihan sistem jaringan harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain (Pabla, 1991): a. Kehandalan yang tinggi b. Kontinyuitas pelayanan c. Biaya investasi yang rendah d. Fluktuasi frekuensi dan tegangan rendah 2.2.1
Sistem Jaringan Distribusi Primer Sistem jaringan distribusi primer adalah bagian dari sistem tenaga listrik
diantara Gardu Induk (GI) dan Gardu Distribusi. Jaringan distribusi primer ini umumnya terdiri dari jaringan tiga fasa, yang jumlahnya tiga kawat atau empat kawat. Penurunan tegangan sistem dari tegangan transimisi 150 kV pertama-tama dilakukan penurunan tegangan menjadi 20 kV pada gardu induk, selanjutnya melalui gardu distribusi (trafo distribusi) tegangan diturunkan lagi menjadi 220/380 Volt. Dalam pendistribusian tenaga listrik, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Hartojo, 1984) : 1. Regulasi tegangan yaitu variasi tegangan pelayanan (tegangan terminal konsumen) harus pada batas-batas yang diijinkan yaitu ± 5% dari tegangan kerja (SPLN 72, 1987). 2. Kontinyuitas pelayanan dan pengamanan yaitu tidak sering terjadi pemadaman listrik karena gangguan dan kalau terjadi, dapat dengan cepat diatasi. Hal tersebut dapat dicapai dengan sistem pengamanan dengan peralatan pengaman, pentanahan, dan peralatan pengaman lainnya.
8
3. Efisiensi sistem distribusi listrik yaitu menekan serendah mungkin rugi-rugi teknis dengan pemilihan peralatan dan pengoperasiannnya yang baik dan juga menekan rugi-rugi non teknis dengan mencegah pencurian dan kesalahan pengukuran. 4. Fleksibilitas terhadap pertambahan beban. Untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik baik berupa pusat pembangkit maupun gardu induk sampai ke pusat-pusat beban digunakan jaringan tegangan menengah. Pada sistem jaringan distribusi primer saluran yang digunakan untuk menyalurkan daya listrik pada masing-masing beban disebut penyulang (feeder). Pada umumnya setiap penyulang diberi nama sesuai dengan daerah beban yang dilayani, hal ini bertujuan untuk memudahkan mengingat dan menandai jalur-jalur yang dilayani oleh penyulang tersebut. Sistem penyaluran daya listrik pada sistem jaringan distribusi primer dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : 1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel AAAC (All Aluminium Alloy Conductor), ACSR (Aluminium Conductor Stell Reinforced). 2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti MVTIC (Medium Voltage Twisted Insulated Conductor). 3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel tanam berisolasi PVC (Poly Venyl Clorida), XLPE (Crosslink Polyethelene). 2.2.2 Sistem Jaringan Distribusi Sekunder Jaringan distribusi sekunder merupakan bagian dari jaringan distribusi primer dimana jaringan ini berhubungan langsung dengan konsumen tenaga listrik. Pada jaringan distribusi sekunder sistem tegangan distribusi primer 20 kV diturunkan menjadi sistem tegangan rendah 220/380 V. Sistem penyaluran daya listrik pada jaringan distribusi sekunder dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel telanjang (tanpa isolasi) seperti kabel AAAC, kabel ACSR dll.
9
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti kabel LVTC (Low Voltage Twisted Conductor).
2.3 Konfigurasi Jaringan Distribusi Primer Jumlah penyulang yang ada di suatu kawasan/daerah biasanya lebih dari satu. Semakin besar dan kompleks beban yang dilayani di suatu kawasan/daerah, maka semakin banyak pula jumlah penyulang yang diperlukan. Beberapa penyulang berkumpul di suatu titik yang disebut Gardu Hubung (GH). Gardu hubung adalah suatu instalasi peralatan listrik yang berfungsi sebagai : 1. Titik pengumpul dari satu atau lebih sumber dan penyulang. 2. Tempat pengalihan beban apabila terjadi gangguan pada salah satu jaringan yang dilayani. Gabungan beberapa penyulang dapat membentuk beberapa tipe sistem jaringan distribusi primer. Berdasarkan bentuk atau polanya, tipe sistem jaringan distribusi primer dapat dibagi menjadi empat, yaitu : 1. Sistem radial 2. Sistem lingkar (loop/ring) dan lingkar terbuka (open loop/open ring) 3. Sistem spindle 4. Sistem gugus (cluster) Masing-masing tipe sistem jaringan distribusi primer tersebut mempunyai karakteristik serta keuntungan dan kerugian masing-masing (Pabla, 1991). 2.3.1 Sistem Radial Sistem jaringan distribusi primer tipe radial memiliki jumlah sumber dan penyulang hanya satu buah. Bila terjadi gangguan pada salah satunya (baik sumber ataupun penyulangnya), maka semua beban yang dilayani oleh jaringan ini akan padam. Oleh karena itu nilai keandalan dari sistem jaringan distribusi primer tipe radial ini adalah rendah. Sistem ini banyak dipergunakan di daerah pedesaan dan perkotaan yang tidak membutuhkan nilai keandalan yang tinggi. Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe radial ditunjukkan pada gambar 2.2.
10
PL Load GD
GI
PBO
SSO
CB PL
LBS
PL
PL
Load
Load GD
GD
Gambar 2.2 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial (Pabla, 1991)
Keterangan : GI
: Gardu Induk
CB
: Circuit Breaker atau Pemutus Tenaga (PMT)
GD
: Gardu Distribusi
PBO
: Penutup Balik Otomatis (Recloser )
PL
: Pelebur (fuse cut out)
LBS
: Load Break Switch
SSO
: Saklar Seksi Otomatis
Load : beban/konsumen
2.3.2 Sistem Lingkar (loop/ring) dan Lingkar Terbuka (open loop/ring) Sistem jaringan distribusi primer tipe lingkar (loop/ring) dan lingkar terbuka (open loop/ring) ini merupakan gabungan/perpaduan dari dua buah sistem radial. Secara umum operasi normal sistem ini hampir sama seperti sistem radial. Sistem ini sudah mempunyai tingkat keandalan dan kontinyuitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem radial. Hal ini dikarenakan jumlah sumber dan penyulang yang ada pada suatu jaringan adalah lebih dari satu buah. Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe lingkar diperlihatkan pada gambar 2.3. GD1
GD2
CB1
GI A
CB2
CB3
GI B
CB4 DS 2
Rel 20 KV
DS 1
GD3
GD4 Rel 20 KV
Gambar 2.3 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Lingkar (Loop/Ring) (Pabla, 1991)
11
Pada umumnya sistem ini banyak dipergunakan secara khusus untuk menyuplai beban-beban penting misalnya rumah sakit, pusat-pusat pemerintahan dan instansi penting lainnya. 2.3.3 Sistem Spindle Sistem jaringan distribusi primer tipe spindle merupakan modifikasi dari sistem lingkar (loop/ring) yang terdiri dari beberapa sistem radial. Sistem ini terdiri dari beberapa penyulang, masing-masing penyulang berpangkal pada satu gardu induk dan ujung-ujungnya akan terhubung di gardu hubung. Penyulangpenyulang tersebut dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Penyulang kerja/working feeder Adalah penyulang yang dioperasikan untuk mengalirkan daya listrik dari sumber pembangkit sampai kepada konsumen, sehingga penyulang ini dioperasikan dalam keadaan bertegangan dan sudah dibebani. Operasi normal penyulang ini hampir sama seperti sistem radial. 2. Penyulang cadangan/express feeder Adalah penyulang yang bertegangan namun tidak dibebani. Pada operasi normal, penyulang ini tidak dialiri arus-arus beban dan hanya berfungsi sebagai penyulang cadangan untuk menyuplai penyulang tertentu yang mengalami gangguan melalui gardu hubung. Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe spindle seperti terlihat pada gambar 2.4.
CB1 GD3 CB3 Gardu Induk
CB5 CB7
Express Feeder GD5
GD6
CB9 GD7 Rel Daya 20 KV
DS1
CB2
DS2
CB4
DS3
CB6
DS4
CB8
DS5
CB10
GD4
GD8 Gardu Hubung
Gambar 2.4 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Spindle (Pabla, 1991)
2.3.4 Sistem Gugus (Cluster) Sistem jaringan distribusi primer tipe gugus (cluster) ini merupakan variasi dari sistem spindle. Perbedaannya hanyalah terletak pada bagian penyulang
12
cadangan (express feeder). Pada sistem ini penyulang cadangan diberi beban seperti halnya penyulang kerja. Sistem ini mempunyai suplai lebih dari satu gardu induk dan kontinyuitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem lingkar (loop/ring) ataupun radial. Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe gugus (cluster) dapat dilihat pada gambar 2.5. CB1
GD1
GD2
GD3
GD4
GD5
Gardu Induk LBS1
CB2 GD6
GD7
GD8
GD9
LBS2
CB3
Rel Daya 20 KV
Gambar 2.5 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Gugus (cluster) (Pabla, 1991)
2.4 Jenis Saluran Pemilihan jenis saluran yang akan digunakan untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi konsumen dapat digunakan dua jenis saluran yaitu Saluran Udara dan Kabel Tanah. 2.4.1 Saluran udara Adapun jenis penghantar yang digunakan untuk saluran udara tegangan menengah adalah : 1. Konduktor jenis AAAC 3 x 70 mm2 2. Konduktor jenis AAAC 3 x 95 mm2 3. Konduktor jenis AAAC 3 x 150 mm2 4. Konduktor jenis AAAC 3 x 240 mm2 5. Konduktor jenis ACSR 3 x 150 mm2 Dimana daerah yang akan dilalui saluran adalah daerah : 1. Tidak terdapat perumahan yang padat. 2. Tidak melalui pusat pertokoan yang biasanya memiliki banyak gedung-gedung bertingkat. Untuk menyalurkan tenaga listrik hingga ke konsumen pada daerah-daerah yang mempunyai perkampungan penduduk yang padat atau konsumen yang
13
terdapat di daerah perkotaan, saluran udara menimbulkan banyak permasalahan seperti faktor keamanan dan keindahan. Keuntungan dari jenis saluran udara diantaranya : a. Penggunaan saluran udara memerlukan investasi yang lebih murah/ rendah b. Dalam menentukan daerah gangguan pada feeder lebih mudah sehingga pemadaman listrik karena perbaikan lokasi gangguan lebih cepat, serta gangguan-gangguan diluar sistem dapat dikurangi. c. Fleksibel terhadap perkembangan beban. Namun terdapat kerugiannya pula, yaitu: a. Mudah mendapat gangguan dari luar seperti angin, pohon, cuaca buruk dan sebagainya. b. Mengganggu keindahan lingkungan. 2.4.2 Saluran Bawah Tanah Pada jaringan distribusi tenaga listrik, kabel tanah yang digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik sampai pada konsumen adalah jenis kabel kering dengan isolasi jenis XLPE yang tahan sampai pada temperatur 90°C. Selain itu kabel jenis XLPE ini mempunyai faktor kerja yang lebih rendah. Keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh sistem jaringan bawah tanah adalah : a. Keandalannya tinggi b. Kabel tanah tidak mudah diganggu oleh pengaruh-pengaruh hujan, petir, dan gangguan alam lainnya. c. Sistem
jaringan
bawah
tanah
tidak
mengganggu
pemandangan atau lingkungan. Sedangkan kerugiannya adalah : a. Biaya investasinya tinggi. b. Bila terjadi gangguan sulit untuk melacaknya.
keindahan
14
2.5 Gangguan pada Sistem Distribusi Primer Kondisi gangguan pada sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20 kV dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu penyebab external dan penyebab internal. 2.5.1 Penyebab external Sumber gangguan pada sistem distribusi di atas tanah (saluran udara) sebagian besar karena pengaruh luar. Sumber gangguan tersebut berurutan menurut intiensitasnya adalah sebagai berikut (SPLN 52-3 : 1983): 1. Angin dan pohon. 2. Petir. 3. Kegagalan atau kerusakan peralatan dan saluran. 4. Manusia. 5. Hujan dan cuaca. 6. Binatang dan benda-benda asing. Gangguan pada sistem distribusi di atas tanah (saluran udara) dapat dibagi atas dua kelompok : 1. Gangguan yang bersifat temporer, yang dapat hilang dengan sendirinya atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber tegangannya. 2. Gangguan yang bersifat permanen, dimana untuk membebaskannya diperlukan tindakan perbaikan dan atau menyingkirkan penyebab gangguan tersebut. Gangguan yang bersifat temporer jika tidak dapat hilang dengan segera, baik hilang dengan sendirinya maupun karena bekerjanya alat pengaman, dapat berubah menjadi gangguan yang bersifat permanen dan menyebabkan pemutusan tetap. 2.5.2 Penyebab internal Pada umumnya gangguan yang disebabkan oleh faktor dalam (internal) bersifat permanen misalnya spesifikasi alat tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan, pemasangan alat yang tidak sesuai atau salah dan penuaan alat. Gangguan yang disebabkan oleh faktor dalam (internal) dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
15
a. Gangguan sistem Adalah gangguan sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20 kV yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem pembangkit tenaga listrik atau sistem jaringan transmisi tegangan tinggi. Pada umumnya gangguan ini akan menyebabkan pemadaman yang mencakup daerah yang cukup luas. b. Gangguan jaringan Adalah gangguan sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah 20kV yang mengakibatkan terputusnya pasokan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit tenaga listrik ke daerah-daerah tertentu. Pada umumnya penyebab gangguan jaringan adalah : 1. Gangguan peralatan Gangguan ini dapat diakibatkan oleh kerusakan kabel instalasi pada gardu hubung, ketidaksempurnaan jointing, penuaan alat. 2. Gangguan akibat penyulang lain (simpatik tripping) Pada keadaan ini jumlah penyulang yang tidak bekerja lebih dari satu. Untuk menentukan penyulang yang terganggu didasarkan pada indikasi rele proteksi yang muncul. Bila indikasi rele yang muncul menunjukkan gangguan over current dan ground fault, maka dapat dipastikan penyulang tersebut yang terganggu. Bila indikasi gangguan yang muncul hanya ground fault saja, maka dapat dikatakan bahwa terjadi gangguan akibat penyulang lain (simpatik tripping). Gangguan jaringan distribusi primer yang disebabkan baik dari luar/ external maupun dari dalam/ internal di atas dapat mengakibatkan terjadinya tegangan lebih atau hubung singkat.
2.6 Sistem Pengaman Jaringan Distribusi Primer Sistem pengaman bertujuan untuk mencegah, membatasi atau melindungi jaringan dan peralatan terhadap bahaya kerusakan yang disebabkan karena gangguan baik gangguan yang bersifat sementara maupun permanen sehingga kualitas dan keandalan penyaluran daya listrik yang diharapkan oleh konsumen dapat terjamin dengan baik. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan pada sistem pengaman yaitu :
16
a. Kecepatan bertindak (quickness of action) b. Pemilihan tindakan (selectivity or discrimination of action) c. Kepekaan (sensitivity) d. Keandalan (reliability) Jenis dan tingkatan sistem pengaman yang diterapkan terhadap suatu jaringan atau peralatan tergantung pada banyaknya faktor yang berpengaruh yaitu diantaranya adalah sistem pentanahan, kondisi peralatan, dan karakteristik beban. Hal ini mempengaruhi perencanaan sistem pengaman yang diterapkan pada suatu sistem jaringan distribusi. 2.6.1 Pemutus Tenaga (PMT) / Circuit Breaker (CB) Pemutus Tenaga (PMT) / Circuit Breaker (CB) adalah suatu saklar yang bekerja secara otomatis memutuskan hubungan listrik pada jaringan baik dalam keadaan berbeban maupun pada saat mengalami gangguan. Alat ini dapat dibedakan berdasarkan jenis media yang digunakan untuk memadamkan busur api pada saat melepas saklar-saklarnya. Jenis-jenis CB antara lain : a. b. c. d.
OCB (Oil Circuit Breaker) SF6-CB Air Blast CB atau Air Break CB Vacum CB
Pemutus Tenaga (PMT) / Circuit Breaker (CB) ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Pemutus Tenaga (PMT) / Circuit Breaker (CB) jenis vacum CB (www.nhpa40.org)
2.6.2 Pemisah (PMS) / Disconecting Switch (DS) Pemisah (PMS) / Disconecting Switch (DS) adalah suatu saklar yang berfungsi untuk memisahkan atau menghubungkan suatu jaringan pada saat tidak berbeban (tidak bertegangan) maupun pada saat mengalami gangguan. Pada
17
umumnya alat ini akan difungsikan pada saat diadakan pemeliharaan rutin yang dilakukan oleh PLN. Pemisah (PMS) / Disconecting Switch (DS) ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Pemisah (PMS) / Disconecting Switch (DS) (www.allproducts.com)
2.6.3 Saklar Seksi Otomatis (SSO) / Sectionalizer Saklar Seksi Otomatis (SSO) / Sectionalizer adalah suatu saklar yang bekerja secara otomatis berdasarkan waktu dan perhitungan arus gangguan yang mengalir pada jaringan. Alat ini berfungsi sebagai pemisah (pembagi) jaringan distribusi dalam upaya membatasi daerah (section) yang mengalami gangguan. Dalam sistem pengoperasiannya alat ini dilengkapi dengan pendeteksi arus gangguan. Jika jumlah hitungan (count) arus gangguan yang mengalir telah sesuai dengan yang telah ditentukan, maka alat ini akan membuka secara otomatis. Alat ini dapat dioperasikan baik pada saat jaringan dalam keadaan berbeban maupun pada saat mengalami gangguan. Secara umum alat ini difungsikan pada saat : 1. Pergantian fuse pada saluran cabang karena kondisi kenaikan beban (peningkatan rating dari fuse). 2. Penambahan titik-titik pemisahan pada cabang-cabang yang sudah ada dalam rangka memperbaiki kontinyuitas pelayanan. Sakelar Seksi Otomatis (SSO) dipasang sepanjang saluran utama atau pada percabangan untuk dapat melokalisir gangguan dalam seksi-seksi yang lebih kecil. Sakelar ini bekerja berdasarkan atas penginderaan tegangan dan hitungan (account) arus hubung singkat. SSO hanya dipasang bilamana disisi hulu sudah terpasang PBO (Recloser). Saklar Seksi Otomatis (SSO) / Sectionalizer ditunjukkan pada gambar 2.8
18
Gambar 2.8 Saklar Seksi Otomatis (SSO) / Sectionalizer (www.joslynhivoltage.com)
2.6.4 Saklar Beban (SB)/Load Break Switch (LBS) Saklar Beban (SB)/Load Break Switch (LBS) adalah suatu saklar yang umumnya diletakkan di atas tiang jaringan namun tuas penggeraknya berada di bawah dan berfungsi sebagai pembatas/pengisolir lokasi gangguan. Pada umumnya alat ini dipasang dekat dengan pusat-pusat beban. Alat ini berfungsi juga sebagai saklar penghubung antar penyulang satu dengan penyulang lainnya dalam keadaan darurat pada sistem operasi jaringan distribusi primer tipe lingkar terbuka (open ring/loop). Tujuan dari pemasangan LBS antara lain : 1. Untuk penambahan dan pengurangan beban di lokasi jaringan 2. Untuk membebaskan jaringan distribusi dari tegangan listrik pada saat akan diadakannya perbaikan peralatan pada jaringan distribusi. Saklar Beban (SB)/Load Break Switch (LBS) ditunjukkan pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Saklar Beban (SB)/Load Break Switch (LBS) (www.panickkerswitchgear.com)
19
2.6.5 Penutup Balik Otomatis (PBO)/Recloser (Automatic Circuit Recloser ) Penutup Balik Otomatis (PBO)/Recloser adalah suatu peralatan yang bekerja secara otomatis untuk dapat mengamankan sistem dari gangguan hubung singkat. Recloser terdiri dari bagian-bagian yang dapat merasakan arus lebih, mengatur kelambatan waktu, memutuskan arus gangguan serta menutup kembali secara otomatis guna mengisi kembali (reenergize) jaringan. Pada gangguan yang permanent, Recloser akan tetap terbuka (mengerjakan pemutusan menetap) dan memisahkan bagian yang terganggu dari bagian yang utama dari sistem. Recloser yang dilengkapi dengan fungsi buka dan tutup secara otomatis sangat berguna untuk menghilangkan gangguan yang berkepanjangan pada sistem yang diakibatkan oleh keadaan gangguan temporer atau arus lebih yang tiba-tiba (transient over current). Bila Recloser merasakan adanya arus gangguan di daerah pengamannya maka Recloser akan memutuskan arus (membuka kontaktor), kemudian dengan waktu tunda yang ditentukan secara otomatis akan menutup kembali kontak. Jika masih dirasakan adanya gangguan, maka Recloser akan bekerja membuka dan menutup berturut-turut sampai 3 atau 4 kali langsung mengunci. Penutup Balik Otomatis (PBO)/Recloser ditunjukkan pada gambar 2.10
Gambar 2.10 Penutup Balik Otomatis (PBO)/Recloser (www.nojapower.com.au)
20
2.6.6 Pelebur ( fuse cut out ) Arus lebih (hubung singkat) dapat menimbulkan panas berlebihan yang akan mengakibatkan penghantar menjadi lunak dan meleleh. Oleh karenanya pelebur yang mengamankannya harus memutusnya sebelum mencapai batas ketahanan penghantar. Pelebur (fuse cut out) dilengkapi dengan fuse link yang terdiri dari elemen lebur. Bagian inilah yang akan langsung melebur jika dialiri arus lebih pada jaringan. Besarnya fuse link yang digunakan tergantung dari perhitungan jumlah beban (arus) maksimum yang dapat mengalir pada jaringan yang diamankan. Untuk menentukan / mengkoordinasi waktu pemutusan fuse cut out pada saluran percabangan penyulang dengan peralatan pengaman yang lain ditentukan oleh besarnya arus hubung singkat maksimum (Isc) yang terjadi. Bentuk fisik pelebur (fuse cut out) dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Bentuk Fisik Pelebur (fuse cut out) (img.alibaba.com)
2.7 Trafo Distribusi Dalam sistem tenaga listrik trafo, dipergunakan untuk memindahkan energi dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik berikutnya (Zuhal, 1998). Trafo distribusi adalah trafo yang berfungsi mengubah tegangan listrik arus bolakbalik, dari tegangan menengah menjadi tegangan rendah untuk melayani kebutuhan tenaga listrik pada konsumen dengan frekuensi tetap. Sesuai dengan kebutuhan besarnya daya yang akan disalurkan serta keadaan faktor-faktor lingkungan dimana trafo distribusi yang terpasang pada gardu distribusi yang dilaksanakan sebagai gardu pasangan luar dalam bentuk gardu bangunan dan gardu tiang. Gardu tiang umumnya dipakai bagi penyaluran
21
tenaga listrik di suatu daerah dimana daya yang disalurkan ke pemakai relatif kecil atau juga dimana kepadatan beban di daerah penyaluran rendah. Landasan tempat transformator distribusi umumnya diperhitungkan kekuatannya untuk pemasangan trafo distribusi. Gardu bangunan dipergunakan untuk daerah penyaluran dengan kepadatan yang tinggi. Trafo pada sistem tenaga untuk kapasitas besar dapat dihubungkan tiga fase dan untuk kapasitas kecil dapat dihubungkan satu fase (Zuhal, 1998). Data trafo distribusi dapat dilihat pada table 2.1 berikut : Tabel 2.1 Data Trafo Distribusi 20/0,4 kV
25
ARUS PRIMER (A) 0,72
ARUS SEKUNDER (A) 36,08439
LOAD LOSS (W) 425
50
1,44
72,16878
100
2,89
160
Z (%)
R (%)
X (%)
X/R
4
1,70
3,62
2,13
800
4
1,60
3,67
2,29
144,3376
1,600
4
1,60
3,67
2,29
4,62
230,9401
2,000
4
1,25
3,80
3,04
250
7,22
360,8439
3,000
4
1,20
3,82
3,18
315
9,09
454,6633
3,900
4
1,24
3,80
3,07
400
11,55
577,3503
4,600
4
1,15
3,83
3,33
500
14,43
721,6878
5,500
4
1,10
3,85
3,50
630
18,19
909,3267
6,500
4
1,03
3,86
3,75
800
23,09
1154,701
9,100
4
1,14
3,83
3,37
1000
28,87
1443,376
12,100
4
1,21
3,81
3,15
1250
36,08
1804,22
15,000
4
1,20
3,82
3,18
1600
46,19
2309,401
18,100
4
1,13
3,84
3,39
2000
57,74
2886,751
21,000
4
1,05
3,86
3,68
2500
72,17
3608,439
25,000
4
1,00
3,87
3,87
KVA
Sumber : Laporan Akhir Perencanaan Sistem Distribusi Tenaga Listrik, 2005
2.8 Keandalan Sistem Distribusi Tenaga Listrik Setiap sistem dapat mengalami kegagalan operasi. Beberapa penyebab kegagalan operasi ini adalah : kelalaian manusia, perawatan yang buruk, kesalahan dalam penggunaan, kurangnya perlindungan terhadap tekanan
22
lingkungan yang berlebihan. Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan proses dalam sistem ini bervariasi dari ketidak nyamanan pengguna hingga kerugian biaya ekonomis yang cukup tinggi bahkan timbulnya korban jiwa manusia (Sukerayasa dkk, 2007). Teknik
keandalan
bertujuan
mempelajari
konsep,
karakteristik,
pengukuran, analisis kegagalan dan perbaikan sistem sehingga menambah waktu ketersediaan operasi sistem dengan cara mengurangi kemungkinan kegagalan dan mengurangi waktu downtime. 2.8.1 Definisi Ketersediaan (availability) didefinisikan sebagai peluang suatu komponen atau sistem berfungsi menurut kebutuhan pada waktu tertentu saat digunakan dalam kondisi beroperasi. Ketersediaan diinterpretasikan sebagai peluang beroperasinya komponen atau sistem dalam waktu yang ditentukan. Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai peluang suatu komponen atau sistem memenuhi fungsi yang dibutuhkan dalam periode waktu yang diberikan selama digunakan dalam kondisi beroperasi. Dengan kata lain keandalan berarti peluang tidak terjadi kegagalan selama beroperasi. Istilah keandalan menggambarkan keamanan sistem terhindar dari gangguangangguan, yang menyebabkan sebagian besar pemadaman sistem distribusi adalah akibat alam (petir, angin hujan, binatang) dan sebagian lagi adalah kerusakan material atau peralatan. Perkembangan teknik keandalan dan perawatan dimotivasi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Bertambahnya kompleksitas dan kerumitan sistem. 2. Kesadaran dan harapan masyarakat tentang kualitas suatu produk. 3. Hukum dan aturan mengenai kerusakan produk. 4. Kebijaksanaan pemerintah tentang spesifikasi kemampuan keandalan dan perawatan. 5. Perhitungan keuntungan yang menurun akibat timbulnya biaya tinggi dari kegagalan peralatan, perbaikan peralatan dan program jaminan.
23
2.8.2 Keandalan Sistem Distribusi Keandalan dalam sistem distribusi adalah suatu ukuran ketersediaan / tingkat pelayanan penyediaan tenaga listrik dari sistem ke pemakai / pelanggan. Ukuran kendalan dapat dinyatakan sebagai seberapa sering sistem mengalami pemadaman, berapa lama pemadaman terjadi dan berapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi dari pemadaman yang terjadi (restoration). Sistem yang mempunyai keandalan tinggi akan mampu memberikan tenaga listrik setiap saat dibutuhkan, sedangkan sistem mempunyai keandalan rendah bila tingkat ketersediaan tenaganya rendah yaitu sering padam. Adapun macam - macam tingkatan keandalan dalam pelayanan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) hal antara lain (Sukerayasa dkk, 2007) : 1. Keandalan sistem yang tinggi (High Reliability System) Pada kondisi normal, sistem akan memberikan kapasitas yang cukup untuk menyediakan daya pada beban puncak dengan variasi tegangan yang baik. Dan dalam keadaan darurat bila terjadi gangguan pada jaringan, maka sistem ini tentu saja diperlukan beberapa peralatan dan pengaman yang cukup banyak untuk menghindarkan adanya berbagai macam ganngguan pada sistem. 2. Keandalan sistem yang menengah (Medium Reliability System) Pada kondisi normal sistem akan memberikan kapasitas yang cukup untuk menyediakan daya pada beban puncak dengan variasi tegangan yang baik. Dan dalam keadaan darurat bila terjadi gangguan pada jaringan, maka sistem tersebut masih bisa melayani sebagian dari beban meskipun dalam kondisi beban puncak. Jadi dalam sistem ini diperlukan peralatan yang cukup banyak untuk mengatasi serta menanggulangi gangguan - gangguan tersebut. 3. Keandalan sistem yang rendah (Low Reliability System) Pada kondisi normal, sistem akan memberikan kapasitas yang cukup untuk menyediakan daya pada beban puncak dengan variasi tegangan yang baik. Tetapi bila terjadi suatu gangguan pada jaringan, sistem sama sekali tidak bisa melayani beban tersebut, jadi perlu diperbaiki terlebih dahulu. Tentu saja pada sistem ini peralatanperalatan pengamannya relatif sangat sedikit jumlahnya. Kontinyuitas pelayanan penyaluran pada jaringan distribusi tergantung pada jenis dan macam sarana penyalur dan peralatan pengaman, dimana sarana
24
penyalur (jaringan distribusi) mempunyai tingkat kontinyuitas yang tergantung pada susunan saluran dan cara pengaturan sistem operasinya, yang pada hakekatnya direncanakan dan dipilih untuk memenuh kebutuhan dan sifat beban. Tingkat kontinyuitas pelayanan dari sarana penyalur disusun berdasarkan lamanya upaya menghidupkan kembali suplai setelah pemutusan karena gangguan. (SPLN 52, 1983). Tingkat-tingkat tersebut adalah: Tingkat 1:
Dimungkinkan padam berjam-jam, yaitu waktu yang diperlukan untuk mencari dan memperbaiki bagian yang rusak karena gangguan
Tingkat 2:
Padam beberapa jam, yaitu yang diperlukan untuk mengirim petugas ke lapangan, melokalisasikan kerusakan dan melakukan manuver untuk menghidupkan sementara kembali dari arah atau saluran yang lain
Tingkat 3:
Pada beberapa menit, yaitu manuver oleh petugas yang stand by di gardu atau dilakukan deteksi/pengukuran dan pelaksanaan manuver jarak jauh dengan bantuan DCC (Distribution Control Center)
Tingkat 4:
Padam beberapa detik, yaitu pengamanan dan manuver secara otomatis dari DCC
Tingkat 5:
Tanpa padam yaitu jaringan dilengkapi instalasi cadangan terpisah dan otomatis secara penuh dari DCC.
2.8.3 Indeks Keandalan Sistem Distribusi Indeks keandalan merupakan suatu indikator keandalan yang dinyatakan dalam suatu besaran probabilitas. Sejumlah indeks sudah dikembangkan untuk menyediakan suatu kerangka untuk mengevaluasi keandalan sistem tenaga. Evaluasi keandalan sistem distribusi terdiri dari indeks titik beban dan indeks sistem yang dipakai untuk memperoleh pengertian yang mendalam kedalam keseluruhan capaian. Untuk menghitung indeks keandalan titik beban dan indeks keandalan sistem yang biasanya digunakan meliputi angka keluar (outage) dan waktu perbaikan (repair duration) dari masing-masing komponen. Nilai dari angka keluar (outage) dan waktu perbaikan (repair duration) untuk masing komponen dapat dilihat dalam tabel 2.2 dan tabel 2.3 :
25
Tabel 2.2 Perkiraan angka keluar komponen sistem distribusi
KOMPONEN / PERALATAN
ANGKA KELUAR (OUTAGE)
Saluran Udara
0.2 /km/tahun
Kabel Saluran Bawah tanah
0.07 /km/tahun
Pemutus Tenaga
0.004 /unit/tahun
Saklar Beban
0.003 /unit/tahun
Saklar Pemisah
0.003 /unit/tahun
Penutup Balik
0.005 /unit/tahun
Penyambung Kabel
0.001 /unit/tahun
Trafo Distribusi
0.005 /unit/tahun
Pelindung Jaringan
0.005 /unit/tahun
Rel Tegangan Rendah
0.001 /unit/tahun
(Untuk Sistem Spot Network) (Sumber : SPLN : 59, 1985)
26
Tabel 2.3 Waktu operasi kerja dan pemulihan pelayanan
No
OPERASI KERJA
WAKTU /JAM
1
Menerima panggilan adanya pemadaman dan waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan ke GI
0,5
2
Menerima panggilan adanya pemadaman dan waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan ke alat penutup kembali.
1,0
3
Waktu yang dibutuhkan untuk sampai dari satu gardu ke gardu berikutnya.
0,16
4
Waktu yang dibutuhkan untuk sampai dari satu gardu ke gardu berikutnya untuk sistem spot network.
0,2
5
Waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa indikator gangguan (hanya untuk sistem spindel)
0,083
6
Waktu yang dibutuhkan untuk membuka / menutup pemutus tenaga atau penutup kembali.
0,25
7
Waktu yang dibutuhkan untuk membuka / menutup sakar beban atau saklar pemisah.
0,15
8
Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kawat penghantar udara.
3
9
Waktu yang dibutuhkan untuk mencari lokasi gangguan pada kabel bawah tanah.
5
10
Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kabel saluran bawah tanah.
10
11
Waktu yang dibutuhkan untuk untuk mengganti/ memperbaiki pemutus tenaga, saklar beban,penutup kembali atau saklar pemisah.
10
12
Waktu yang dibutuhkan untuk mengganti penyambung kabel (bulusan) untuk kabel berisolasi kertas.
15
13
Waktu yang dibutuhkan untuk mengganti trafo distribusi.
10
14
Waktu yang dibutuhkan untuk mengganti pelindung jaringan.
10
15
Waktu yang dibutuhkan untuk mengganti / memperbaiki bus tegangan rendah
10
(Sumber : SPLN : 59, 1985)
27
2.8.3.1 System Average Interruption Frequency Index (SAIFI) Indeks ini didefinisikan sebagai jumlah rata-rata kegagalan yang terjadi per pelanggan yang dilayani oleh sistem per satuan waktu (umumnya per tahun). Indeks ini ditentukan dengan membagi jumlah semua kegagalan pelanggan dalam satu tahun dengan jumlah pelanggan yang dilayani oleh sistem tersebut. Definisi dari SAIFI dapat dijabarkan sebagai berikut:
SAIFI =
Total Konsumen Terganggu Total Konsumen Terlayani
Persamaan untuk menghitung indeks SAIFI (rata-rata jumlah gangguan setiap pelanggan) ini dapat dilihat pada persamaan dibawah ini (Billinton, 1994): SAIFI =
∑λ • N ∑N i
i
(fault/year.customer)
(2.1)
Dimana:
λi = Angka frekuensi kegagalan/failure rata-rata tahunan pada titik ke-i (fault/year) N i = Jumlah konsumen pada Load point ke-i (customer) N = Jumlah total konsumen pada jaringan distribusi
2.8.3.2 System Average Interruption Duration Index (SAIDI)
Indeks ini didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari lamanya kegagalan untuk setiap konsumen selama satu tahun. Indeks ini ditentukan dengan pembagian jumlah dari lamanya kegagalan secara terus menerus untuk semua pelanggan selama periode waktu yang telah ditentukan dengan jumlah pelanggan yang dilayani selama tahun itu. Definisi dari SAIDI dapat dijabarkan sebagai berikut: SAIDI =
Total Durasi Gangguan pada Konsumen Total Konsumen Terlayani
Persamaan untuk menentukan indeks SAIDI (rata-rata jangka waktu gangguan setiap pelanggan) ini dapat dilihat pada persamaan dibawah ini (Billinton, 1994): SAIDI =
∑U • N ∑N i
i
(hours/year/customer)
(2.2)
28
Dimana: U i = Lama/durasi terputusnya pasokan listrik tahunan rata-rata (hours/year) N i = Jumlah konsumen pada Load point ke-i (customer) N = Jumlah total konsumen pada jaringan distribusi (customer)
Kegunaan dari informasi indeks keandalan sistem adalah sangat luas, kegunaan-kegunaan yang paling umum meliputi:. 1. Melengkapi manajemen dengan data capaian mengenai mutu layanan pelanggan pada sistem listrik secara keseluruhan. 2. Untuk mengidentifikasi subsistem dan sirkit dengan capaian di bawah standard dan untuk memastikan penyebabnya. 3. Melengkapi manajemen dengan data capaian mengenai mutu layanan pelanggan untuk masing-masing area operasi. 4. Menyediakan sejarah keandalan dari sirkit individu untuk diskusi dengan pelanggan sekarang atau calon pelanggan. 5. Memenuhi syarat pelaporan pengaturan. 6. Menyediakan
suatu
basis
untuk
menetapkan
ukuran-ukuran
kesinambungan layanan. 7. Menyediakan data capaian yang penting bagi suatu pendekatan probabilistic untuk studi keandalan sistem distribusi.(R. Billinton dan J. E. Billinton,1989). 2.8.4 Perhitungan Indeks Keandalan dengan Menggunakan Microsoft Excel
Adapun
langkah-langkah
perhitungan
indeks
keandalan
dengan
menggunakan Microsoft Excel adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan dilakukan untuk masing – masing titik beban (load point). 2. Perhitungan FAILURE untuk masing – masing komponen dilakukan dengan mengalikan angka keluar (outage) dengan jumlah komponen yang digunakan. 3. Nilai REPAIR adalah nilai dari SPLN yaitu waktu pebaikan untuk masing – masing komponen. 4. Perhitungan untuk masing – masing komponen adalah sebagai berikut :
29
Failure = angka keluar x jumlah/panjang komponen (SPLN59, 1985) Repair
= waktu perbaikan masing – masing komponen (SPLN59,
1985) 5. Perhitungan Outage Frequency of Load Point adalah dengan menjumlahkan failure yang didapatkan untuk masing – masing komponen. outage frequency = (∑ failure ) x costumer
6. Perhitungan Outage Duration of Load Point adalah dengan menjumlahkan perkalian antara failure dengan repair untuk masing – masing komponen. outage duration = (∑ ( failure × repair )) x costumer
7. COSTUMER adalah jumlah pelanggan untuk masing – masing titik beban. 8. TOTAL Outage Frequency of load point total outage frequency = ∑ outage frequency of load po int
9. TOTAL Outage Duration of load point total outage duration = ∑ outage duration of load po int
10. TOTAL Costumer total cos tumer = ∑ cos tumer
11. SAIFI adalah pembagian antara TOTAL Outage Frequency of load point dengan TOTAL costumer. total outage frequency of load point SAIFI =
total costumer
12. SAIDI adalah pembagian antara TOTAL Outage Duration of load point dengan TOTAL costumer. total outage duration of load point SAIDI =
total costumer
30
2.9 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Bali
Jaringan tegangan menengah sistem distribusi tenaga listrik di Bali memiliki karakteristik seperti berikut (PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali, 2004): 1. Tegangan kerja sistem distribusi primer adalah 20 kV 2. Konstruksi jaringan terdiri dari: Saluran kabel udara: MVTIC 150 mm2 dan 240 mm2 Saluran udara terbuka: AAACOC 150 mm2, AAAC 150 mm2, 95 mm2 dan
70 mm2 Saluran kabel bawah tanah: XLPE 240 mm2 dan 150 mm2
3. Sistem pelayanan radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang bertetangga dapat saling dihubungkan dalam keadaan darurat 2.9.1 Kriteria standar
Pembangunan sistem kelistrikan secara teknik memiliki syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi dan memiliki standar – standar baku sebagai produk teknologi. Untuk itu perencanaan dan pengembangan sistem distribusi juga harus mempertimbangkan kaidah – kaidah yang berlaku, sehingga kualitas listrik yang disuplai tetap memenuhi suatu standar yang disyaratkan. Kriteria drop tegangan yang digunakan dalam evaluasi kondisi eksisting (sekarang) disesuaikan dengan referensi (SPLN – 1/1995) yaitu: 1. Tegangan Menengah: Tegangan nominal
: 20 kV
Tegangan maksimum : 24 kV
2. Tegangan Rendah: Tegangan nominal
: 220/380 Volt
Tegangan maksimum : 231/400 Volt
3. Frekuensi Frekuensi yang dipakai 50 Hz 4. Variasi Tegangan Jaringan distribusi primer (TM)
: +5 % ; –5 %
Jaringan distribusi sekunder (TR)
: +5 % ; –10 %
31
5. Pengaturan tegangan dan turun tegangan Turun tegangan pada JTM dibolehkan : o Dua persen (2 %) dari tegangan kerja sebagaimana tercantum pada ayat
22 bagi sistem yang tidak memanfaatkan Sadapan Tanpa Beban Transformator Distribusi (STB) yaitu sistem Spindel dan Gugus o Lima persen (5 %) dari tegangan kerja bagi sistem yang memanfaatkan
Sadapan Tanpa Beban Transformator Distribusi (STB) yaitu sistem Radial di atas tanah dan sistem Simpul Turun tegangan pada transformator distribusi dibolehkan 3 % dari tegangan
kerja Turun tegangan pada STR dibolehkan sampai 4 % dari tegangan kerja
tergantung kepadatan beban Turun tegangan pada SR dibolehkan 1 % dari tegangan nominal
Drop tegangan sangat tergantung pada parameter – parameter sebagai berikut: Panjang jaringan (km) Daya beban yang harus dilayani (kW) Resistansi (R) dan reaktansi (X) jaringan
2.10 Rekonfigurasi Jaringan Distribusi
Dari beberapa tipe jaringan, kebanyakan tipe jaringan yang digunakan pada penyulang distribusi listrik adalah tipe Radial. Hal ini untuk memudahkan koordinasi dalam sistem keamanannya. Penyulang distribusi terdiri dari dua jenis switch yaitu swicth normally close (NC) dan swicth normally open (NO). Dalam kondisi terjadi gangguan, swicth NC akan terbuka untuk mengisolasi gangguan pada cabang jaringan, pada saat yang sama swicth NO akan menutup untuk mengalihkan beberapa atau semua bagian dari cabang jaringan yang diisolasi ke penyulang lain atau ke cabang lain dalam penyulang yang sama (Shirmohammadi, 1989). Dalam kondisi dibawah operasi normal, secara berkala dilakukan rekonfigurasi jaringan distribusi dengan membuka atau menutup swicth untuk meningkatkan kestabilan sistem dan mengurangi rugi-rugi saluran. Hasil dari
32
rekonfigurasi penyulang harus tetap dalam tipe dan tetap memenuhi beban-beban yang tersedia. Koordinasi sistem pengamanan tetap diperlukan pada konfigurasi jaringan yang baru. Rekonfigurasi
jaringan
merupakan
proses
pembentukan
struktur
topological dari penyulang distribusi dengan mengubah status dari swicth. Selama kondisi operasi normal rekonfigurasi jaringan bertujuan untuk mengurangi susut daya dan menyeimbangkan beban-beban dalam jaringan (Dong Chiang, 1990). Selain itu, rekonfigurasi juga dapat dilakukan dengan memanuver beban ke penyulang tetangga kalau memungkinkan atau memecah penyulang menjadi dua (2) atau lebih, sehingga kriteria sistem terpenuhi. Dalam rekonfigurasi jaringan perlu diperhatikan beberapa kriteria antara lain : 1. Rekonfigurasi jaringan dilakukan dari penyulang dengan jatuh tegangan besar (naik melebihi 5% dan turun melebihi 10% dari tegangan nominal) ke penyulang dengan jatuh tegangan kecil. 2. Rekonfigurasi jaringan dapat dilakukan pada penyulang-penyulang yang terhubung satu sama lainnya (terdapat switch yang menghubungkan penyulang-penyulang). 3. Rekonfigurasi jaringan dilakukan dengan memperhatikan KHA penyulang (arus yang mengalir pada saluran tidak melebihi KHA maksimum).
2.11 Program EDSA Technical 2000 Service Pack 3.1
EDSA merupakan kepanjangan dari Electrical Power System Design Software yang berupa program yang khusus dirancang untuk penganalisaan sistem tenaga. Paket program EDSA berisi program analisa aliran daya, hubung singkat dan profil tegangan. Sehingga hanya diperlukan satu data sistem tenaga listrik untuk keperluan ketiga analisa tersebut. Paket program EDSA ini juga merupakan komputer yang interactive dimana pemakai (user) dapat melakukan pengubahan data tanpa harus berhenti dari proses. Keunggulan dari paket program EDSA dalam penganalisaan aliran daya, profil tegangan maupun hubung singkat ini adalah sebagai berikut :
33
Bila kita melakukan pengubahan data kita tidak harus berhenti dari proses atau tidak diperlukan lagi suatu perangkat lunak pengolah kata untuk mengedit data, hal ini berkat adanya program “ Editor “ .
Adanya pengubahan beban dengan statu factor pengali.
2.11.1 Tampilan Program EDSA
Program
EDSA
ini
adalah
under
windows,
sehingga
dalam
menjalankannya dapat langsung dibuka dari layar windows. Sesaat setelah program EDSA dijalankan, maka pertama-tama akan tampil pada layar menu utama seperti terlihat pada gambar 2.12. Setelah itu pilih “File“ kemudian pilih “New Drawing“ maka akan terlihat tampilan utama dari Program ini. 2.11.2 Penggunaan menu-menu pilihan pada Program EDSA
Paket program EDSA ini merupakan program komputer yang interactive sehingga dibutuhkan menu-menu pilihan sebagi komunikasi antara pemakai dan komputer. Penggunaan toolbars adalah cara yang paling mudah bagi pemakai program komputer. Pada program ini semua perintah dilaksanakan melalui toolbars-toolbars, dimana pemakai menentukan perintahnya dengan cara menempatkan cursor pada pilihan yang dikehendaki, diikuti dengan mengklik mouse atau menekan tombol enter.
Gambar 2.12 Menu Utama Program EDSA
34
Untuk memulai penganalisaan baik aliran daya, profil tegangan maupun hubung singkat maka yang pertama dilakukan adalah membuat suatu file baru dengan mengawali new drawing atau new project seperti gambar 2.12 Setelah itu akan tampak pada layar seperti gambar 2.13.
Gambar 2.13 Menu Drawing Program EDSA
Dilanjutkan dengan membuat one line diagram dengan menggunakan fasilitas catalog yang berada pada posisi kanan. Sesuai dengan gambar yang ada, maka one line diagram ini pula dibuat dengan mengambil salah satu catalog yang ada. Selanjutnya digeser untuk dirangkai menjadi suatu one line diagram. Contohnya seperti pada gambar dibawah.
35
Gambar 2.14 Tampilan One Line Diagram