perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Akad Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah Pengertian mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal dan pihak lain (mudharib) menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Pemilik modal tidak akan menanggung kerugian, apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka pengelolalah yang bertanggung jawab.
Artinya : Nabi berkata, ada tiga yang mengandung berkah : jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawat untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (H.R. Ibnu Majah dari Shuhaib). Ketentuan umum pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: a. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. b. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad perjanjian, commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. c. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.
Mekanisme operasional mudharabah dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1. Skema Kerja Prinsip Mudharabah commit to user Sumber : Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi Kedua (Muhammad, 2011).
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Jenis Mudharabah Prinsip
mudharabah
dibagi
menjadi
tiga
jenis
(berdasarkan
kewenangannya), yaitu: a. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet5 Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini: 1) Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. 2) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan. 3) Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lain. 4) Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan deposito kepada deposan.
5
Transaksi mudharabah muqayadah on balance adalah transaksi dimana pemilik dana (shahibul commit to user mal) memberikan syarat-syarat tertentu kepada bank syariah pada saat menginvestasikan dananya kepada mudharib.
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (Chanelling) Sumber : Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi Kedua (Muhammad, 2011). b. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet 6 Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya. Jenis ini berperan memberikan modal untuk dikelola mudharib dan bank syariah akan mendapatkan kembali modalnya dan bagi hasil dari proyek yang dikerjakan. Karakteristiknya: 1) Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. 2) Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
6
Transaksi mudharabah muqayadah off balance adalah transaksi di mana pemilik dana (shahibul mal) meminta kepada bank syariah untuk dicarikan mudharib dengan persyaratan tertentu pada commit to user saat menginvestasikan dananya, kemudian setelah bertemu mudharib yang diinginkan oleh shahibul mal, maka shahibul mal langsung berhubungan dengan mudharib tersebut.
13
perpustakaan.uns.ac.id
3) Rekening
digilib.uns.ac.id
khusus
dicatat
pada
pos
tersendiri
dalam
rekening
administratif. 4) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. 5) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. 6) Antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Gambar 2.3. Skema Kerja Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet (Executing) Sumber : Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi Kedua (Muhammad, 2011). c. Mudharabah Mutlaqah. Mudharabah mutlaqah ialah ketika shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun, pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat. Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah (Muhammad, 2005).
to user bagi bank dalam menggunakan Berdasarkan prinsip ini tidakcommit ada pembatasan
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dana yang dihimpun. Ketentuan Umum: 1) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan, pembagian keuntungan, dan risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana, yang dicantumkan dalam akad. 2) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan deposito kepada deposan. 3) Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif. 4) Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru. 5) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan deposito atau tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syariah.
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Mutlaqah Sumber : Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi Kedua (Muhammad, 2011). 3. Dasar Hukum Ibnu Hazm menyatakan, semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam Al Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui, kecuali Al Qiraadh (Al Mudharabah).7 Jika melihat dari definisi mudharabah/qiradh sebagaimana diatas, tidak ada dasar hukum dalam Al Qur’an yang secara spesifik menyangkut teknis pelaksanaan akad mudharabah. Dalam akad mudharabah, Al Qur’an hanya memberikan garis-garis besar, agar umat manusia mencari rezeki yang membuat Allah SWT ridho, tidak membicarakan pada aspek teknisnya. Sedangkan teknis pelaksanaan akad mudharabah banyak didapatkan dari praktik Rasulullah SAW bersama-sama masyarakat Arab ketika itu. Maka sebenarnya akad mudharabah secara teknis merupakan hasil dari kearifan lokal masyarakat Arab, bukan pesan-pesan dari dalam Al Qur’an . Bahkan alShan’ani dalam Affandi, M. Yazid (2009) menyatakan, bahwa praktik akad mudharabah sudah berjalan mulai zaman jahiliyah pra islam. Islam datang
commit to user 7
Kholid Syamhudi, Lc., Mengenal Konsep Mudarabah pada www.ekonomisyariat.com
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengakomodasi dan mengabsahkan praktik tersebut. Dan para ulama’ fiqh sepakat akan keabsahan akad mudharabah ini. Secara umum, landasan syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits diantaranya: a. Al Qur’an
Artinya : “....Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah..”. (Q.S. Al Muzammil ayat 20). Ayat di atas sebenarnya sama sekali tidak membicarakan teknis pelaksanaan akad mudharabah. Ia secara umum berbicara ke-Maha Tahuan Allah SWT terhadap orang-orang yang menjalankan kebajikan dan mencari rezeki Allah SWT di muka bumi. Di samping itu, ayat tersebut juga berbicara tentang petunjuk bagi umat Islam untuk menjalankan syariat Allah SWT diantaranya, menegakkan dan memperbanyak shalat, menunaikan zakat, memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan secara baik. Maka, penyandaran dalil terhadap ayat di atas menjadi sebuah keniscayaan, jika dilihat dari keumuman ayat bukan dari kekhususan ayat tentang teknis pelaksanaan akad mudharabah. Ayat Al Qur’an yang juga sering disebut sebagai landasan akad mudharabah adalah Q.S. Al Baqarah ayat 198. commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Artinya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam [125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Ayat ini pun secara teknis juga tidak berbicara tentang mudharabah, akan tetapi membicarakan kebolehan mencari rezeki di musim haji sepanjang sesuai dengan yang dihalalkan Allah. Dilanjutkan dengan pesan agar pencarian rezeki tersebut tidak melupakan Allah SWT. Maka, sebagaimana satu ayat sebelumnya, penyandaran dalil terhadap ayat ini menjadi sebuah keniscayaan jika dilihat dari keumuman ayat. b. Hadits Melihat keumuman ayat Al Qur’an yang dijadikan landasan bagi akad mudharabah diatas, maka landasan hukum teknis tentang kehalalan akad mudharabah dapat dilihat dari Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dimana waktu itu, akad mudharabah dengan teknis perakadan sebagaimana yang berjalan saat ini sudah dipraktekkan oleh Nabi SAW bersama-sama sahabat. Ada riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi SAW mengakui praktik mudharabah dalam riwayat tersebut Rasulullah SAW bersabda:
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasannya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah. Jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullsh SAW. Dan Rasulullah pun membolehkannya (HR. Thabrani).
Dari Shahih bin Shuhai b r.a. bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah dan Sanad Dhaif). c. Ijma’ Ijma’ sebagai dasar hukum menurut etimologi berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan berbuat sesuatu, atau kesepakatan melakukan sesuatu. Ijma’ umat secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Ijma’ Qauli, yaitu suatu ijma’ di mana para ulama mengeluarkan pendapatnya
dengan
lisan
ataupun
tulisan
yang
menerangkan
persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya. commit to user 2) Ijma’ Sukuti, yaitu suatu ijma’ di mana para ulama diam, tidak 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui. Kedudukan Ijma’ sudah jelas dalam agama ini, karena ijma’ adalah salah satu dasar yang menjadi sumber rujukan, pedoman dan sumber dasar hukum syariat yang mulia ini setelah Al Qur’an dan Sunnah. Ijma’ bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah, menjadi penguat kandungan keduanya dan penghapus perselisihan yang ada diantara manusia dalam semua perselisihan mereka. Syeikh Islam Ibnu Taimah menyatakan: Ijma’ adalah sumber hukum ketiga yang dijadikan pedoman ilmu dan agama, mereka menimbang seluruh amalan dan perbuatan manusia baik batiniah maupun lahiriah yang berhubungan dengan agama dengan ketiga sumber hukum ini.8 Ijma’ menjadi sesuatu yang ma’shum dari kesalahan dengan dasar firman Allah SWT dan Sabda Rasululloh SAW.
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburukburuknya tempat kembali. (Q.S. An Nisaa’ ayat 115). Sabda Rasululloh SAW : “Umatku tidak akan berkumpul (sepakat) diatas kesesatan.” (HR. Asy-Syafi’i dalam Ar-Risalah). Karena Syaikhul Islam menyatakan: “Agama kaum muslimin dibangun diatas ittiba’ kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasululloh SAW serta kesepakatan umat (ijma’). Maka ketiga ini adalah sumber hukum
commit to user 8
Kholid Syamhudi, Lc, Ijma Sumber Hukum Islam pada http://www.ekonomisyariat.com
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ma’shum. ”Demikianlah Allah SWT menyatukan hati umat ini dengan Ijma’ sebagai rahmat dan karunia dariNya. Ijma’ umat ini dalam mayoritas dasar dan pokok agama dan banyak dari masalah furu’nya menjadi sebab kesatuan kaum muslimin, penyempitan lingkaran perselisihan dan pemutus perbedaaan pendapat diantara orang yang berbeda pendapat. 4. Jaminan Akad Pembiayaan Mudharabah Djuhaendah Hasan (1998) mendifinisikan bahwasannya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Diskursus dalam praktik transaksi mudharabah yang di dalamnya terdapat kewajiban mudharib untuk memberikan jaminan masih juga terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut ulama klasik dalam perjanjian mudharabah tidak diperlukan dan tidak dibenarkan adanya jaminan. Tidak etis bagi lembaga keuangan syariah meminta jaminan dalam hal perjanjian kerja sama mudharabah mengingat hal ini sama-sama penyertaan modal. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa transaksi mudharabah terjadi karena adanya kepentingan bersama untuk bermitra usaha yang didasarkan pada sikap saling membutuhkan dan saling percaya dan terjadi mudharabah bilamana pemilik modal sudah merasa yakin dan percaya atas diri orang yang akan mengelola modalnya itu. Karenanya jaminan yang dibebankan pada pengelola modal dinilai tidak mencerminkan commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nilai mudharabah yang sesungguhnya. Dalam perkembangannya pada praktik ekonomi modern dalam transaksi mudharabah khususnya di Indonesia seorang mudharib akan dibebani dengan jaminan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan mudharabah yang menyatakan bahwa, “pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan lembaga keuangan syariah dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga”. Menurut Djuhaendah Hasan (1998), jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cedera janji (wanprestasi). Di dalam jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang menjadi objek jaminan sehingga dalam praktik jaminan kebendaan lebih disukai dari pada jaminan perorangan karena sifatnya yang lebih menguntungkan pihak kreditur. Ditetapkannya jaminan dalam transaksi mudharabah lebih didasarkan pada penerapan metode ijtihad yang tidak dalam maksud mengesampingkan dari hukum asalnya namun lebih didasarkan pada prinsip penggunaan metode istihsan (Usman,1994). Metode ini pada prinsipnya mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan atau menolak bahaya secara khusus sebab dalil umum menghendaki dicegahnya bahaya itu. Dalam hal adanya jaminan pada praktik mudharabah, jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Hal ini sebagai konsekuensi tidak dipenuhinya akad yang telah disepakati. Sementara itu Allah berfirman dalam Q.S. Al Maidah ayat 1:
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu (janji yang telah disepakati)”.
Tujuan adanya jaminan dalam transaksi mudharabah adalah sebagai pengikat agar mitra kerjasama mudharabah beritikad baik dan bersungguhsungguh dalam menjalankan usaha dan amanah sesuai dengan syariat Islam. Ketentuan ini sesuai dengan kaidah usul fikih yang berbunyi:
“Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah”(MUI, 2007). Tujuan yang lainnya adalah untuk menghindari moral hazard yang dilakukan olah mitra bisnis mudharabah. Dalam dunia perbankan adanya jaminan sangat diperlukan sebagai salah satu mitigasi risiko dari mitra bisnis mudharabah mengingat dana yang dikelola adalah dana nasabah yang menuntut adanya likuiditas bank yang apabila sewaktu-waktu dana tersebut ditarik oleh nasabah. Hal ini sesuai dengan hukum Islam9 :
“Segala mudarat itu harus sedapat mungkin dihindari”.Dalam praktik transaksi mudharabah bila mitra bisnis mudharabah ini integritas moralnya sudah terukur dan teruji kiranya dapat dibebaskan dari adanya jaminan.
commit to user 9
http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/viewFile/276/131
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kategori terukur disini adalah pihak mitra bisnis mudharabah dapat memenuhi kewajibannya dalam memberikan laporan keuntungan dari proyek usaha dan tepat waktu. Sedangkan kategori teruji di sini adalah mitra bisnis mudharabah tidak pernah melakukan penyimpangan dengan alasan risiko kegagalan usaha. Dengan demikian lebih tercipta adanya keseimbangan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak.
5. Kelebihan dan Kekurangan Akad Mudharabah Tabel 2.5. Kelebihan dan Kekurangan Akad Mudharabah dari Sudut Pandang Nasabah Prinsip Akad Mudharabah dalam Penghimpunan Dana
Giro atas dasar akad mudharabah
Tabungan dan Deposito atas dasar akad mudharabah
Kelebihan
Kekurangan
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal). Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan BI mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal). Pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasanbatasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah). Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan BI mengenai transparansi informasi produk bank dan commit to user penggunaan data pribadi nasabah.
Bank membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening, antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, serta pembukaan dan penutupan rekening.
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening, antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, serta pembukaan dan penutupan rekening.
24
perpustakaan.uns.ac.id
Prinsip Akad Mudharabah dalam Penghimpunan Dana
digilib.uns.ac.id
Kelebihan
Kekurangan
Dalam akad mudharabah muqayyadah, syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah harus dinyatakan secara jelas.
Sumber: (Antonio, 2001) dan (Rustam, 2013). Tabel 2.6. Kelebihan dan Kekurangan Akad Mudharabah dari Sudut Pandang Bank Prinsip Akad Mudharabah dalam Penghimpunan Dana
Giro atas dasar akad mudharabah
Tabungan dan Deposito atas dasar akad mudharabah
Kelebihan
Kekurangan
Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembiayaan atas dasar akad mudharabah dalam bentuk perjanjian tertulis. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembiayaan atas dasar akad mudharabah dalam bentuk perjanjian tertulis. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank. Prinsip bagi hasil berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
Sumber: (Antonio, 2001) dan (Rianto, 2013). B. Manajemen Risiko Bank Syariah 1. Pengertian Manajemen Risiko Bank Syariah Kompleksnya produk dan aktivitas bank, maka risiko yang dihadapi perbankan syariah akan semakin meningkat terutama pada era yang makin global dan semakin terintegrasi seperti saat ini. Untuk itu, bank syariah harus mampu mengelola risiko yang ada. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam Q.S. Yusuf ayat 67 commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tentang wasiat perlunya para bankir untuk melakukan manajemen risiko. Ya’qub berkata:
Hai anak-anakku janganlah kamu bersama-sama masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain, namun demikian aku tiada dapat melepas kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah SWT. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah SWT., kepada-Nyalah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya orangorang yang bertawakkal berserah diri. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ditemukan beberapa kaidah fikih yang terkait dengan perlunya manajemen risiko di perbankan syariah ini yang meliputi: 1. Segala mudarat harus dihindarkan sedapat mungkin (As Suyuthi, AlAsybah wan Nadzair, 62); 2. Segala mudarat (bahaya) harus dihilangkan (As Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 60); 3. Mencegah mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan daripada mengambil kemaslahatan (As Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 78, 105); 4. Di mana terdapat kemaslahatan di sana terdapat hukum Allah SWT; 5. Bahaya (beban berat, kerugian) harus dihilangkan. Dari landasan Al Qur’an dan kaidah fikih tersebut, manajemen risiko perlu dipersiapkan karena perbankan adalah bisnis kepercayaan yang apabila terjadi kegagalan dapat membahayakan nasabah dan perekonomian. Dengan demikian,
bank
perlu
commit to user mengidentifkasi,
mengukur,
memantau,
dan
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengendalikan seluruh risiko yang dapat terjadi. Oleh karena itu, diperlukan orang-orang berkapabilitas dalam melakukan manajemen risiko sebagaimana Firman Allah Swt dalam Q.S. Yusuf ayat 55 :
“Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”. Dalam Q.S. Al Baqarah ayat 283 hal ini ditegaskan kembali bahwa:
“...maka jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya..”. Oleh karena itu, peningkatan risiko yang dihadapi bank ini perlu diimbangi dengan kualitas penerapan manajemen risiko yang memadai karena pada akhirnya akan sangat berhubungan dengan kepentingan bank dan kepentingan nasabah. Dalam rangka perlindungan kepentingan bank dan nasabah, hal-hal penting yang perlu dilakukan, yaitu transparansi produk dan aktivitas sebagai salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengendalian risiko bank syariah. Bank syariah menurut UU Nomor 21 tahun 2008 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari BUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pengertian perbankan syariah sering disamakan dengan pengertian bank
commit to userPerbankan syariah adalah segala syariah. Padahal dua hal ini amat berbeda.
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuatu yang menyangkut tentang bank, kelembagaan, kegiatan usaha serta cara, dan proses pelaksanaan usahanya. Jadi, perbankan syariah ini lebih komprehensif dibandingkan bank syariah karena bank syariah hanya aspek kelembagaan. Menurut PBI No. 13/25/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko bagi BUS dan UUS. Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu. Sementara itu, risiko kerugian adalah kerugian yang terjadi sebagai konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kejadian risiko. Kerugian itu bisa berbentuk finansial atau nonfinansial. Dari uraian tersebut, dapat didefinisikan bahwa bank syariah adalah lembaga bisnis yang tidak saja bisa menghasilkan laba untuk dibagihasilkan kepada nasabahnya, tetapi juga bisa mengalami kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu. 2. Jenis-Jenis Risiko Penerapan manajemen risiko di bank syariah wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank. Kompleksitas usaha adalah keragaman dalam jenis transaksi produk/jasa dan jaringan usaha. Sementara itu, kemampuan bank meliputi kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung, dan kemampuan sumber daya insani. Supervisor mewajibkan perbankan syariah untuk menerapkan manajemen risiko untuk program-progran sebagai berikut:
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.7. Jenis-Jenis Risiko Perbankan Syariah Jenis Risiko Risiko Kredit Risiko Pasar
Risiko Likuiditas
Risiko Operasional
Risiko Hukum
Risiko Reputasi Risiko Strategis Risiko kepatuhan Risiko Imbal Hasil Risiko Investasi
Uraian Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. Risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang memengaruhi operasional bank. Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan para pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Risiko strategis adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta prinsip syariah. Risiko imbal hasil (rate of return risk) adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat memengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga bank. Risiko investasi (equity investment risk) adalah risiko akibat bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis bagi hasil.
Sumber: PBI No. 13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Khusus untuk risiko imbal hasil dan risiko investasi ekuitas, dalam penerapan manajemen risikonya belum diperhitungkan dalam penilaian risiko bank.
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.8. Penilaian Risiko Perbankan Syariah No
Jenis Risiko
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Risiko Kredit Risiko Pasar Risiko Likuiditas Risiko Operasional Risiko Hukum Risiko Kepatuhan Risiko Reputasi Risiko Strategis Risiko Imbal Hasil Risiko Investasi
Penilaian Risiko Bank Syariah Diperhitungkan Belum diperhitungkan V V V V V V V V V V
Sumber: PBI No. 13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3. Dasar Hukum Manajemen Risiko Terhadap Akad Mudharabah Di Indonesia, seluruh perbankan syariah sesuai dengan regulasi wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. Cakupan manajemen risiko ini termasuk program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang sebelumnya dikenal dengan prinsip mengenal nasabah (know your customer-KYC). Penerapan manajemen risiko untuk BUS dilakukan secara individual maupun konsolidasi dengan perusahaan anak. Bank Indonesia (BI) menetapkan aturan manajemen risiko ini sebagai standar minimal yang harus dipenuhi oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit
Usaha
Syariah
(UUS)
sehingga
perbankan
syariah
dapat
mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, namun tetap dilakukan secara sehat, istiqomah, dan sesuai dengan prinsip syariah.
commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketentuan umum tentang pelaksanaan manajemen risiko perbankan syariah tertuang dalam ketentuan BI Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang penerapan manajemen risiko bagi BUS dan UUS. Penerapan manajemen risiko yang efektif dapat dilaksanakan minimal mencakup: a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS); b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko; c. Kecukupan
proses
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan,
dan
pengendalian risiko serta Sistem Informasi Manajemen (SIM) risiko; dan d. Sistem pengendalian internal yang menyeluruh. Transaksi bagi hasil dalam bentuk akad mudharabah yang biasa terdapat pada pembiayaan memiliki dasar hukum manajemen risiko. Penilaian atas kualitas aset produktif dalam bentuk pembiayaan dilakukan berdasarkan faktorfaktor prospek usaha; kinerja (performance) nasabah; dan kemampuan membayar. Kualitas aset produktif dalam bentuk pembiayaan digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet (Rustam, 2013). Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap komponenkomponen potensi pertumbuhan usaha, kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan dari grup atau afiliasi, dan upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penilaian terhadap kinerja nasabah meliputi penilaian terhadap komponenkomponen perolehan laba, struktur permodalan, arus kas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen ketepatan pembayaran pokok dan margin/bagi hasil/fee; ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah, kelengkapan dokumen pembiayaan, kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan, kesesuaian penggunaan dana, dan kewajaran sumber pembayaran kewajiban. Penggolongan kualitas aset produktif dalam bentuk pembiayaan dilakukan dengan
melakukan
analisis
terhadap
faktor
penilaian
dengan
mempertimbangkan komponen-komponen tersebut. Penggolongan kualitas aset produktif dalam bentuk pembiayaan dilakukan dengan mempertimbangkan: signifikansi dan materialitas dari setiap faktor penilaian dan komponen, serta relevansi dari faktor penilaian dan komponen terhadap nasabah yang bersangkutan. Bank wajib memiliki ketentuan internal sesuai peraturan yang berlaku dan mengatur kriteria dan persyaratan nasabah pembiayaan
yang wajib
menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik, termasuk aturan mengenai batas waktu penyampaian laporan tersebut. Kewajiban audit laporan keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan nasabah akurat dan dapat dipercaya, mengingat kondisi keuangan nasabah merupakan salah satu kriteria dalam penggolongan kualitas aset produktif dalam betuk pembiayaan.
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 64 tahun 1999. Kewajiban
nasabah
untuk
menyampaikan
laporan
keuangan
wajib
dicantumkan dalam perjanjian antara bank dan nasabah. Kualitas aset produktif dalam bentuk pembiayaan dari nasabah yang tidak menyampaikan laporan keuangan diturunkan satu tingkat dan digolongkan paling tinggi kurang lancar. Penilaian terhadap kualitas aset produktif dalam bentuk pembiayaan mudharabah yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar mengacu pada rasio risiko bagi hasil (RBH) terhadap proyeksi bagi hasil (PBH) dan/atau ketepatan pembayaran pokok. Proyeksi bagi hasil adalah perkiraan pendapatan yang akan diterima bank dari nasabah atas pembiayaan mudharabah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil, dengan jumlah dan tanggal jatuh tempo yang disepakati. Antara bank dan nasabah. Realisasi bagi hasil, yang selanjutnya disebut RBH, adalah pendapatan yang diterima bank dari nasabah atas pembiayaan mudharabah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil. Penghitungan rasio RBH terhadap PBH dilakukan berdasarkan akumulasi selama periode pembiayaan yang telah berjalan. Proyeksi bagi hasil dihitung berdasarkan pada analisis kelayakan usaha dan arus kas masuk (cash inflow) nasabah selama jangka waktu pembiayaan mudharabah. Pengertian dari kalimat akumulasi selama periode pembiayaan yang telah berjalan adalah penjumlahan RBH atau PBH sejak awal pembiayaan sampai commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan posisi bulan penilaian. Contoh, pembiayaan mudharabah diberikan pada April 2015, dengan jangka waktu selama satu tahun. Penghitungan akumulasi PBH yang dilakukan pada Juli 2015 adalah PBH pada April 2015 ditambah PBH Mei 2015 ditambah PBH Juni 2015 ditambah PBH Juli 2015. Bank dapat mengubah PBH berdasarkan kesepakatan dengan nasabah apabila terdapat perubahan atas kondisi ekonomi makro, pasar, dan politik yang memengaruhi usaha nasabah. Bank wajib mencantumkan PBH dan perubahan PBH dalam perjanjian pembiayaan mudharabah antara bank dengan nasabah. Dalam pembiayaan akad mudharabah, bank tidak diwajibkan menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala oleh nasabah. Proyeksi bagi hasil tidak selalu ditetapkan dalam periode bulanan. Penetapan perlu atau tidaknya pembayaran angsuran pokok secara berkala disesuaikan dengan karakteristik usaha nasabah yang dibiayai. Bank wajib melakukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko tidak terbayarnya pokok pembiayaan pada saat jatuh tempo apabila dalam pembiayaan mudharabah disepakati tidak ada pembayaran angsuran pokok secara berkala. Langkah-langkah untuk mengurangi risiko antara lain, melakukan evaluasi kinerja usaha nasabah setidaknya satu kali dalam satu tahun. 4. Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan merupakan sumber utama pendapatan perbankan syariah dan sumber dana untuk mendukung ekspansi usaha. Oleh karena itu, pengelolaan commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan senantiasa diharapkan dapat meminimalisasi potensi kerugian yang akan terjadi akibat pembiayaan macet yang nantinya akan memicu peningkatan Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL). Mengingat pentingnya peranan pembiayaan tersebut, untuk menghindari risiko kerugian yang lebih besar kualitas pembiayaan haruslah dijaga dengan baik. Begitu pentingnya kualitas pembiayaan, BI telah menerbitkan perubahan regulasi restrukturisasi pembiayaan syariah yang lebih sering dikenal sebagai financing restructuring ini sebagai salah satu strategi efektif dalam manajemen pemulihan (recovery management). Sesuai regulasi seluruh perbankan syariah diwajibkan memiliki ketentuan tertulis mengenai restrukturisasi pembiayaan dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP). Kebijakan ini harus disetujui oleh Komisaris dan menjadi bagian kebijakan manajemen risiko bank yang disusun secara koordinatif dengan DPS. Salah satu perubahan strategis dalam regulasi ini adalah bahwa restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan untuk pembiayaan dengan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Perubahan
ini
restrukturisasi
merupakan baru
bisa
langkah
dilakukan
strategis ketika
mengingat
pembiayaan
dahulunya
berada
pada
kolektibilitas tiga (kurang lancar). Kondisi ini tentu saja bisa menghambat bank ketika ingin menyelesaikan pembiayaan bermasalahnya. Dengan ketentuan ini, opsi restukturisasi pembiayaan dapat dilakukan commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai upaya bank membantu nasabah dalam menyelesaikan kewajiban melalui rescheduling. Jadi, bank dapat melakukan penjadwalan kembali pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. Melalui reconditioning, bank dapat mengubah sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayar ke bank. Sementara itu, melalui restructuring bank dapat melakukan penataan kembali perubahan persyaratan pembiayaan yang telah disepakati sebelumnya. Tabel 2.9. Opsi Restrukturisasi Pembiayaan Rescheduling Perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
Reconditioning Perubahan jadwal pembayaran. Perubahan jumlah angsuran. Perubahan jangka waktu.
Perubahan nisbah dan proyeksi bagi hasil untuk pembiayaan mudharabah atau musyarakah. Pemberian potongan.
Restructuring Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank; Konversi akad pembiayaan; Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah jangka waktu menengah; dan/atau Konversi pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada perusahaan nasabah.
Sumber: PBI No. 10/18/PBI/2008 dan PBI 13/9/PBI/2011.
Rustam (2013) mendefinisikan, restrukturisasi pembiayaan tidak ditujukan untuk menghindari penurunan penggolongan kualitas pembiayaan, pembentukan penyisihan penghapusan aset yang lebih besar atau penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah/fee secara aktual. Oleh karena itu, pelaksanaan restrukturisasi wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai dan didokumentasikan dengan baik, seperti laporan
commit to user keuangan nasabah, adanya kontrak kerja baru. Terkait dengan beragamnya akad 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fasilitas pembiayaan karena adanya kebutuhan dan penggunaan dana nasabah, maka untuk mengakomodasi variasi akad itu regulasi telah memberikan berbagai pilihan tata cara restrukturisasi pembiayaan sebagaimana terlihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Akad
Rescheduling
Reconditioning
Restructuring
Murabahah dan Istishna’
V
V
V
Piutang Qardh
V
V
-
Mudharabah dan Musyarakah
V
V
V
Ijarah atau IMBT
V
V
V
Multijasa Ijarah
V
V
-
Salam
V
V
V
Sumber: PBI No. 10/18/PBI/2008. Akibat yang timbul jika NPF perbankan syariah tinggi akan menimbulkan permasalahan bagi pemegang saham, nasabah penyimpan dana, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, bank perlu menjaga dan memelihara kualitas pembiayaannya dengan
melakukan restrukturasi
pembiayaan untuk meminimalisir risiko kredit secara lebih dini.
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kebijakan Manajemen Risiko Bank Syariah di Indonesia 1. Permasalahan Manajemen Risiko Bank Syariah Produk pembiayaan di bank syariah memberikan risiko yang berbeda antara akad yang satu dengan yang lainnya. Investasi atau bisnis yang dijalankan melalui aktivitas pembiayaan adalah aktivitas yang selalu berkaitan dengan risiko. Persoalannya adalah bagaimana investasi atau bisnis dalam pembiayaan tersebut mengandung risiko yang minimal. Kontrak mudharabah dijalankan oleh bank syariah (Sadr, Kazem dan Zamir Iqbal dalam Muhammad, 2011), merupakan suatu kontrak peluang investasi yang mengandung risiko tinggi. Sebab model kontrak tersebut sarat dengan asymmetric information. Asimetrik informasi adalah kondisi yang menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memilikinya. Asimetrik informasi yang dilakukan agen dalam kontrak keuangan biasanya berbentuk moral hazard dan adverse selection. Sadr dan Iqbal memaparkan: adverse selection terjadi pada kontrak utang ketika peminjam memiliki kualitas yang tidak baik atas kredit di luar batas ketentuan tingkat keuntungan tertentu, dan moral hazard terjadi ketika melakukan penyimpangan atau menimbulkan risiko yang lebih besar dalam kontrak.10 Dalam kontrak mudharabah, ketika proses produksi dimulai, maka agen menunjukkan etika baiknya atas tindakan yang telah disepakati bersama. Namun, setelah berjalan, muncul tindakan yang tidak terkendalikan, yaitu:
10
Sadr, Kazem and Zamir Iqbal, “Choice of Debt or Equity Contract and Asymmetrical Information: An Empirical Evidence,” Conference Papers, Fourth International Conference to user on Islamic Economics and Banking commit Loughborough University, UK, August 13-15, 2000, pp. 487-499 in Dr. Muhammad, M.Ag, Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi Kedua, 2011; 367.
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
moral hazard (tindakan yang tidak dapat diamati) dan adverse selection (etika pengusaha yang secara melekat tidak dapat diketahui oleh pemilik modal). Dari uraian di atas, terlihat bahwa masalah asimetrik informasi adalah sangat berhubungan dengan masalah keuangan atau investasi. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan kontrak keuangan mudharabah. Hubungan antara asimetrik informasi dengan peluang investasi pernah diteliti oleh Ross tahun 1977. Kemudian masalah ini dikaji oleh sebagian kalangan dengan berbagai macam pendekatan yang dipilih. Sebagai contoh, Harris dan Raviv tahun 1990 menguji masalah asimetrik informasi dengan agency model. Penelitian tentang masalah ini, menunjukkan adanya hubungan antara asimetrik informasi dan model agensi dengan batas probabilitas (default probability) peluang investasi. Munculnya asymmetric information ini dapat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan investasi yang diperoleh (Muhammad, 2011). Tingkat adverse selection dan moral hazard adalah berhubungan langsung dengan tingkat asimetrik informasi dan ketidaklengkapan pasar. Sehubungan dengan itu, maka bank syariah harus memiliki alat screening untuk mengurangi asimetrik informasi yang akan terjadi dalam pembiayaan mudharabah. Agar dalam kontrak mudharabah dapat diminimalkan risiko dan terjadi maksimal hasilnya, maka pihak bank syariah (principal’s) perlu melakukan upaya-upaya pencegahan, misalnya melalui monitoring biaya dan proyek. Tindakan-tindakan yang dilakukan shahibul mal (principal’s) terhadap commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mudharib (agent’s) ataupun proyek untuk memperkecil masalah agensi, dalam teori keuangan dikenal dengan incentive compatible constraints.11 2. Islamic Financial Service Board (IFSB) IFSB didirikan di Malaysia pada 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia. IFSB merupakan hasil dari upaya Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), Islamic Develoment Bank (IDB), IMF, dan bank-bank sentral dari beberapa negara islam. Organisasi internasional ini juga yang menerbitkan berbagai prinsip dan standar tata kelola sebagai panduan untuk institusi keuangan Islam, seperti bank, asuransi dan pasar modal, untuk mendukung stabilitas dalam industri jasa dan keuangan Islam. Standar yang telah diterbitkan, misalnya prinsip manajemen risiko, kecukupan modal, tata kelola bank, proses pemeriksaan dan pengawasan, transparansi, disiplin pasar, dan sebagainya. Islamic Financial Services Board memiliki 110 anggota termasuk 27 otoritas pembuat kebijakan dan pengawasan serta 78 lembaga keuangan dari 21 negara. Pemerintah Malaysia telah mengesahkan Undang-Undang (UU) IFSB pada 2002 yang memberikan IFSB kekebalan dan hak yang biasanya diberikan kepada organisasi internasional serta misi-misi diplomatik. Selain itu, IFSB secara khusus bertujuan untuk: (i) memberikan
panduan
pengaturan dan pengawasan bank secara efektif, (ii) prosedur pengembangan instrumen, prosedur manajemen risiko, dan operasi bank yang efisien, (iii) meningkatkan kerja sama di antara negara anggota, (iv) memfasilitasi 11
to untuk user mengurangi risiko terjadinya masalah Suatu cara yang disyaratkan kepadacommit mudharib keagenan dalam skema pembiayaan mudharabah. 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembangunan kapasitas (capacity building) dan mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, (v) melakukan riset dan mempublikasi hasil kajian dan survei, dan (vi) membangun database bank dan lembaga keuangan Islam dan para ahli di industri tersebut. Salah satu prinsip yang diterbitkan oleh IFSB, yaitu prinsip manajemen risiko, prinsip ini diterbitkan pada Desember 2005, dalam dokumen berjudul “Guiding principles of risk management for institutions (other than insurance institution) offering only Islamic financial services”. Tujuan diterbitkannya prinsip ini adalah sebagai pedoman bagi lembaga keuangan Islam, termasuk perbankan Islam, dalam melaksanakan prinsip-prinsip manajemen risiko. IFSB menetapkan lima belas prinsip manajemen risiko yang bisa diterapkan pada bank komersial, bank investasi, serta lembaga keuangan lainnya. Kelima belas prinsip tersebut tercakup dalam enam risiko, yaitu risiko kredit, risiko investasi, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko imbal hasil, dan risiko pasar. Selain keenam risiko tersebut, terdapat dua risiko yang juga penting untuk dikelola bank Islam, yakni risiko bisnis dan risiko reputasi. Meskipun didesain sebagai rujukan, panduan ini bersifat fleksibel. Bagaimanapun, pada dasarnya praktik manajemen risiko pada bank Islam akan berbeda dalam cakupan dan konten. Pada Desember 2005, Dewan IFSB telah mengeluarkan dua standar penting yang terkait dengan manajemen risiko, yaitu: guiding principles of risk management and the capital adequacy standard bagi lembaga-lembaga yang hanya menawarkan jasa keuangan syariah. Hal ini diikuti tata kelola perusahaan pada Desember 2006 dan pedoman mengenai commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses pengawasan, transparansi, disiplin pasar, kecukupan modal, dan tata kelola yang berada pada berbagai tahap pengembangan. Di mana hal ini sangat bergantung pada aktivitas bisnis masing-masing bank tersebut. Hal di atas menjadi pedoman bagi regulator dalam mengimplementasikan manajemen risiko di Indonesia yang dikeluarkan regulasinya dan dilaksanakan pengawasannya oleh BI. Namun, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan termasuk manajemen risiko beralih dari BI ke OJK. Dokumen Guiding principles of risk management for institution (other than insurance institutions) offering only Islamic Financial Service yang dirilis IFSB juga menjadi kerangka kerja basel II. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada lampiran 17.
commit to user
42