BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. SAHAM 1. Pengertian Saham Pengertian saham menurut Mangsa Simatupang ( 2008:19) “Saham adalah surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbit saham.” Definisi saham menurut Rusdin ( 2006:67 ) adalah Sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan atas perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Menurut Paulus (2008:45) saham adalah “tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas.”
2. Jenis-Jenis Saham Menurut Paulus (2008) ada beberapa klasifikasi saham yaitu : a. Berdasarkan Cara Peralihan Saham dapat digolongkan menjadi: 1. Saham Atas Nama (Registered Stock) yaitu saham atas nama, dimana nama pemilik saham tertera diatas saham tersebut dan cara peralihan saham ini harus melalui pencatatan dokumen peralihan. 2. Saham Atas Tunjuk (Bearer Stock) adalah saham dimana nama pemilik saham tidak tertera di atas saham, sehingga otomatis pemegang saham dianggap sebagai pemilik saham.
6
7
b. Berdasarkan Hak Tagih/Manfaat Saham dapat digolongkan menjadi: 1. Saham Biasa (Common Stock) adalah saham yang paling umum diperdagangkan di pasar bursa efek. 2. Saham Preferen (Preferen Stock) adalah saham yang memberikan prioritas
pilihan
(preferen)
kepada
pemegangnya
untuk
didahulukan dalam hal pembayaran dividen dengan besarannya ditentukan pada saat saham preferen diterbitkan oleh perusahaan. c. Berdasarkan Nilai Kapitalisasi Saham dapat digolongkan menjadi: 1. Kapitalisasi Besar (Big-Cap) adalah saham yang memiliki nilai kapitalisasi diatas satu triliun dan sering disebut saham Blue Chiep atau saham papan atas atau saham pada lapis pertama (saham dicatat pada papan utama di bursa efek) yang sangat aktif diperdagangkan dan memiliki tingkat likuiditas yang tinggi. 2. Kapitalisasi Menengah (Mild-Cap) saham yang masuk dalam kelompok ini pada umumnya memiliki nilai kapitalisasi antara Rp. 100 miliar sampai Rp. 1 triliun. Atau sering disebut saham lapis ke-2. 3. Kapitalisasi Kecil (Small-Cap) saham yang masuk dalam kelompok ini pada umumnya memiliki nilai kapitalisasi dibawah Rp. 100 miliar, dibursa efek saham jenis ini dicatat pada papan pengembang dan umumnya transaksi saham ini kurang likuid dan bahkan banyak diantara saham dengan kapitalisasi kecil ini hampir tidak ada transaksi atau sangat tidak likuid (saham tidur).
8
d. Berdasarkan Fundamental dan Kondisi Perekonomian saham dapat digolongkan menjadi: 1. Income Stock adalah saham yang memberikan dividen yang relatif besar. 2. Growth Stock adalah saham yang dimiliki oleh perusahaan yang cenderung mengejar tingkat pertumbuhan pendapatan dan laba yang lebih tinggi. 3. Speculative Stock adalah saham yang diterbitkan oleh emiten yang baru beroperasi, atau perusahaan yang sedang melakukan penelitian dan
penemuan produk-produk baru
yang akan
dipasarkan sehingga pendapatannya relatif belum pasti, namun memiliki potensi yang baik dimasa akan datang dan beta pada umumnya memiliki beta diatas 2. 4. Cylical Stock adalah saham yang pergerakan harga sahamnya berfluktuatif
mengikuti
pergerakan
kondisi
ekonomi
yang
bergairah, statis atau mengalami kelesuan. 5. Defensive Stock adalah saham yang tidak dipengaruhi oleh keadaan ekonomi atau situasi bisnis secara umum.
3.
Harga Saham Harga saham adalah harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar-belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan. Untuk itu investor memerlukan informasi yang
9
berkaitan dengan pembentukan harga saham tersebut dalam mengambil keputusan untuk menjual ataupun membeli saham. Menurut Rusdin (2006) nilai yang melekat pada suatu saham dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Nilai Nominal ( Nilai Pari ) merupakan nilai yang tercantum dalam sertifikat saham yang bersangkutan. di Indonesia saham yang diterbitkan harus memiliki nilai nominal dan untuk satu jenis saham yang sama dalam suatu perusahaan harus memiliki satu jenis nilai nominal. 2. Nilai Dasar merupakan prinsip harga dasar saham ditentukan dari harga perdana saat saham tersebut diterbitkan, harga dasar ini akan berubah sejalan
dengan
dilakukannya
berbagai
tindakan
emiten
yang
berhubungan dengan saham, antara lain: Right Issue, Stock Split, Warran, dll. 3. Nilai Pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung, jika bursa sudah tutup maka harga pasar saham tersebut adalah harga penutupannya. Harga saham di bursa sangat ditentukan oleh kekuatan pasar, yang berarti kekuatan permintaan dan penawaran. Karena permintaan dan penawaran atas saham berfluktuasi setiap harinya maka harga saham pun akan mengikuti pola fluktuasi tersebut. Pada kondisi dimana permintaan saham lebih banyak, harga saham akan cenderung meningkat, sedangkan pada kondisi dimana penawaran saham lebih banyak, harga saham akan cenderung menurun.
10
Harga saham mencerminkan prestasi emiten, pergerakan harga saham searah dengan kinerja emiten. Apabila kinerja emiten baik, maka harga sahamnya juga cenderung akan naik. Harga saham dan pergerakannya merupakan faktor yang penting dalam investasi pasar modal. Harga saham juga mencerminkan nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi harga saham, maka perusahaan tersebut dinilai semakin tinggi pula. Begitu juga sebaliknya, melalui penilaian saham inilah para investor akan bisa memutuskan untuk menentukan strategi investasi melalui keputusan untuk membeli, menjual atau mempertahankan sahamnya. Oleh karena itu setiap perusahaan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah seringkali diartikan bahwa kinerja perusahaan tersebut kurang baik. Namun, bila harganya terlalu tinggi dapat mempengaruhi kemampuan investor untuk membeli saham sehingga saham menjadi kurang likuid dan membuat harga saham sulit untuk meningkat lagi. Untuk itulah banyak perusahaan melakukan split terhadap sahamnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya beli investor dan harga saham tersebut.
4. Return Saham Motivasi utama investor menanamkan modalnya dalam suatu investasi adalah mendapatkan tingkat pengembalian (return) investasi yang optimal. Return merupakan tingkat keuntungan yang dinikmati investor atas suatu investasi yang dilakukannya (Robert Ang, 1997).
11
Return saham yang akan diterima oleh investor sangat dipengaruhi oleh jenis investasi yang dipilih. Untuk mengukur besarnya return yang akan diterima investor sehubungan dengan adanya peristiwa stock split diukur dengan adanya abnormal return yang diterima oleh investor. Abnormal return merupakan selisih antara return yang sebenarnya (Actual Return) dengan return yang diharapkan (Expected Return) (Robert Ang, 1997). Tingkat keuntungan yang sesungguhnya merupakan perbandingan antara selisih harga saham periode sekarang dengan periode sebelumnya. Abnormal return
yang positif menunjukkan tingkat
keuntungan yang diperoleh lebih besar yaitu antara actual return dan expected return. Berkaitan dengan peristiwa pemecahan saham, apabila terjadi abnormal return yang positif setelah pemecahan saham dapat memberikan keuntungan diatas normal pada investor dan sebaliknya jika terdapat abnormal return yang negatif menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dibawah normal. Actual return (return sesungguhnya) merupakan keuntungan yang dapat diterima atas investasi saham pada suatu periode tertentu, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : R it = P t – P t-1 P t-1 Keterangan : R it
= Return saham perusahan i pada waktu t
Pt
= Harga saham perusahaan i pada waktu t
P t-1
= Harga saham perusahaan i sebelum waktu t
12
5. Corporate Action Corporate Action adalah tindakan atau aksi korporasi emiten (perusahaan go public) yang berpengaruh terhadap jumlah saham yang beredar maupun terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan di bursa. Corporate action merupakan berita yang umumnya menarik perhatian pihak-pihak terkait di pasar modal, khususnya para pemegang saham (Paulus 2008:145). Jenis-jenis Corporate Action antara lain: a. Right Issue atau dikenal dengan HMETD ( Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu ) merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka penambahan modal perusahaan, dimana penawaran tersebut terlebih dahulu
ditawarkan
kepada
pemegang
saham
lama
(existing
shareholder). b. Dividen merupakan
pembagian
laba bersih
perusahaan
yang
didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan RUPS. Dividen dapat berbentuk uang tunai ( cash dividend ) atau berbentuk saham ( stock dividend ). Dividen tunai adalah dividen yang diberikan emiten kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Sedangkan stock dividend adalah dividen yang diberikan dalam bentuk saham karena laba perusahaan. c. Stock Split atau pemecahan saham adalah pemecahan nilai nominal saham menjadi pecahan yang lebih kecil, misalnya dari nominal Rp
13
1.000 per saham menjadi Rp 250 per saham yang berarti disini satu saham lama dipecah menjadi 4 saham baru. d. Saham Bonus merupakan bonus pembagian saham baru untuk para pemegang saham lama, di mana pemberian saham bonus ini dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan ( reward ) atas keberhasilan perusahaan. Pemberian saham bonus dapat berasal dari kapitalisasi agio saham atau bisa berasal dari selisih penilaian kembali aktiva tetap. e. Repurchase Stock atau pembelian kembali saham oleh emiten yang go public merupakan tindakan pembelian kembali sebagian saham yang telah beredar atau yang berada ditangan pemegang saham publik. f. Corporate action lainnya antara lain additional listing (penambahan saham) seperti penempatan langsung (private placement), konversi saham, baik dari warran, right maupun obligasi. Tujuan dari emiten melakukan corporate action adalah untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu seperti ekspansi, akuisisi, peningkatan modal perusahaan, peningkatan likuiditas perdagangan saham, dan tujuantujuan lainnya.
B.
Pemecahan Saham ( Stock Split ) 1. Pengertian Stock Split Stock Split atau pemecahan saham adalah pemecahan nilai nominal saham menjadi pecahan yang lebih kecil, misalnya dari nominal Rp
14
1.000 per saham menjadi Rp 250 per saham yang berarti disini satu saham lama dipecah menjadi 4 saham baru (Paulus 2008:150). Menurut Brigham & Houston (2006) Pemecahan saham adalah tindakan yang diambil oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar, seperti menggandakan jumlah lembar saham dengan memberikan dua saham baru kepada pemegang saham untuk setiap satu lembar saham yang sebelumnya ia miliki. Menurut Ewijaya dan Nur Indrianto (1999) stock split adalah perubahan nominal per lembar saham dan menambah jumlah lembar saham yang beredar sesuai dengan faktor pemecahannya. Dari pengertian diatas dapan disimpulkan bahwa pemecahan saham adalah memecah satu lembar saham menjadi beberapa saham baru sehingga jumlah nominal per lembar saham menjadi kecil dan jumlah saham yang beredar menjadi semakin banyak tetapi tidak mempengaruhi total nilai dari modal saham yang beredar. Pemecahan saham biasanya dilakukan pada saat harga saham dinilai terlalu tinggi sehingga mengurangi kemampuan investor untuk membelinya. Apabila harga pasar saham tinggi dan dirasakan bahwa harga saham lebih rendah akan menghasilkan pasaran yang lebih baik dan distribusi kepemilikan yang lebih luas, perusahaan dapat mengesahkan untuk mengganti saham yang beredar dengan jumlah lembar saham yang lebih banyak, sehingga menurunkan harga per lembar sahamnya.
15
Hal ini serupa dengan McNichols dan Dravid dalam Marwata (2001) yang menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen unuk menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu. Dengan mengarahkan harga saham pada rentang tertentu, diharapkan semakin banyak partisipan pasar yang akan terlibat dalam perdagangan. Jogianto et. al. (2000) berpendapat bahwa pemecahan saham hanya mengganti saham beredar dengan jumlah saham yang lebih banyak dengan cara menurunkan nilai parinya sedangkan saldo modal saham dan laba ditahan tetap sama. Oleh karena itu, pemecahan saham
tidak
mempengaruhi
arus
kas
perusahan. Jika
suatu
pengumuman tidak memiliki nilai ekonomis, untuk pasar yang efisien seharusnya pasar tidak bereaksi terhadap pengumuman tersebut. Namun, jika stock split tidak memiliki nilai ekonomis, pertanyaannya adalah kenapa perusahaan melakukannya. Walaupun pemecahan saham tidak secara langsung mempengaruhi arus kas perusahaan, namun manajer mempunyai alasan ketika memecah saham. Maka pemecahan saham menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan oleh para investor atau calon investor dalam mengambil keputusan. Para investor dan calon investor dapat mengambil keputusan untuk membeli atau melepas saham yang dimilikinya berdasarkan analisis mereka mengenai informasi apa yang terkandung dalam pemecahan saham ketika mereka mencoba mengetahui alasan manajer melakukan pemecahan saham.
16
2.
Jenis-jenis Pemecahan Saham Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dilakukan (Ewijaya dan Nur Indriantoro,1999) : 1. Pemecahan naik (split-up) Adalah
penurunan
nominal
per
lembar
saham
yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan 1:2, 1:3, 1:10 dan sebagainya. 2. Pemecahan turun (split down atau reverse split) Adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurang jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham turun dengan faktor pemecahan 2:1, 3:1, 10:1 dan sebagainya. McGough dalam Ewijaya dan Nur indrianto (1999) mengatakan bahwa pasar modal Amerika yang diwakili New York Stock Excange (NYSE) juga mengatur mengenai pemecahan saham. NYSC membedakan pemecahan saham menjadi dua, yaitu pemecahan saham sebagian (partial stock split) dan pemecahan saham penuh (full stock split). Pemecahan saham sebagian adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 25% atau lebih tapi kurang dari 100% dari jumlah saham lama yang beredar. Pemecahan saham penuh adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 100% atau lebih dari jumlah saham lama yang beredar.
17
3.
Tujuan Pemecahan Saham Tujuan utama emiten melakukan pemecahan saham adalah untuk mengarahkan harga sahamnya pada titik optimal sehingga likuiditas saham meningkat dan dan distribusinya menjadi lebih luas (Dolley,1993 dalam Sri fatmawati dan Marwan Asri,1999). Harapannya adalah untuk mendorong tingkat transaksi yang terjadi sehingga penjualan saham meningkat. Stock split dipercaya dapat membangunkan “saham tidur”. Kemungkinan penyebab saham tidur adalah (Saleh Basir dan Hendy M. F,136) : 1. Saham tersebut cukup prospektif dalam memberikan dividen yang teratur sehingga diminati investor jangka panjang. Pemegang saham jadi tidak tertarik melepas sahamnya. 2. Saham tidak menarik dan tidak berprospek. Baker dan Gallanger (dalam Fatmawati dan Asri,1999) melakukan tanya jawab terhadap 100 CFO perusahaan yang sahamnya terdaftar dalam NYSE dengan distribusi 25% atau lebih. Hasil survey menunjukkan bahwa 94% dari
sampel
mengindikasikan
bahwa
perusahaan
melakukan
pemecahan saham agar tingkat perdagangan berada pada kondisi yang lebih baik sehingga dapat menambah daya tarik investor dan meningkatkan likuiditas perdagangan.
18
Beberapa alasan manajer perusahaan melakukan stock split antara lain (Keown, Scott, Martin, Petty,1996 dalam Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin,2003) : 1. Supaya
harga
saham
tidak
terlalu
mahal
sehingga
dapat
meningkatkan jumlah pemegang saham dan meningkatkan likuiditas saham. 2. Untuk mengembalikan harga dan ukuran perdagangan rata-rata saham kepada kisaran yang telah ditargetkan. 3. Untuk membawa informasi mengenai kesempatan investasi yang berupa peningkatan laba dan dividen kas.
4.
Manfaat Pemecahan Saham Beberapa pelaku pasar khususnya emiten berpendapat bahwa aktivitas split dapat memberikan manfaat besar bagi perusahaan. Harga saham setelah stock split akan menjadi lebih rendah sehingga menambah daya tarik bagi investor. McGough dalam Ewijaya dan Nur Indriantoro (1999) mengemukakan bahwa manfaat yang pada umumnya diperoleh dari pemecahan saham yaitu : 1. Menurunnya
harga
saham
yang
kemudian
meningkatkan daya tarik investor. 2. Membuat saham lebih likuid untuk diperdagangkan.
akan
membantu
19
3. Mengubah para investor odd lot (investor yang membeli saham dibawah 1 lot/500 lembar) menjadi investor round lot (investor yang membeli saham minimal 1 lot/500 lembar). Stock split dianggap memberikan sinyal positif bagi pasar. Pengumuman
stock
split
mengindikasikan
bahwa
perusahaan
menyampaikan prospek yang baik yang akan meningkatkan kesejahteraan investor. Stock split membutuhkan biaya yang besar sehingga tidak semua perusahaan dapat melakukannya. Hanya perusahaan berprospek baiklah yang mampu melakukannya. Karena itu sinyal ini dianggap valid. Meskipun stock split tidak memiliki nilai ekonomis, sinyal positif yang mengiringi pengumuman stock split membuat pasar memberikan reaksi positif terhadap pengumuman tersebut.
5. Teori Pemecahan Saham Secara teoritis motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan stock split tertuang dalam beberapa teori, antara lain Trading Range Theory dan Signaling Theory (Mason, Helen B, and Roger M. Shelor,1998 dalam Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin 2003) : 1.
Trading Range Theory Menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong
oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana saham dipecah karena ada batas harga yang optimal untuk
20
saham dan untuk meningkatkan daya beli investor sehingga tetap banyak orang yang mau memperjual-belikannya yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, stock split akan meningkatkan likuiditas saham. Harga saham yang terlalu tinggi (overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi sehingga makin banyak investor bertransaksi (Marwata,2001). Dengan kata lain, harga saham yang terlalu tinggi mendorong perusahaan melakukan pemecahan saham. Hasil penelitian Ikenberry et. al (1996) dalam Marwata (2001) mengatakan pemecahan saham mengakibatkan terjadinya penataan kembali harga saham pada rentang yang lebih rendah. Survei yang dilakukan Baker dan Gallagher (1980) dalam Rozef (1998) menunjukkan bahwa manajer cenderung menyebutkan alasan likuiditas ini sebagai motivasi stock split. Namun Copeland, 1979 (dalam Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin, 2003) melaporkan pendapat yang berlawanan dengan pendapat diatas. Ia menemukan bahwa likuiditas saham akan menurun setelah pemecahan saham karena meningkatnya biaya transaksi per lembar saham. Dengan nilai transaksi lebih kecil investor harus membayar biaya transaksi yang sama.
21
2. Signaling Theory Menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer perusahaan akan menginformasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Alasan sinyal ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan stock split adalah perusahaan yang mempunyai kondisi kinerja yang baik. Jadi ketika pasar bereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini semata-mata karena mengetahui prospek masa depan perusahaan yang bersangkutan. Pemecahan saham dapat mengurangi asimetri informasi dengan memberikan sinyal yang positif lebih dulu mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Signaling Theory menyatakan bahwa bahwa pemecahan saham memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial. Return yang meningkat tersebut dapat diprediksi dan merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan laba jangka panjang (Bar-Josef dan Brown dalam Marwata,2001). Pengumuman pemecahan saham dianggap sebagai sinyal yang diberikan manajemen bahwa perusahaan memiliki prospek bagus dimasa depan.
Manajemen
mempunyai
informasi
lebih
tentang
prospek
perusahaan dibanding dengan investor. Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menarik perhatian investor. Pemecahan saham memerlukan biaya dan hanya perusahaan berprospek baguslah yang sanggup
melakukannya.
Sebaliknya
jika
perusahaan
yang
tidak
22
mempunyai prospek yang baik mencoba memberikan sinyal tidak valid lewat stock split akan tidak mampu menanggung biaya tersebut. Sehingga bukannya stock split akan meningkatkan harga sekuritasnya tetapi akan menurunkannya
jika
pasar
cukup
canggih
untuk
mengetahuinya
(Jogiyanto,419). Pasar akan merespon sinyal yang positif jika pemberi sinyal kredible. Sinyal yang diberikan oleh perusahaan yang kinerja masa lalunya tidak bagus tidak akan dipercaya pasar. Dalam model signaling yang dikembangkan oleh Brennan dan Copeland (1988), pemecahan saham memerlukan biaya yang cukup tinggi namun merupakan sinyal yang efektif untuk menyampaikan prospek masa depan perusahaan. Pemecahan saham menjadi mahal karena meningkatkan biaya administrasi penerbitan saham dan biaya transaksi investor.
C. Hubungan Return Saham dengan Pemecahan Saham Reaksi pasar terhadap stock split dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Aktifitas pemecahan saham dapat mempengaruhi pasar dalam bentuk harga saham, return saham, likuiditas saham, keuntungan pemegang saham, sinyal yang informatif dan resiko saham. Penelitian-penelitian tentang pengaruh stock split telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang variatif. Fama et. al. (1969) dan Barker (1956) dalam Ewijaya dan Nur Indriantoro (1999) juga melakukan penelitian yang menunjukkan setelah adanya pemecahan saham harga saham naik. Namun kenaikan tersebut tidak
23
disebabkan oleh stock split melainkan lebih dipengaruhi oleh pengumuman dividen oleh perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Namun menurut Johnson
(1966)
harga
saham
bereaksi
positif
signifikan
terhadap
pengumuman stock split namun dividen tidak signifikan mempengaruhi harga saham. Asquith et. al. (1989) juga menyatakan bahwa harga saham bereaksi positif terhadap stock split tetapi bukan karena informasi pembagian dividen. Barker (1956) dan Lamoureux dan Poon (1987) dalam Sri Farmawati dan Marwan Asri (1999) menyimpulkan bahwa jumlah pemegang saham menjadi lebih banyak setelah split. Kenaikan tersebut disebabkan karena dengan menurunnya harga, volatilitas harga saham menjadi bertambah besar sehingga menarik investor untuk memperbanyak jumlah saham yang dipegang. Dengan demikian likuiditas saham meningkat akibat semakin banyak investor yang dapat menjual atau membeli saham. Bertolak belakang dengan penelitian tersebut, Copeland (1979), Conroy, Harris dan Benet (1990) menemukan adanya penurunan likuiditas setelah split dengan masingmasing menggunakan volume perdagangan dan bid ask spread sebagai proaksi. Model Brennan dan Hughes (1991) dalam Sri Fatmawati dan Marwan Asri (1999) berasumsi bahwa investor hanya akan berinvestasi pada saham yang benar-benar diketahui secara pasti segala sesuatunya (know about) dan akan melakukan perdagangan melalui broker yang menganalisis perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut. Aktifitas split yang dilakukan oleh perusahaan akan diiterprestasikan oleh investor sebagai sinyal bahwa manajer
24
memiliki informasi yang menguntungkan dimana abnormal return yang positif di sekitar pengumuman split. Semakin tinggi tingkat komisi saham dengan semakin rendahnya harga saham menyebabkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan yang perusahaan akibat stock split. Tingkat komisi saham yang semakin tinggi merupakan daya tarik atau insentif bagi broker untuk benar-benar melakukan analisis setepat mungkin agar harga saham berada pada tingkat perdagangan yang optimal serta mampu memberikan informasi yang menguntungkan bagi investor. Bila ditinjau kaitan pemecahan saham dengan resiko saham, BarYosef dan Brown (1977) dalam Sri Fatmawari dan Marwan asri (1999) menyimpulkan bahwa resiko sistematik dari stock split mengalami penurunan pada bulan-bulan setelah split. Hal ini disebabkan kerena pada saat menjelang stock split investor diliputi ketidakpastian mengenai kestabilan laba dan prospek dividen dimasa yang akan datang. Namun Brennan dan Copeland menemukan adanya resiko sistematik yang lebih besar di hari pengumuman split dan ex-date daripada peningkatan yang permanen. Pemecahan saham menyediakan sinyal yang dapat dipercaya mengenai kinerja yang akan datang karena jika perusahaan yang tidak mempunyai informasi memecah sahamnya, perusahaan tersebut akan mengeluarkan biaya transaksi. Biaya yang dikeluarkan ini akan mengurangi keuntungan perusahan tersebut sehingga bila tidak diimbangi dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan maka perusahaan tidak akan memecah sahamnya (Januar Eko Prasetio dan Endah Prastiwi,2007).
25
Stock split juga dapat memberikan sinyal yang informatif mengenai prospek perusahaan yang menguntungkan. Aktifitas split memberikan sinyal yang mahal terhadap informasi manajer karena biaya perdagangan tergantung pada besarnya harga saham dimana kedua kedua variabel itu mempunyai hubungan yang negatif (Brennan dan Copeland,1988 dalam Wang Sutrisno et.al (2000) Penelitian Ye (1999) dalam Januar Eko dan Endah Ruliyati (2007) yang menguji kemungkinan kejutan laba dan keakuratan perkiraan laba dapat diprediksi dengan menggunakan informasi pemecahan saham. Pemecahan saham diharapkan menjadi prediktor yang baik karena attention effects. Attention hypothesis adalah bentuk khusus dari teori sinyal. Attention hypothesis menyarankan bahwa ketika perusahaan memecah sahamnya, banyak analisis mulai menelusurinya. Hasilnya adalah kesalahan perkiraan laba menurun setelah pemecahan saham, dan sinyal laba lebih informatif untuk perusahaan yang memecah sahamnya daripada yang tidak memecah sahamnya. Attention effect yang diberikan adalah perusahaan mengumumkan pemecahan saham karena mereka dinilai terlalu rendah oleh pasar. Implikasinya adalah kejutan laba yang positif lebih mungkin untuk perusahaan yang memecah saham. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman diterima. Reaksi pasar ini ditunjukkan dengan adanya perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Meskipun pemecahan saham dinyatakan tidak memiliki nilai ekonomis, kandungan informasi didalamnya mendorong pasar untuk bereaksi pada pengumuman pemecahan saham.
26
Jika perusahaan memecahkan sahamnya atau mengumumkan adanya dividen saham, apakah hal ini akan meningkatkan nilai pasar dari sahamnya ? Menurut Brigham & Houston (2006:102) beberapa studi empiris telah dilakuan untuk menjawab pertanyaan diatas. Dan berikut adalah rangkumanrangkumannya: 1. Rata-rata, harga saham sebuah perusahaan akan naik tak berapa lama setelah perusahaan mengumumkan adanya pemecahan atau dividen saham. 2. Akan tetapi, kenaikan harga ini lebih disebabkan oleh adanya fakta bahwa para investor memperlakukan pemecahan/dividen saham sebagai suatu pertanda adanya laba dan dividen masa depan yang lebih tinggi daripada adanya keinginan untuk dividen/pemecahan saham. Perusahaan yang cenderung akan memecahkan saham adalah manajemen yang berpikiran keadaan terlihat baik, maka pengumuman akan adanya pemecahan saham dianggap sebagai suatu tanda bahwa laba dan dividen tunai kemungkinan besar
akan
naik.
Jadi
kenaikan
harga
yang
dikaitkan
dengan
pemecahan/dividen saham kemungkinan merupakan akibat dari sinyalsinyal akan adanya prospek laba dan dividen yang menguntungkan dan bukannya karena minat atas pemecahan/divien saham itu sendiri. 3. Jika sebuah perusahaan mengumumkan adanya pemecahan atau dividen saham, harga sahamnya cenderung akan naik. Namun, jika selama beberapa bulan kedepan perusahaan tidak mengumumkan adanya kenaikan laba dan dividen, maka harga sahamnya akan kembali jatuh ke tingkat sebelumnya.
27
4.
Komisi pialang saham biasanya secara persentase dibebankan lebih tinggi pada
saham-saham
yang
berharga
rendah.
Hal
ini
artinya
memperjualbelikan saham-saham berharga rendah ternyata lebih mahal daripada saham-saham yang berharga tinggi, dan hal ini, selanjutnya memiliki arti bahwa pemecahan saham dapat mengurangi likuiditas saham sebuah perusahaan. Bukti ini menunjukkan bahwa pemecahan/dividen saham pada kenyataannya dapat berbahaya, meskipun harga yang lebih rendah memang berarti lebih banyak investor yang mampu membeli lot lengkap (100 lembar saham), yang menanggung biaya komisi yang lebih rendah dari pada lot yang ganjil (kurang dari 100 lembar saham). Dari rangkuman diatas, dapat disimpulkan bahwa
dari sudut
pandang ekonomi murni, dividen dan pemecahan saham hanyalah sekedar tambahan lembar kertas saja, tetapi dapat menjadi salah satu cara pensinyalan yang relatif berbiaya rendah bagi manajemen, yang menunjukkan bahwa prospek perusahaan terlihat baik. Disamping itu penerapan pemecahan saham ketika prospek sebuah perusahaan terlihat menguntungkan adalah suatu hal masuk akal, khususnya jika harga dari saham telah berada diluar rentang perdagangan normal.
D. Penelitian Terdahulu 1.Ewijaya dan Nur Indriantoro (1999) menyimpulkan bahwa pemecahan saham berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan harga saham relatif.
28
2.Wang Sutrisno (2000) menyimpulkan bahwa aktifitas split mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, volume perdagangan dan presentase spread, tetapi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap varians saham dan abnormal return. 3. Sri Fatmawati dan Marwan Asri ( 1999 ) dan Menendez dan Gomez (2003) juga menghasilkan kesimpulan bahwa harga saham mengalami penurunan secara signifikan pada periode setelah pemecahan saham namun rata rata volume perdagangan tidak mengalami perbedaan pada pre – split dan post – split. 4. Leung ( 2005 ) yang berhasil membuktikan adanya trading range theory pada pemecahan saham, yaitu dengan menurunnya harga saham secara signifikan pada periode setelah pemecahan saham dan
likuiditas yang
dibuktikan dengan adanya perubahan volume secara signifikan. Penelitian tentang terdapatnya abnormal return akibat pemecahan saham juga diteliti oleh Leung, et al, ( 2005 ). Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap abnormal return di sekitar tanggal pengumuman. Kesimpulan yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Farinha dan Basillio ( 2006 ) yang menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat abnormal return yang sangat signifikan pada saat pengumuman dan periode setelah pengumuman. 5. Hendrawaty ( 2007 ) yang berhasil membuktikan bahwa tidak didapati perbedaan abnormal return yang signifikan pada periode hari sebelum dan sesudah pengumuman. Hasil yang berbeda juga ditemukan pada penelitian
29
yang dilakukan oleh Wang, et al.( 2000 ). Kesimpulan dari penelitian mereka adalah tidak adanya perbedaan abnormal return yang signifikan antara periode sebelum dan sesudah split. 6. Ajeng (2008) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata return antara sebelum dan sesudah stock split. Artinya pengumuman stock split tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. 7. Nurparida (2011) menyimpulkan bahwa pengumuman
stock split
berpengaruh terhadap return saham dan tidak berpengaruh terhadap aktivitas volume perdagangan saham.