BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Secara filosofis Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya beserta hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Ditunjau dari segi keilmuan Keselamatan dan Kesehatan kerja dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Upaya peningkatan keselamatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan pencegahan kecelakaan oleh karena pencegahaan kecelakaan merupakan program utama keselmatan kerja di suatu perusahaan. Adupun tujuan dari keselamatan kerja adalah : 1. Untuk melindungi tenaga kerja atas keselamtannya dalam melakukan pekerjaanya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. 2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja 3. Sumber produksi terpakai secara aman dan efisien
2.2.Kecelakaan Kerja 2.2.1. Definisi Kecelakaan Kerja Menurut Suma’mur (1987), kecelakaan adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja yang dimaksudkan disini adalah kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kadang-kadang kecelakaan kerja diperluas ruang lingkupnya sehingga meliputi juga kecelakaan kerja yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja. Menurut hasil Konvensi Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Jakarta (1989), menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu peristiwa atau kejadian yang berakibat sakit/cedera fisik bagi tenaga kerja atau kerusakkan harta milik perusahaan. Pengertian lain dari kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga karena pada peristiwa ini tidak ada unsur kesengajaan, lebih-lebih
dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan ini disertai kerugian material ataupun penderita dari paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan kerja dibagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja. 2. Kecelakaan dalam perjalanan (commuty accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja
2.2.2. Model Teori Kecelakaan Kerja Sebenarnya penyebab kecelakaan kerja memang kompleks ada beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana kecelakaan dapat terjadi. David Colling pada buku Industrial Safety (1990) telah mencatat teori-teori kecelakaan sebagai berikut : 1. Teori Domino Heinrich Heinrich (1941) meneliti penyebab-penyebab kecelakaan. Munculnya teori Heinrich menandai era perkembangan manajemen modern. Dalam ini kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan: a. Kondisi kerja, yakni kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya panas, pencahayaan kurang, silau, petir dan sebagainya. b. Kelalaian manusia, yakni perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. c. Tindakan tidak aman, tindakkan berbahaya yang disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan rangkaian berikutnya. d. Kecelakaan, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan pada umumnya disertai kerugian. e. Cedera, kecelakaan yang mengakibatkan cidera/luka atau kecacatan bahkan kematian.
Kelim ma faktor inii tersusun laayaknya karrtu domino yang diberddirikan. Jikaa satu kartu jatu uh, maka karrtu ini akann menimpa kartu k lain hiingga kelimanya akan roboh r secara berrsama. Ilustraasi ini mirip dengan efekk domino yaang telah kitaa kenal sebelumnya, jikaa satu bangunan n roboh, kejaadian ini akkan memicu peristiwa beruntun b yanng menyebaabkan robohnya bangunan laain.
Gambar 2.1 2 Teori Dom mino Heinrichh
Menu urut
Heinrich,
kunci
untuk
m mencegah
k kecelakaan
adalah
deengan
menghilaangkan tinddakan tidak aman a sebagaai poin ketigga dari lima faktor penyyebab kecelakaaan. Menuruut penelitiann yang dillakukannya, tindakan tidak amann ini menyumb bang 98% peenyebab keccelakaan. Dengaan penjelasaannya ini, Teeori Dominoo Heinrich menjadi m teorri ilmiah perrtama yang meenjelaskan terjadinya t k kecelakaan k kerja. Keceelakaan tidaak lagi diannggap sebagai sekedar s nasibb sial atau kaarena peristiwa kebetulaan.
2. Human Errror Model Russel Ferrel (daalam David, 1990), mennyatakan baahwa kecelaakaan meruppakan hasil darii penyebab berantai, saatu atau lebbih dari pennyebab-penyyebab meruppakan kesalahan n manusia. Kesalahan K m manusia ini disebabkan d oleh salah satu s dari 3 (tiga) ( situasi ini: a. Overlo oad (beban yang y berlebiihan) yang merupakan m k ketidaksesuai ian dari kapaasitas manussia dan bebaan yang ditujukan padanyya.
b. Tanggapan yang salah dari seseorang di dalam situasi yang dikarenakan ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan. c. Aktifitas yang tidak semestinya yang ia lakukan baik karena ia tidak tahu apa yang lebih baik maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko.
3. Teori Kecelakaan Model Petersen Model ini berbeda dari model Ferrel, dimana model ini menyertakan 2 (dua) kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang dikemukakan dari teori domino : kesalahan manusia atau kesalahan sistem. Penyebab kecelakaan dan atau insiden dapat bersumber dari salah satu atau keduanya. Model ini menyatakan bahwa dibelakang kesalahan manusia ada 3 (tiga) kategori besar: beban yang berlebih, rangkap dan keputusan yang keliru. Beban yang lebih kurang lebih seperti Ferrel Model. Perbedaan yang utama adalah keputusan yang keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para pekerja sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar atau tidak sadar. Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerjakan tugas dengan tidak aman dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana mereka berada, tekanan produksi, dan lain-lain. Teori ini mengadopsi teori Ferrel yang menyertakan kesalahan sistem disamping kesalahan manusia.
4. Loss Causation Model Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan penggunaanya untuk memahami bagaimana menemukan faktor penting dalam mengendalikan meluasnya kecelakaan dan kerugian yang termasuk persoalan manajemen . Frank E Bird sebagai pakar ilmu keselamatan mengemukakan teori penyebab kecelakaan berdasarkan berdasarkan urutan sebagai berikut :
(1)
Manajemen yang kurang terkendali (Lack of Control) Kurangnya pengawasan terutama dalam fungsi managerial, seperti:
(a) Inadequate Programe Hal ini dikarenakan program yang tidak bervariasi yang berhubungan dengan ruang lingkup.
(b) Inadequate Programe Standards
Tidak spesifiknya standard, standar yang tidak jelas atau standar yang tidk baik
(c) Inadequate Compliance – with Standards Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang sering terjadi.
(2)
Penyebab Dasar (Basic Causes) Penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh : (a) Human Factor (Faktor Manusia), P ‐
Pengetahuan kurang
‐
Motivasi kurang
‐
Keterampilan kurang
‐
Problem/stres fisik atau mental
‐
Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental
(b) Job Factor (Faktor Pekerjaan)
(3)
‐
Standar mutu pekerjaan yang tidak memadai
‐
Desaign dan maintenance yang tidak baik
‐
Pemakaian yang tidak normal dan lain-lain
Penyebab Langsung (Immediate Causes) Suatu kejadian yang secara cepat memicu terjadinya kecelakaan bila kontak dengan bahaya. Penyebab Immediate causes ini meliputi faktor unsafe action dan unsafe condition. Unsafe action seperti mengoperasikan unit tanpa izin, faktor unsafe condition seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja dan lain-lain.
(4)
Peristiwa Kecelakaan (Incident) Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik, panas, radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan badan atau stowertur. Misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya.
(5)
Kerugian (Loss) Kehilangan manusia, harta benda, proses produksi dan image pada perusahaan. Biaya yang ditanggung dari kejadian kecelakaan seperti fenomena gunung es. Dalam Loss Caution Model terlihat bahwa kehilangan (loss) apa saja terjadi karena akibat dari ketidakseimbangan yang dialami oleh sesuatu. Ketidakseimbangan terjadi karena ada sesuatu kejadian yang tidak normal karena adanya sebab-sebab langsung,
kemudian kalau ditelusuri ada sebab-sebab dasarnya yang datang dari kontrol yang lemah.
2.2.3. Penyebab Kecelakaan Kerja Sangat jarang suatu kecelakaan timbul dari suatu penyebab, pada umumnya merupakan kombinasi dari faktor yang secara simultan muncul. Seseorang tidak akan mengenai kecelakaan kerja tanpa ada faktor yang mempengaruhi seperti dijumpainya kondisi yang tidak aman berinteraksi dengan lingkungan fisik yang tidak nyaman, dan berinteraksi juga dengan pekerja yang bekerja tanpa petunjuk dalam menggunakan peralatan kerja sehingga terjadi suatu kecelakaan.
Menurut Suma’mur (1996) penyebab kecelakaan kerja dikelompokan menjadi dua, yaitu: a. Kondisi yang berbahaya (unsafe condition), yaitu : kondisi yang tidak aman dari mesin, pesawat, lingkungan, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja. b. Perbuatan manusia (unsafe action), yaitu : perbuatan berbahaya dari manusia (human error) yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi oleh sikap dan tingkah laku yang tidak aman, kurangnya pengetahuan dan keterampilan (lack and knowledge skill), cacat tubuh yang tidak terlihat keletihan dan kelesuhan (fatigue and boredom)
Manusia sebagai salah satu faktor yang dapat dipengaruhi melalui pelatihan dan instowersi dari pengawas sebagai usaha mengurangi kejadian kecelakaan kerja. Walaupun demikian, kemungkinan pekerja itu menjadi lupa, melakukan kesalahan, canggung/gugup, hilang konsentrasi atau pernah dengan sengaja melakukan resiko tidak dapat dihindarkan. Manusia sebagai faktor resiko mengalami kecelakaan kerja dapat dipengaruhi oleh stress fisik lingkungan terutama suhu, ventilasi dan bising.
Seperti yang disebutkan oleh Heinrich dalam penelitiannya bahwa penyebab kecelakaan kerja 85% adalah karena perbuatan dan tindakkan yang tidak aman dan 15% karena kondisi yang tidak aman. Sementara itu dari hasil seminar di Singapura (1985) diketahui bahwa permasalahan kesehatan kerja yang di sebabkan pekerja (unsafe action) sebanyak 88%, faktor
lingkungan kerja (unsafe condition) 10% dan 2% karena penyebab lainnya seperti petir, gempa dan sebagainya.
2.3. Pengertian Bahaya Hazard atau bahaya merupakan sumber, situasi atau tindakkan yang berpotensi menciderai manusia atau kondisi kelainan fisik atau mental yang teridentifikasi berasal dari dan atau bertambah buruk karena kegiatan kerja atau situasi yang terkait dengan pekerjaan (OHSAS 18001:2007). Menurut Cross (1998), bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau situasi yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut sebagai sumber bahaya jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang negatif. Bahaya terdapat dimana-mana baik ditempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau ekspsure (Tranter, 1999). Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard) Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan property perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain : a. Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset. b. Bahaya Elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik c. Bahaya Kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat flammable (mudah terbakar) d. Bahaya Peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya explosive. 2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard) Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis
bahaya
kesehatan antara lain: a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non pengion, suhu ekstrim dan pencahayaan.
b. Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti antiseptic, aerosol, insektisida, dust, fumes, gas. c. Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement (gerakan berulang), statistic posture, manual handling dan postur janggal d. Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri. Virus, protozoa dan fungi (jamur) yang bersifat pathogen e. Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman.
2.4. Pengertian Risiko Risiko dapat diartikan sebagai kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan suatu kerugian (Redja, 2003). Pengertian risiko menuut AS/NZS 4360:2004 adalah sebagai peluang munculnya suatu kejadian yang dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek. Risiko diukur berdasarkan nilai likelihood (kemungkinan munculnya sebuah peristiwa) dan concequences (dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut). Risiko dapat dinilai secara kualitatif, semi kuantitaif atau kuantitatif. Formula umum yang digunakan untuk melakukan perhitungan nilai risiko dalam AS/NZS 4360:2004 adalah
Risk = Consequences x Likelihood
Dalam buku Risk Assesment and Management Handbook: For Enviroental, Health, and Sfety Profesional, risiko dibagi menjadi 5(lima) macam, antara lain : 1. Risiko Keselamatan Kerja (Safety Risk) Risiko ini secara umum memiliki cirri-ciri antara lain probabilitas rendah, tingkat pemaparan yang tinggi, tingkat konsekuensi pemaparan yang tinggi, bersifat akut, dan menimbulkan efek secara langsung. Tindakkan pengendalian yang harus dilakukan dalam respon tanggap darurat adalah dengan mengetahui penyebabnya secara jelas dan lebih fokus pada keselamtan manusia dan pencegahan timbulnya kerugian terutama pada area tempat kerja.
2. Risiko Kesehatan (Health Risk) Berfokus pada kesehatan manusia terutama yang berada diluar tempat kerja atau fasilitas.. Umumnya memiliki probabilitas tinggi, tingkat pemajanan rendah, konsekuensi yang rendah, dan bersifat kronik. Hubungan sebab-akibatnya tidak mudah ditemukan. 3. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environmental and Ecological Risk) Risiko ini melibatkan interaksi yang beragam antara populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro maupun makro, ada ketidakpastian yang tinggi antara sebab dan akibat, risiko ini focus pada habitat dan dampak ekosistem yang mngkin bisa bermanifestasi jauh dari sumber risiko. 4. Risiko Kesejahteraan Masyarakat (Public Welfare/Goodwill Risk) Ciri dari risiko ini lebih berkaitan dengan persepsi kelompok atau umum tentang performance sebuah organisasi atau produk, nilai properti, estetika, dan penggunaan sumber daya yngn terbatas. Fokusnya pada nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat dan persepsinya. 5. Risiko Keuangan (Financial Risk) Risiko ini pada umumnya menjadi pertimbangan utama, khususnya bagi stakeholder seperti para pemilik perusahaan/pemegang saham dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi, dimana setiap pertimbangan akan selalu berkaitan dengan financial dan mengacu pada tingkat efektifitas dan efisiensi. Ciri dari risiko ini adalah memiliki risiko yang panjang dan jangka pendek dari kerugian properti, yang terkait dengan perhitungan asuransi, pengembalian investasi. Fokusnya diarahkan pada kemudahan pengoperasian dan aspek finansial.
2.5. Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan aplikasi sistematis mengenai kebijakkan, manajemen, prosedur, dan cara kerja terhadap kegiatan analisa, evaluasi, pengendalian dan komunikasi yang berkaitan dengan risiko (Ryerson University, 2003). Manajemen risiko merupakan penjabaran dari seluruh prosedur yang dihubungkan dengan identifikasi hazard, penilaian risiko, meletakkan pengukuran control pada tempatnya dan meninjau ulang hasilnya (Supriyadi, 2005). Sedangkan menurut AS/NZS 4360 (1999) manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses dan stowertur yang mengacu langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial
dan efek yang merugikan dan manajemen risiko merupakan satu tahapan atau proses dan stowertur yang dilakukan untuk mengelola potensial bahaya dan efek yang merugikan secara efektif. Beberapa tahapan dalam
melaksanakan manajemen resiko menurut AS/NZS 4360
(1999), yaitu: 1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen risiko 2. Melaksanakan identifikasi risiko 3. Melakukan analisis risiko untuk menetapakan kemungkinan dan konsekuensi yang akan terjadi serta menetapkan skala prioritas dan membandingkan dengan kriteria yang ada 4. Menetapkan evaluasi untuk menetapakan skala prioritas dan membandingkan dengan kriteria yang ada 5. Melakukan pengendalian risiko yang tidak dapat diterima 6. Melakukan pemantauan dan peninjauan program manajemen risiko yang telah dilaksanakan 7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen risiko yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
2.5.1. Manfaat Manajemen Risiko Berdasarkan AS/NZS 4360:2004 terdapat beberapa manfaat yang akan diperoleh perusahaan jika menerapkan manajemen risiko, antara lain: 1. Memperkecil kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan mengurangi efek yang ditimbulan dari kemungkinan tersebut. 2. Meningkatkan produktifitas kerja 3. Membantu meningkatkan perencanaan kerja perusahaan yang efektif, lingkungan kerja, produksi dan mencapai performa perusahaan yang lebih baik 4. Mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi dan kemudahan untuk memenuhi target perusahaan dan perlindungan asset. 5. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan
2.6. Proses Manajemen Risiko
Menurut AS/NZS 4360:1999, proses manajemen risiko terdiri dari tahapan berikut : 1. Penentuan Ruang Lingkup Penentuan ruang lingkup merupakan parameter dasar proses manajemen risiko. Ruang lingkup strategis, ruang lingkup organisasi dan ruang lingkup risiko (Suryani, 2005). a. Ruang lingkup strategis Mendefinisikan hubungan antar organisasi dengan lingkungan luar. Pada tahap ini termasuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari suatu organisasi. b. Ruang lingkup organisasi Ruang lingkup organisasi mempunyai salah satu bagian usaha yaitu melakukan manejemen risiko yang merupakan tujuan utama dari organisasi. Kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi merupakan risiko yang harus dikendalikan. Caranya yaitu mengimplementasikan program manajemen risiko yang tergantung sikap manajemen risiko dan manajemen itu sendri. Kebijakan organisasi juga membantu membatasi criteria yang berlawanan dengan risiko yang dinilai untuk memutuskan apakah risiko itu diterima atau tidak.
c. Ruang lingkup manajemen risiko (the Risk management context) Tujuan dan batasan ruang lingkup manajemen risiko merupakan bagian dari rencana manajemen risiko dan merupakan sumber daya yang bisa dialokasikan. Tahapnya meliputi menetapkan tujuan yang jelas dan objektif pada atifitas yang dipelajari, mengidentifikasikan studi kasus yang dibutuhkan, membatasi luasnya rencana dari segi waktu dan lokasi, membatasi luasnya kegiatan manajemen risiko yang dihasilkan. Sedangkan menurut Kolloru (1996), ruang lingkup manajemen risiko meliputi adanya peraturan yang mendukung kebutuhan, kebutuhan manajemen sesuai dengan tujuan dan hasil akhir yang ingin dicapai dan disesuaikan dengan kebutuhan dana, jadwal dan sumber daya manusia yang ada. d. Pengembangan Kriteria (Develop Criteria)
Pada penentuan ruang lingkup terdapat pembagian kriteria yang tergantung pada kebijakan internal organisasi, tujuan dan sasaran yang indin dicapai dan keinginan dari stakeholder sendiri (AS/NZS 44360:1999). e. Penetuan stowertur (Define the structure) Pada penentuan stowertur dilakukan pemisahan kegiatan atau merancang kedalam suatu bentuk susunan kegiatan. Susunan kegiatan tersebut merupakan proses menetukan apa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana suatu risiko dapate terjadi.
2.6.1. Metode Identifikasi Risiko Identifiasi risiko merupakan langkah dalam proses manajemen risiko untuk mengidentifikasi apa yang memungkinkan terjadinya penyebab kegagalan (kegiaan, proses, produk, benda, bahan dan lingkungan) dan bagaimana scenario kegagalan tersebut terjadi. Metode identifikasi merupakan teknik yang dikembangkan untuk mengenal dan mengevaluasi berbagai bahaya yang terdapat dalam proses kerja. Ada beberapa efektif yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi risiko untuk mengetahu faktor penyebab dan proses terjadinya dampak. Beberapa contoh metode identifikasi risko tersebut adalah sebagai berikut: a. Preliminary Hazard Analysis (PHA) Merupakan suatu metode yang dilakukan dalam mengetahui bahaya-bahaya awal pada suatu sistem baru. PHA dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem tersebut (Collin, 1990). b. Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Suatu metode yang digunakan untuk menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. FMEA secara sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek dari kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan bagaimana kegagalan tersebut dicegah dan diminimalisasi (Colling, 1990). c. Check List
Check list digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety check list dapat digunakan untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau prosedur operasi (Diberadinis, 1999). d. Hazard and Operability Study (HAZOPS) Digunakan untuk mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS digunakan
untuk
mengidentifikasi
dan
mengevaluasi
proses
yang
berhubungan dengan keselamatan dan bahaya pada lingkungan dan memproses masalah yang dapat berdampak pada efisiensi operasi (Kolluru, 1996).
e. Fault Tree Analysis (FTA) FTA merupakan suatu tekhnik yang dapat digunakan untuk memprediksi atau sebagai alat investigasi setelah terjadinya kecelakaan dengan melakukan analisis proses kejadian. FTA merupakan metode yang paling efektif dalam menemukan inti permasalahan karena dapat menentukan bahwa kerugian yang ditimbulkan tidak berasal dari suatu kegagalan. FTA merupakan kerangka berpikir terbalik, dimana evaluasi berawal dari insiden kemudian dikaji penyebab dan akar penyebabnya. f. Job Safety Analysis (JSA) Merupakan suatu proses yang dilakukan dalam mengidentifikasi bahaya melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap langkah dianalisis untuk menidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dalam pekerjaan tersebut (Geotsch, 1996). Tahapan JSA terdiri dari 4(empat) langkah : a) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis b) Membagi pekerjaan ke dalam tahapan tugas c) Mengidentifikasi bahaya atau risiko keselamatan kerja yang ada pada setiapa tahapan tugas d) Menentukan
prosedur
atau
meminimalisasi risiko tersebut.
tindakan
pengendalian
guna
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode JSA adalah (Diberardinis, 1999) : 1. Pendekatan JSA sangat mudah dipahami, tidak membutuhkan suatu tahapan dalam training dan dapat dengan cepat disesuaikan dengan pandangan individu 2. Proses pada JSA dapat meberikan kesempatan pada individu untuk mengenali atau memberikan pengetahuan mengenai operasi 3. Hasil dari analisis dapat diguankan untuk dokumentasi yang nantinya dapat diguanakan untuk melatih (sebagai bahan training) pekerja baru. 4. JSA berisikan informasi mengenai (Colling, 1990) : a) Job Berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan untuk masingmasing tahapan kegiatan, yang dapat menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak. b) Task Berisikan penjelasan mengenai rincian kegiatan yang dilakukan untuk
masing-masing
tahapan
kegiatan
yang
dapat
menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak. c) Hazard Untuk mengetahui jenis bahaya (fisik, kimia, biologi, mekanik, ergonomic) apakah yang ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan. d) Probability Berisikan tentang kemungkinan pekerja untuk terkena cidera (sering, terkadang) dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan. e) Consequency Berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari setiap kegaiatan pekerjaan
2.6.2. Analisis Risiko
Analisis risiko adalah sistematika penggunaan dari infomasi yang tersedia untuk mengidentifikasi hazard dan untuk memperkirakan suatu risiko terhadap individu, populasi, bangunan atau lingkungan (Kolliri, 1996). Inti dari ananlisis risiko adalah mengenai pengembangan pemahaman tentang risiko. Dalam analisis risiko terdapat data pendukung yang digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentang cara pengendalian yang paling tepat dan paling cost-effective (AS/NZS 4360:2004). Metode analisis yang diguanakan bisa bersifat kualitatif, semi-kuantitatif, atau kuantitatif bahkan kombinasi dari ketiganyatergantung dari situasi dan kondisi. Menurut AS/NZS 4360:2004 terdapat tiga metode yang digunakan dalam menganalisis risiko di tempat kerja : a. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar potensi risiko yang akan diukur. Hasilnya dapat dikategorikan risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi. Pada umumnya analisis kualitatif diguanakan untuk menetukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu ditanggulangi. Kelebihan dan kekurangan analisis kualitatif: 1. Kelebihan a) Mudah dimengerti b) Murah dari segi manusia dan sumber daya c) Dapat digunakan jika tidak tersedia data yang baik d) Dapat memberikan gambaran prioritas risiko yang besar 2. Kekurangan a) Subjektif b) Terlalu yakin pada kejadian yang dipercaya tidak terjadi c) Hasilnya tergantung pada ketelitian format table risiko d) Dapat menghasilkan faktor-faktor analisis yang tidak baik yang mempengaruhi risiko.
b. Analisis Kuantitatif
Analisis ini menggunakan nilai numerik untuk nilai konsekuensi dan likelihood dengan menggunakan data dari berbagai sumber. Kualitas dari analisis tergantung dari akurasi dan kelengkapan data yang ada, serta validitas model yang digunakan. Konsekuensi dapat dihitung dengan menggunakan metode modeling hasil dari kejadian atau kumpulan kejadian atau dengan memperkirakan kemungkinan dari suatu data skunder. Konsekuensi digambarakan dalam lingkup keuangan, teknikal atau efek apda manusia (AS/NZS 4360:2004). Kelebihan dan kekurangan analisis kuantitatif: 1. Kelebihan a) Dapat menunjukkan bahwa perkiraan yang dipercayai itu penting b) Mempertimbangkan suatu komunikasi yang umum c) Kuat dalam merinci faktor pertimbanganyang mempengaruhi risiko penting 2. Kekurangan a) Harus berdasarkan cara penyajian kenyataan yang tidak pasti b) Seseorang mungkin percaya pada angka-angka yang ada, tanpa meragukan asumsi atau menolak semua analisis kuantitatif karena ketidak yakinan pada metode statistiknya. c. Analisis Semi Kuantitatif Metode ini merupakan metode yang mengkombinasikan antara angka yang bersifat subjektif pada kecendrungan dan dampak dengan rumus, yang menghasilkan tingkat risiko yang dapat dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan. Metode semikuantitatif ini berguna untuk mengidentifikasikan dan memberi peringkat dari suatu kejadian yang berpotensi untuk menimbulkan konsekuensi yang parah, seperti kerusakan peralatan, gangguan terhadap bisnis, cidera pada manusia dan lain-lain (Kolluru, 1996). Analisis ini mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan dua elemen yaitu likelihood (kemungkinan) dan exposure (pemaparan) sebagai frekuensi. Dalam metode analisis semi kuantitatif teradapat 3 (tiga) unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu :
1) Konsekuensi Konsekuensi merupakan akibat dari suatu kejadian berupa kerugian, luka, keadaan yang merugikan dari keuntungan (AS/NZS 436:1990). Dengan kata lain bahwa konsekuensi menjelaskan mengenai dampak yang ditimbulkan pada setiap bagian atau tahap pekrjaan. Analisis konsekuensi ini sangat berguna untuk memperoleh suatu informasi mengenai cara mencegah dan meminimalkan dampak terjadinya kecelakaan akibat proses pekerjaan. Dibawah ini merupakan table penentuan konsekuensi dengan metode semi kuantitatif : Tabel 2.1 Tingkat Konsekuensi untuk Metode Semi Kuantitatif Kategori
Deskripsi
Bencana besar : Kerusakan fatal/parah dari beragam fasilitas, aktifitas dihentikan, terjadi kerusakan lingkungan yang sangat parah. Bencana: kejadian yang berhubungan Disaster dengan kematian, kerusakan permanen yang bersifat kecil terhadap lingkungan Sangat serius: terjadi cacat Very Serious permanen/penyakit parah, kerusakan lingkungan tidak permanen Serius: terjadi dampak yang serius tapi Serious bukan cidera dan penyakit parah yang permanen, sedikit berakibat buruk bagi lingkungan Penting: membutuhkan penanganan medis, Important terjadi emisi buangan, di luar lokasi tetapi tidak menimbulkan kerusakan Dampak: terjadi cidera atau penyakit ringan Noticable memar bagian tubuh, kerusakan kecil, kerusakan ringan dan terhentinya proses kerja semnetara waktu tetapi tidak menyebabkan dampak pencemaran diluar lokasi. Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999 Catastropic
Rating 100
50
25
15
5
1
2) Pemaparan Pemaparan merupakan frekuensi interaksi antara bahaya atau sumber risiko yang terdapat di tempat kerja (bisa berupa peralata, bahan baku) dengan pekerja dan kesempatan yang terjadi ketika sumber risiko ada yang akan diikuti oleh dampak yang akan ditimbulkan (AS/NZS 4360:1999). Dibawah ini merupakan table penentuan paparan dengan metode semi kuantitatif :
Tabel 2.2 Tingkat Pemaparan untuk Metode Semi Kuantitatif Pemaparan
Deskripsi
Rating
Continuously
Sering sekali : sering terjadi pemaparan dalam sehari Sering : terjadi sekali dalam sehari
10
Kadang-kadang : 1 kali seminggu sampai 1 kali sebulan Tidak sering : 1 kali sebulan sampai 1 kali setahun Jarang diketahui kapan terjadinya
3
Frequently Occasonally Infrequent Rare
Sangat jarang : tidak diketahui kapan terjadinya Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999 Very Rare
6
2 1 0,5
3) Kemungkinan Kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan atau kerugian ketika terpapar suatu bahaya (AS/NZS 4360:1999). Penentuan tingkat kemungkinan untuk metode analisis semi kuantitatif dapat dilihat pada table dibawah ini: Tabel 2.3 Tingkat Kemungkinan untuk Metode Semi Kuantitatif Kategori
Deskripsi
Rating
Sering terjadi: kejadian yang paling sering terjadi Cenderung terjadi: kemungkinan terjadinya Likely kecelakaan 50-50 Tidak biasa: tidak biasa terjadi namun Unusual mempunyai kemungkinan untuk terjadi Kemungkinan kecil: Kejadian yang kecil Remotely Possible kemungkinannya terjadi Jarang terjadi: tidak pernah terjadi Conceivable kecelakaan selama bertahun-tahun pemaparan namun mungkin saja terjadi Practically Impissible Hampir tidak mungkin terjadi : sangat tidak mungkin terjadi Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999 Almost Certain
10 6 3 1 0,5
0,1
Setelah risiko diidentifikasi kemudian ditentukan tingkatan risikonya. Penentuan tingkat risiko ini merupakan tahap akhir dalam proses analisis risiko, perkiraan tingkat risiko akan membantu dalam pengambilan keputusan untuk menanggulangi risiko yang ada. Pada tahun 1971 seorang ilmuwan bernama W.T. Fine menemukan suatu nomogram yang lebih dikenal dengan ‘Fine Chart’ yang digunakan untuk menetukan level risiko secara semi kuantitatif, selain itu juga W.T. Fine merumuskan metode analisis risiko secara semi kuantitatif dengan menggunakan skor (Cross, 1998). Tingkat risiko pada analisis semi kuantitatif merupakan hasil perkalian dari konsekuensi, pemaparan dan probabilitas (AS/NZS 4360:1999).
Risk = Concequence (C) x Exposure (E) x Likelihood (L).
Table 2.4 Tingkat risiko Tingkat Risiko
Kategori
Tindakan
>350
Very high
Aktifitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi hingga mencapai batasa yang dibolehkan atau diterima
180-350
Priority 1
Perlu pengendalian sesegera
mungkin 70-180
Substansial
20-70
Priority 3
<20
Acceptable
Mengharuskan adanya perbaikkan secara teknis Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangui seminimal mungkin
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999
2.6.3. Evaluasi Risiko Menurut
AS/NZS
4360:1999
evaluasi
risiko
merupakan
suatu
proses
membandingkan level atau tingkatan risiko dengan criteria risiko yang ada. Pemantauan dan tinjauan ulang secara periodik dilakukan apabila risiko dikategorikan pada level rendah dan dapat diterima. Sedangkan untuk risiko yang lebih tinggi dilakukan tahap pengendalian risiko. Terdapat 3 (tiga) langkah penting dalam mengevaluasi manajemen risiko kesewlamatan kerja, yaitu (Kolluru, 1996): a. Mengidentifikasi bahaya apa saja yang dapat berjalan salh dan mengapa b. Mengevaluasi bahaya, seperti apa bahaya itu dan seberapa banyak dampak yang ditimbulkan c. Melakukan pengendalian bahaya apa yang dapat dilakukan dalam pengendaliannya
2.6.4. Pengendalian Risiko Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negative atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360:2004). Pada tahap ini risiko yang telah diidentifikasi dan dianalisis, dikaji ulang kembali menyeluruh agar dapat dikembangkan berbagai alternative pengendalian dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti komitmen manajemen dalam hal pengembangan K3, ketersediaan sumber daya, dan lain-lain. Menurut AS/NZS 4360:1999 ada 4 (empat) cara dalam pengendalian risiko, yaitu: 1. Menghindari risiko
Risiko yang ada pada pengendalian ini dihilangkan atau dikurangi sehingga tidak ada tingkat risiko yang dapat diterima. Pada dasarnya dalam suatu aktifitas menghilangkan sumber risiko sangat sulit untuk dilakukan karena bagaimanapun suatu aktifitas yang mempunyai risiko merupakan bagian dari keberlangsungan proses yang saling berhubungan. 2. Mengurangi risiko Risiko yang ada pada pengendalian ini dikurangi dengan cara memilih aplikasi tekhnik yang sesuai dan asas manajemen untuk mengurangi kemungkinan kejadian atau dampaknya maupun mengurangi keduanya. 3. Memindahkan risiko Dampak dari risiko yang ada dipindahkan atau ditransfer pertanggung jawabannya kepada pihak lain melalui perundang-undangan, seperti pihak kontraktor, perusahaan asuransi maupun pihak lainnya. 4. Berdasarkan risiko residu Risiko yang telah dikendalikan terkadang masih mempunyai risiko sisa yang harus ditangani atau dikendalikan. Teknik pengendaliannya berdasarkan hirarki pengendalian.
Hirarki pengendalian merupakan daftar pilihan pengendalian yang telah diurutkan sesuai dengan mekanisme pnengurangan paparan, dengan urutan sebagai berikut (Tranter,1999): 1. Eliminasi Eliminasi merupakan langkah awal dan merupakan solusi terbaik dalam mengendalikan paparan, namun juga merupakan langkah yang paling sulit untuk dilaksanakan. Kecil kemungkinan bagi sebuah perusahaan untuk mengeliminasi substansi atau proses tanpa mengganggu kelangsungan produksi secara keseluruhan. Sebagai contoh penghilangan timbal secara perlahan pada produksi bahan bakar. 2. Substitusi
Merupaka usaha menurunkan tingkat risiko dengan mengganti beberapa potensial hazard (material dan proses) dengan sumber lain yang memiliki potensial hazard yang lebih kecil. 3. Pengendalian Engineering Tipe pengendalian ini meupakan yang paling umum digunakan. Karena memilik kemampuan untuk merubah jalur transmisi bahaya atau mengisolasi pekerja dari bahaya. Tiga macam alternatif pengendalian engineering antara lain dengan isolasi, guarding dan ventilasi. a. Isolasi, prinsip dari sistem ini adalah menghalangi pergerakan bahaya dnegan memberikan pembatas atau pemisah terhadap bahaya maupun pekerja b. Guarding, prinsip sistem ini adalah mengurangi jarak atau kesempatan kontak antara sumber bahaya dengan pekerja. c. Ventilasi, cara ini paling efektif untuk mengurangi kontaminasi udara, berfungsi untuk kenyamanan kestabilanm suhu dan mengontrol kontaminan. 4. Pengendalian Administratif Umumnya pengendalian ini merupakan salah satu pilihan terakhir, karena pengendalian ini mengendalikan sikap dan kesadaran dari pekerja. Pengendalian ini baik untuk jenis risiko yang rendah, sedangkan untuk tipe risiko yang signifikan harus disertai dengan pengawasan dan peringatan. Dengan kata lain sebelumnya sudah harus dilakukan pengendalian untuk mengurangi risiko bahaya serendah mungkin.untuk situasi lingkungan kerja dengan tingkat paparan rendah/jarang, maka beberapa pengendalian yang berfokus terhadap pekerja lebih tepat diberikan, antara lain: a. Rotasi dan penempatan pekerja, metode ini bertujuan untuk mengurangi tingkat paparan yang diterima pekerja dengan membagi waktu kerja b. Pendidikan dan pelatihan, sebagai pendukung pekerja dalam melakukan pekerjaan secara aman dan membantu pekerja mengambil keputusan dalam menghadapi bahaya.
c. Penataan dan kebersihan, tidak hanya meminimalkan insiden terkait dengan
keselamatan,
melainkan
juga
mengurangi
debu
dan
kontaminan lain yang bisa menjadi jalur pemajanan d. Perawatan secara berkala terhadap perawatan peralatan untuk memperbaiki kerusakan alat secara dini. e. Jadwal kerja, metode ini menggunakan prinsip waktu kerja, pekerjaan dengan risiko tiggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja yang terpapar paling sedikit. f. Monitoring, menilai risiko dan memnitor efektifitas pengendalian yang sudah dijalankan. 5. PPE (Personal Protective Equipment) Merupakan cara terakhir yang dipilih dalam menghadapi bahaya. Umunya menggunakan alat, sperti : respirator, sarung tangan, kacamata, helm, alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff), boots, dan lain-lain.
2.6.5. Pemantauan dan Tinjauan Ulang Pemantauan bertujauan melakukan survei rutin terhadap hasil yang dicapai dibandingkan dengan hasil yang diharapkan (target), sedangkan tinjauan ulang bertujuan untuk melakukan investigasi secara berkala terhadap situasi terkini, biasanya dengan fokus tertentu. Risiko dan pengendaliannya perlu dipantau untuk manjamin level dan prioritas risiko tidak mengalami perubahan, oleh karena itu peninjauan ulang perlu dilakukan untuk menjamin bahwa manjemen risiko sesuai dengan tujuan yang diharapkan (AS/NZS 4360:2004).
2.7. Crane Alat pengangkat yang biasa digunakan pada proyek konstowersi ialah crane.Cara kerja crane ialah dengan mengangkat material yang akan dipindahkan kemudian memindahkan secara horizontal dan vertikal, baru diturunkan di tempat yang diinginkan. Crane mempunyai beberapa tipe pengoperasian yang dapat dipilih sesuai kondisi proyeknya. Beberapa tipe crane yang umum dipakai adalah: 1. Crane Beroda Crawler
Tipe ini mempunyai bagian atas yang dapat bergerak 3600 derajat. Dengan roda crawler maka crane tipe ini dapat bergerak didalam lokasi proyek saat melakukan pekerjaannya. Pada saat crane akan digunakan diproyek lain maka crane diangkut dengan menggunakan lowbed trailer. Pengangkutan ini dilakukan dengan membongkar boom menjadi beberapa bagian untuk mempermudah pelaksanaan pengangkutan. 2. Truck Crane Crane jenis ini dapat berpindah tempat dari satu proyek ke proyek lainnya tanpa bantuan dari alat pengangkutan. Akan tetapi bagian dari crane tetap harus dibongkar untuk mempermudah perpindahan. Seperti halnya crawler crane, truck crane ini dapat berputar 360 derajat. untuk menjaga keseimbangan alat, truck crane memiliki kaki. Di dalam pengoperasiannya kaki tersebut harus dipasangkan dan roda diangkat dari tanah sehingga keselamatan pengoperasian dengan boom yang panjang akan terjaga. 3. Crane untuk Lokasi Terbatas Crane tipe ini diletakan di atas dua buah as tempat kedua as ban bergerak secara simultan. Dengan kelebihan ini maka crane jenis ini dapat bergerak dengan leluasa. Alat penggerak crane jenis ini adalah roda yang sangat besar yang dapat meningkatkan kemampuan alat dalam bergerak dilapangan dan dapat bergerak di jalan raya dengan kecepatan maksimum 30 mph. Letak ruang operator crane biasanya pada bagian-bagian deck yang dapat berputar. 4. Tower Crane Tower crane merupakan alat yang digunakan untuk mengangkat material secara vertikal dan horizontal kesuatu tempat yang tinggi pada ruang gerak yang terbatas. Tipe crane ini dibagi berdasarkan cara crane tersebut berdiri yaitu crane yang dapat berdiri bebas (free standing crane), crane diatas rel (rail mounted crane), crane yang ditambatkan pada bangunan (tied-in tower crane) dan crane panjat (climbing crane). a. Bagian Crane Bagian dari crane adalah mast atau tiang utama,, jib dan counter jib, counterweight, trolley dan tie ropes. Mast merupakan tiang vertical yang berdiri di
atas base atau dasar. Jib merupakan tiang horizontal yang panjangnya ditentukan berdasarkan jangkauan yang diinginkan. b. Kriterian pemilihan Tower Crane Pemilihan tower crane sebagai alat untuk memindahkan material didasarkan pada kondisi lapangan yang tidak luas, ketinggian yang tidak terjangkau oleh alat lain. Dan tidak dibutuhkanya pergerakan alat. Pemilihan jenis tower crane yang akan dipakai harus mempertimbangkan situasi proyek, bentuk stowertur bangunan, kemudahan operasiaonal baik pada saat pemasangan maupun pada saat pembongkaran. Sedangkan pemilihan kapasitas tower crane berdasarkan berat, dimensi, dan daya jangkau pada beban terberat, ketinggian maksimum alat, perakitan alat diproyek, berat alat yang harus ditahan oleh stowerturnya, ruang yang tersedia untuk alat, luas area yang harus dijangkau alat dan kecepatan alat untuk memindahkan material c. Kapasitas Tower Crane Kapsitas tower crane tergantung beberapa faktor. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika material yang diangkut oleh crane melebihi kapasitasnya maka akan terjadi jungkir. Oleh karena itu, berat material yang diangkut sebaiknya sebagai berikut : 1) Untuk mesin beroda crawler adalah 75% dari kapasitas alat 2) Untuk mesin beroda ban karet adalah 85% dari kapasitas alat 3) Untuk mesin yang memilliki kaki adalah 85% dari kapasitas alat Faktor luar yang harus diperhatikan dalam menentukan kapasitas alat adalah: 1) Kekuatan angin terhadap alat 2) Ayunan beban pada saat dipindahkan 3) Kecepatan pemindahan material 4) Pengereman mesin dalam pergerakannya
d. Ciri-ciri khas tower crane 1) Safety tinggi Tingkat pengaman yang tinggi merupakan ciri khas tower crane karena di samping kegunaanya untuk memperlancar operasional proyek konstruksi juga
bahaya yang tinggi yang setiap saat dapat terjadi, untuk itu tiap rangkaian pemasangana pen atau spee, sling dan ketepatan pemasangan alat maka akan mempengaruhi kerja alat lainnya. Dalam artian kesalahan kecil saja sangat memungkinkan terjadinya kecelakaan yang fatal 2) Area operasional luas dan tinggi Cakupan area yang luas, bahkan sampai area luar proyek menjadi trade mark tersendiri sehingga memudahkan alur masuknya barang/ bahan material. 3) Konstruksi sederhana Dengan pondasi kedalaman tertentu di cor lalu mulai di letakkan bagian per bagian dari tower crane secara vertical 4) Sistem operasional sederhana Sistem kerjanya simpel sehingga mudah dioperasionalkan.