BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1.
Krisis Keuangan Global
a.
Penyebab Terjadinya Krisis Keuangan Global Tahun 2008 Krisis keuangan global ditandai dengan jatuhnya salah satu bank
investasi terbesar di Amerika serikat yaitu Lehman Brothers. Kebangkrutan tersebut terjadi dikarenakan adanya kredit macet dari para nasabah yang membeli properti, seperti rumah dengan cara kredit kepada Lehman Brothers. Penyebab efek domino dari kebangkrutan Lehman Brothers adalah Subprime Mortgage atau instrumen keuangan derivatif. Nasabah yang membeli properti dengan cara kredit, menjadikan properti tersebut sebagai hipotik atau jaminan hutang kepada kreditur (Lehman Brothers). Untuk lebih bertumbuh, Lehman Brothers menjaminkan kembali hipotik yang dimiliki kepada investor lain guna memperoleh pinjaman. Hutang Lehman Brothers kepada investor lain disebut turunan (derivatif) dari hipotik tersebut. Turunan hipotik tidak berhenti sampai di sini, Investor lain itupun turut menjaminkan kembali untuk memperoleh pinjaman, demikian seterusnya. Ketika nasabah yang telah membeli properti tidak sanggup membayar hutang kepada Lehman Brothers, maka Lehman Brohers pun tidak sanggup membayar hutang kepada investor lain, dan investor lain tidak sanggup membayar hutang kepada investor lainnya, dan seterusnya. Akibatnya instrumen derivatif ini
Universitas Sumatera Utara
melibatkan berbagai pihak dari benua lain sehingga menyebabkan munculnya efek domino ke seluruh dunia. Menurut Hahnel, (2000) dalam Balda, (2010) menyatakan sistem kredit atau sistem hutang telah memerangkap perekonomian dunia sedemikian dalam, apalagi mekanisme bunga (interest rate) juga menggurita bersama sistem hutang ini
yang
membuat
sistem
perekonomian
dunia
harus
menderita
ketidakseimbangan. Sistem hutang (derivatif) ini menurut Hahnel hanya melayani kepentingan spekulator, kepentingan segelintir pelaku ekonomi, dan ironisnya mereka menguasai sebagian besar asset yang ada di dunia. Pakar manajamen dunia, Peter Drucker dalam Balda, (2010), menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa dikarenakan adanya decoupling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan properti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon (bubble economy). Spekulasi mata uang yang mengganggu ekonomi dunia, umumnya dilakukan di pasar-pasar uang. Pasar uang di dunia ini saat ini, dikuasai oleh enam pusat keuangan dunia (London, New York, Chicago, Tokyo, Hongkong dan Singapura). Nilai mata uang negara lain, bisa saja tiba-tiba menguat atau sebaliknya. Di pasar uang tersebut, peran spekulan sangat signifikan untuk menggoncang ekonomi suatu negara. Pasar uang hanya membuat pemegang asset semakin memperbesar jumlah kekayaannya tanpa melakukan apa-apa. Mereka hanya memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam pasar uang dengan kegiatan spekulasi untuk menumpuk kekayaan mereka tanpa kegiatan produksi riel, dapat dikatakan uang tertarik pada segelintir pelaku ekonomi yang meninggalkan lubang menganga pada sebagian besar spot ekonomi (Hahnel, 2000, dalam Balda, 2010). Para spekulan meraup keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual uang. Makin besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain. Dengan demikian, nilai suatu mata uang dapat berfluktuasi secara liar. Gejala decoupling, sebagaimana digambarkan di atas, disebabkan karena fungsi uang bukan lagi sekedar menjadi alat tukar dan penyimpanan kekayaan, tetapi telah menjadi komoditas yang diperjual belikan dan sangat menguntungkan bagi mereka yang memperoleh keuntungan, meskipun bisa pula mengalami kerugian milyaran dollar AS. Spekulasi inilah yang dapat menggoncang sendi-sendi ekonomi negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor riil. Ketidakseimbangan Nilai trasanksi antara sektor riil dan sektor non riil mengakibatkan krisis keuangan dunia . Anjloknya harga saham membuat para spekulan kelimpungan layaknya orang yang usahanya bangkrut membutuhkan dana segar agar tetap liquid, biasanya mereka membutuhkan dollar baru sebagai dana segar (Firmansyah, 2009). Jika permintaan dollar meningkat maka nilai dollar akan naik (terapresiasi). Sebaliknya mata uang domestik seperti Rupiah akan terdepresiasi. Inilah penghubung antara ekonomi non riil menghancurkan ekonomi riil, jika
Universitas Sumatera Utara
dollar naik maka barang modal yang masih diimpor akan ikut naik, jika barang modal naik maka harga jual barang/jasa akan naik sehingga mengakibatkan inflasi. Inflasi ini menyebabkan daya beli masyarakat turun sehingga daya serap pasar atas barang dan jasa juga menurun. Kondisi ini menyebabkan kerugian dan PHK pada sektor industri/manufaktur dan retail. Menurut Amin (2007), setidaknya ada 3 (tiga) pilar dalam sistem keuangan saat ini. Pertama; Fiat Money atau uang kertas, yaitu lembar kertas cetakan yang diberi nilai nominal. Kedua; Fractional Reserve Requirement, yaitu cadangan yang harus dimiliki bank untuk menentukan jumlah kredit yang dapat dikucurkan yaitu lebih kurang 10%. Ketiga; Bunga atau interest atau Riba, yaitu jasa dalam pemberian hutang. Ketiga pilar tersebut menimbulkan adanya kenaikan harga (inflasi) akibat pencetakan uang yang tidak sesuai dengan nilai sesungguhnya, dan ketiga hal inilah yang menciptakan transaksi derivatif di sektor keuangan yakni transaksi berbasis portofolio dan inilah yang menciptakan Bubble Economy sehingga memicu terjadinya krisis keuangan global. b. Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Indonesia Pasca pengumuman kebangkrutan institusi keuangan nomor satu di Amerika Serikat, Lehman Brothers (LB)
gagal meminta perlindungan
kebangkrutan dari otoritas moneter di sana, pada tanggal 15 September 2008. Industri keuangan dan perbankan di AS dan dunia seperti terseret atas kejatuhan LB. Bank terbesar di AS Citigroup pun sampai meminta diselamatkan (bail-out) bank sentral AS The Fed. Keambrukan industri perbankan dan keuangan dunia seperti sudah diambang mata.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia pun terkena imbas, Kurs rupiah melemah tajam hingga Rp12.650 per dolar AS. IHSG di Bursa Efek Indonesia merosot tajam dari 2.830 menjadi 1.111,4, bahkan bursa sempat suspen dua hari (8-10 Oktober 2008). Indeks SUN pun anjlok ke titik 67,11. Perbankan mengalami kekeringan likuiditas. Setidaknya 23 bank merosot tajam likuiditas dana pihak ketiga. Bahkan tiga bank BUMN pun harus dibantu melalui penempatan dana pemerintah sebesar Rp15 triliun. Dampak yang ditimbulkan dari krisis keuangan global terhadap Indonesia ialah dijualnya saham-saham di Bursa Efek Indonesia oleh para investor asing karena mereka membutuhkan uangnya di negaranya masing-masing, maka IHSG
anjlok,
uang
rupiah
hasil
penjualannya
dibelikan
dollar
yang
mengakibatkan nilai rupiah semakin turun (Kwik Kian Gie, 2008). Laju pertumbuhan perekonomian nasional mengalami penurunan, dari 6,3 persen pada tahun 2007 menjadi 6,0 persen pada tahun 2008, kemudian menurun kembali menjadi 4,5 persen pada tahun 2009. Pada periode yang sama terjadi juga penurunan laju pertumbuhan industri perbankan dari 8,0 persen menjadi 7,4 persen pada tahun 2008, kemudian menurun drastis menjadi 2,4 persen pada tahun 2009 (Business News, 2010). Selain itu banyak perusahaan mem-PHK karyawanya hingga mencapai satu juta pekerja sebagai bukti awal Indonesia memasuki era krisis. c.
Solusi Krisis Keuangan Global Gejala decoupling yang menyebabkan ketidakseimbangan antara sektor
riil dengan sektor non rill serta pemberian hutang dengan sistem riba dan derivatif
Universitas Sumatera Utara
merupakan akar dari permasalahan krisis keuangan global. Tiga pilar dalam sistem keuangan saat ini yaitu Fiat Money , Fractional Reserve Requirement, interest atau Riba, merupakan sistem yang diterapkan dalam Ekonomi Kapitalisme Liberal. Sedangkan dalam ekonomi Islam ataupun yang sering disebut dengan ekonomi syariah, spekulasi mata uang dan sistem riba atau bunga dalam pemberian jasa hutang sangat dilarang atau diharamkan oleh Islam. Hal ini jelas terlihat dalam
sumber hukum Islam tentang riba yaitu Al-Qur’an surah Al-
baqarah ayat 278-279 (Departemen Agama RI, 2005) dengan terjemahan sebagai berikut: “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada ALLAH dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), makaKetahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu.kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Sumber hukum lainnya adalah hadist Nabi Muhammad SAW: Ubadah bin Shamit mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah saw. melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, syaâir dengan syaâir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, selain sama antara barang yang satu dengan barang yang lain, maka barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan, maka dia telah melakukan riba”. (HR Imam Muslim). Selain itu dalam sistem ekonomi Islam, jumlah uang beredar harus sama dengan nilai barang dan jasa, sehingga sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riil. Berbeda dengan sistem ekonomi Kapitalis yang memisahkan sektor finansial dengan sektor riil. Ahli ekonomi barat, Paul Ormerod dalam Balda, (2010) menyatakan “para ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang
Universitas Sumatera Utara
ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalisme cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu”. Oleh karena kapitalisme telah gagal mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, maka menjadi kewajiban bagi umat manusia zaman sekarang untuk mendekonstruksi sistem ekonomi kapitalisme dan merekonstruksi ekonomi berkeadilan
dan
berketuhanan
yang
dikenal
dengan
ekonomi
syariah.
Dekonstruksi artinya meruntuhkan paradigma sistem dan konstruksi materialisme kapitalisme, lalu menggantinya dengan sistem dan paradigma ekonomi syari’ah. Agama Islam adalah agama samawi diturunkan untuk menjadi berkah bagi semesta alam. Islam mempunyai sistem ekonomi syariah yang dijalankan berdasar petunjuk dalam Qur’an dan Hadits. Salah satu manifestasi Ekonomi Islam adalah lembaga keuangan syariah yang telah diakui eksistensinya di Indonesia dan di dunia. Fenomena kontemporer menunjukkan banyaknya bank konvensional berlomba membuka unit usaha syariah. Sebagian dari unit tersebut kini telah berkembang menjadi bank umum, lepas dari bank konvensional yang menjadi induknya, seperti bank syariah BNI, bank syariah BRI, bank syariah Bukopin serta bank Jabar dan Banten . Ekonomi syariah dianggap mampu menjadi solusi aternatif sistem ekonomi saat ini yaitu sistem ekonomi Kapitalisme. Kerapuhan sistem tersebut telah terlihat saat krisis global akhir tahun 2008 yang lalu. Selain sebagai lembaga keuangan yang diridhoi oleh Allah SWT, lembaga keuangan syariah dianggap
Universitas Sumatera Utara
mampu menjadi alternatif solusi. Pola kerja sama menggunakan pola keikhlasan kedua belah pihak. Seperti pola bagi hasil, yang tidak menyengsarakan satu pihak pada saat usaha sedang rugi. Disamping itu, fungsi sosial berjalan beriringan dengan fungsi bisnis, dan menjadi solusi permasalahan kemiskinan.
2.
Perbankan Syariah
a.
Pengertian Bank Syariah Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir, 2004:11). Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah “ badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Bank mempunyai fungsi sangat strategis dalam pembangunan nasional, mengingat fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana, dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut Kasmir (2008:40), ada dua jenis bank jika dilihat dari cara menentukan harga, yaitu Bank berdasarkan prinsip konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Hal paling mendasar yang dapat membedakan dua
Universitas Sumatera Utara
jenis bank ini adalah cara penentuan harga jual maupun harga beli. Bank konvensional selalu didasarkan pada sistem bunga, sedangkan bank syariah didasarkan pada sistem bagi hasil. Menurut Undang-undang RI No. 21 tahun
2008 tentang perbankan
syariah, “bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah”. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan
yang
operasional
dan
produknya
dikembangkan
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Antonio dan Perwataatmadja (dalam Rindawati, 2007) membedakan Bank Syariah menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. b. Prinsip Dasar Perbankan Syariah Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dan demi kemaslahatan umat, oleh karena itu bank syariah harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, sehingga bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Menurut Muhamad, (2000) dalam Muhammad (2005:176) ada lima prinsip dasar operasional bank syariah. Adapun prinsip-prinsip operasional bank syariah tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1)
Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah) Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001 dalam Ema Rindawati 2007:16). Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu: a)
Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk save deposit box.
b) Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung
jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. 2)
Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
a)
Al-Mudharabah Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis: i.
Mudharabah Muthlaqah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
ii.
Mudharabah Muqayyadah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b) Al-Musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-musyarakah:
Universitas Sumatera Utara
i. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. ii. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. 3)
Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa: a) Al-Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. b) Salam Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
c) Istishna’ Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak
sebagai
penjual.
Cara
pembayarannya
dapat
berupa
pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi:jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. 4)
Prinsip Sewa (Al-Ijarah) Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang yang sewa pada akhir sewa. 5)
Prinsip Jasa (Fee-Based Service) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain: a)
Al-Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
b)
Al-Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Universitas Sumatera Utara
c)
Al-Hawalah Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Postdated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
d)
Ar-Rahn Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
e)
Al-Qardh Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
c.
Sistem Operasional Bank syariah Pada sistem operasional bank syariah, pemilik dana menanamkan
uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan
Universitas Sumatera Utara
kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi: 1) Sumber Dana Bank Syariah Menurut Irmayanto (2009:130) dilihat dari sumbernya, dana Bank Syariah berasal dari: a) Modal Sumber dana awal Bank Syariah berasal dari pihak kesatu yang diserahkan para pemilik bank. Setiap akhir tahun pemilik modal akan memperoleh bagian laba (dividen) dari hasil usaha bank. b) Titipan (Al-Wadiah) Sumber dana yang berasal dari pihak ketiga yaitu dengan cara menerima titipan. bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c) Investasi (Mudharabah) Investasi Bank Syariah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan pengelola dana, dengan prinsip mudharabah. 2) Penyaluran Dana (Pembiayaan) Bank Syariah Penyaluran dana bank syariah dapat dilakukan dengan beberapa transaksi pembiayaan yaitu: a) Transaksi Jual beli yaitu transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan murabahah, salam dan istishna’.
Universitas Sumatera Utara
b) Pembiayaan Investasi yaitu bentuk pembiayaan dengan usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah
dioperasionalkan
dengan
pola-pola
musyarakah
dan
mudharabah. c) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Prinsip sewa ini di kembangkan dalam skema Ijarah murni dan ijarah al muntahiya bit tamlik. d) Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah. 3.
Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang dicapai
oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan, kekuatan tersebut dipahami agar dapat dimanfaatkan dan kelemahan pun harus diketahui agar dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan (Lestari dan Sugiharto, 2007, dala Kusumo, 2008). Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai
Universitas Sumatera Utara
seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Salah satu penilaian kinerja yang dapat dilakukan adalah dengan menilai tingkat kesehatan bank. Kesehatan Bank dapat diukur melalui penghitungan rasio keuangannya. Untuk menghitung rasio keuangan dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan bank yang dipublikasikan secara berkala. Sebagai salah satu bagian dari perbankan nasional, Perbankan Syariah dituntut untuk memiliki kinerja keuangan yang bagus. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja bank syariah dan salah satunya adalah dengan cara mengukur rasio keuangan bank seusai Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 yang dalam penilaiannya menggunakan pendekatan CAMELS (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity dan Sensitivity Market Risk). Ini merupakan alat ukur resmi yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menghitung kesehatan bank syariah di Indonesia. Secara umum peniliaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Bobot CAMEL Faktor yang dinilai Capital
Bobot
Assets
30%
Management
25%
25%
Earning
10% Liquidity 10% Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia,30 April 1997 (dalam Irmayanto, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Jumlah bobot untuk keenam faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit digunakan kemudian digunakan untuk menentukan tingkat kesehatan bank dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Nilai Kredit Tingkat Kesehatan Bank Nilai Kredit Predikat 81% - 100% Sehat 66% - < 81% Cukup Sehat 51% - < 66 % Kurang sehat 0 – 51% Tidak Sehat Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan lainnya (Kasmir, 2008) Peringkat Komposit (Composite Rating) Proses
penetapan
peringkat
komposit
yang
dilaksanakan
dengan
mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikasi masing-masing faktor. Untuk mengetahui kriteria penetapan peringkat setiap faktor yang ada dalam komponen CAMELS dapat dilihat pada tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2.3 Kriteria Penetapan Peringkat Komposit CAMELS No
Faktor
Komponen
1
Capital
CAR
2
Asset
NPL
3
Earnings
ROA
ROE
BOPO
4
Liquidity LDR
Peringkat Komposit (PK) 1(Sangat 2(Sehat) Sehat) Rasio Rasio KPMM KPMM lebih tinggi lebih tinggi sangat cukup signifikan signifikan dibandingk dibandingk an dengan an dengan rasio rasio KPMM KPMM yang yang ditetapkan ditetapkan dalam dalam ketentuan ketentuan Perkemban Perkemban gan rasio gan rasio sangat rendah rendah Perolehan Perolehan laba laba tinggi sangat tinggi Perolehan Perolehan laba sangat laba tinggi tinggi Tingkat Tingkat efisiensi efisiensi sangat baik baik 50% ≤ 75% ≤ rasio ≤ rasio ≤ 75% 85%
3(Cukup Sehat) 8% ≤ KPMM ≤ 9%
4(Kurang Sehat) Rasio KPMM dibawah ketentuan yang berlaku
5(Tidak Sehat) Rasio KPMM dibawah ketentuan yang berlaku dan bank cenderung menjadi tidak solvable
5% ≤ rasio ≤ 8%
Perkembang Perkembanga an rasio n rasio tinggi cukup tinggi
0,5% ≤ ROA ≤ 1,25%
ROA mengarah negatif
ROA negatif
ROE mengarah negatif 94% ≤ BOPO≤ 96% Tingkat efisiensi buruk 85% ≤ rasio ≤ 100% 100% ≤ rasio ≤ 120%
ROE negatif
5% ≤ ROE ≤ 12,5%
Tingkat efisiensi sangat buruk rasio ≥120%
Sumber: Surat Edaran Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004
Universitas Sumatera Utara
4.
Rasio Keuangan Bank Berikut ini adalah rasio-rasio keuangan bank sesuai Peraturan Bank
Indonesia No.9/1/PBI/2007 yang digunakan untuk mengukur kinerja perbankan syariah. a.
Rasio Permodalan (Capital) Rasio permodalan ini berfungsi untuk mengukur kemampuan bank
dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk mengukur besar-kecilnya kekayaan bank tersebut atau kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut berdasarkan CAR (Capital Adequeency Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Rasio tersebut dihitung dengan cara membandingkan modal modal Bank terhadap AktivaTertimbang Menurut Resiko (ATMR) dan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia CAR minimum 8%. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Modal Bank CAR = Total ATMR
b. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Rasio ini digunakan untuk mengetahui kualitas aktiva produktif, yaitu penanaman dana bank dalam rupiah atau valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan pada bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakukan untuk melihat apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasikan laba secara maksimal. Selain itu penilaian kualitas aset
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPL yang merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Sesuai dengan ketentuan BI standar terbaik NPL adalah 5%. Besarnya NPL dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Total Kredit bermasalah NPL = Total kredit yang diberikan
c.
Rasio Rentabilitas (Earning) Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan BOPO. 1) Return on Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Maka sesuai dengan ketentuan BI nilai minimum ROA adalah 1,5%. Rumus yang digunakan unuk menghitung ROA adalah: Laba Bersih ROA = Total Aktiva
Universitas Sumatera Utara
2) Return on Equity (ROE) ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio dapat dirumuskan sebagai berikut: Laba Bersih ROE = Modal Sendiri Rasio ROE merupakan indikator penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Maka sesuai dengan ketentuan BI standar minimum ROE adalah 12%. 3)
Rasio Efisiensi (Rasio Biaya Operasional) Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Standar minimum BOPO menurut BI adalah 92%. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Biaya Operasional BOPO = Pendapatan Opersional
d. Rasio Likuiditas (Liquidity) Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Rasio likuiditas ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan
Universitas Sumatera Utara
bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Maka standar terbaik LDR menurut BI adalah 85%-110%. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Total Pembiayaan LDR = Dana Pihak Ketiga
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan perbankan telah banyak dilakukan sebelumnya, berikut adalah tabel yang menyajikan tinjauan penelitian terdahulu. Tabel 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Beni Suhendra Winarso (2008)
Ema Rindawati (2007)
Judul Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum dan Pada Masa Krisis Ekonomi; Pendekatan Model CAMEL
Rasio CAR, RoRA, net profit margin, ROA, BOPO, dan LDR Analisis Perbandingan CAR, NPL, Kinerja Keuangan Perbakan ROA, ROE, Syariah dengan Perbankan BOPO, dan
Teknik Analisis Hasil Penelitian Paired sample t- Secara test keseluruhan, kinerja perbankan syariah pada masa krisis ekonomi mengalami penurunan. Indpendent Kinerja Perbankan sample t-test Syariah lebih baik dari pada kinerja
Universitas Sumatera Utara
Konvensional
LDR
Sahala Manalu (2002)
Analisis Kinerja Finansial Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah Go Publik di BEJ
Wilcoxon’s Signed Ranks Test
Sumarti (2007)
Analisis Kinerja Keuangan pada Bank Syariah Mandiri di Jakarta
Yunanto Adi Kusumo (2008)
Analisis Kinerja Keuangan bank Syariah Mandiri periode 2002-2007 (dengan Pendekatan PBI No.9/1/PBI/2007)
CAR, RORA, NPM, ROA, BOPO, Rasio kewajiban bersih antar bank terhadap modal inti (X), LDR, Capital ratio, NIM, dan Quick Ratio CAR, KAP, PPAP, BOPO, LDR, ROA dan Cash Ratio KPMM, KAP, NOM, STM, dan MR
Surifah (2002)
Kinerja Keuangan Bank Swasta Nasional Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
CAMEL
Uji MannWhitney U
Metode CAMEL
Metode CAMEL
Perbankan Konvensional Kinerja Keuangan Perbankan besar lebih baik setelah go publik.
Kinerja keuangan secara keseluruhan dikatakan baik kecuali ROA dan Cash Ratio di tahun 2006 Secara keseluruhan kinerja keuangan BSM sangat baik
Dinilai dari sisi capital, assets, management, dan liqudity Kinerja bank lebih baik setelah krisis global, sedangkan dari sisi earnings kinerja bank lebih baih pada saat sebelum krisis .
Sumber :Hasil Olahan Peneliti, 2011
Universitas Sumatera Utara
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah: 1.
Periode penelitian dilakukan dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah krisis keuangan global yaitu tahun 2006 hingga tahun 2010. Pemilihan waktu dua tahun dilakukan dengan pertimbangan untuk melihat adanya perubahan kinerja bank dalam jangka panjang (lebih dari 1 tahun).
2.
Alat analisis data yang digunakan untuk membuktian hipotesis adalah uji Chi kuadrat (chi square).
3.
Variabel penelitian adalah rasio keuangan bank yaitu CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO dan LDR dengan tahun penelitian dua tahun sebelum krisis keuangan global (2006-2007) dan dua tahun sesudah krisis keuangan global (2009-2010).
C. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan penelitian terdahuludan tinjauan teoritis yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan
hipotesis dan
merupakan tempat
peneliti
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini kinerja keuangan perbankan syariah sebelum dan sesudah krisis keuangan global dihitung berdasarkan rasio-rasio keuangan bank yaitu rasio pemodalan yang diwakili oleh Capital Adequeency Ratio(CAR), rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) yang diwakili oleh Non Performing Loan (NPL), rasio rentabilitas yang diwakili oleh Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE)
dan BOPO serta rasio Likuiditas yang diwakilioleh Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio-rasio keuangan sebelum dan sesudah krisis keuangan global ini akan dibandingkan untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan perbankan syariah sebelum dan sesudah krisis keuangan global. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut: Perbankan Syariah
Sebelum Krisis Keuangan Global
Sesudah Krisis Keuangan Global
Kinerja Keuangan
Kinerja Keuangan
Rasio Keuangan
Rasio Keuangan
• • • • • •
• • • • • •
CAR NPL ROA ROE BOPO LDR
CAR NPL ROA ROE BOPO LDR
Dibandingkan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Erlina (2008:49), menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian serta kerangka konseptual adalah sebagai berikut: Ha : Terdapat Perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Perbankan Syariah 2 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah Krisis Keuangan Global jika diukur dengan CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR.
Universitas Sumatera Utara