BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi 1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg menetap atau tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg (Barbara. E, 1993). Menurut Tambayong. (2000) hipertensi juga sering digolongkan berdasarkan tekanan diastolik yaitu: a. Hipertensi ringan bila tekanan diastolik 95 – 104 mmHg b. Hipertensi sedang bila tekanan diastolik 105 – 114 mmHg c. Hipertensi berat bila tekanan diastolik > 115 mmHg 2. Jenis Hipertensi Menurut Ismudianti (1996) jenis hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu Hipertensi Primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi Primer Penyebabnya belum di ketahui dan ini menyangkut +
90 % dari kasus hipertensi.
Hipertensi Sekunder Penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10 % dari kasus hipertensi. 3. Patofisiologi Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama yang esensial, namun demikian terdapat beberapa faktor risiko terkena darah tinggi, misalnya kelebihan berat badan, kurang berolahraga, mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi, kurang mengkonsumsi buah dan sayuran segar dan terlalu banyak minum alkohol (Palmer, 2005). 4. Etiologi Menurut Tambayong. (2000) dan Yasmin (1993) faktor predisposisi dari hipertensi terdiri dari: a.
Usia : Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada seseorang yang berusia kurang dari 35 tahun
6
7
memiliki kecenderungan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur. b.
Jenis kelamin: Kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dari pada wanita dan pada usia diatas 65 tahun insiden wanita lebih tinggi.
c.
Ras : Hipertensi pada ras yang berkulit hitam lebih sedikit yaitu 2 kalinya terhadap ras berkulit putih.
d.
Pola hidup: Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang tinggi, obesitas juga dianggap sebagai resiko utama, merokok juga sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi.
e.
Obesitas: Meningkatnya berat badan pada masa anak – anak atau usia pertengahan mengakibatkan meningkatnya resiko terjadinya hipertensi.
f.
Diet: Meningkatnya resiko hipertenesi juga dipengaruhi oleh pengaturan diet yang tidak baik terutama pada masyarakat industri yaitu diet tinggi lemak, diet tinggi kalori.
g.
Merokok: Resiko ini banyak dihubungkan dengan jumlah rokok serta lamanya merokok.
h.
Riwayat keluarga: Persentase jumlah penderita hipertensi banyak ditemukan pada keluarga yang memiliki riwayat hipertensi.
i.
Aktifitas: Aktifitas yang berlebihan, istirahat yang kurang dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.
j.
Hipertensi Sekunder terjadi karena adanya penyakit atau kondisi lain dalam tubuh yaitu: 1). Kelainan parenkim ginjal: Penyempitan Arteri Renalis 2). Kehamilan: Kapasitas dalam pembuluh darah 3). Gangguan pembuluh darah: Penebalan dinding arteri 4). Stres akut karena penyakit: Peningkatan ventilasi paru, defisiensi gangguan glukosa darah, luka bakar, radang pankreas.
8
5). Obat-obatan : Pil Kontrasepsi, glukokorticoid, syklosporine. 6). Gangguan syaraf: Tumor otak, penghentian pernapasan, encephalitis atau bentuk gabung yang menghubungkan dengan otak. 5. Tingkat Hipertensi WHO dan ISHWG (International Society of Hipertension Working Group) mengelompokkan hipertensi ke dalam klasifikasi optimal, normal, normal tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang dan hipertensi berat. Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO Kategori Optimal
Tekanan darah sistol (mmHg) < 120
Tekanan darah diastol (mmHg) < 80
Normal
< 130
< 85
Normal tinggi
130-139
85-89
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
140-159
90-99
Sub-grup : perbatasan
140-149
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
≥ 180
≥ 110
Hipertensi sistol tersiolasi
≥ 140
< 90
140-149
< 90
Sub grup : perbatasan
Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada Januari 2007 meluncurkan pedoman penanganan hipertensi di Indonesia, yang diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga. Klasifikais hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil WHO (National Heart Center, 2005).
9
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Hasil Consensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia Kategori
Tekanan darah sistol (mmHg) < 120
Tekanan darah diastol (mmHg) Dan < 80
Prehipertensi
120-139
Atau 80-89
Hipertensi stadium 1
140-159
Atau 90-99
Hipertensi stadium 2
> 160
Atau > 100
Hipertensi sistol tersiolasi
≥ 140
< 90
Normal
Sumber: National Heart Center (2005) 6. Gejala Hipertensi Lanny. S. (2004) menyebutkan bahwa gejala hipertensi terdiri dari: sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging, dan dunia terasa berputar (vertigo). 7. Komplikasi a.
Kerusakan pembuluh darah Tekanan
darah
yang
terus-menerus
tinggi
dapat
pula
menyebabkan dinding arteri rusak atau luka dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner (arterosklerosis). b.
Pembesaran dan kegagalan jantung Kalau tekanan darah tinggi dibiarkan tanpa perawatan tepat, jantung harus memompa dengan sangat kuat untuk mendorong darah kedalam arteri lama-kelamaan dinding otot jantung menjadi tebal. Sebuah jantung yang membesar abnormal adalah jantung yang tidak sehat karena menjadi kaku dan irama denyutnya cenderung tidak teratur. Hal ini akan menjadikan pemompaan kurang efektif akhirnya akan menyebabkan kegagalan jantung. Kegagalan jantung adalah suatu kondisi dimana jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
10
c.
Stroke Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan saluran arteri di otak pecah dan terjadi penumpukan darah ke otak (Soeharto, Iman, 2002).
B. Lanjut Usia 1. Pengertian Lanjut usia Pengertian lanjut usia dibedakan menjadi dua bagian yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis dihitung berdasarkan tahun kalender. Indonesia melakukan penetapan usia pensiun adalah 56 tahun yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai patokan seseorang memasuki usia lanjut. Sementara berdasarkan UU No 13 tahun 1998 dinyatakan usia 60 tahun ke atas sebagai usia lanjut (Tamher & Noorkasiani, 2009). Usia biologis adalah usia yang sebenarnya, dimana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. Pada usia lanjut ini telah terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis dan perubahan kondisi sosial (Tamher dan Noorkasiani, 2009). 2. Batasan Lanjut Usia Menurut
WHO
dan
Undang-Undang
No
13
tahun
1998
mneyebutkan bahwa lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia 60 ke atas. Berdasarkan Smith dan Smith (dalam Tamher dan Noorkasiani, 2009) menggolongkan lanjut usia menjadi 3 yaitu young old (65-74 tahun); midle old (75-84 tahun); dan old (lebih dari 85 tahun). Setyonegoro dalam (Tamher dan Noorkasiani, 2009) menyebutkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun, selanjutnya terbagi dalam usia 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old). Bandiyah (2009). Sedangkan menurut pendapat Sumiati (dalam Bandiyah, 2009) membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: Umur 40 – 65 tahun : masa setengah umur (prasenium), 65 tahun ke atas : masa lanjut usia (senium).
11
3. Teori Penuaan Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan semua variabel yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural (Stanley dan Beare, 2007). a. Teori Biologis Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematia. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekuler dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. 1) Teori genetika Teori ini menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Secara genetik sudah terprogram bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 kali, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali,
sesudah
itu
akan
mengalami
deteriosasi
(Tamher&
Noorkasiani, 2009). 2) Wear and Tear Theory Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi terjadi akibat akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi yang dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ
12
tubuh. Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan. 3) Riwayat lingkungan Faktor-faktor
di
dalam
lingkungan
dapat
membawa
perubahan dalam proses penuaan, walaupun faktor-faktor ini dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama terhadap terjadinya penuaan. 4) Teori imunitas Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. 5) Teori neuroendokrin Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel. b. Teori psikososiologis Teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi bilogi pada kerusakan anatomis (Noorkasiani, 2009). 1) Teori kepribadian Teori
kepribadian
menyebutkan
aspek-aspek
pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang mengambil suatu inventaris dari hidup mereka, suatu waktu untuk melihat kebelakang dari pada melihat ke depan. Selama proses refleksi ini lansia harus mengahadpi kenyataan hidupya secara retrospektif.
13
2) Teori tugas perkembangan Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. 3) Teori disengagement Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. 4) Teori aktivtas Teori ini merupakan jalan menuju penuaan yang sukses yaitu dengan cara tetap aktif. 5) Teori kontinuitas Teori kontibuitas ini juga dikenal sebagai teori perkembangan yang merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kabutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di masa tua. 4. Proses menua Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi,
14
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Martono & Darmojo, 2006). Nugroho (2008) menyebutkan beberapa perubahan pada lanjut usia diantaranya adalah : a. Perubahan Fisik Perubahan fisik ini terdiri dari perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem denitourinaria, sistem endokrin, sistem kulit (Integumentary System)
dan
sistem
muskulosletal
(Musculosceletal
System)
(Bandiyah, 2009). b. Perubahan Mental Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental antara lain : Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa. Kesehatan umum. Tingkat pendidikan. Keturunan (Herediter). Lingkungan. Perubahan kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi. Lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin karena faktor lain seperti pentakit-penyakit. c. Perubahan Psikososial 1) Pensiun Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain : 1) Kehilangan finansial (income berkurang). 2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya). 3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
15
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan (Darmojo & Martono, 2006) 2) Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain: 3) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality). 4) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit. 5) Ekonomi
akibat
pemberhentian
dari
jabatan
(economic
deprivation). Meningkatnya
biaya
hidup
pada
penghasilan
yang
sulit,
bertambahnya biaya pengobatan. 6) Penyakit kronis dan ketidakmampuan. 7) Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian. 8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. 9) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan dengan teman-teman dan family. 10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. d. Perkembangan Spiritual Menurut Maslow agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan seseorang, dan perkembangan spiritual pada usia 70 tahun perkembangan yang dicapai tingkatan ini berfikir dan bertindak dengan memberikan contoh cara mencintai dan keadilan (Nugroho, 2008). Spriritualitas tanpa memandang ras, warna, asal negara, jenis kelamin, usia atau disabilitas merupakan kualitas dasar manusia yang dialami oleh lansia dari semua keyakinan dan bahkan oleh orangorang yang tidak berkeyakinan. Spiritualitas mengatasi kehilangan yang terjadi sepanjang hidup dengan beberapa harapan. Spiritualitas ini merupakan konsep dua dimensi dengan dimensi vertikal dan
16
horizontal. Dimensi vertikal mewakili hubungan dengan tuhan, dan dimensi horizontal mewakili hubungan dengan orang lain (Stantly & Beare, 2007) Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi selama proses menua oleh lanjut usia adalah sebagai berikut : a. Demensia Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. b. Stres Gangguan stres merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi atau stres tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik. c. Skizofrenia Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat. d. Gangguan Delusi Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu : waham kejar dan waham somatik. e. Gangguan Kecemasan Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika
17
tidak lebih dapat menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis (Stuart, 2006). Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas. Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stresor yang berat. Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. f. Gangguan Somatiform Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang mematikan. Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis. g. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff. Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalahgunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.
18
h. Gangguan Tidur / Insomnia Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur atau insomnia. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah gangguan tidur, ngantuk siang hari dan tidur sejenak di siang hari. Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Gangguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut (Yosep, 2007). Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia. Berdasarkan The National Old People’s Welfare Council di Inggris (dalam Nugroho, 2008) menyebutkan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia meliputi depresi mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan pada koksa/sendi
panggul,
anemia,
demensia,
gangguan
penglihatan,
ansietas/kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes mellitus, osteomalasia, hipotiroidisme dan gangguan defekasi.
C. Kebiasaan Merokok 1. Pengertian Kebiasaan
adalah
perilaku yang
sering kita ulang-ulang
baik secara sengaja atapun tidak sengaja dan perilaku atau kebiasaan
19
tersebut sudah kita lakukan secara terus menerus (Irfan, 2008). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kebiasaan (foibrays) merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang (bentuk yang sama) dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Kebiasaan menurut para psikolog didefinisikan sebagai perilaku mendapatkan keterampilan-keterampilan gerak dan kemampuan untuk mempergunakan secara sadar. Merokok adalah menghisap asap dari tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Merokok adalah aktivitas membakar rokok yang sebagian asapnya diisap masuk ke dalam tubuh dan sebagian tersebar di lingkungan sekitar (Indrayani, 1999). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok adalah kegiatan menghisap asap dari tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar yang dilakukan secara berulang-ulang. 2. Racun yang terkandung dalam rokok Rokok (termasuk asap rokok) mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan. Racun yang paling utama, antara lain tar, gas CO dan nikotin (Kusmana, 2007) : a. Tar Merupakan subtansi hidrokarbon yang bersifat lengket sehingga bisa menempel di paru-paru. b. Gas CO (Karbon monoksida) Gas CO yang dihasilkan dari sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Oleh orang yang merokok atau orang yang terdekat dengan si perokok. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding O2, sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar O2 udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan O2, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan O2. Sel tubuh yang menderita
20
kekurangan
O2
akan
berusaha
meningkatkan
yaitu
melalui
kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak terjadin proses aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Penyempitan pembuluh darah akan terjadi di otak, jantung, paru, ginjal, kaki, saluran peranakan, dan ari-ari pada wanita hamil (Kusmana, 2007). c. Nikotin Kandungan awal nikotin dalam rokok sebelum dibakar adalah 8-20 mg. setelah dibakar, jumlah nikotin yang masuk ke sirkulasi darah hanya 25% dan akan sampai keotak dalam waktu 15 detik saja. Dalam otak, nikotin akan diterima oleh reseptor asetil kolin-nikotinik yang kemudian membaginya kejalur imbalan dan jalur adrenergic. Pada jalur imbalan di area mesolimbik otak, nikotin akan memberikan sensasi nikmat sekaligus mengaktivasi system dopaminergik yang akan merangsang keluarnya dopamine, sehingga perokok akan merasa tenang, daya pikir meningkat, dan menekan rasa lapar. Sedangkan dijalur andrenergik dibagian lokus seruleus otak, nikotin akan mengaktivasi system adrenergic yang akan melepas serotonin sehingga menimbulkan rasa senang dan memicu keinginan untuk merokok lagi. Ketika berhenti merokok maka terjadi putus zat nikotin, sehingga rasa nikmat yang biasa diperoleh akan berkurang yang menimbulkan keinginan untuk kembali merokok. Proses menimbulkan adeksi atau ketergantungan nikotin, yang membuat perokok semakin sulit untuk berhenti merokok (Waney, 2008). 3. Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok WHO (2010) dalam laporannnya menyebutkan bahwa beberapa penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok antara lain yaitu kanker paru, bronchitis kronik, penyakit jantung iskemik, penyakit jantung kardiovaskuler, kanker mulut, kanker tenggorok, penyakit pembuluh darah otak dan gangguan janin dalam kandungan.
21
4. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok a. Bagi Kesehatan Hasil survey demografi Indonesia (2004) menyatakan bahwa risiko kesehatan bagi perokok antara lain dapat mengakibatkan penyakit paru-paru, serangan jantung, bronkhitis kronik, emfisema, kanker mulut, kerusakan gigi dan gusi, kanker pankreas, kanker servik, kanker payudara, stroke, osteoporosis, katarak, diabetes, impotensi dan kerontokan rambut (Kusmana, 2007). b. Bagi Psikologis Rokok dapat menyebabkan ketagihan, setelah menjadi perokok biasanya orang akan sulit mengakhiri kebiasaan itu baik secara fisik maupun psikis. Hal ini membuat seseorang tidak dapat lepas dari perilaku yang sangat merugikan bagi kesehatannya. 5. Tipe perilaku merokok Mu’tadin (2002) membagi tipe merokok sebagai berikut ; a. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dengan selang merokok lima menit setelah bangun tidur di pagi hari. b. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu merokok berkisar 6-30 menit setelah bangun tidur pagi hari. c. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. d. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
22
D. Kerangka Teori Lanjut usia
Perubahan Fisik
Perubahan mental
Perubahan psikososial
Perubahan spiritual
Hipertensi Usia Jenis kelamin Ras Pola hidup Obesitas Diet Merokok Riwayat keluarga Stress Obat-obatan Gangguan syaraf
Bagan 2.1 : Kerangka teori Sumber : Tambayong (2000), Tamher dan Noorkasiani (2009)
23
E. Kerangka Konsep Variabel bebas
Variabel terikat
Kebiasaan merokok
Hipertensi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan merokok 2. Variabel terikat dalam penelitia ini adalah kejadian hipertensi
G. Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan tingkat hipertensi pada lanjut usia di Dukuh Senggrong Desa Kangkung Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.