4 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etnobotani Tumbuhan Obat Etnobotani didefenisikan sebagai suatu studi yang menjelaskan hubungan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan yang secara keseluruhan menggambarkan peran dan fungsi tumbuhan dalam suatu budaya. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani tradisional yang dimiliki masyarakat setempat (Dharmono, 2007). Etnobotani tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk interaksi antara masyarakat dengan lingkungan alamnya. Interaksi pada setiap suku memiliki karakteristik tersendiri dan bergantung pada karakteristik wilayah dan potensi kekayaan tumbuhan yang ada. Pengkajian tumbuhan obat menurut etnobotani suku tertentu dimaksudkan untuk mendokumentasikan potensi sumberdaya tumbuhan obat dan merupakan upaya untuk mengembangkan dan melestarikannya (Hastuti et al, 2002).
2.2. Tumbuhan Obat Pengertian Obat menurut PerMenKes RI. No.949/MenKes/Per/VI/2000, adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pengingkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sariaan (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
Universitas Sumatera Utara
5 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Menurut Zein (2005), sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat saat ini disebut dengan Herbal Medice atau Fitofarmaka. Tumbuhan obat mempunyai khasiat yang bekerja sebagai antioksidan, antiradang, analgesik, dan lain-lain, mengarah pada penyembuhan suatu penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya kandungan bahan kimia tumbuhan obat yang berasal dari metabolisme sekunder. Setiap tumbuhan menghasilkan bermacammacam senyawa kimia yang merupakan bagian dari proses normal dalam tumbuhan (Andrianto, 2011). Menurut Widyaningrum (2011), beberapa jenis tumbuhan yang diketahui mempunyai kandungan bahan kimia dan khasiat tumbuhan obat dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Tabel 2.1. Kandungan Bahan Kimia Tumbuhan Obat No 1
Aloe vera L.
Nama Tumbuhan Lidah buaya
2
Apium graveolens L.
Seledri
3
Curcuma longa L.
Kunyit
4
Curcuma Roxb
5
Datura metel L.
6
Guazuma ulmifolia Jati Belanda Lamk Morinda citrifolia L. Mengkudu
7.
Nama Ilmiah
xanthorhiza Temulawak
Kecubung
8.
Orthosiphon Miq
aristatus Kumis Kucing
9
Phaseolus radiates L.
Kacang Hijau
10
Psidium guajava L.
Jambu biji
Bahan Kimia
Khasiat Mengobati Penyakit
Aloin, barbaloin, isobarbaloin, aloeemodin, aloenin, Sakit kepala, sembelit, kejang aloesin. pada anak, batuk, kencing manis, peluruh haid, dan penyubur rambut. Protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi, vitamin Hipertensi, sakit maag, reumatik. A, B1, dan C, serta apiin. Kurkumin, desmotoksikumin, bisdesmetoksikurkumin, Diabetes mellitus, tifus, usus minyak atsiri yaitu keton sesquiterpen, turmeron, tumeon, buntu, disentri, sakit keputihan, zingiberin, feladren, sabinen, borneol, dan sineil, lemak, haid tidak lancer, memperlancar karbohidrat, protein, pati, vitamin C, dan garam mineral. ASI, amandel. Curcumin, minyak atsiri yaitu kamfer, sikloisopren, Limfa, sakit ginjal, asma, sakit kepala, maag, sakit perut pada nirsen, p-tolil metil karbinol, dan xanthorhiza. waktu haid, memperbanyak ASI, sembelit, kurang nafsu makan. Hiosin, c-oksalat, zat lemak, atropine, dan skopolamin. Asma, rematik, sakit pinggang, , pegel linu, bisul, dan eksem. Tanin, lendir, zat pahit, dan damar. Sakit perut, kegemukan. Morindadiol, morindone, morindin, damnacanthal, metal asetil, asam kapril, dan sorandiol. Orthosiphon glikosida, zat samak, minyak atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonin, garam kalium, dan myoinositol.
Hipertensi, sakit kuning, demam, batuk, sakit perut. Infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, kencing batu, encok, peluru air seni, menghilangkan panas. Saponin, flavonoida, dan polifenol. Beri-beri, demam nifas, pelancar air seni, jantung lemah, dan kurang darah. Tanin, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam Diabetes mellitus, maag, diare, kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin, dan vitamin. masuk angin, beser, sariawan, sakit kulit, luka baru.
Universitas Sumatera Utara
7 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
2.3. Potensi Tumbuhan Obat Sumatera Utara Indonesia merupakan salah satu Negara Mega Diversity untuk tumbuhan obat di dunia. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah Brazil. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turuntemurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Asia (Ilyas, 2010). Menurut Ditjen POM ada 283 spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar digunakan oleh industri obat tradisional di Indonesia. Diantaranya 180 spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika. Kekayaan alam Indonesia telah terbukti mampu menghidupi masyarakat penghuninya. Masyarakat lokal memiliki pengertian yang dalam akan manfaat berbagai jenis tumbuhan lokal. Tidak kurang dari 400 etnis masyarakat Indonesia yang erat kehidupannya dengan alam dan memiliki pengetahuan tradisional yang tinggi dalam memanfaatkan tumbuhan obat untuk peralatan kesehatan. Menurut laporan badan Pusat Statistik Republik Indonesia, produksi tanaman obat Sumatera Utara tahun 2009 adalah nomor urut 5 setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung yakni 12,089,652 Kg. Ada berbagai jenis tanaman obat yang unggul di Sumatera Utara yang tersebar di beberapa Kabupaten dan Kotamadya. Tanaman obat tersebut adalah jahe, kunyit, lengkuas, kencur dan temulawak (Ilyas, 2010).
2.4. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional Menurut Katno & Pramono (2001), obat tradisional atau tumbuhan obat memilki beberapa kelebihan antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam satu ramuan dengan komponen berbeda memilki efek saling mendukung, pada satu tanaman memilki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakitpenyakit metabolik dan degeneratif. Obat tradisional atau tumbuhan obat bermanfaat
Universitas Sumatera Utara
8 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
dan aman jika digunakan dengan tepat, ketepatan penggunaan obat tradisional meliputi beberapa hal yaitu :
a.
Ketepatan Dosis Beberapa tumbuhan mempunyai ambang batas dosis yang memberikan
khasiat. Mengkonsumsi tumbuhan obat dengan dosis tertentu, memang tumbuhan obat tersebut mampu mengatasi keluhan. Namun, bukan berarti jika dosis ditambah, secara otomatis juga berdampak positif. Beberapa penelitian justru menunjukkan khasiat sebaliknya. Tumbuhan obat bisa saja menjadi racun yang justru melemahkan kesehatan tubuh orang yang mengkonsumsinya. Tepatnya ukuran dosis sangat penting, terutama untuk tumbuhan obat yang diekstrak. Jika mengonsumsinya melebihi dosis walaupun 1 gram bias sangat berbahaya. Lain halnya jika tumbuhan obat tersebut hanya direbus karena relatif lebih aman. Proses perebusan menyebabkan bahan aktif yang terkandung dalam ramuan tersebut relatif lebih kecil. Itulah sebabnya, beberapa pakar tanaman obat menganjurkan agar satuan ukuran harus jelas dan tepat. Anjuran itupun sulit dipenuhi karena ramuan tumbuhan obat umumnya merupakan warisan nenek moyang. Zaman dulu mereka tidak mengenal satuan bobot tertentu yang akurat dan bersifat universal, seperti gram dan ons. Sebagai gantinya, mereka memanfaatkan satuan tertentu seperti genggam atau potong untuk menakar bahan baku obat. Umumnya bahan-bahan yang menggunakan satuan genggam memiliki ukuran yang kecil. Genggaman yang diacu adalah genggaman orang dewasa. Ramuan tumbuhan obat biasanya jarang yang dimanfaatkan sendiri, biasanya didampingi bahan lain. Contohnya pengobatan penyakit malaria tidak cukup diberi ramuan untuk mengatasi plasmodium tetapi penderita juga diberi temu hitam untuk membangkitkan selera makan atau sabiloto untuk menurunkan suhu tubuh (Duryatmo, 2011).
Universitas Sumatera Utara
9 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
b. Ketepatan Waktu Penggunaan Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin, beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe puyang sepanjang masa kehamilan. Setelah dilakukan penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi otot pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin di dalamnya. Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan itu, sebaiknya bagi wanita hamil minum jamu cabe puyang di awal kehamilan untuk menghindari resiko keguguran dan minum jamu kunir asem saat menjelang persalinan untuk mempermudah proses persalinan (Katno, 2008).
c. Ketepatan Cara Penggunaan. Satu tumbuhan obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung, jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan atau mabuk (Sari, 2006).
d. Ketepatan Pemilihan Bahan Keracunan sering terjadi antara tumbuhan ngokilo (Gynura segetum Luor) yang dianggap sama dengan keji beling, daun sambung nyawa (Gymnurae procumbensis) dengan daun dewa (Gynura procumbens (Lour) Merr). Akhir-akhir ini terhadap tumbuhan kunir putih, dimana 3 jenis tumbuhan yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria, dan Kaempferia rotunda) sering kali sama-sama disebut
Universitas Sumatera Utara
10 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
sebagai “ kunir putih “ yang sempat mencuat kepermukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker (Ilyas, 2010).
e. Pemilihan Tumbuhan Obat (Ramuan) Ada beberapa tumbuhan obat yang secara empiris dinyatakan sama. Komponen tumbuhan obat untuk pelangsing, terdiri dari : kulit kayu rapet, dan daun jati belanda, daun jungrahap, rimpang kunyit dan temu lawak. Formulasi ini menggambarkan nafsu makan ditingkatkan oleh temu lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defekasi dinetralisir oleh temu lawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi proses pelangsingan sedangkan proses defekasi dan dieresis tetap berjalan sebagaimana biasa (Ilyas, 2010).
2.5. Sejarah Angkola Angkola berasal dari nama sungai Batang Angkola yang diberi nama seorang penguasa yang sangat bengis yang berasal dari India Selatan yang bernama Rajendra Kola (Ang Kola – yang dipertuan Kola). Masuk Melalui Padang lawas, dan sempat mendirikan peradaban di Portibi di sekitar tahun 1100 M. Di sebelah Selatan Batang Angkola diberi nama Angkola Jae (hilir) dan di sebelah utara sungai Batang Angkola diberi nama Angkola Julu (hulu). Bangsa Phoenic merupakan bangsa pelaut unggul, yang di zaman dahulu oleh Sulaiman diajak bekerja sama dalam perdagangan dunia yang lebih luas dengan menggunakan armada laut (tenaga layar angin) di zaman Raja Tyrus dari Sidon. Kapal layar Bangsa Phoenic yang disebut dengan PEHERU. Sampai hari ini orang Sumatera masih tetap menggunakan kata perahu untuk kapal layar. Kemungkinan besar tulisan Batak tersebut diciptakan akibat adanya interaksi perdagangan dengan bangsa Phoenic dan bangsa Yahudi dengan masyarakat Debata (batak) dengan bangsa ini sejak abad sebelum masehi (Adolfo, 2008).
Universitas Sumatera Utara
11 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Seperti tertulis dalam sejarah bahwa Sulaeman pernah berkongsi dagang bersama Raja Tyrus untuk mendapatkan kemenyan, rempah-rempah, kapur barus dan emas dari Land of God (tanah Tuhan, tanah Debata yang kemudian orang Eropah di abad 18 menyebut dengan tanah Batak dikutip dari sejarah Sumatera, Marsden) yang waktu tempuhnya 3 tahun pulang pergi. Kita tahu bahwa Angkola dan Mandailing adalah penghasil kemenyan/sekko yang banyak digunakan oleh orang-orang zaman dulu untuk acara ritual agama (Adolfo, 2008). Pada suku angkola dikenal Dalian Na Tolu yang artinya adalah “ Kehidupan Yang Tiga” dimana kesetaraan kehidupan berdasarkan DNA garis keturunan yaitu Kahanggi (garis keluarga Bapak), Mora (garis keluarga Ibu) dan Anakboru (garis keluarga saudara perempuan keluarga Bapak) (Harahap, 2004). Setelah ribuan tahun kerajaan Debata hancur berantakan diserang dan dijajah oleh India Selatan di abad-11 (dengan peninggalan prasasti Lobu Tua dan Portibi), yang kemudian memaksakan sistem sosial Hindu dengan istilah "surat tumbaga holing" yang banyak diadopsi orang Batak di abad pertengahan. Sistem sosial ini menyebabkan masyarakat Batak terjebak dalam budaya perbudakan dengan aturan surat tumbaga holingnya yang mencoba menggilas peradaban asli yang diciptakan oleh Ompu Raja Debata. Perpecahan pun terjadi dan mengakibatkan munculnya kerajaan-kerajaan kecil serta terjadi perbudakan besar-besaran di tanah Debata. Rajaraja di Toba menyerang kerajaan-kerajaan yang lebih kecil untuk dijadikan "Hatoban atau Jappurut" kemudian dijual ke Sumatera Timur dan Selat Malaka sebagai budak. Saat ini Angkola adalah tempat atau daerah yang ditempati oleh suku-suku Batak yang berasal dari daerah Sianjur Mula-Mula dan Dairi, yang mayoritas dari turunan Ompu Raja Debata dari group marga Ompu Guru Tetea Bulan seperti Sagala, Siregar, Pulungan, Harahap dan Lubis (Baumi, 1984).
Universitas Sumatera Utara